KONSEP ISLAM TENTANG KEHIDUPAN MANUSIA



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya

Filsafat Islam قولية كونية. Wahyu. Para Rasul. Alam. Akal Manusia. Problem Filsafat Islam tentang tuhan: Bentuk Aktifitas Manusia. Aktivitas Kehidupan

TALIM MADANI #12 IMAN KEPADA ALLAH (PERBEDAAN MALAIKAT DAN MANUSIA)

Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan

HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM. Oleh: Hambali ABSTRAK

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V PENUTUP. penulis angkat dalam mengkaji pendidikan ekologi dalam perspektif Islam,

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain.

ISLAM MENJADI SUMBER MOTIVASI PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DALAM PENINGKATAN SUMBER DAYA MANUSIA YANG BERKUALITAS. Nuryani, M. IAIN Palopo

Di antaranya pemahaman tersebut adalah:

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu

BAB I PENDAHULUAN. dan tujuannya di dunia ini. Manusia seharusnya mengingat tujuan hidup di dunia

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi)

TEORI BELAJAR KLASIK Oleh : Habibi FKIP Universitas Wiraraja Sumenep

BAB III NILAI-NILAI ENTREPRENEURSHIP DALAM PENDIDIKAN ISLAM. maju agar menjadi golongan yang unggul. Sementara itu pemenuhan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. alam. Pedoman dalam mengajarkan ajarannya yaitu berupa Al-Qur an. Al-

BAB IV IMPLEMENTASI KONSEP MANUSIA MENURUT PANDANGAN PLATO DENGAN AJARAN ISLAM

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

ILMU TAUHID. Disusun Guna Memenuhi Tugas. Mata Kuliah : Ilmu Tauhid. Dosen Pengampu : Dr. Syafi i M.Ag

KELUARGA ADALAH MINIATUR PERILAKU BUDAYA. Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar Dosen : Muhammad Burhan Amin

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM. Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KAYA TAPI ZUHUD. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. (Dosen PKn dan Hukum FIS UNY)

Pembaharuan. Bagian II

Al-Wadud Yang Maha Mencintai Hamba-Hamba-Nya Yang Shaleh

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT

KEBUDAYAAN DALAM ISLAM

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6

Mendidik Anak Menuju Surga. Ust. H. Ahmad Yani, Lc. MA. Tugas Mendidik Generasi Unggulan

Karakteristik Pendidikan Islam; Sebuah Pengantar Terhadap Pendidikan Islam

Kedudukan Tauhid Bagi Seorang Muslim

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus Rasul terakhir yaitu Muhammad Saw. dengan perantaraan malaikat Jibril,

Sambutan Presiden RI pada Peringatan Nuzulul Quran 1430 H, Senin, 07 September 2009

yuslimu-islaman. Bukti ketundukan kepada Allah SWT itu harus dinyatakan dengan syahadat sebagai sebuah pengakuan dalam diri secara sadar akan

EFEK KESEHARIAN TAKWA

Pembaharuan.

BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang

5. Kisah-kisah dan Sejarah 5.1 Nabi Adam AS.

Sumber Ajaran Islam. Informatika. DR. Rais Hidayat.

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

Jika Beragama Mengikuti Kebanyakan Orang

Jika kamu mengikuti kebanyakan manusia di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. [Q.S. 6 : 116]

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Pemahaman Ayat Al-Qur an Terhadap Pendidikan. Multikultural yang Megajarkan Pengembangan Aqidah

BAB I PENDAHULUAN. Arus modernisasi telah banyak memberi perubahan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. baik oleh individu maupun masyarakat secara luas. teknologi telah melahirkan manusia-manusia yang kurang beradab.

MATERI 5 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Eksistensi spiritualitas guru dalam

Pendidikan Agama Islam

Persatuan Dalam al-quran dan Sunnah

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, al-quran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus... (Q.S. Al-Israa /17: 9) 2

ILMU SOSIAL Oleh Nurcholish Madjid

UNIVERSITI KEBANGSAAN MALAYSIA FAKULTI PENGAJIAN ISLAM

BAB IV PERBANDINGAN PANDANGAN ANTARA ISLAM DAN KRISTEN TENTANG PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis dan dibahas tentang

Kedudukan Tauhid Dalam Kehidupan Seorang Muslim

PROPORSI HUBUNGAN ANTARA KEILMUAN DAN KEAGAMAAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan Agama Islam

BAB 2 PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN DEFINISI AGAMA DEFINISI AGAMA. Manusia dan Agama (IDA 102) 1/10/2013. Maruwiah Ahmat 1

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

BAB I PENDAHULUAN. Kaligrafi ialah suatu corak atau bentuk seni menulis secara indah

MASALAH PEMBARUAN PEMIKIRAN DALAM ISLAM

A. LOGIKA DALAM FILSAFAT ILMU

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dewasa ini telah mendapat perhatian yang

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

Islam dan Sekularisme

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

Pertemuan 1 NISBAH (RELASI DAN RELEVANSI) ANTARA ILMU FILSAFAT DAN AGAMA

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME

E٤٨٤ J٤٧٧ W F : :

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR PROGRAM PAKET C

Islam Satu-Satunya Agama Yang Benar

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

MENYANGKAL TUHAN KARENA KEJAHATAN DAN PENDERITAAN? Ikhtiar-Filsafati Menjawab Masalah Teodise M. Subhi-Ibrahim

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada

Pentingnya Kaderisasi Intelektual dalam Usaha Islamisasi Ilmu Pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

MAKALAH MANUSIA DAN KEMATIAN. (Ilmu Budaya Dasar)

Cahaya di Wajah Orang-Orang Yang Memahami Ilmu Agama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

UMMI> DALAM AL-QUR AN


Alkitab. Persiapan untuk Penelaahan

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

QADLA DAN QADAR. Oleh : Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. Penterjemah: A.Q. Khalid

Keimanan pada Wujud Ilahi


HAKIKAT DAN EKSISTENSI MARTABAT MANUSIA

ISLAM DAN MITOLOGI Oleh Nurcholish Madjid

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pertentangan Akhir antara Kristus dan Setan adalah latar belakang di seluruh Alkitab. Hal ini terutama muncul dalam kitab Ayub. Pertentangan Akhir.

