dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi dan mulut. Kebanyakan masyarakat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan gigi dan makanan sehat cenderung dapat menjaga perilaku hidup sehat.

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Status Karies Gigi Pada Mahasiswa Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Jakarta 1,2008

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. ini. Anak sekolah dasar memiliki kerentanan yang tinggi terkena karies,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies gigi merupakan masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada

SATUAN ACARA PENYULUHAN KKEMAMPUAN PENCEGAHAN KARIES

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai gizi, berdasarkan data terbaru pada tahun , masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah dengan kesehatan gigi dan mulutnya. Masyarakat provinsi Daerah

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk meningkatkan kesehatannya, tetapi masih banyak orang yang

BAB I PENDAHULUAN. kotoran lain yang berada di atas permukaan gigi seperti debris, karang gigi, atau

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. 1 Riset Kesehatan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Epidemiologi penyakit gigi dan mulut di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak kalah pentingnya yaitu pertumbuhan gigi. Menurut Soebroto

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya kerusakan jaringan yang dimulai dari permukaan gigi (pit, fissures,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Karies gigi adalah proses perusakan jaringan keras gigi yang dimulai dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempengaruhi derajat keasaman saliva. Saliva memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karies gigi

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang,

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan

BAB I PENDAHULUAN. makanan sehingga membantu pencernaan, untuk berbicara serta untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lengkung rahang dan kadang-kadang terdapat rotasi gigi. 1 Gigi berjejal merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. mulut sejak dini. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kebersihan mulut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang (Notoatmodjo, 2010:142). Pengetahuan seseorang terhadap objek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi gula adalah masalah utama yang berhubungan dengan. dan frekuensi mengkonsumsi gula. Makanan yang lengket dan makanan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibu merupakan masalah penting. Gigi anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diterima oleh dokter gigi adalah gigi berlubang atau karies. Hasil survey

BAB V HASIL PENELITIAN. n = 3990 = 363, sampel 3990 (5%) 2 + 1

LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang dapat menyerang manusia

BAB I PENDAHULUAN. penanganan secara komprehensif, karena masalah gigi berdimensi luas serta mempunyai

PENDAHULUAN. mulut adalah penyakit jaringan keries gigi (caries dentis) disamping penyakit gusi.

BAB I PENDAHULUAN. 2015). Salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang banyak dikeluhkan oleh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan ini dapat mempengaruhi kesehatan gigi anak (Ramadhan, 2010). Contoh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu ,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang masih perlu mendapat perhatian. Menurut Pintauli dan Hamada (2008),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dapat dipisahkan satu dengan lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Streptococus mutans yang menyebabkan ph (potensial of hydrogen) plak rendah

BAB 1 PENDAHULUAN. sebelum tidur malam, hal itu dikarenakan agar sisa-sisa makanan tidak menempel di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terhadap lingkungan dan umpan balik yang diterima dari respons tersebut. 12 Perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Kualitas hidup terkait dengan kesehatan mulut

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik agar jangan sampai terkena gigi berlubang (Comic, 2010).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan kerusakan bahan organik yang dapat menyebabkan rasa ngilu sampai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. menjadi dua yaitu gigi berjejal simpel dan gigi berjejal kompleks. Gigi

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Karies a. Definisi Karies Karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yang menyebabkan dekalsifikasi email gigi, jika dibiarkan secara terus menerus akan mengakibatkan terjadinya kerusakan atau berlubang pada email dan dentin serta dapat mengenai jaringan pulpa yang akan membuat gigi menjadi tidak vital jika dibiarkan terus menerus (Dorland, 2002). Karies merupakan penyakit jaringan keras gigi yang dapat menyerang semua orang dan dapat timbul pada satu atau lebih permukaan gigi. karies gigi diawali dari rusaknya permukaan gigi seperti pit, fissures, dan daerah inter dental yang kemudian dapat meluas kebagian yang lebih dalam seperti dentin, dan pulpa (Tarigan, 2014). b. Etiologi Karies Secara garis besar karies gigi disebabkan karena tingginya kadar asam pada rongga mulut yang disebabkan karena fermentasi karbohidrat. Karies merupakan penyakit multifaktorial karena karies dapat terjadi jika terpenuhinya empat faktor, yaitu: 10

