BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan dan minuman. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang dimana pemenuhannya merupakan hak asasi yang harus dipenuhi. Pangan juga merupakan salah satu faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Untuk mendapatkan kualitas SDM yang baik diperlukan konsumsi pangan yang bergizi, beragam dan berimbang, tidak hanya berpaku pada satu jenis pangan saja. Semua unsur yang dibutuhkan tubuh, seperti karbohidrat, protein, vitamin, dan unsur mikro lainnya dapat dipenuhi melalui makanan. Untuk memenuhi semua unsur tersebut, manusia perlu memperhatikan pola pangan yang mereka konsumsi. Salah satu bentuk perbaikan pola konsumsi pangan adalah melalui penganekaragaman pangan (diversifikasi pangan). Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X (WKNPG) tahun 2012 menganjurkan konsumsi energi dan protein penduduk Indonesia masing-masing adalah 2150 kalori/kapita/hari dan 57 gram/kapita/hari. Pada tahun 2009 energi yang dikonsumsi oleh penduduk sebesar 1.927 kalori/kapita/hari dan protein sebesar 1
2 54,35 gram/kapita/hari dapat dikatakan memenuhi anjuran konsumsi energi protein, namun ternyata skor PPH sebesar 75,7 yang masih jauh dari skor ideal menunjukkan bahwa penganekaragaman konsumsi pangan masih belum terlaksana. Hal ini disebabkan karena masyarakat hanya mengkonsumsi bahan pangan dari satu atau beberapa kelompok pangan saja, yaitu sebagian besar pada kelompok padi-padian (Anugerah, 2015). Hal ini berkaitan pula dengan kondisi pola pangan masyarakat saat ini yang sangat didominasi beras, menyebabkan komoditas ini menjadi satu-satunya sumber karbohidrat utama bagi masyarakat Indonesia. Beras telah lama menjadi komoditas pangan yang paling pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Citra bahwa pangan hanya disimbolkan dengan beras merupakan inti permasalahannya. Semua orang seperti didorong untuk mengkonsumsi nasi. Bahkan, masyarakat Indonesia menganggap bahwa belum dapat dikatakan makan kalau belum makan nasi. Padahal, sumber karbohidrat harian dapat juga ditemukan dari sumber makanan selain beras, seperti jagung, sagu, singkong, dan lain-lain. Tidak ada satu pun jenis makanan yang mengandung semua zat gizi, yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang dan produktif. Oleh karena itu, penganekaragaman pangan diperlukan dalam penyediaan konsumsi pangan untuk memenuhi semua unsur gizi yang dibutuhkan tubuh, yang di dalamnya mengandung zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur (Dirjen BKM, 2002).
3 Konsumsi pangan merupakan kegiatan mendasar dan perilaku utama bagi pemenuhan kebutuhan dasar individu dan rumah tangga. Konsumsi pangan sebagai bentuk kegiatan sehari-hari yang akan mencerminkan gambaran pola konsumsi pangan dalam memenuhi kecukupan pangan baik jumlah maupun kualitas pangan. Pola konsumsi dapat dijadikan acuan dalam mengukur indikator kesejahteraan penduduk seperti status kesehatan penduduk, status gizi penduduk, dan status kemiskinan penduduk (Widianis, 2014). Pola konsumsi masyarakat menggambarkan alokasi dan komposisi atau bentuk konsumsi yang berlaku secara umum pada anggota masyarakat. Tingkat konsumsi menggambarkan jumlah bahan makanan yang rata-rata dikonsumsi anggota masyarakat. Pola konsumsi dapat dikenali berdasarkan alokasi penggunaannya dan tingkat konsumsi dapat dikenali berdasarkan jumlah konsumsinya. Anggota masyarakat dalam pengalokasian kegunaan dan jumlah konsumsi tergambar dalam suatu rumah tangga, dimana biasanya tiap rumah tangga mengalokasikan jenis pangan untuk dikonsumsi seluruh anggota rumah tangga tersebut sehingga rumah tangga dapat dipakai untuk mengetahui pola dan tingkat konsumsi masyarakat yang kemudian jumlah konsumsi rumah tangga dibagi oleh jumlah anggota rumah tangga tersebut untuk mendapatkan konsumsi perkapita (Bangun, 2013). Kemiskinan berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan dasar baik pangan maupun nonpangan. Besarnya proporsi pengeluaran untuk konsumsi pangan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan sebagai indikator kemiskinan (Nicholson, 1995).