BAB I PENDAHULUAN. (bacalah) yang tertera dalam surat al- Alaq ayat 1-5. manusia dari segumpal darah melalui proses yang telah ditetapkan oleh Allah

Transkripsi:

KONSEP ISLAM TENTANG KEHIDUPAN MANUSIA (Suatu Kajian Melalui Filsafat Islam) DRS. ABDUL KADIR, M.Si WIDYAISWARA MADYA - BKPP PEMERINTAHAN ACEH ABSTRAK Artikel ini dengan judul Konsep Islam Tentang Kehidupan Manusia: Suatu Kajian Melalui Filsafat Islam. Artikel ini mencoba mengupas serta mengkaji konsep Islam tentang manusia, serta apa tujuan hidup manusia di dunia dan dalam menggapai kehidupan abadi di akhirat kelak melalui Filsafat Islam. Satu hal terpenting yang harus diingat dan diimplementasikan oleh manusia selama hidup di dunia adalah tiap-tiap manusia mempunyai pandangan terhadap hidup ini, asal mula kejadiannya, kemana ia akan pergi, kehidupannya kembali terhadap keabadian kebaikan dan keburukan. Islam pada dasarnya tidak mengenala adanya perbedaan antara sesama manusia kecuali atas dasar ketakwaan kepada Allah dan kebaikan prilaku dalam kehidupan. Islam memandang sesama manusia adalah sama. Dengan prinsip itu Islam membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap individu penuntut ilmu, peneliti, pemikir dan pekerja di bidang ilmu pengetahuan tidak peduli ia apakah berasal dari kalangan kaum terhormat maupun dari kaum budak. Di pihak lain, Islam juga tidak memandang manusia dari segi pikirannya saja atau dari segi kejiwaannya saja sehingga melupakan segi jasmaninya. Sebaliknya, Islam memandang manusia sebagai makhluk yang terdiri dari jasmani dan rohani. 1

A. Pendahuluan Kata Islam, menurut pandangan umum yang berlaku, biasanya mempunyai konotasi dengan dan diartikan sebagai Agama Allah. Agama artinya jalan. Agama Allah, berarti jalan Allah, yaitu jalan menuju kepada-nya dan bersumber daripada- Nya. Allah adalah Tuhan seru sekalian alam, Tuhan menciptakan, menguasai, mengatur alam semesta ini. Tuhan yang mengembangkan alam beserta segala isinya, serta mengarahkan perkembangannya. Tuhan yang menjadi sumber dan tempat kembalinya segala sesuatu. Islam adalah agama Allah yang berarti Islam adalah jalan menuju kepada Allah dan yang bersumber daripada-nya. 1 Manusia hidup di alam dan menjadikan alam sekitar kehidupannya sebagai sumber hidup dan kehidupannya. Bahkan manusia menjadi bagian dari alam sekitarnya. Tetapi manusia bukanlah merupakan bagian dari alamnya sebagaimana bagian-bagian alam lainnya manusia merupakan bagian alam yang aktif. Manusia mendapatkan dan mengambil kebutuhan hidupnya dari alam sekitarnya dan mangolahnya sedemikian rupa sehingga sesuai dan memadai dengan kebutuhannya, bahkan manusia memiliki kemampuan untuk mengubah dan menyesuaikan alam sekitarnya menurut dan sesuai dengan kehidupan hidupnya. Manusia berbudaya dan membudayakan alam lingkungannya untuk mendapatkan kehidupan yang baik, enak dan nyaman. 1. Hubungan Tauhid dengan Ilmu Pengetahuan Dari segi unsur-unsur kebudayaan, agama merupakan universal cultural, artinya terdapat disetiap di daerah kebudayaan di mana saja masyarakat dan kebudayaan itu berada. Salah satu prinsip teori fungsional menyatakan bahwa segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya. Dengan kata lain, setiap kebudayaan memiliki fungsi. Konsekuensinya setiap yang tidak berfungsi akan hilang atau sirna. Karena sejak dulu hingga sekarang dengan tangguh menyatakan eksistensinya, berarti ia mempunyai dan memerankan 2 sejumlah peran dan fungsi di masyarakat 1Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 35-33

Perintah yang sangat mendasar yang terdapat dalam ajaran Islam adalah mengesakan Tuhan dan cegahan melakukan tindakan syirik. Tauhid adalah syirik adalah dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, meskipun antara yang satu dengan yang lainnya sangat berbeda. 2 2. Tuhan Sebagai Suatu Zat Yang Personal Tuhan adalah masalah pokok dalam setiap agama dan filsafat. Agama tanpa kepercayaan kepada Tuhan tidak disebut agama. Begitu juga filsafat, pembahasan filsafat yang pertama kali muncul adalah masalah metafisika, yaitu dari mana asal usul alam dan apa zat yang menjadi dasar alam. Sebagian filosof Yunani berpendapat bahwa alam berasal dari satu unsur atau gabungan dari beberapa unsur alam. Thales mengatakan bahwa alam berasal dari air, sedangkan Anaximenes berpendapat bahwa alam berasal dari apeiron (sesuatu yang tidak terbagi) dan Anaximandros mengatakan bahwa alam berasal dari udara. Empedokles yang datang kemudian berpendapat bahwa alam terdiri atas gabungan empat unsur yang pokok, yaitu: udara, air, api, dan tanah. 3 3. Fitrah: Esensi Kesadaran Spritual Manusia banyak membicarakan benih munculnya rasa keagamaan dalam jiwa manusia itu sendiri, dilator belakangi ada yang menyebutkan karena dari rasa takut atau sebaliknya rasa kagum, sesuatu yang ditimbulkan dan bersumberkan dari kesadaran spiritual manusia. Kesadaran semacam ini tiada lain adalah Din al- Fitrah. Para penstudy agama-agama dari kalangan Islam, seperti Ismail Raji al- Faruqi menjelaskan bahwa Din al-fitrah merupakan religion naturalis (agama alamiah). 4 B. Pembhasan Konsep Islam tentang sejarah, ada yang berwujud dan bermotifkan fisik kebendaan (metarialisme historis), juga ada yang berwujud non fisik (idealism). Begitu 3 2Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubaro, Metodologi Studi Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 14-15. 3Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hal. 195. 4Adeng Mukhtar Ghazali, Pemikiran Islam Kontemporer suatu Refleksi Keagamaan Yang Dialogis, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hal. 172-173.

juga dalam hal gerak sejarah dalam Islam, mekanisme dan faktor yang menggerakan terjadinya suatu peristiwa sejarah, tidak mungkin dengan serta merta hanya mempertimbangkan fisik dhahiriyahnya, tetapi harus diungkapkan pula hal-hal yang berkenaan dengan kontekstual dari sejarah. Dalam memperoleh pengetahuan (epistemologi) sejarah dalam Islam, yang lebih urgen adalah dengan memahami konteks sejarah, disamping teks atau fisik sejarah itu. Karenanya, seseorang peneliti sejarah, untuk sampai pada suatu kesimpulan tentang peristiwa yang menjadi focus kajiannya, hendaknya menganalisis paling tidak tiga tahap sebagai berikut: Menilai analisis dari data empiric Menginternalisasi secara logis Memamfaatkan pola penalaran dalam analisis sejarah. 5 Ketiga pendekatan yang saling terkait itu tentu saja dijalankan secara berurutan ketika melakukan kajian atas tradisi. Aqidah Tauhid dan prinsip kesatuan (wahdaniyah) adalah aqidah dan prinsip dasar yang melandasi mentalitas muslim. Aqidah ini bila diambil dengan kesadaran pemahaman menurut indikasi-indiksai dan pantulan-pantulannya dalam wujud dan kehidupan, maka ia mengharuskan kesatuan penciptaan, kesatuan kehidupan kesatuan manusia dan kesatuan hakikat. Kesatuan ini mengharuskan adanya tujuan penciptaan dan wujud. 6 Untuk memahami cara performan akal muslim tidak cukup hanya dengan membahas kerangka pemikiran dan metodologi ini saja, juga tidak cukup dengan memahami landasan-landasan yang menjadi tumpuan saja. Tetapi juga harus mengetahui konsep-konsep yang mendasari cara kerja pemikiran dan gerak metodologi ini yang merupakan segi amal dan prakteknya. Salah satu cirri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah 4 penekanannya terhadap masalah ilmu (sains). Al-Qur an dan al-sunnah mengajak 5Misri A. Muchsin, Filsafat Sejarah dalam Islam, (Djogyakarta: Ar-Ruzz Press, 2002), hal. 138-143 6Abdul Hamid Abu Sulayman, Krisis Pemikiran Islam, (Jakarta: Media Dakwah, 1994), hal. 208-209.