11 1) Host Host adalah organ tubuh manusia (gigi dan saliva), bentuk anatomi dan variasi-variasi pada morfologi gigi yang dapat mempengaruhi terjadinya karies gigi. Bentuk morfologi seperti bentuk pit dan fisur dapat mempengaruhi retensi gigi terhadap karies, karena pada daerah tersebut sisa-sisa makanan maupunbakteri mudah tertinggal pada daerah tersebut yang menyebabkan terjadinya karies gigi. Struktur anatomi gigi juga mempengaruhi perkembangan karies pada gigi, lapisan terluar gigi atau enamel adalah lapisan lebih keras dan lebih padat, sehingga lapisan enamel ini lebih tahan karies dibandingkan lapisan didalamnya (Eliza et al., 2011). Hal ini disebabkan karena enamel mengalami mineralisasi yang cukup baik, mengandung fluor, fosfat, sedikit mengandung karbonat dan air. Tidak sedikit ditemukan kasus pada enamel terdapat karies gigi yang kecil, tetapi setelah di cek oleh dokter gigi kariesnya sudah meluas didalam dentin (Chemiawan et al., 2014). Saliva atau air liur adalah host yang bertugas sebagai pertahanan utama dari karies gigi dengan cara memineralisasi karies gigi yang masih dini melalui komponen ion fosfat dan fluor. Saliva juga terdapat enzim-enzim zidine, lysozyme, dan mucine yang dapat membuat bakteri dalam mulut tidak berbahaya karena bersifat bakteriostatis. Tinggi rendahnya

12 kadar saliva juga berdampak pada pertahanan gigi terhadap karies, berkurangnya kadar saliva yang disebabkan karena obat, usia, hormonal, efek psikis, dehidrasi, dan lain-lain dapat menyebabkan karies gigi yang tidak terkendali (Tarigan, 2014). 2) Mikroorganisme Mikroorganisme terdiri dari plak dan bakteri didalam rongga mulut yang berperan penting dalam proses terjadinya karies. a) Plak adalah suatu deposit lunak yang tidak berwarna dan terdiri dari sekelompok mikroorganisme pada gigi yang diawali dengan terbentuknya pellicle. Plak merupakan tempat untuk mendukung pertumbuhan bakteri dalam proses terjadinya karies (Gurenlian, 2007). b) Kolonisasi bakteri atau mikroorganisme yang ditemukan pada plak berperan dalam proses demineralisasi, demineralisasi terjadi karena bakteri memproduksi asam dari karbohidrat yang diragikan seperti sukrosa dan glukosa yang menyebabkan ph menurun dibawah 5 yang kemudian menyebabkan demineralisasi gigi. Mikroorganisme yang seringkali ditemukan adalah golongan streptococcus dan lactobacillus (Gurenlian, 2007). 3) Substrat Substrat adalah makanan atau minuman yang kita konsumsi, terutama makanan dan minuman yang mengandung gula atau

13 sukrosa. Konsumsi makanan dan minuman yang tinggi asam akan berdampak dalam terbentuknya plak. Didalam plak terdapat suatu kondisi yang membantu kolonisasi dan perkembangbiakan mikroorganisme pada permukaan gigi dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam dan bahan yang aktif dalam timbulnya karies. Terlalu seringnya mengkonsumsi gula akan menahan ph plak dibawah normal dan menyebabkan demineralisasi enamel (Eliza et al., 2011). 4) Waktu Faktor terakhir yang menyebabkan karies adalah waktu, karena terjadinya karies membutuhkan waktu lama atau sering disebut sebagai penyakit kronis progresif. Pada proses agent dan substrat dalam terbentuknya suatu karies atau lubang pada gigi membutuhkan waktu yang lama. Waktu untuk terjadinya karies ini bervariasai, dari hitungan bulanan hingga tahunan (Eliza et al., 2011). Sisa-sisa makanan pada rongga mulut yang tidak segera dibersihkan akan difermentasi oleh bakteri yang kemudian menghasilkan asam pada rongga mulut dan berdampak pada demineralisasi gigi. Bakteri membutuhkan waktu sekitar 1-3 menit untuk melakukan metabolisme karbohidrat. Saliva membutuhkan waktu sekitar 10-30 menit untuk mengembalikan

