BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh. Menurut Widodo (2002), kandungan air di dalam susu sangat tinggi, yaitu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung

BAB I PENDAHULUAN. dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang banyak tersebar diwilayah Asia. Jahe merah (Zingiber officinale var

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

TEKNOLOGI HASIL TERNAK. Kuliah ke 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu sapi dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Susu Menurut SNI susu segar adalah susu murni yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB IV RESPONS MIKROBIA TERHADAP SUHU TINGGI

PENDAHULUAN Latar Belakang

Susu merupakan bahan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi karena. vitamin, mineral, dan enzim. Menurut Badan Standart Nasional (2000).

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella sp merupakan salah satu bakteri patogen yang dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gizi yang tinggi seperti protein, lemak, mineral dan beberapa vitamin lainnya

BAB I PENDAHULUAN. dan telah lama dimanfaatkan sebagai sumber protein yang cukup penting bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

TINJAUAN PUSTAKA. bahan pangan yang sehat, tanpa dikurangi komponen-komponennya (Hadiwiyoto,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

I. PENDAHULUAN. Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) merupakan

UJI COLIFORM FECAL PADA IKAN LELE (Clarias batracus) DAN IKAN KAKAP. (Lates calcarifer) DI WARUNG TENDA SEA FOOD SEKITAR KAMPUS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar

I. PENDAHULUAN. vitamin, mineral, laktosa serta enzim-enzim dan beberapa jenis mikroba yang

TINJAUAN PUSTAKA. 18,20 Lemak (g) 25,00 Kalsium (mg) 14,00 Fosfor (mg) 200,00 Besi (mg) 1,50 Vitamin B1 (mg) 0,08 Air (g) 55,90 Kalori (kkal)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Susu Susu adalah salah satu bahan makanan alami yang berasal dari ternak perah

PENENTUAN WAKTU TINGGAL OPTIMUM PASTEURISASI SUSU DENGAN PLATE HEAT EXCHANGER

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang

PASTEURISASI. Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1

BAB I PENDAHULUAN. baik sekali untuk diminum. Hasil olahan susu bisa juga berbentuk mentega, keju,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan nama sapi Grati. Bentuk dan sifat sapi PFH sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

BAB I PENDAHULUAN. lemak, laktosa, mineral, vitamin, dan enzim-enzim (Djaafar dan Rahayu, 2007).

Food SUSU SUSU. Mitos. Minum BISA PACU TINGGI BADAN? Susu BISA GANTIKAN. for Kids. Makanan Utama? pada Bumil. Edisi 6 Juni Vol

BAB I PENDAHULUAN. dan mineral yang tinggi dan sangat penting bagi manusia, baik dalam bentuk segar

BAB 1 PENDAHULUAN. kelebihan berat badan, anemia, dan sebagainya (Rahal et al., 2014). Sayuran

Kontaminasi Pada Pangan

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Yani dan Purwanto (2006) dan Atabany et al. (2008), sapi Fries Holland

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob

15 Penanganan telur yang dilakukan oleh para pedagang di pasar tradisional di Provinsi Jawa Barat tidak menyimpan telur dengan pendinginan. Semua peda

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan minuman sumber protein yang diperoleh dari hasil

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia biasanya dibuat melalui bertani, berkebun, ataupun

PENDAHULUAN. Latar Belakang. laktasi oleh hewan dengan tujuan sebagai sumber nutrisi dan memberikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia dan juga hewan berdarah panas. Kelompok bakteri Coliform diantaranya

Analisa Mikroorganisme

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Susu Pasteurisasi Susu merupakan bahan makanan yang mempunyai komposisi gizi ideal. Zat makanan yang terkandung di dalam susu dapat dimanfaatkan dan diserap oleh tubuh. Menurut Widodo (2002), kandungan air di dalam susu sangat tinggi, yaitu sekitar 87,5%, dengan kandungan gula susu (laktosa) sekitar 5%, protein sekitar 3,5%, dan lemak sekitar 3-4%. Susu juga merupakan sumber kalsium, fosfor, dan vitamin A yang sangat baik. Dalam kehidupan sehari-hari, tidak semua orang dapat meminum susu yang belum diolah, dikarenakan tidak terbiasa dengan aroma susu segar, atau sama sekali tidak menyukai susu yang belum diolah. Adanya teknologi pengolahan / pengawetan bahan makanan, maka hal tersebut di atas dapat diatasi. (Rachmawati, 2008). Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan pada suhu dibawah 100 0 C dalam jangka waktu tertentu sehingga dapat mematikan sebagian mikroba susu dengan meminimalisasi kerusakan protein. Proses pasteurisasi yang dilanjutkan dengan pendinginan langsung akan menghambat pertumbuhan mikroba yang tahan terhadap suhu pasteurisasi dan akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkanya (misalnya enzim phosphatase dan lipase) sehingga dapat mengurangi kerusakan zat gizi serta memperbaiki daya simpan susu segar (Ulum, 2009). Proses pedinginan setelah proses pasteurisasi juga dapat meminimalisasi terjadinya kerusakan protein (denaturasi protein) pada susu hasil pasteurisasi. 5

