BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam perjalanan hidupnya manusia melewati fase-fase kehidupan sejak ia

dokumen-dokumen yang mirip
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN KECENDERUNGAN KENAKALAN REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

S A N T I E. P U R N A M A S A R I U M B Y

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam perjalanan hidupnya manusia melewati fase-fase kehidupan sejak ia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemandirian yang dimiliki oleh setiap manusia berawal dari masa anak anak. Proses

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi hampir bersamaan antara individu satu dengan yang lain, dan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. biologis dan ditutup dengan aspek kultural. Transisi dari masa kanak-kanak ke remaja

BAB II TINJAUAN TEORI. proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang. diharapkan oleh masyarakat pada umumnya (Casmini, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA PADA ANAK PENYANDANG EPILEPSI USIA BALITA DI POLIKLINIK ANAK RSUP.PERJAN DR. HASAN SADIKIN BANDUNG.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas perkembangan yang sangat penting yaitu mencapai status

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya

POLA PENGASUHAN DAN GANGGUAN KEPRIBADIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pola Asuh Orang Tua dan Persepsi Definisi Menurut Kastutik & Setyowati (2014) orang tua memiliki kecenderungan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. diwarnai dengan berbagai macam emosi, baik itu emosi positif maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB II DAMPAK POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL YANG BAIK PADA ANAK TUNANETRA

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua adalah komponen keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah dan ibu, dan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang menghadapi banyak. persoalan dan konflik, termasuk diantaranya kebingungan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

Materi kuliah e-learning HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK REMAJA oleh : Dr. Triana Noor Edwina DS, M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. Kecemasan dialami pada waktu tertentu oleh tiap individu tanpa

TINJAUAN PUSTAKA Kepuasan Kepuasan merupakan hal yang bersifat individu. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperhatikan, seperti waktu latihan, waktu makan, dan waktu istirahat pun diatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perjalanan hidupnya manusia melewati fase-fase kehidupan sejak ia dilahirkan. Salah satu fase yang dilewati itu adalah masa remaja. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara anak-anak dan masa dewasa. Perkembangan seseorang dalam masa anak-anak dan remaja akan membentuk perkembangan diri anak tersebut ketika dewasa. Pada periode ini, seorang remaja akan mengalami konflik yang semakin kompleks seiring dengan berbagai perubahan yang ada dalam diri mereka sendiri (http://arsip.info/keluarga/anak/usia/remaja/permasalahan/). Pada usia remaja umumnya terjadi perkembangan yang sangat pesat pada kognitif, fisik, kematangan seksual dan emosional. Di usia ini seorang remaja umumnya mengalami konflik yang kompleks, sehingga masa remaja sering dikenal dengan masa storm and stress. Pada masa remaja seseorang sangat rentan untuk terkena pengaruh dari lingkungannya dan hal ini merupakan akibat karena adanya perubahan-perubahan secara fisik maupun mental sehingga menyebabkan munculnya tuntutan lingkungan terhadap perannya. Seorang remaja seringkali mengalami kesulitan dan tidak mampu untuk menghadapi masalahmasalah perubahan fisiologis, psikologis maupun psikososial dengan baik dan ditambah lagi adanya tuntutan untuk menyelesaikan tugas perkembangannya baik itu dari keluarga maupun lingkungan (Dariyo, 2004). 1

2 Pada masa remaja juga merupakan masa usia sekolah, dimana seorang remaja berhak dan mempunyai kewajiban untuk menuntut ilmu. Dalam menjalani pendidikannya, seorang remaja pasti akan menghadapi saat-saat ujian, karena hasil ujian merupakan salah satu faktor berhasilnya sebuah studi yang ditempuh. Mengingat hal itu maka sangatlah penting bagi seorang remaja untuk dapat benarbenar mempersiapkan diri menghadapi ujian, karena tidak sedikit dari remaja tersebut mengalami kecemasan, ketidakpercayaan diri dalam menghadapi ujian. Menurut Tresna (2011) apabila remaja mengalami kecemasan dalam menghadapi ujian maka kecemasannya tersebut akan termanifestasi dalam bentuk: (a) Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam bentuk ketegangan pikiran siswa, sehingga membuat siswa sulit konsentrasi, kebingungan dalam menjawab soal dan mengalami mental blocking; (b) Manifestasi Afektif, yang terwujud dalam bentuk perasaan yang tidak menyenangkan seperti khawatir, takut dan gelisah yang berlebihan; (c) Perilaku motorik yang tidak terkendali, yang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti gemetar, sehingga dapat diasumsikan bahwa remaja yang mengalami kecemasan dalam menghadapi ujian akan kurang maksimal dalam mengerjakan ujian yang pada akhirnya remaja tersebut juga kurang maksimal dalam memperoleh nilai ujian. Lebih jauh lagi akibat dari mengatasi kecemasan dan kekurangan percayaan diri tersebut seorang remaja bisa saja melakukan perbuatan mencontek. Seperti dinyatakan oleh (Setyani dalam Aisyah, 2012) bahwa perilaku mencontek terjadi karena terdegradasinya rasa percaya diri dan kecemasan yang dialami siswa. Menurut hasil survei mahasiswa UPI terhadap siswa kelas IX SMPN 10