14 ph asam menjadi normal. Dalam waktu yang sesingkat ini proses demineralisasi enamel sudah terjadi, dan hal ini akan semakin parah apabila seseorang memakan makanan ringan diantara jam makannya (Ramayanti dan Purnakarya, 2013). c. Mekanisme terjadinya karies Karies gigi terjadi karena terpenuhinya empat faktor etiologi karies yang saling melengkapi. Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak pada permukaan gigi. Plak dapat digambarkan sebagai lapisan yang kadang-kadang tebalnya sampai 2 mm pada semua permukaan gigi. Plak ini sangat tipis dan baru terlihat setelah dilakukan pewarnaan. Plak dihasilkan dari sukrosa (gula) atau sisa makanan yang menempel di permukaan gigi dan menyebabkan pertumbuhan bakteri. Keadaan tersebut akan menurunkan ph mulut yang dapat menyebabkan terjadinya demineralisasi enamel yang berlanjut menjadi karies gigi (Kennedy, 2002). d. Klasifikasi karies gigi Karies gigi diklasifikan menurut lokasi terjadinya dengan tingkat kedalaman karies. Klasifikasi berdasarkan tingkat kedalamannya yaitu: 1) Karies superfisial Karies superfisial adalah karies yang terjadi hanya mengenai permukaan email saja, belum mengenai permukaan dentin.

15 Gambar 2.1 Karies superfisial (Palomino, 2009) 2) Karies media Karies media adalah karies yang sudah mengenai permukaan dentin tetapi tidak melebihi setengah ketebalan dentin. Gambar 2.2 Karies media (Palomino, 2009)

16 3) Karies profunda Karies profunda adalah karies yang sudah melewati setengah dari ketebalan dentin bahkan sudah meluas hingga ke pulpa (Tarigan, 2014). Gambar 2.3 Karies profunda (Palomino, 2009) Klasifikasi karies gigi yang masih banyak digunakan sampai saat ini menurut G.V. Black yaitu berdasarkan lokasi terjadinya yaitu: a) Klas I Karies yang terdapat pada permukaan pit dan fissure gigi. b) Klas II Karies yang terdapat pada gigi posterior yang meliputi permukaan mesial, distal, maupun oklusal.

17 c) Klas III Karies yang terdapat pada gigi anterior yang melibatkan sisi mesial atau distal gigi tanpa melibatkan permukaan insisal. d) Klas IV Karies yang terdapat pada gigi anterior yang melibatkan sisi mesial atau distal gigi yang melibatkan permukaan insisal. e) Klas V Karies yang terdapat pada permukaan labial, bukal, atau lingual gigi dan dapat terjadi pada gigi anterior maupun posterior. f) Klas VI Karies yang terdapat pada permukaan insisal gigi insisivus ataupun pada tonjol bukal gigi posterior. Gambar 2.4 Klasifikasi karies gigi menurut G.V Black (Chaundary dan chaundary, 2011) e. Gigi geraham pertama permanen. Gigi geraham pertama permanen adalah salah satu gigi yang penting dalam sistem pengunyahan. Gigi ini merupakan gigi yang paling banyak bekerja dalam sistem pengunyahan dan berperan penting sebagai kunci oklusi dalam susunan gigi geligi di rongga