Bakteri yang menyebabkan penyakit (pathogen) yang terdapat dalam susu adalah bakteri Staphylococcus Aureus, Salmonella sp. dan Escherichia coli (Widodo, 2010). Proses pasteurisasi dilakukan dengan memanaskan susu pada suhu 62 0 C selama 30 menit atau suhu 72 0 C selama 15 detik. Susu pasteurisasi bukan merupakan susu awet. Penyimpanan susu pasteurisasi dilanjutkan dengan metode pendinginan. Metode pendinginan pada almari es (refrigertaor) pada suhu maksimal 10 0 C yang mampu memperpanjang daya simpan susu pasteurisasi. Mikroba pembusuk tidak dapat tumbuh dan berkembang pada suhu 3-10 0 C (Setya, 2012). Pasteurisasi berfungsi untuk membunuh mikroba-mikroba perusak susu sehingga susu bisa lebih awet dan aman dikonsumsi. Namun menurut penelitian Abubakar et al., (2001) mengenai perbandingan teknik pasteurisasi menggunakan LTLT (low temperature long time) dengan HTST (hot temperature short time) didapatkan bahwa penggunaan teknik pasteurisasi HTST yakni dengan suhu 71,7ºC selama 15 menit memiliki kandungan nutrien yang lebih rendah dibandingkan menggunakan teknik pasteurisasi LTLT (suhu 62,8ºC selama 30 menit). 2.2 Pengujian Kualitas Susu Pasteurisasi Cup Susu pasteurisasi pada saat baru diproduksi, mutu produk dianggap dalam keadaan 100%, dan akan menurun sejalan dengan lamanya penyimpanan atau distribusi (Rahayu dkk., 2003). Pasteurisasi adalah proses pemanasan suatu bahan makanan berupa cairan selama waktu tertentu pada temperature tertentu. Kualitas 6

dari susu pasteurisasi tergantung dari bahan mentahnya, tehnik higienis saat pembuatan tapi umumnya daya tahan susu pasteurisasi adalah 8-10 hari pada suhu 5-7 o C. Pemanasan dalam proses pengawetan dan pengolahan merupakan hal yang sangat penting karena dengan pemanasan yang tidak tepat dapat merusak komponen nutrisi dalam susu terutama protein, tetapi disamping itu juga yang perlu diperhatikan adalah masalah adanya mikroba pathogen yang dapat berbahaya bagi konsumen (Malaka, 2014). Susu perlu diberi perlakuan tertentu agar tidak cepat rusak, seperti penyimpanan dalam refrigerator dan proses pasteurisasi. Susu dari segi kimia yaitu mengandung zat kimia organis ataupun anorganis berupa zat padat dan air. Lebih jauh, zat padat tersebut adalah protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan enzim. Ditambahkan olehnya kualitas fisik susu ditentukan berdasarkan berat jenis (BJ), ph, titrasi keasaman dan organoleptik (bau, warna dan rasa). Organoleptik terdiri dari warna, bau dan rasa. Susu segar normal mempunyai aroma (flavor) yang tidak mudah didefinisikan dengan terminologi yang tepat, dicirikan melewati bau, rasa dan tekstur yang lembut yang merupakan hasil kombinasi komposisi yang terkandung dalam susu (lemak, protein, laktosa dan mineral) (Murti, 2002). 2.3 Total Plate Count (TPC) Kualitas bahan baku susu berdasarkan Total Plate Count (TPC) harus dijadikan landasan kepentingan perlindungan kesehatan publik, bukan hanya semata untuk memaksimasi kepentingan produsen produk susu dengan memperpanjang daya simpan (Bray, 2008). Kerusakan susu yang tidak layak 7

dikonsumsi ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah mikroorganisme. penghitungan jumlah mikroorganisme dilakukan dengan metode Total Plate Count (TPC) (Sulasih et al., 2013). Metode Total Plate Count (TPC) adalah metode yang paling sering digunakan dalam menghitung jumlah bakteri pada susu segar. Metode ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah bakteri yang ada pada susu segar dimulai dari saat pemerahan. TPC memberikan gambaran kualitas dan higiene susu secara keseluruhan, akan tetapi metode ini memiliki kemampuan yang terbatas dalam mengidentifikasi sumber kontaminasi bakteri (Elmoslemanya et al. 2010). Jumlah mikroorganisme pada contoh pangan yang diperoleh dengan metode ini merupakan gambaran populasi mikroorganisme yang terdapat pada contoh tersebut. Tidak semua mikroorganisme dapat tumbuh dalam media agar dan kondisi inkubasi yang diterapkan. Jumlah mikroorganisme yang tumbuh (membentuk koloni) hanya berasal dari mikroorganisme yang dapat tumbuh pada kondisi yang ditetapkan (misalnya jenis media, ketersediaan oksigen, suhu dan lama inkubasi) karena mikroorganisme lain yang terdapat pada contoh tidak dapat tumbuh atau bahkan menjadi mati (Lukman 2009). Biakan mikroorganisme pada media Total Plate Count (TPC) dapat dilihat pada Gambar 1. 8