3 Bandung Tahun Ajaran 2010/2011 berada dalam kategori tinggi 17,07 %, sedang 65,04%, dan rendah 17, 89%. Artinya praktek mencontek ini tak hanya dilakukan pada Ujian Nasional saja yang hanya bersifat insidental, namun juga dalam keseharian ( Aisyah, 2012). Sebenarnya kecemasan remaja dapat dikurangi, hanya saja remaja tersebut harus dapat mengatur emosinya agar tidak terlalu cemas maupun kurang percaya diri. Hal tersebut sering disebut sebagai istilah regulasi emosi. Seperti yang dikemukakan oleh Thompson (dalam Garnefski, dkk., 2001) bahwa adanya regulasi emosi diasumsikan sebagai faktor penting dalam menentukan keberhasilan seseorang dalam usahanya untuk berfungsi dengan normal dikehidupannya seperti dalam proses adaptasi, dapat berespon sesuai dan fleksibel, termasuk dalam hal ini beradaptasi dengan situasi-situasi yang menegangkan saat ujian berlangsung. Gross (1999) mengemukakan bahwa tujuan dari regulasi emosi sendiri bersifat spesifik tergantung keadaan yang dialami seseorang. Sebagai contoh, pada suatu situasi seseorang menahan emosi takutnya agar ketakutannya tersebut tidak dimanfaatkan orang lain. Dalam situasi yang lain, seseorang dapat dengan sengaja menaikan rasa marahnya untuk membuat orang lain merasa takut. Cukup sulit untuk mendeteksi tujuan dari regulasi emosi pada tiap individu, namun satu hal yang dapat disimpulkan adalah bahwa regulasi emosi berkaitan dengan mengurangi dan menaikan emosi negatif dan positif (Gross, 1999). Emosi positif dan emosi negatif ini muncul ketika individu yang memiliki tujuan berinteraksi dengan lingkungannya dan orang lain.

4 Menurut (Fredrickson, 1998) regulasi emosi meliputi pengurangan emosi atau menghentikan emosi, terkadang juga termasuk meregulasi emosi yang meningkat. Regulasi emosi itu sendiri salah satunya dipengaruhi oleh adanya hubungan antara anak dengan lingkungannya contohnya dengan keluarga. Kombinasi dari kelekatan yang tidak kuat dan perilaku-perilaku gaya pengasuhan orangtua dapat menyebabkan anak mengalami ketidakmampuan meregulasi emosi serta terlibat dalam perilaku-perilaku mengganggu, pada akhirnya mendorong strategi pengasuhan yang salah dimana hal ini memperburuk perilaku mengganggu pada anak, yang kemudian memperburuk perilaku-perilaku mengganggu anak-anak (Kostiuk & Gregory, 2002). Ditambahkan oleh Gerow dan Kendall (2002) bahwa variabel-variabel lingkungan keluarga yang akan mempengaruhi remaja dalam meregulasi emosi adalah praktek pengasuhan yang tercakup dalam gaya pengasuhan. Praktek pengasuhan yakni perilaku tertentu yang orangtua gunakan untuk bersosialisasi dengan anak-anak mereka (Darling dan Steinberg, 1993). Sebagai contoh, praktek pengasuhan yang tercermin dalam temperamen orangtua terutama ayah yang agresif, meledak-ledak, suka marah dan sewenang-wenang merupakan praktek pengasuhan yang tercakup dalam gaya pengasuhan otoriter atau juga disebut authoritarian, dan gaya pengasuhan otoriter tersebut akan merupakan pencetus munculnya perilaku kenakalan pada remaja, sebab hal ini tidak hanya mentransformasikan defect temperamennya saja tapi juga menimbulkan iklim yang mendemoralisasikan secara psikis sekaligus merangsang reaksi emosional yang sangat impulsif kepada anak-anak (Trinovita, 1995).