18 mulut. Pada kebanyakan kasus, gigi ini adalah gigi yang paling sering rusak (restorasi atau cabut), dari usia muda sampai usia tua karena berbagai faktor (Vejdani dan Simaei, 2014). Faktor yang dapat mempengaruhi kerusakan gigi geraham pertama permanen adalah karena gigi ini merupakan gigi permanen yang paling awal tumbuh dibandingkan gigi permanen lainnya. Kehadiran gigi tersebut tidak banyak diketahui oleh para orang tua, dan menganggap gigi geraham pertama permanen ini masih akan digantikan (Vejdani dan Simaei, 2014). Gigi geraham pertama permanen memiliki bentuk anatomi pit dan fissure yang banyak sehingga sisa makanan lebih banyak menumpuk dan menyebabkan mudahnya terjadi karies gigi pada permukaan tersebut (Susi et al., 2012). Kehilangan gigi geraham pertama permanen yang terlalu dini dapat menyebabkan perubahan dalam susunan gigi geligi atau susunan gigi menjadi berantakan. Kehilangan gigi geraham pertama permanen juga dapat menyebabkan gigi antagonisnya menjadi lebih panjang dari gigi-gigi tetangganya, dan dapat menyebabkan rasa sakit pada saat pengunyahan karena terjadi gangguan traumatik pada sistem pengunyahannya (Silaban et al., 2013).

19 Gambar 2.5 Anatomi Gigi Geraham pertama permanen 2. Makanan Kariogenik a. Definisi makanan kariogenik (Heymann, dan Harald, 2011) Makanan kariogenik adalah jenis makanan yang manismanis seperti permen, gula, coklat dan lain-lain, dimana makanan ini termasuk dalam jenis karbohidrat berbentuk tepung atau cairan yang bersifat lengket. Makanan karbohidrat ini dikatakan sebagai makanan kariogenik karena sisa makanan karbohidrat dalam gigi dapat membantu pembentukan plak gigi yang selanjutnya akan menyebabkan karies gigi (Riani, 2005). b. Jenis makanan kariogenik Makanan karbohidrat yang dapat menyebabkan karies adalah makanan karbohidrat jenis polisakarida, sukrosa, disakarida, dan monosakarida. Sukrosa adalah jenis makanan karbohidrat yang paling banyak menyebabkan karies, karena

20 penebalan plak terjadi setelah 30-60 menit mengkonsumsi makanan yang mengandung sukrosa (Budisuari et al., 2010). 3. Pengetahuan a. Definisi pengetahuan Departemen Pendidikan Nasional (2008) menyatakan bahwa pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui atau dimengerti setelah seseorang mempelajarinya. Dalam pemahamannya seseorang menggunakan pancaindra untuk melakukan pengindraan terhadap suatu obyek. Panca indra manusia yaitu indra penglihatan, indra penciuman, indra pendengaran, indra rasa dan indra raba (Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan adalah hasil mengingat sesuatu hal setelah seseorang melakukan pengamatan terhadap suatu objek. Tingkatan pengetahuan seseorang berbeda-beda antara satu dengan yang lain, pengetahuan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pekerjaan, pengalaman, usia, kebudayaan, minat, paparan informasi, dan media yang dimiliki seseorang beda (Herijulianti, 2001). Pengetahuan kesehatan gigi adalah suatu ilmu tentang kesehatan gigi yang berhubungan terhadap pemeliharaan gigi, semakin banyaknya pengetahuan tentang merawat kesehatan gigimaka semakin baik pula seseorang memelihara kesehatan giginya (Al Subait et al., 2016). b. Tingkat pengetahuan

21 Tiap individu memiliki tingkatan pengetahuan terhadap obyek yang berbeda-beda, tergantung dari intensitas dan tingkat pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini tercakup dalam domain kognitif 6 tingkatan yaitu: 1) Tahu (Know) Tahu di artikan sebagai suatu memori seseorang atau mengingat suatu materi yang telah dipelajari atau didapatkan sebelumnya. Untuk mengukur bahwa seseorang telah benarbenar tahu tentang apa yang dia pelajari maka orang tersebut harus dapat menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, dan menyatakan tentang materi yang telah dipelajarinya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah (Notoatmodjo, 2010). 2) Memahami (Comprehention) Memahami dapat diartikan bahwa seseorang memiliki kemampuan untuk menjelaskan suatu obyek yang dia ketahui secara detail atau mengintepretasikan secara baik dan benar. Secara garis besar orang yang telah paham harus dapat menjelaskan, menyimpulkan, dan meramalkan obyek yang telah dipelajari sebelumnya. Contohnya adalah orang yang telah paham dapat menjelaskan mengapa harus menggosok gigi minimal 2 kali sehari dalam merawat kesehatan gigi. (Notoatmodjo, 2010).