kaum muslimin untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi. Masalah ilmu-ilmu yang dianjurkan Islam, telah merupakan pokok penting yang mendasar sejak pertama Islam: apakah ada bentuk ilmu khusus yang harus dicari?. Sebagian ulama besar Islam hanya memasukkan cabang-cabang ilmu yang lain, mereka menyerahkan kepada masyarakat untuk menentukan ilmu mana yang paling esensial untuk memelihara dan menyejahterakan diri mereka. 7 Konsekuensi alamiah dari konsep Kant tentang kausalitas tidak bisa tidak membawa dia menyusun corak etika yang rasional sementara konsepsi al-ghazali tentang kausalitas menuntun dia merumuskan etika religious atau mistik. Menggambarkan etika Kant sebagai Rasional tidaklah mengatakan bahwa Kant menentang persoalan metafisika Tradisional, seperti pendirian umum para filosof positivistic. Faktor yang paling dilupakan dalam studi etika Kant meskipun dengan corak rasionalitasnya, yakni ketergantungannya terhadap rasio untuk memilih dan menentukan jenis pilihan etis dalam membimbing kehidupan seseorang adalah kemampuannya menyisihkan ruang bagi keimanan yaitu ruang bagi eksistensi Tuhan, imortalitas dan kebebasan. Dia mengklaim bahwa etika rasional tidak memiliki dasar jika tidak mempostulasikan imortalitas dan eksistensi Tuhan. Postulat ini membantu menyelesaikan kesulitan yang dihadapi rasio dalam dialektika rasio praktis murni. 8 Di lain pihak al-ghazali dengan corak konsepsi spesifiknya tentang kausalitas, menemukan lebih banyak kesulitan untuk memiliki strategi yang baik dalam menetapkan kemampuan tersembunyi dari rasio manusia. Kesulitan ini bertambah ketika memusatkan perhatian pada konsepsi al-ghazali tentang etika yang bercorak mistik. Dalam corak etika ini, peran Rasul tidak dibutuhkan secara optimal. Manusia yang merupakan salah satu atom yang mengisi dunia ini dengan kemampuan dirinya semata-mata tidak mungkin mengetahui sebab keberadaan dan tujuan hidupnya serta apa yang baik bagi dirinya. Karena itu Allah tidak 5 membirkannya tersia-sia. Malainkan ia membekalinya dengan akal yang menunjukkan 7Mahdi Ghulsyani, Filsafat Sains Menurut Al-Qur an, (Bandung: Mizan, 1998), hal. 39-40. 8M. Amin Abdullah, Antara al-ghazali dan Kant Filsafat Etika Islam, (Bandung: Mizan, 2002), hal. 86-87.

jalan kebaikan. Dengan akal pemberian Tuhan manusia berusaha untuk mengenal alam dan kedudukkannya di dalam serta tujuan yang harus dicapainya. Hal ini telah menghasilkan warisan kemanusiaan, sebelum masa-masa kenabian yang berupa aturan-aturan pendapat dan ide-ide tentang agama masyarakat alam dan segi pengetahuan yang lain. Hanya saja, akal bisa tersesat dan memang sering tersesat ketika berusaha untuk mengetahui apa yang ada di luar kemampuannya, khususnya alam tertinggi dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Karena itu filsafat-filsafat ketuhanan yang dihasilkan oleh bangsa dan generasi-generasi yang tidak mendapatkan cahaya wahyu Tuhan, di timur Yunani dan lain-lain. Semuanya terasa menggelikan sebab mereka menjadikan manusia balikan hewan dan benda mati sebagai Tuhan dan mengajarkan bahwa Tuhan-tuhan saling mendengki dan menyerang untuk merebutkan dunia yang fana ini. 9 Ilmu adalah setiap saat diucapkan dan dari waktu ke waktu diajarkan, namun tampaknya tidak banyak dilakukan pembahasan mengenai ilmu sendiri. Rupanya apa pengertian ilmu dengan sendirinya difahami tanpa memerlukan keterangan lebih lanju, tetapi apabila memberikan rumusan lebih tepat dan cermat mengenai pengertian ilmu, barulah orang akan merasa bahwa hal itu tidak begitu mudah. 10 Hal ini sebetulnya telah terlihat dalam penyebutan istilah ilmu pengetahuan yang demikian lazim dalam masyarakat termasuk dunia perguruan tinggi yang sesungguhnya merupakan suatu penyebutan yang kurang tepat dan kurang cermat. Istilah ilmu pengetahuan merupakan suatu pleonasme yakni pemakaian lebih daripada satu perkataan yang sama artinya. Untuk pengertian yang dicakup kata Inggris science cukupkanlah disebut ilmu tanpa penambahan perkataan pengetahuan. Nilai-nilai pembaharuan modernisasi islam mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan umat Islam, sehingga akibat gerakan pembaharuan yang dicetuskan dan diperjuangkan oleh pembaharu yang tersiar dikalangan Negara-negara Islam, maka 6 tumbuhlah rasa kesadaran bagi umat Islam untuk mengikuti gerakan pembaharuan 9Muhammad Yusuf Musa, Islam Suatu Kajian Komprehensif, (Jakarta: Rajawali, 1988), hal. 8. 10The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty, 1996), hal. 85.

