BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman dan gaya hidup, penyakit jantung koroner menjadi penyakit dengan mortalitas yang tinggi dan insidensinya meningkat terutama di negara-negara berkembang (Santoso et al., 2009). Sindroma koroner akut merupakan sindroma klinik penyakit jantung koroner yang menjadi masalah mayor dalam bidang kesehatan dan berkontribusi besar pada jumlah pasien rawat inap diseluruh dunia (Badran et al., 2009). Santoso et al. (2009) menyatakan bahwa dislipidemia, hipertensi, dan diabetes melitus adalah faktor-faktor risiko independen yang penting untuk penyakit ini, dan data epidemiologi menunjukkan prevalensi ketiga faktor risiko tersebut masih cukup tinggi di negara-negara berkembang karena belum adanya program preventif ditingkat populasi yang komprehensif. Berdasarkan NIH Consensus Development Panel on Triglyceride, High-Density Lipoprotein, and Coronary Heart Disease (1993), profil lipid plasma yang bersifat 1
2 aterogenik merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit arteri koroner. Lipid plasma yang bersifat aterogenik yang telah teridentifikasi adalah tingginya rasio kolesterol LDL terhadap kolesterol HDL dan tingginya kadar trigliserida. Profil lipid dan partikelpartikel lipoprotein didalamnya menentukan kemampuan lipid plasma dalam pembentukan plak aterosklerosis. Diantara faktor-faktor risiko yang telah teridentifikasi sebagai faktor risiko penyakit jantung koroner, beberapa komponen lipid dan lipoprotein penyusunnya diketahui sebagai mediator dan petanda pada penyakit jantung koroner. Komponen lipid tersebut yaitu tingginya kolesterol total plasma, tingginya kolesterol LDL, tingginya trigliserida, tingginya apoliprotein B (apob), rendahnya kolesterol HDL dan rendahnya apolipoprotein AI (apoai) (Biswas et al., 2008; Crouse et al., 1985). Disamping komponen lipid di atas, small dense LDL juga diduga menimbulkan aterosklerosis karena small dense LDL mempunyai ikatan terhadap reseptor LDL yang rendah sehingga small dense LDL lebih mudah dimodifikasi dalam plak aterosklerosis (Biswas et al., 2008). Lipid aterogenik plasma tersebut merupakan refleksi derajat
3 aterogenisitas plasma yang merupakan petanda aterogenisitas yang sederhana dan praktis dalam praktik klinis. Beberapa pemeriksaan lipid tersebut telah banyak digunakan dalam evaluasi rutin pada pasien-pasien yang mempunyai risiko penyakit kardiovaskular. Petanda biokimia lipid baru yang juga diduga mempermudah proses aterosklerosis meliputi apolipoprotein, partikel LDL dan rasio dari lipoprotein dan apolipoprotein yang spesifik. Terbatasnya kadar lipoprotein dan apolipoprotein dalam fisiologis tubuh menyebabkan diperlukannya keseimbangan antar berbagai komponen lipid yang berperan baik maupun berpengaruh buruk terhadap aterosklerosis. Rasio antara lipoprotein dan apolipoprotein menunjukkan adanya keseimbangan dari komponen lipid yang baik dan yang buruk dalam penyakit arteri koroner (Biswas et al., 2008). Penelitian menunjukkan beberapa lipid aterogenik plasma merupakan prediktor independen penyakit jantung koroner, namun data penelitian yang menunjukkan keterlibatan secara spesifik lipid aterogenik plasma pada sindroma koroner akut masih sangat terbatas, sehingga perannya dalam sindroma koroner akut belum sepenuhnya diketahui.