22 3) Aplikasi (Application) Aplikasi merupakan kemampuan seseorang untuk dapat menggunakan obyek atau materi dalam kehidupan yang sebenarnya. Aplikasi dapat dilihat dari berbagai aspek, mulai dari pengaplikasian hukum dalam kehidupan sehari-hari, metode, rumus, prinsip, dan sebagainya yang tentunya dalam konteks dan situasi yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2010). 4) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan dalam menjabarkan suatu objek atau materi dalam komponen-komponen yang berbeda-beda tetapi masih berkaitan satu sama lainnya. Seseorang yang memiliki kemampuan analisa dapat diukur atau dilihat dari caranya dia menggambarkan, membedakan, dan memisahkan dari setiap materi atau komponen yang ada (Notoatmodjo, 2010). 5) Sintesis (Synthesis) Sintesis merupakan kemampuan seseorang untuk menyusun komponen-komponen yang sudah ada menjadi suatu komponen-komponen baru. Sintesis disini tidak hanya memiliki kemampuan dalam menyusun tetapi juga merencanakan, menyesuaikan, meringkaskan, dan sebagainya terhadap suatu rumusan-rumusan yang ada (Notoatmodjo, 2010).

23 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi adalah kemampuan seseoranng dalam memberikan penilaian terhadap suatu materi atau obyek tertentu. Dalam memberikan penilaian individu satu dengan yang lain memiliki tanggapan yang berbeda-beda tergantung dari seberapa banyak pengetahuan yang dia miliki (Notoatmodjo, 2010). c. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan Setiap individu memiliki tingkatan pengetahuan yang berbeda-beda. Tergantung dari kondisi-kondisi yang dialami setiap individu dalam mendapatkan pengetahuan, faktor-faktor yang berpengaruh dalam tingkat pengetahuan yaitu: 1) Pendidikan Pendidikan adalah suatu proses pembelajaran yang didapatkan secara formal dan informal dalam memperkaya pengetahuan. Dalam proses pendidikan seseorang mengalami perubahan sikap, kepribadian, dan proses pendewasaan yang didapatkan melalui pembelajaran dan pelatihan. Karena setiap pengetahuan akan membentuk karakteristik individu yang mengarah pada sikap yang lebih baik (Agus et al., 2013).

24 2) Informasi Informasi adalah suatu data dari sekumpulan fakta-fakta yang telah diolah yang dapat digunakan untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pengambilan keputusan (Jogianto, 2004). Informasi tersebut dapat diperoleh dari berbagai media massa, penyuluhan, pendidikan, seminar, dan lain sebagainya (Notoatmodjo, 2003). 3) Sosial, budaya dan ekonomi Sosial dan budaya adalah suatu kebiasaan dan tradisi yang biasa dilakukan seseorang atau kelompok secara terus menerus tanpa memperhatikan tentang baik atau buruknya hal tersebut. Status ekonomi mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, karena dalam mendapatkan informasi membutuhkan suatu fasilitas yang dalam hal ini adalah biaya. Semakin tingginya tingkat ekonomi seseorang semakin mudah pula dia dalam mendapatkan suatu informasi (Herijulianti, 2001). 4) Lingkungan UU no. 23 tentang pengelolaan lingkungan hidup menyatakan bahwa lingkungan adalah tempat dimana individu tinggal dan bersosialisasi dengan semua benda, manusia maupun makhluk hidup lain yang memiliki hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dalam kelangsungan