tersebut sehungga menimbulkan suatu kebangkitan dunia Islam baik dalam bidang ilmu pengetahuan, pendidikan, politik sekaligus tumbuh gerekan menentang penjajahan. Kebangkitan dunia Islam tersebut dilatarbelakangi oleh adanya Negara Islam satu demi satu jatuh ke tangan bangsa barat yang giat menyebarkan agama Kristen pada abad 18-19 M. Umat Islam mulai sadar betapa berat penderitaan yng dialami di bawah penjajahan orang Kristen. 11 Maka mulailah mengintropeksi diri dalam segala aspek kehidupan, bidang agama, politik, sosial, budaya, ekonomi dan lain-lainnya. Salah satu contoh mengenai pembaharuan dalam Islam dibidang filsafat, yakni Ibnu Sina dianggap sebagai imam para filosof di masanya bahkan sebelum dan sesudahnya. Ibnu Sina otodidak dan genius orisinil yang bukan hanya dunia Islam yang menyanjungnya, ia memang satu bintang gemerlapan memancarkan cahaya sendiri, yang bukan pinjaman sehingga Roger Bacon, filosof kenamaan dari Eropa barat pada abad pertengahan menyatakan dalam Regacy of Islamnya Alferd Gulaume: sebagian besar filsafat Aritoteles sedikitpun tidak dapat member pengaruh di Barat karena kitabnya tersembunyi entah di mana dan sekiranya ada sangat sukar sekali didapatnya dan sangat susah dipahami dan tidak digemari orang karena peperangan yang merajalela disebelah timur, sampai saatnya Ibnu Sina dan Ibnu Rusydi dan juga pujangga Timur lain membuktikan kembali falsafah Aritoteles disertai dengan penerangan dan keterangan yang luas. 12 Perbedaan pemikiran dalam perjalanan perkembangan teologi Islam timbul karena beragam pemikiran dalam memahami Al-Qur an. Pemahaman itu sendiri bersifat relatif dan tergantung pada kualitas kemampuan pemikir. Bagi kaum rasional, akal mempunyai kedudukan tinggi, berdaya besar dan kuat. Lain halnya dengan pemikiran kaum tradisional. Bagi mereka akal hanya mempunyai daya kecil, lemah dan rendah. Bagaimanapun, kedudukan akal dan peran wahyu dalam pemikiran al- Razi merupakan suatu persoalan yeng perlu dicarikan jalan pemecahannya agar 7 11A. Munir, Sudarsono, Aliran Modern dalam Islam, (Jakarta: Rineka Cipta,1994), hal. 147. 12Thawil Akhyar Dasoeki, Sebuah Kompilasi Filsafat Islam, (Semarang: Toha Putra, 1993), hal. 36

mendapatkan suatu rumusan, di pihak manakah ia menempatkan diri sebagai orang pemikir tradisional ataukah sebagai pemikir rasional. Permasalahan akal wahyu dalam konsep teologi Islam, menurut kaum rasional atau kaum tradisional, berkaitan dengan konsep keberadaan konsep dan pemahaman seseorang secara menyeluruh tentang Tuhan dan hubungan manusia yang bersifat transenden. 13 Plato (427-348 SM) yang belum sampai meyakini adanya Tuhan dan baru tingkat mencari sesuatu yang abadi sebagai pencipta pertama dari alam ini mengatakan, bahwa filsafat adalah mencari hakikat kebenaran yang asli. Sedangkan Aristoteles (382-322 SM) yang lebih menitik beratkan penyelidikannya kepada pembagian ilmu filsafat menerangkan, bahwa filsafat adalah semacam ilmu pengetahuan yang mengandung kebenaran ilmu-ilmu metafisika, logika, retotika, etika, ekonomi, politik dan estetika. Selain itu juga mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang mencari kebenaran yang pertama, segala yang maujud dan ilmu tentang segala yang ada yang menunjukkan adanya penggerak pertama. 14 Dalam filsafat Islam Al-Kindilah yang mempelajari secara mendalam mengenai filsafat Aristoteles pada hari-hari pertama zaman kejayaan Islam. Dan dia berkesimpulan bahwa yang maujud dan hakiki itu tidak lain adalah satu yang tunggal yaitu Allah. Selanjutnya Al-Kindi berusaha meluruskan dan menjelaskan pandangan Aristoteles, sehingga pahamnya itu lebih mendekati paham Plato, dengan menyatakan bahwa Allah adalah sebagai pencipta pertama dari segala yang maujud. Al-Kindilah orang pertama yang dapat mendekatkan paham filsafat dengan keyakinan agama. Konsep-konsep teologis yang pokok, yang diuraikan secara garis besar dalam al-qur an, banyak hal sama dengan terdapat dalam agama yahudi dan Kristen. Dalam bagian ini akan dibatasi pada empat konsep yang paling penting: Allah, pencipta, manusia dan hari perhitungan. Sebagaimana dengan agama luhur lainnya. Segala sesuatu dalam Islam berpusat pada kenyataan utama yaitu Allah. Pertama-tama Allah 8 13Safir Iskandar, Falsafah Kalam Kajian Teodisi Filsafat Teologis Fakhr al-din al-razi, (Nanggroe Aceh Darussalam: Nadia Fondation, 2003), hal. 67-68. 14Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf Dirasah Islamiyah IV, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 109-110.

itu bukan benda dank arena itu tidak terlihat. 15 Bagi orang Arab hal ini tidak menimbulkan keraguan akan kebenaran-nya, karena mereka tidak pernah belajar, seni menganggap segala sesuatu tidak ada kecuali apa yang dapat dilihat. Al-Quran tidak memperkenalkan dunia Arab dengan dunia rohaniah yang tidak kelihatan. Apa yang dilakukan Al-Quran melalui pembaharuan adalah memusatkan segala yang bersifat ilahi pada Tuhan suatu kehendak pribadi yang meliputi seluruh alam raya dengan kekuasaan dan rahmat-nya. Subangan Islam yang tidak terlupakan bagi agama Arab adalah monoteisme. Setiap manusia, dengan menyadari kejadiannya tentu mempunyai pengertian bahwa di dunia ini ada Zat Yang Maha Esa yang mengaturnya, yang tidak mungkin menyerupai dengan alam yang ada ini dalam segala sifat-sifat-nya. Zat Yang Maha Esa itu tidaklah merupakan benda jisim, bukanlah sesuatu yang melekat, tidak dapat dibatasi dan tidak membutuhkan tempat. 16 Kadang-kadang manusia berkata: kalau tauhid (menngesakan Tuhan) itu merupakan suatu fitrah (kejadian semula) maka para manusia tentu tidak berbeda aqidah dan kepercayaannya dan tidak pula berbeda dengan Yuham mereka. Aktualisasi Potensi Insani Manusia terakhir di dunia telah dilengkapi dengan berbagai unsur yang sekaligus merupakan potensi yang sangat penting bagi diri dan kehidupan. Secara garis besar, manusia terdiri dari jasmani dan rohani. Manusia telah dibekali dengan berbagai potensi, berupa indra, akal pikiran, dan hati. Potensi yang lain adalah kejahatan dan takwa yang Allah ilhamkan kepadanya. Potensi apapun yang ada dalam setiap insan, masing-masing mempunyai fungsi. Masing-masing dapat tumbuh dan berkembang, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, baik dengan sengaja (ditumbuhkembangkan) maupun secara alami. Ketika dilahirkan ke dunia, manusia dalam keadaan tidak mengetahui apapun. 9 Ibnu Khaldun (1986) mengatakan bahwa semula, manusia hanyalah materi belaka, 15Huston Smith, Agama-agama manusia, (Jakarta: Yayasan Obor, 2004), hal. 269-270. 16Abdul Aziz Syawisy, Islam Agama Fitrah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 3-4.