4 Beras miskin (raskin) merupakan subsidi pangan dalam bentuk beras yang diperuntukkan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah (rumah tangga miskin dan rentan miskin) sebagai upaya dari pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan sosial pada rumah tangga sasaran. Keberhasilan Program Raskin diukur berdasarkan tingkat pencapaian indikator 6T, yaitu: tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat kualitas,dan tepat administrasi. Program ini bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Sasaran (RTS) melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras dan mencegah penurunan konsumsi energi dan protein.selain itu raskin bertujuan untuk meningkatkan/membuka akses pangan keluarga melalui penjualan beras kepada keluarga penerima manfaat dengan jumlah yang telah ditentukan (TNP2K, 2012). Tabel 1. Susunan dan Jumlah Pangan Ideal Nasional No. Kelompok Pangan %AKE Energi Berat (kkal/kap/hari) (gr/kap/hari) 1. Padi-padian 50 1000 275 2. Umbi-umbian 6 120 90 3. Pangan Hewani 12 240 140 4. Minyak dan Lemak 10 200 25 5. Buah/Biji Berminyak 3 60 10 6. Kacang-kacangan 5 100 35 7. Gula 5 100 30 8. Sayur dam Buah 6 120 230 9. Lain-lain 3 60 15 Total 100 2000 850 Sumber: Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara
5 Tabel 2. Tingkat Konsumsi Pangan Kota Medan Tahun 2015 No. KELOMPOK PANGAN TINGKAT KONSUMSI PANGAN (gr/kap/hr) 1. Padi-padian 283,1 Beras Giling 263,7 Jagung Pipilan 2,7 Tepung Terigu 16,7 2. Umbi-umbian 37,9 Ketela Pohon 13,6 Ubi Jalar 5,1 Sagu 0,0 Kentang 14,5 Umbi-umbian lainnya 4,7 3. Pangan Hewani 278,4 Daging Ruminansia 25,2 Daging Unggas 36,8 Telur 32,9 Susu 22,8 Ikan 160,7 4. Minyak dan Lemak 49,7 Minyak Kelapa 3,2 Minyak Sawit 45,7 Lemak 0,9 Minyak Lain 0,0 5. Buah/Biji Berminyak 245,0 Kelapa 242,7 Kemiri 0,1 Biji Jambu Mete 0,0 Buah Biji Berminyak Lainnya 2,2 6. Kacang-kacangan 16,7 Kacang Tanah 1,0 Kacang Kedelai 12,9 Kacang Hijau 1,5 Kacang-kacangan lainnya 1,3 7. Gula 10,4 Gula Pasir 8,8 Gula Aren 1,6 8. Sayur dan Buah 534,2 Sayur-sayuran 446,3 Buah-buahan 87,9 9. Lain-lain 1,5 Minuman 0,0 Bumbu 0,4 Lainnya 1,1 Sumber: Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara
6 Tabel 1 menunjukkan besar Angka Kecukupan Energi (AKE) ideal masingmasing kelompok pangan dan menunjukkan besar energi serta berat konsumsi ideal masing-masing kelompok pangan. Tabel 2 menunjukkan pola konsumsi pangan Kota Medan tahun 2015. Dari kedua tabel di atas dapat diketahui bahwa berat konsumsi pangan dengan kelompok padi-padian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak serta sayur dan buah lebih besar dibandingkan berat konsumsi pangan ideal nasional, dimana konsumsi pangan di Kota Medan kelompok padi-padian sebesar 283,1 gr/kap/hr dan dapat dikatakan lebih besar daripada berat konsumsi pangan ideal nasional sebesar 275 gr/kap/hr. Untuk konsumsi pangan di kota Medan kelompok pangan hewani sebesar 278,4 gr/kap/hr dan lebih besar dibandingkan berat konsumsi pangan ideal nasional sebesar 140 gr/kap/hr. Konsumsi pangan di kota Medan untuk kelompok pangan minyak dan lemak sebesar 49,7 gr/kap/hr lebih besar dibandingkan berat konsumsi pangan ideal nasional sebesar 25 gr/kap/hr. Untuk kelompok pangan buah/biji berminyak dikonsumsi sebesar 245 gr/kap/hr dimana lebih besar dibandingkan berat konsumsi pangan ideal sebesar 10 gr/kap/hr. Konsumsi pangan untuk kelompok pangan sayur dan buah di kota Medan sebsar 534,2 gr/kap/hr dimana lebih besar dibandingkan dengan konsumsi pangan ideal sebesar 230 gr/kap/hr. Sementara berat konsumsi pangan umbi-umbian, kacang-kacangan, gula serta pangan lain-lain lebih kecil dibandingkan dengan berat konsumsi pangan ideal. Untuk kelompok pangan umbi-umbian dikonsumsi sebanyak 37,9 gr/kap/hr
7 dimana lebih kecil dibandingkan berat konsumsi pangan ideal sebesar 90 gr/kap/hr. Komoditas pangan kacang-kacangan dikonsumsi sebesar 16,7 gr/kap/hr dimana berat konsumsi pangan ideal 35 gr/kap/hr. Gula dikonsumsi sebanyak 10,4 gr/kap/hr dimana lebih kecil dibandingkan berat konsumsi pangan ideal sebesar 30 gr/kap/hr. Untuk konsumsi pangan lain seperti minuman dan bumbu-bumbuan dikonsumsi sebanyak 1,5 gr/kap/hr dan lebih kecil dibandingkan berat konsumsi pangan ideal sebesar 15 gr/kap/hr. Kelurahan Terjun merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan. Kelurahan Terjun merupakan kelurahan kedua terbanyak di Kecamatan Medan Marelan yang menerima raskin. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak rumah tangga di Kelurahan Terjun yang dapat dikategorikan sebagai rumah tangga miskin dan hampir miskin. Peneliti melakukan kajian analisis pola konsumsi pangan rumah tangga miskin untuk mengetahui bagaimana situasi konsumsi pangan rumah tangga miskin secara aktual, menghitung kuantitas konsumsi pangan rumah tangga miskin dan menganalisis bagaimana ketahanan pangan rumah tangga miskin. Indikator rumah tangga miskin dalam kajian ini ialah rumah tangga yang menerima raskin. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan, maka dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Bagaimana pola konsumsi pangan rumah tangga miskin di daerah penelitian?
8 2. Bagaimana kuantitas konsumsi pangan rumah tangga miskin di daerah penelitian? 3. Bagaimana ketahanan pangan rumah tangga miskin di daerah penelitian? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis pola konsumsi pangan rumah tangga miskin di daerah penelitian. 2. Untuk menganalisis kuantitas konsumsi pangan rumah tangga miskin di daerah penelitian. 3. Untuk menganalisis ketahanan pangan rumah tangga miskin di daerah penelitian. 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai sumber pengetahuan bagi penulis dan pembaca mengenai pola konsumsi pangan rumah tangga miskin. 2. Sebagai sumber informasi dan referensi ilmiah bagi pihak-pihak yang membutuhkan. 3. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,.