5 Selanjutnya bagi remaja yang mendapatkan gaya pengasuhan permissive menurut Baumrind (1975) akan sulit mengendalikan desakan hati (impulsive), tidak patuh, dan menentang apabila diminta untuk mengerjakan sesuatu yang bertentangan dengan keinginan-keinginan sesaat. Mereka juga terlalu menuntut, sangat tergantung pada orang lain, kurang gigih dalam mengerjakan tugas-tugas, tidak tekun dalam belajar di sekolah. Oleh sebab itu, dapat diasumsikan bahwa remaja yang gaya pengasuhan orang tuanya bersifat permisif karena kurang tekun dalam belajar, maka akan menjadi kurang siap dalam menghadapai ujian, dan pada akhirnya regulasi emosinya juga kurang baik karena juga bersifat impulsif. Berbeda dengan gaya pengasuhan autoritatif yang dalam praktek pengasuhannya orang tua berinteraksi dengan anak/remaja dengan cara melibatkan anak atau remaja tersebut dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan keluarga dan dirinya. Orang tua yang authoritative bersifat fleksibel dan memberi kesempatan kepada anak atau remaja untuk berkembang, mempunyai hubungan yang dekat dengan anak-anaknya. Mereka menerapkan peraturanperaturan secara rasional dan mendorong anak untuk ikut terlibat dalam membuat peraturan dan melaksanakan peraturan dengan penuh kesadaran. Hetherington & Parke (Desviyanti, 2005) menambahkan bahwa seorang anak yang mampu meregulasi dirinya yang dalam hal ini terkait dalam regulasi emosi, maka ia akan mengetahui dan memahami perilaku seperti apa yang diterima oleh orangtua dan lingkungannya. Dengan demikian remaja yang sudah terbiasa mendapat gaya pengasuhan autoritatif yang bersifat supportif, fleksibel dan memberi kesempatan kepada anak atau remaja untuk berkembang, maka remaja tersebut akan dapat menerapkan peraturan-peraturan secara rasional dan

6 mendorong mereka untuk ikut terlibat dalam membuat peraturan dan melaksanakan peraturan dengan penuh kesadaran, termasuk kesadaran untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi ujian. Dengan demikian apabila remaja tersebut sudah mempersiapkan diri sedemikian rupa dalam menghadapi ujian maka remaja tersebut tidak akan mengalami kecemasan, tetapi justru akan merasa penuh percaya diri dalam mengerjakan soal-soal ujian sehingga diharapkan remaja tersebut juga akan memperoleh nilai ujian yang bagus karena dapat mengerjakannya dengan baik dan diharapkan dapat terhindar dari perilaku mencontek. Namun gaya pengasuhan yang diberikan orang tua kepada anak sedikit banyak akan tergantung pada persepsi anak, dalam hal ini remaja. Apabila orang tua sudah meyakini bahwa yang diterapkan adalah gaya pengasuhan demokratis misalnya, namun bisa saja anak mengartikan bahwa praktek pengasuhan yang dilakukan orang tua merupakan gaya pengasuhan mengekang atau otoriter. Berdasarkan uraian diatas maka penulis merumuskan permasalahan: Apakah ada hubungan antara persepsi terhadap gaya pengasuhan authoritative dengan regulasi emosi dalam menghadapi ujian pada remaja? Mengacu dari rumusan masalah tersebut peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: Hubungan antara persepsi terhadap gaya pengasuhan authoritative dengan regulasi emosi dalam menghadapi ujian pada remaja. B. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap gaya pengasuhan authoritative dengan regulasi emosi dalam menghadapi ujian pada remaja.

7 2. Untuk mengetahui tingkat regulasi emosi dalam menghadapi ujian pada remaja. C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis yakni pada: a. guru atau dosen, bahwa penelitian ini dapat memberikan masukan tentang pentingnya regulasi emosi kaitannya dengan gaya pengasuhan yang tepat bagi remaja sehingga regulasi emosi remaja juga menjadi baik saat menghadapi ujian. b. Remaja, bahwa penelitian ini dapat dapat memberikan masukan tentang pentingnya meregulasi emosi yang baik. 2. Manfaat teoritis yakni pada ilmuwan bahwa penelitian ini memberikan informasi dan sumbangan informasi khususnya yang berkaitan dengan persepsi terhadap gaya pengasuhan authoritative dengan regulasi emosi dalam menghadapi ujian pada remaja.