karena ia tidak mengetahui apapun, ia tadinya merupakan segumpal darah dan daging. Kemudian dengan segala potensinya menusia berusaha mengembangkan diri, sehingga akan keberadaan dirinya di alam semesta ini dan bersikap secara konsekuen sesuai dengan pengetahuannya, ia akan menjadi makhluk yang bersyukur, mensyukuri bahwa semuanya adalah pemberian Allah SWT. 17 Akal Teoritis dan Akal Praktis Maksud pembagian tersebut adalah bahwa akal menusia mempunyai dua macam pemahaman. Adakalanya pekerjaan akal manusia mempunyai sesuatu yang telah ada, atau dengan kata lain, apa yang harus diketahui. Yang demikian itu dinamakan akal teoritis. Kadang pula pemahaman akal berkaitan dengan apa yang harus dilakukan, seperti adil, dan jujur, bagian ini disebut dengan akal praktis. 18 Kita peratikan di sini, bahwa filsafat Kant ditujukan untuk mengkaji akal teoritis dan akal praktis dan pengaruh keduanya dalam pandangan dan kehidupan manusia. Penelitian sampai pada kesimpulan, bahwa akal teoritis tidak berperan sifnifikan. Bagian inti dari akal adalah akal praktis karena keterikatannya dengan intuisi. Kant berpendapat, bahwa intuisi atau akal praktis adalah sekumpulan hukum apriori yang tertanam dalam fitrah manusia yang tidak diperoleh melalui indera maupun ladang percobaan. Tantangan utama pembaruan pemikiran Islam adalah bagaimana tidak menjadikan Islam sebagai sekedar sebagai agama yang mengurus masalah-masalah legal formal, bahkan fikhiyah-fikhiyah yang nanti akan cendrung pada dasarnya ideologisasi Islam yang sejatinya Islam akan tampil lebih manipulatif dan menegangkan. Model-model otoritarianisme dalam beragama sudah seharusnya menjadi perhatian bersama untuk segera diubah menuju model keberagaman yang lebih apresiatif atas perbedaan pendapat dan mazhab yang dianut. Sebab jika terjadi pemutlakan atas pemahaman keislaman, sebenarnya akan menjadikan Islam semakin terpuruk dalam kerangka ideologis yang kurang memerhatikan dimensi transformatif. 10 Bagaimana caranya agar gerakan pembaruan Islam dapat tersebar dan diterima 17Abu Azmi Azizah, Bagaimana Berpiki Islami, (Surakarta: Era Internedia, 2002), hal. 31-32 18Murtadha Muthahari, Filsafat Moral Islam, (Jakarta: Al-Huda, 2004), hal. 62-63.

masyarakat Islam secara luas, membutuhkan pengamatan dan kajian-kajian yang lebih memadai. 19 Di sinilah perlunya sebuah sebuah keberlangsungan yang mampu mengusung tema-tema actual dari Islam itu sendiri. Gerakan pembaruan pemikiran memang membutuhkan waktu lama dan hasilnya jauh di masa depan, tatkala hal itu terjadi, kita bisa saja sudah melupakan apa yang pernah dipikirkan dan dikerjakan sebelumnya. Dari pemikiran yang mulai membuka wacana tafsir ini, lalu berkembanglah secara liberal usaha mentransformasikan tradisi, tetapi tetap menggunakan metodologi hermeneutis klasik Islam yang dikenal wacana Islam klasik. Dasar-dasar liberal para ahli Islam ini diambil dari wacana liberal Islam klasik. Dalam mereka melakukan penafsiran Al-Quran misalnya mereka menggunakan perbedaan yang sudah lama diterima kalangan ahli Al-Quran atas adanya Al-Quran atas adanya ayat-ayat Al-Quran yang jelas dan pasti dan mutasyabihat yang sulit ditangkap maknanya secara lansung. Sebenarnya penafsiran ayat-ayat yang mutasyabihat ini melatih kalangan Islam liberal itu untuk mengasah kemampuan mencari makna yang terdalam Al-Quran itu sendiri. 20 Peran wahyu dalam ajaran Islam sangatlah penting, Al-Quran bagi muslim merupakan kumpulan simpul-simpul perkataan Tuhan dalam bahasa yang dapat dipahami manusia dalam usaha mewujudkan suatu realitas ideal kehidupan manusia, menuju satu bentuk tatanan atau pranata sosial dan sistem kemasyarakatan kea rah kehidupan yang lebih baik, yaitu adanya unsur etika dan moralitas. Melalui petunjuk wahyu manusia dapat mencari dan mengarahakan kehidupannya pada sasaran kebenaran, menuju pola dan jalan yang lebih baik. 21 Karena melalui kontemplasi dan intruksi agama, kesadaran bathin manusia dalam mencari kebenaran yang sejati akan dapat terwujud. Hakikat kebenaran agama adalah satu-satunya kebenaran sejati. Manusia membutuhkan sebuah strategi intelektual baru untuk mendekati gagasan tentang wahyu dalam tradisi muslim dan tradisi-tradisi kaya lainnya yeng 19Zuly Qodir, Pembaruan Pemikiran Islam wacana 11 dan Aksi Islam Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hal. 44-46. 20Rachman, Budhy Munawar, Islam Pluralis wacana Kesetaraan Kaum Beriman, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 557-558. 21Irwandar, Dekontruksi Pemikiran Islam Idealitas Nilai dan Realitas Empiris, (Yogyakarta: Ar- Ruzz Media Press, 2003), hal. 66.

berkembang dan mengalami stratifikasi budaya dan praktik ideologis selama berabadabad. Dalam mengembangkan strategi baru ini, kita harus secara hati-hati menguji sumber-sumber tradisional dengan maksud untuk pertama-pertama, menghilangkan konsep sentral mengenai ortodoks. Para sejarawn modern mengetahui dengan persis pertentangan dan persaingan ini, tapi mereka tidak melihat konsekuensinya jika seseorang mendekati fenomena wahyu di luar batas-batas pemakaian arbitrer dan interpretasi yang telah dibuat yang dinyatakan oleh masing-masing kelompok yang mengklaim monopoli atas ortodoks agama. 22 Manusia pada dasarnya tidak menciptakan arti ex nihilo dari ketiadaan. Di dalam berpikir, ia masih mengarahkan diri kepada apa yang telah ada di sana. Ketika ia menamai benda-benda, ia berusaha untuk menangkap aspek-aspek kenyataan yang ada di sana sebelum mengatakannya. Ini berarti bahwa pikiran menemukan dan tidak menciptakan apa yang nyata. 23 Masyarakat modern percaya pada kemampuan rasio dan pendekatan ilmiah. Namun, di sini kita membicarakan soal agama. Sementara dasar agama lebih banyak berkaitan dengan perasaan dan keyakinan daripada rasio. Perasaan dan keyakinan berlainan dengan rasio yang mempunyai tendensi dogmatis. Ajaran-ajaran agama oleh pemeluknya dirasakan dan diyakini mesti benar, sesungguhnya ajaran-ajaran itu terkadang berlawanan dengan rasio. Perasaan dan keyakinan juga banyak bersifat subjektif dan kurang bersifat objektif. Selanjutnya agama banyak dan erat hubungannya dengan hal-hal yang bersifat imateri dan yang tak dapat ditangkap dengan panca indra. Sementara itu pembahasan ilmiah pada umumnya dapat dipakai dengan baik hanya dalam lapangan yang bersifat materi. Mungkin bicara tentang tujuan hidup beragama lebih tepat dilakukan oleh orang yang tidak menganut agama apapun. Orang yang demikian akan dapat melepaskan diri dalam pembahasan dan uraiannya. Dari keyakinan-keyakinan dan dogma-dogma yang ada dalam agama. Tetapi orang tidak terikat pada suatu agama tegasnya orang tidak percaya dengan 12 22Muhammed Arkoun, Islam Kontemporer Menuju Dialog Antar Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal. 101-103 23Kenneth T. Gallagher, Epistemologi Filsafat Pengetahuan,(Yogyakarta: Kanisius, 1994), hal. 110