4 Walaupun LDL dianggap sebagai faktor risiko terkait lipid utama dan merupakan target primer terapi penurun lipid, terdapat beberapa limitasi dalam teori tersebut. Data-data baru menunjukkan bahwa apolipoprotein (apo) merupakan indikator risiko yang lebih informatif. ApoB yang mengindikasikan jumlah partikel lipoprotein aterogenik dan apoai yang merefleksikan partikel antiaterogenik HDL, dapat menjadi variabel tambahan terkait lipid yang mengindikasikan risiko penyakit kardiovaskular yang lebih akurat dibanding LDL. Sehingga, beberapa studi menunjukkan bahwa apob dan apoai merupakan prediktor kuat dari infark miokard. Rasio dari apob dan apoai merefleksikan keseimbangan transpor kolesterol. Semakin tinggi nilai apob : apoai, semakin tinggi pula kemungkinan kolesterol dideposit di dinding arteri, yang kemudian memicu aterogenesis dan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular (Walldius & Jungner, 2004). Inflamasi merupakan salah satu komponen pada sindroma koroner akut yang ditandai oleh naiknya petanda inflamasi seperti hs-crp, angka leukosit dan neutrofil. Selain itu, proses inflamasi memainkan peran yang penting dalam patogenesis sindroma koroner akut, dari tahap awal
5 pembentukan plak hingga rupturnya plak dan trombosis (Carter, 2005). Petanda inflamasi juga telah dihubungkan dengan spektrum klinis sindroma koroner akut dan perkembangannya (Schaan et al., 2009). Namun petanda inflamasi yang lebih banyak diteliti adalah hs-crp, dan hubungan petanda inflamasi seperti leukosit dan neutrofil dengan lipid aterogenik juga belum sepenuhnya diketahui, dimana petanda inflamasi dapat berperan penting dalam prognosis sindroma koroner akut. I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, didapatkan rumusan masalah sebagai berikut: apakah terdapat hubungan antara lipid aterogenik plasma, dalam hal ini rasio apob : apoai dengan rasio neutrofil : limfosit pada sindroma koroner akut? I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki apakah rasio apob : apoai mempunyai hubungan dengan rasio neutrofil : limfosit pada sindroma koroner akut.
6 I.4. Keaslian Penelitian Penelitian tentang hubungan antara lipid aterogenik dengan petanda inflamasi telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Libby et al. pada tahun 2002, dimana penelitian ini membahas peran inflamasi sebagai mediator dan petanda dari sindroma koroner akut. Inflamasi berkontribusi dalam berbagai aspek dari penyakit kardiovaskular, termasuk mulai dari tahap awal aterogenesis. Hal ini membuktikan bahwa aterotrombosis lebih dari sekedar penyakit akumulasi lipid, namun merupakan kelainan yang dikarakterisasi dengan inflamasi vaskuler. Petanda inflamasi yang paling menjanjikan disini adalah CRP (C-Reactive Protein), sebuah protein respon imun alami pada fase akut, yang disimpulkan dapat digunakan untuk prediksi kejadian kardiovaskular. Pada tahun 2003, Pearson et al. melakukan penelitian yang membahas petanda inflamasi pada penyakit kardiovaskular. Dalam penelitian ini dijelaskan lebih lanjut mengenai aterogenesis dan bagaimana inflamasi turut terlibat didalamnya. Dikatakan bahwa aterogenesis sebenarnya adalah respon inflamasi pada berbagai faktor
7 risiko dan respon yang bisa berkembang menjadi sindroma koroner akut dan serebrovaskular. Namun penelitian-penelitian terkait petanda inflamasi pada sindroma koroner akut tersebut lebih banyak meneliti CRP sebagai petanda inflamasinya. Selain itu, belum dijelaskan hubungan yang pasti antara kadar lipid aterogenik dengan petanda inflamasi, yang dalam studi ini meliputi angka leukosit, hitung absolut neutrofil/absolute neutrophil count (ANC), hitung total limfosit/total lymphocyte count (TLC), dan rasio neutrofil : limfosit. I.5. Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan akan memberi manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Membuktikan secara ilmiah bahwa terdapat hubungan antara rasio apob : apoai dengan rasio neutrofil : limfosit pada sindroma koroner akut. 2. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan peneliti akan sindroma koroner akut, mulai dari pengertian, patogenesis dan
8 hubungannya dengan kadar lipid aterogenik plasma, serta petanda inflamasi yang termasuk dalam salah satu komponen sindroma koroner akut.