Gambar 2.3 Biakan Mikroorganisme Pada Media Total Plate Count (TPC) Koloni yang nampak pada biakan tidak selalu berasal dari satu sel mikroorganisme, tetapi dapat berasal dari sekelompok mikroorganisme. Jumlah mikroorganisme yang diperoleh dengan metode ini hanya merupakan jumlah prakiraan (estimasi) dan terdapat kemungkinan bahwa jumlah mikroorganisme yang diperoleh lebih banyak dibandingkan dengan mikroorganisme sesungguhnya. Jumlah koloni yang diperoleh dinyatakan dengan Colony Forming Unit (cfu) per gram atau per ml atau luasan tertentu dari contoh (cm 2 ) (Lukman 2009). Menurut BSN (2000) tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan, nilai maksimal TPC yang diperbolehkan pada susu segar yaitu sebesar 1x10 6 cfu/ml. Keragaman dalam jumlah TPC susu segar disebabkan perbedaan dalam sanitasi peralatan, kandang dan pemerahan. Pada penelitian ini jumlah TPC yang didapat mungkin disebabkan oleh daerah buangan feses yang masih berdekatan dengan kandang, sehingga ketika dilakukan pemerahan mikroorganisme dapat masuk melalui debu yang dibawa oleh angin. Peralatan dapat menjadi sumber 9

kontaminasi apabila tidak dibersihkan secara maksimal terutama bagian yang kontak langsung dengan susu (Dwi, 2013). Rombaut (2005) menyatakan bahwa tingkat kontaminasi berasal dari setiap sumber dan bergantung dari metode sanitasi yang dilakukan. Sumber kontaminasi yang sangat signifikan adalah dari permukaan yang kontak langsung dengan susu. 2.4 Escherichia Coli Escherichia coli merupakan flora normal yang ada di saluran pencernaan ternak dan manusia. Strain Eschericia coli yang bersifat patogen yang dapat menimbulkan infeksi dan foodbornedisease seperti O157:H7 yang menghasilkan shiga toxin (Todar, 2004). Eschericia coli merupakan salah satu mikroorganisme yang menginfeksi susu. Susu segar sangat mudah terkontaminasi oleh Escherichia coli, hal ini karena sebagian besar peternak kurang memperhatikan kebersihan sanitasi dan hygiene personal (Vimont et al., 2006). Murdiati dkk. (2004) menyatakan bahwa E. coli merupakan bakteri yang sensitif terhadap suhu tinggi. E. coli mempunyai suhu maksimum pertumbuhan 40-45⁰ C, diatas suhu tersebut bakteri E. coli mengalami inaktivasi. Escherichia coli telah tersebar diseluruh dunia dan ditularkan bersama air atau makanan yang terkontaminasi oleh tinja. Mikroorganisme ini juga merupakan indikator analisis air, kehadirannya merupakan bukti bahwa air tersebut terpolusi oleh bahan tinja atau hewan. Kebersihan air yang digunakan untuk membersihkan pelalatan, makan dan mandi sapi sangat berpengaruh terhadap tingkat cemaran Escherichia coli pada susu sapi (Soeparno, 2005). 10

2.5 Penyimpanan Susu Pasteurisasi Cup Pada Refrigerator Pasteurisasi susu adalah proses mematikan bakteri patogen yang mungkin masih terdapat di dalam air susu dan sebagian bakteri lain masih bisa bertahan hidup. Pendinginan susu bertujuan untuk menahan agar mikroba perusak susu jangan sampai berkembang, sehingga susu tidak mengalami kerusakan dalam waktu yang relatif singkat. Pendinginan susu biasanya menggunakan almari es atau alat pendingin khusus yang suhunya dibawah 10 0 C (Sulistyowati, 2009). Menurut Huck et al. (2009) dalam industri pengolahan susu pengendalian bakteri pembusuk pembentuk endospora harus dilakukan, terutama kelompok Bacillus spp dan Paenibacillus. Karena bakteri tersebut dapat bertahan pada suhu tinggi dan waktu pasteurisasi yang pendek. Potensi masuknya mikroba pembusuk tahan panas selama proses produksi dan pengolahan susu dapat berasal dari peternakan sapi perah. Kontrol terhadap bahaya mikrobiologis merupakan tantangan yang cukup besar untuk menjamin kualitas susu pasteurisasi dari sisi keamanan produk. Ranieri et al. (2009) yang mengatakan bahwa genus Bacillus spp di dalam susu pasteurisasi berperan penting dalam proses pembusukan, sedangkan genus Paenibacillus spp lebih banyak berperan dalam pembusukan saat susu pasteurisasi disimpan dalam kondisi dingin, sehingga berpengaruh terhadap lama penyimpanan. Akan tetapi, dalam produksi susu pasteurisasi sudah tidak ditemukan kelompok Bacillus maupun genus Paenibacillus spp. Lama penyimpanan susu pasteurisasi dipengaruhi oleh suhu selama penyimpanan, susu pasteurisasi yang disimpan pada suhu dibawah 2-4 0 C akan mempunyai masa 11

simpan lebih lama karena bakteri umumnya tidak dapat tumbuh optimal pada suhu tersebut (Harding dalam Rositayanti, 2008) 12