agama juga mempunyai prasangka dan pendapat yang terkadang merupakan keyakinan tertentu terhadap pada agama pada umumnya. 24 Dalam berbagai literature, khususnya di bidang filsafat dan antropologi dijumpai berbagai pandangan para ahli tentang hakikat manusia. Sastraprateja. Missal nya mengatakan: bahwa manusia adalah makhluk yang histeris. Hakikat manusia sendiri adalah suatu sejarah, suatu peristiwa yang bukan semata mata datum. Hakikat manusia hanya dapat di lihat dalama perjalanan sejarah nya, dalam dalam sejarah bangsa manusia. Sastraprateja lebih lanjut mengarahkan, bahwa apa yang kita peroleh dari pengamatan kita atas pengalaman manusia adalah suatu rangkaian anthropological constants yaitu dorongan-dorongan dan orientasi yang tetap anthropological constants yang dapat di tarik dari pengalamat sejarah umat manusia, yaitu (1) relasi manusia dengan kejasmanian, alam, dan lingkungan ekologis; (2) keterlibatan dengan sesma; (3) keterikatan dengan struktur sosial dan institusional; (4) ketergantungan masyarakat dan kebudayaan pada waktu dan tempat; (5) hubungan timbale balik antara teori dan praktis; (6) kesadaran religious dan para religious. Keenam anthropological constants ini merupakan suatu sintesis dan masing-masing saling berpanguruh satu dengan lainnya. 25 Hidup menurut konsep Islam bukan hanya kehidupan duniawi ini saja, tetapi berkelanjutan sampai kehidupan ukhrawi(di dalam akhirat nanti). Hidup di dunia ini merupakan amsa bakti dan kehidupan di akhirat erat sekali hubungannya dengan kualitas hidup di dunia ini. Apa yang dipetik akhirat adalah hasil tanaman di dunia, amal baik akan terbalas baik dan amal buruk akan terbalas buruk. Pandangan dan prinsip ini menampilkan perilaku sebagai akhlak muslim. Manusia muslim sadar benar bahwa hidup di dunia ini merupakan terminal dari perjalanan hidup manusia yang panjang mulai dari alam arwah, alam arham, alam dunia, alam barzakh dan terakhir alam akhirat. 26 Di alam dunia ini manusia mengemban tugasnya dan disini ia menentukan pilihannya, apakah angin mengjadi penghuni surga atau menjadi penghuni 13 neraka. 24Harun nasution, Islm Rasional Gagasan Dan Pemikiran, ( Bandung:Mizan, 1998) hal. 25Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997) hal 28 26Kaelany HD, Islam dan Aspek-aspek Kemasyarakatan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hal. 13-14.

Perubahan-perubahan yang ditimbulkan oleh Islam, baik dalam bidang politik, sosial dan peradaban adalah karena Islam selaku agama telah mengajarkan tiga nilai baru: Islam mengajarkan adanya kehidupan akhirat yang bersinambungan dengan kehidupan duniawi. Ajaran ini mendidik pengikutnya untuk mengatur hidup di dunia mencapai di akhirat bahwa hidup tidak selesai di dunia tetapi ada imbalannya di akhirat yang baik atau buruk. Islam mengajarkan pemeluknya bertanggung jawb atas nasibnya sendiri di akhirat. Kepercayaan ini mendorong pemeluknya untuk selalui menghayati dan mengamalkan norma-norma hukum dan tuntunan akhlak yang benar sebagaimana yang diajarkan kapada setiap individu. Islam mengajarkan aturan-aturan hidup bermasyarakat dan bernegara dalam cakrawala kehidupan solidaritas umat Islam sedunia. Umat manusia tidak dikotakkotak dan terbagi-bagi dalam suku bangsa. Tetapi derajat mereka tergantung pada ketinggian keimanannya. 27 Tiga hal baru tersebut mendorong manusia untuk menetapkan tiga hal dasar, yaitu bagaimana hidup yang benar, berpikir dan mengamalkan dengan benar dan bagaimana mengorganisasikan seseuatu yang benar. Pengemabangan kualitas sumber daya manusia adalah melalui pendidikan. Secara teoritik dan empirik, pendidikan alat yang sangat fungsional dalam upaya pembentukkan manusia yang berkualitas, yang mampu mandiri dan memberikan dukungan bagi perkembangan masyarakat, dan berpengaruh dalam peningkatan mutu kehidupan dan mengangkat martabat bangsa. Melalui pendidikan diharapkan seseorang dapat meningkatkan kualitas berpikir, kualitas moral, kualitas pengabdian. Pendidikan juga memiliki kontribusi yang cukup tinggi bagi produktivitas Nasional. Berbagai penelitian di seluruh Negara maju maupun Negara berkembang telah 14 27Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 2