25 kehidupan dan kesejahteraan (Presiden RI, 1997). Lingkungan dapat mempengaruhi terhadap perkembangan dalam mendukung pengetahuan, karena adanya interaksi individu satu dengan yang lainnya dalam hubungan timbal balik dan respon terhadap pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). 5) Pengalaman Pengalaman adalah hasil interaksi dengan lingkungan (Darmawan, 2013). Pengetahuan juga dapat diperoleh dari mengulang pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain berdasarkan kebenaran yang pernah dialaminya (Notoatmodjo, 2007). Melalui pengalaman, seseorang dapat memecahkan masalah berdasarkan fakta-fakta yang dia dapatkan dari pengalaman. Dari pengalaman ini setiap individu dapat memuat beragam hal yang dapat dipelajarinya (Agus et al., 2013). 6) Usia Usia seseorang dapat mempengaruhi tingkatan pengetahuan, dalam hal ini semakin bertambahnya usia akan semakin berkembangnya daya tangkap, pola pikir, dan banyaknya wawasan yang didapatkannya. Pada usia muda seseorang akan lebih aktif dalam mencari, mempelajari, dan menangkap informasi yang lebih banyak jika dibandingkan dengan usia tua, karena usia muda lebih mempersiapkan diri

26 untuk masa yang akan datang. Dalam kehidupan sehari-hari usia tua akan lebih bijaksana dibandingkan manusia yang berusia muda, karena semakin tua seseorang maka semakin banyak pula hal yang dikerjakan dan semakin banyaknya pengetahuan (Agus et al., 2013). 1. Hubungan pengetahuan dan status kesehatan gigi Perilaku kesehatan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pengetahuan, persepsi, emosi dan motivasi. Departemen Pendidikan Nasional (2008) menyatakan bahwa pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui atau dimengerti setelah seseorang mempelajarinya. Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengalaman, usia, kebudayaan, minat, paparan informasi, dan media yang dimiliki seseorang (Rahayu et al., 2014). Pendidikan kesehatan gigi dapat dilakukan di sekolah untuk membantu meningkatkan pengetahuan anak. Pendidikan kesehatan gigi selain diberikan kepada anak juga harus diberikan kepada orang tua. Pengetahuan tentang kesehatan gigi menurut orang tua dan anak pada masing-masing daerah mendapatkan hasil yang berbeda karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti lingkungan dan kebiasaan (Vejdani dan Simaei, 2014). Pengetahuan kesehatan gigi dan mulut sebaiknya diberikan sejak usia dini, karena pada usia dini anak mulai mengerti akan pentingnya

27 kesehatan serta larangan yang harus dijauhi atau kebiasaan yang dapat mempengaruhi keadaan giginya. Anak perempuan usia 10-18 tahun mempunyai pengetahuan yang baik terhadap kesehatan gigi dan mulut (Ignatia et al., 2013). Menurut American Academy of Pediatric Dentistry kunjungan ke dokter gigi harus dimulai sejak anak berusia 1 tahun. Perawatan pencegahan yang dilakukan lebih awal akan lebih mudah dilakukan. Pengetahuan anak usia sekolah masih kurang dalam hal menjaga kesehatan gigi dan mulut, oleh sebab itu peran orang tua sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan anak (Budiharto, 2010). Mayuri Borse pada tahun 2016 memperoleh hasil penelitian pada anak usia 7-8 tahun sudah mengalami karies gigi pada gigi molar satu permanen. Karies yang paling banyak terjadi yaitu sudah mencapai permukaan dentin. Terjadinya karies ini dapat diminimalisir dengan perawatan kebersihan gigi dan mulut (Borse et al., 2016).

28 B. Kerangka Teori Sosial Budaya Saliva Anatomi Status Ekonomi Host Lingkungan Usia Pengetahuanmen jaga kebersihan gigi dan mulut Mikroorganisme Substrat Pengalaman Tingkat Pendidikan Karies gigi geraham pertama permanen Waktu Gambar 2.6 Kerangka Teori