membuktikan bahwa peningkatan pendidikan mempunyai implikasi positif dan signifikasi terhadap peningkatan pendapatan Nasional. 28 Pada setiap ilmu terdapat serangkaian proposisi yang saling berhubungan. Dalam kenyataannya, sasaran pendek dan motivasi belajar serta mengajar ilmu itu adalah menganalis proposisi-proposisi tersebut dan membuktikan keberlakuan predikat pada subjek ilmu itu. Jadi, pada setiap ilmu subjek diasumsikan mewujudkan perbagai predikatnya bisa dibuktikan sebagai bagian atau contoh individual dari subjek tersebut. Karena itu, sebelum berurusan dengan pemaparan dan penguraian masalah suatu ilmu maka perlu mengenali hal-hal sebagai berikut: a. Keapaan (Mahiyyah) dan konsep subjek. b. Keberadaan subjek, c. Prinsip-prinsip untuk memecahkan berbagai persoalan ilmu. 29 Hal-hal tersebut adakalanya swanyata tidak memerlukan penjabaran dan penghayatan sehingga tidak ada kesulitan sama sekali dan adakalanya pengetahuan mengenai hal-hal ituperlu dijabarkan dan dibuktikan. Secara umum ilmu berarti tahu, ilmu itu adalah pengetahuan. Seseorang yang banyak ilmunya bisa dikatakan sebagai ilmuan, Ulama ahli pengetahuan dan lain sebagainya. 30 Pada dasarnya pengetahuan mempunyai tiga kriteria yaitu: adanya suatu sistem gagasan dalam pikirin, persuaian antara gagasan itu dengan benda-benda sebenarnya dan adanya keyakinan dengan persesuian itu. Kebanyakkan orang memperoleh pengetahuan dari pengalaman yang diperoleh melalui indra yang ia miliki. Dengan indranya ia mengenal hal-hal yang ada di sekitarnya. Islam pada dasarnya tidak mengenal adanya perbedaan diantara sesama manusia kecuali atas dasar ketakwaan kepada Allah dan kebaikan perilaku dalam kehidupan. Islam memandang sesame manusia adalah sama. Orang Arab tidak lebih utama daripada bukan orang Arab. Perbedaan manusia hanya di dasarkan pada besar kecilnya takwa. Dengan prinsip itu Islam membuka kesempatan seluas-luasnya kepada 15 28Muhammad Tholhah Hasan, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Lantabora Press, 2005), hal 162. 29Muhammad Taqi Misbah Yazdi, Buku Daras Filsafat Islam, (Bandung: Mizan, 2003), hal. 40-41 30Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etik, (Bogor: Kencana, 2003), hal. 9-10.

setiap penganut ilmu, peneliti, pemikir dan pekerja di bidang ilmu pengetahuan tidk peduli ia apakah berasal dari kalangan kaum terhormat maupun dari kaum budak. Di pihak lain, Islam juga tidak memandang manusia dari segi pikirannya saja atau dari segi kejiwaannya saja sehingga melupakan segi jasmaninya. Sebaliknya, Islam memandang manusia sebagai makhluk yang terdiri dari jasmani dan rohani. 31 Transformasi kebudayaan atau peradaban telah menunjukkan adanya fluktuasi serta perkembangan dan pergeseran nilai-nilai transormatifnya, baik secara berurut dari budaya sensasi, rasional, hingga sampai pada yang ideal maupun transformasi yang ketiga babakannya itu berjalan sekaligus. Selain itu, transformasi kebudayaan pun telah membuktikan adanya titik balik pandangan dari yang sifatnya sektoralspesifik dan tidak jarang mengandung kebenaran yang saling bertentangan (antara berbagai macam ilmu pengetahuan dan teknologi) hingga pendekatan (antara berbagai macam ilmu pengetahuan dan teknologi) hingga pendekatan pengembangan, pemeliharaan dan pemamfaatan ilmu dan teknologi tersebut dengan pendekatan integralistik. 32 Renaisans Italia telah menyaksikan kelahiran pengetahuan, kebudayaan, dan gaya klasik. Oleh karena itu, istilah Renaisans telah diperluas pengertiannya hingga mencakup berbagai kebangkitan dan periode budaya restorasi klasik. Renaisans Barat (seperti Carolingian, Ottonian abad ke-12 Bizamtium) telah berkembang dalam pengertian yang telah diperluas tersebut. Ada tanda-tanda sangat jelas bahwa fenomena serupa juga ditemukan pada lingkungan budaya peradaban Islam, yang pada abad ke-10 M menikmati kembali warisan klasik dan kebangkitan kembali kebudayaan pada umumnya. Agaknya mustahil bagi kita untuk melakukan secara detail antara Renaisans Islam disatu pihak dan Renaisans barat di pihak lain. 33 Kitapun tampaknya tidak perlu melakukan hal tersebut jika hanya membuktikan bahwa renaisans semacam itu pernah terjadi. Akan tetapi, sedikit penelitian untuk melihat perbedaan dan persamaan antara kedua renaisans tersebut tetap perlu dilakukan. 16 31Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hal. 157. 32Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani, 1995), hal. 87 33Joel L. Kraemer, Renaisans Islam Kebangkitan Intelektual dan Budaya pada abad Pertengahan, (Bandung: Mizan, 2003), hal. 23-24.

Hingga batas-batas tertentu, khususnya dalam beberapa aspek pokok, Renaisans Islam sebenarnya banyak memiliki kesamaan dengan Renaisans abad ke-12 M. keduanya sangat menekankan pentingnya warisan ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani kuno dengan pengecualian bahwa renaisans Italia lebih memfokuskan pada tradisi retorik dan literer warisan tersebut. Dalam logika dikenal istilah kesalahan argumentasi karena kerancuan menggunakan bahasa atau kekeliruaan berfikir bila logika mengajarkan kepada kita teknik berpikir kritis, strategems adalah teknik berpikir tidak kritis. Salah satu contoh strategems adalah perluasan. Di sini orang memperluas cakupan argument lebih dari bukti yang ada. Sudah disepakati manasia adalah makhluk yang berakal. Sudah banyak filosof yang membahas hakikat akal. Orang boleh berdebat dan berbeda pendapat tentang apa yang disebut akal., tetapi semua setuju akal adalah alat berfikir. Dalam perkembangan peradaban, manusia menemukan cara-cara berfikir yang benar yang mereka sebut dengan logika. Tidak setiap berpikir itu logis, tidak jarang apa yang disebut rasional sebenarnya hanyalah rasionalisasi. 34 Alat-alat potensial dan berbagai potensi dasar atau fitrah manusia tersebut harus tumbuh kembangkan secara optimal dan terpadu melalui proses pendidikan sepanjang hayatnya. Manusia diberi kebebasan untuk berikhtiar mengembangkan alatalat potensial dan potensi-potensi dasar atau fitrah manusia tersebut. Namun demikian, dalam pertumbuhan dam perkembangannya tidak bisa dilepaskan dari adanya batasbatas tertetu, yaitu adanya hukum-hukum yang pasti dan tetap menguasai alam, hukum yang menguasai benda-benda maupun masyarakat ataupun manusia itu sendiri. Di samping itu, pertumbuhan dan perkembangan alat-alat potensial dan fitrah manusia juga harus dipengaruhi oleh faktor-faktor hereditas, lingkungan alam dan geografis, lingkungan sosiokultural, sejarah dan faktor-faktor temporal. Dalam ilmu pendidikan faktor-faktor yang menentukan keberhasilan pelaksanaan pendidikan itu ada lima macam yang saling berkaitan den berpengaruh antara satu faktor dengan faktor yang 17 34Jalaluddin Rahmat, Islam Aktual Refleksi Sosial Seorang Cendikiawan Muslim, (Bandung: Mizan, 2004), hal. 135-136.

lainnya, yaitu faktor tujuan, pendidik, peserta didik, alat pendidikan dan lingkungan. 35 Karena itulah maka minat bakat dan kemampuan skill dan sikap manusia yang diwujudkan dalam kegiatan ikhtiarnya dan hasil yang dicapai dari kegiatan ikhtiarnya tersebut bermacam-macam. Apakah benar manusia di dunia ini mempunyai makna dan tujuan? Ataukah sesungguhnya hidup ini terjadi secara kebetulan belaka tanpa makna apapun dan tanpa tujuan sama sekali? Pertanyaan serupa itu telah menyibukan para pemikir sejak masa lampau yang jauh ketika manusia mulai belajar merenungkan hakikat dirinya sendiri, sampai pada zaman mutakhir ini ketika manusia dengan kamajuan teknologinya mencoba mencari teman sesame makhluk hidup cerdas di planet atau sistem bintang atau galaksi yang lain, yang telah diketahui jagad raya tanpa terbilang banyaknya. Pembahasan tentang persoalan makna dan tujuan hidup ini bisa dibuat dengan melompat kepada kesimpulan yang telah diketahui secara umum dan mantap di kalangan orang-orang muslim. Yaitu bahwa tujuan hidup manusia ialah bertemu dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa, dalam ridha-nya. Sedangkan makna hidup manusia didapatkan dalam usaha penuh kesungguhan untuk mencapai tujuan itu melalui iman kepada Tuhan dan beramal kebajikan. 36 Tetapi jika dikehendaki garis argument dengan maksud memantapkan kesimpulan itu maka perlu pendekatan kepada persoalan melalui jalan nalar mungkin juga empiris dengan melihat pokok-pokok permasalahan yang menjadi isu sentral makna dan tujuan hidup. 1. Ajaran Islam mendorong berfisafat Agama Islam member penghargaan yang tinggi terhadap akal, tidak sedikit ayat-ayat Al-Quran yang menganjurkan dan mendorong manasia supaya banyak berpikir dan menggunakan akalnya. Di dalam Al-Quran dijumpai perkataan yang 37 35Muhaimin, Suti ah, Nur Ali, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama di Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 19. 36Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 1992), hal. 18-19. Muhaimin, et al, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta: Kencana, 2005), hal 306-309. berakar dari kata aql (akal) sebanyak 49 kali, yang semuanya dalam bentuk kata kerja aktif, seperti aqaluh, ta qilun, na qil, ya ailuha dan ya qilun. 37 18

Semua bentuk ayat-ayat tersebut mengandung anjuran, dorongan bahkan perintah agama manusia banyak berpikir dan menggunakan akalnya. Hal ini menunjukkan bahwa agama Islam menganjurkan, mendorong dan bahkan memerintah kepada pemeluknya supaya berfisafat. Di samping itu, anjuran dan dorongan untuk berfisafat dapat dipahami dari pengertian kata ayat itu sendiri erat kaitannya dengan perbuatan berpikir. Arti asal dari kata adalah tanda. Sebagaimana diketahui bahwa tanda itu menunjukkan kepada sesuatu yang terletak di belakang tanda itu. Baik secara filosofis maupun ilmiah untuk mengetahui arti yang terletak di belakangnya. 2. Ilmu, Filsafat dan Agama (Suatu Perbandinga) Manusia adalah makhluk berpikir, berpikir adalah bertanya, bertanya adalah mencari jawaban dan mencari jawaban adalah mencari kebenaran, mencari jawaban tentang sesuatu berarti mencari kebenaran tentang sesuatu itu. Mencari jawaban tentang hidup misalnya adalah mencari kebenaran tentang hidup. Dengan demikian pada akhirnya manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Cara manusia mencari dan menemukan kebenaran ada tiga macam, yaitu dengan agama, filsafat dan dengan ilmu pengetahuan. Antara satu dengan lainnya mempunyai titik persamaan, titik perbedaan dan titik singgung. Titik persamaan antara ketiga-tiganya adalah bahwa baik agama, filsafat maupun ilmu setidak-tidaknya bertujuan atau berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran agama, dengan wataknya sendiri, memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanya manusia. Baik tentang Tuhan, manusia maupun alam (yang belum atau tidak dijawab oleh ilmu pengetahuan, dengan wataknya atau metodenya sendiri pula, mencari kebenaran tentang alam dan termasuk di dalamnya manusia). Teori atau filsafat pengetahuan tidak dapat menghindarkan pembahasan tentang sumber-sumber pengetahuan tempat bahan-bahannya diperoleh. Sumbersumber itu menurut epistemology, Islam tidak lain adalah indra, akal dan hati 19 (intuisi). 38 38Mulyadhi Kartanegara, Menyibak Tirai Kejahilan Pengantar Epistemologi Islam, (Bandung: Mizan, 2003), hal.18.

Titik perbedaaan antara ketiga-tiganya adalah bahwa agama bersumber dari wahyu Allah, sehingga kebenaran mutlak, sedangkan filsafat dan ilmu pengetahuan bersumberkan ra ju (akal, budi dan rasio) manusia, sehingga keberanaran nisbi (relatif) disamping itu, manusia mencari dan menemukan kebenaran dengan dan dalam agama dengan jalan mempertanyakan (mencari jawaban) tentang berbagai masalah asasi dari kitab suci, kodifikasi firman Ilahi untuk manusia dari atas bumi ini, filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan (menggambarkan atau mengelanakan) akal budi secara radikal, integral, dan universal, tidak merasa terikat oleh ikatan tertentu. Dan ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan riset, empiri (pengalaman dan eksperiment). Adapun titik singgung ketiga-tiganya adalah bahwa tidak semua masalah yang dipertanyakan manusia dapat dijawab secara positif oleh ilmu pengetahuan, karena ilmu itu terbatas, dalam arti terbatas oleh subjek (penyidikan), objeknya (objek material atau objek formal dan oleh metodologinya). Tidak semua masalah yang tidak atau belum terjawab oleh ilmu kemudian dengan sendirinya dapat dijawab oleh filsafat, karena jawaban filsafat sifatnya spekulatif dan juga alternatif, sedangkan agama memberikan jawaban tentang berbagai masalah asasi yang sama sekali tidak terjawab oleh ilmu pengetahuan dan yang dipertanyakan namun tidak terjawab secara bulat oleh filsafat. Kita menggunakan satu kata untuk mengartikan sekaligus realitas dan kebenaran secara umum. Fakta ini sendiri memiliki arti penting dalam mengantar manusia memahami kebenaran, tidak hanya sebagai sifat dari suatu pernyataan, kepercayaan dan penilaian tetapi juga sebagai sifat dari hakikat realitas. 39 Di dalam aliran al-maturidi hubungan antara Tuhan dengan manusia dalam kitab al-tauhid al-maturidi dan juga dalam karya lainnya Ta wilat Al-Quran, secara panjang lebar membahas berbagai aspek persoalan ini kehendak daya (kekuasaan), takdir dan fungsi kreatif Tuhan, kebijakkan Tuhan dan eksistensi kejahatan (sesuatu 20 yang buruk) di dunia ini, kebebasan manusia dan dasar kewajiaban agama serta tanggung jawab manusia dan lain-lain. 39Syed Muhammad Naquid Al-Attas, Islam dan Filsafat Sains, (Bandung: Mizan, 1995), hal. 47.