ASPEK SOSIAL DAN EKONOMI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O14

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. berlangsung dalam jangka panjang (Suryana:2000).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) SEKADAU TAHUN 2014

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya dan lingkungan serta

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU

Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya (tahun) sekolah formal yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa me

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Maluku Utara Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan membangunan ekonomi setiap negara adalah tercapainya. pembangunan ekonomi yang adil dan merata. Pembangunan ekonomi adalah

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BANTEN TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI NTB TAHUN 2016

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri, oleh sebab itu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, JUMLAH TENAGA KERJA, DAN INFLASI TERHADAP KEMISKINAN DI KOTA SURAKARTA TAHUN

KONDISI EKONOMI KOTA TASIKMALAYA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI GORONTALO 2015

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat. provinsi NTB mencapai ,15 km 2.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu.

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI RIAU SEBESAR 71,20

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang berkaitan dengan yang akan diteliti.

Katalog BPS :

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) D.I. Yogyakarta TAHUN 2016 TERUS MENINGKAT

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. bawah garis kemiskinan (poverty line), kurangnya tingkat pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Kesempatan kerja merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi.

Kemiskinan sangat identik dengan beberapa variabel berikut ini:

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) BENGKULU TAHUN 2015

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014


PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEBESAR 73,75

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN

BERITA RESMI STATISTIK

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

TABEL MATRIK REALISASI CAPAIAN KINERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH YANG TERKAIT LANGSUNG DENGAN TARGET RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN

PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

BPS KABUPATEN EMPAT LAWANG. Pembangunan manusia didefinisikan sebagai proses perluasan pilihan bagi penduduk

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder rangkai waktu (Time


Transkripsi:

ASPEK SOSIAL DAN EKONOMI PROVINSI JAWA BARAT PERIODE 2013 2017 Tim Penyusun Kepala Bidang Statistik Kepala Seksi Pengolahan dan Analisis Data Cony Trijulianto, S.T Indra Fajar Permana,S.E Bidang Statistik Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Barat 2018 i

Pengarah : Kepala DISKOMINFO PROVINSI JAWA BARAT Dr. Hening Widiatmoko, MA Penanggung Jawab : Kepala Bidang Statistik Drs. Hj. Kiagus Denny Sofian, M.Si Penulis & Editor : Dr. Hj. Widhy Kurniatun, ST, M.Si Indra Fajar Permana, S.E Layout : Muhammad Rifqy Multahada, S.Ds Cony Trijulianto, ST Sumber Data : BPS RI BPS Jabar Cetakan Buku : Tahun 2018 i

SAMBUTAN KEPALA DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PROVINSI JAWA BARAT Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, telah tersusun buku Aspek Sosial Dan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Periode 2013-2017 sebagai salah satu produk Bidang Statistik Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Barat tahun 2018. Buku analisis ini sebagai bahan informasi untuk dimanfaatkan berbagai pihak terkait aspek sosial dan ekonomi Jawa Barat: Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), Tingkat Kemiskinan, Ketimpangan Ekonomi, Kependudukan, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terutama dalam merumuskan kebijakan dan perencanaan pembangunan di Jawa Barat. Bidang Statistik pada Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Barat yang secara definitif di lembagakan tahun 2018 memiliki tugas mengolah dan analisis data statistik sektoral yang sebelumnya dikelola oleh BAPPEDA Provinsi Jawa Barat. Sesuai amanat undang-undang 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah ditunjuk sebagai penyedia data atau wali data daerah yang bertugas untuk mengindentifikasi, mengkompilasi, mengolah, menganalisis dan menyajikan data yang dimiliki dan tersebar diseluruh perangkat daerah serta mengatur mekanisme kerja agar data yang diperoleh dipastikan ii

sudah melalui tahapan validasi sehingga hasilnya dapat dipertanggung jawabkan, akurat, dan sudah bisa di publikasi. Buku analisis Aspek Sosial dan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Periode 2013-2017 memberikan gambaran mengenai kondisi Sosial dan Ekonomi di Jawa Barat. Akhirnya, diharapkan buku ini dapat menjadi referensi berbagai pihak untuk penyelesaian permasalahan terkait sosial dan ekonomi di Jawa Barat. Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian buku analisis ini. Semoga Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa memberkati dan meridhoi setiap ikhtiar yang kita lakukan. Bandung, November 2018 KEPALA DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PROVINSI JAWA BARAT Dr. HENING WIDIATMOKO, M.A NIP.19640831 199203 1 008 iii

KATA PENGANTAR Ucapan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat karunia dan kesempatan yang diberikan oleh-nya kami dapat menyelesaikan tulisan analisis data mengenai Aspek Sosial Ekonomi Provinsi Jawa Barat periode 2013-2017. Tulisan analisis data ini mengupas Jawa Barat dari aspek sosial dan ekonomi seperti Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), Tingkat Kemiskinan, Ketimpangan Ekonomi, Kependudukan, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Tulisan ini menggunakan data-data yang tersedia di Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat dan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. Lingkup observasi dalam tulisan analisis data ini adalah Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten/Kota di Jawa Barat selama periode 2013 2017. iv

Hasil tulisan analisis data ini dapat memberikan gambaran mengenai kondisi Sosial dan Ekonomi di Jawa Barat. Diharapkan hasil tulisan ini dapat digunakan sebagai informasi, saran dan bahan rekomendasi untuk perumusan kebijakan bagi pemerintah Jawa Barat khususnya dan semua stakeholder pada umumnya. Bandung, November 2018 Kepala Bidang Statistik Drs.H.KIAGUS DENNY SOFIAN,M.Si NIP.19610329 1987031 006 Pembina Tingkat I (IV/b) v

DAFTAR ISI SAMBUTAN...ii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... vii 1. Aspek Ekonomi Provinsi Jawa Barat... 1 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)... 1 1.2 Tingkat Kemiskinan... 3 1.3 Ketimpangan Ekonomi... 8 2. Aspek Sosial Provinsi Jawa Barat... 10 2.1 Jumlah Penduduk... 10 2.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran... 12 2.3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)... 14 3. Kesimpulan... 21 DAFTAR PUSTAKA... 22 vi

DAFTAR TABEL Tabel 1. 1 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Provinsi Jawa Barat tahun 2013-2017...2 Tabel 1. 2 Tingkat Kemiskinan dan Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Barat...7 Tabel 1. 3 Tingkat Ketimpangan Ekonomi Provinsi Jawa Barat9 Tabel 2. 1 Jumlah Penduduk Provinsi Jawa Barat Tahun 2013 2017... 10 Tabel 2. 2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Provinsi Jawa Barat tahun 2013 2017...13 Tabel 2. 3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya di...19 vii

1. Aspek Ekonomi Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat dalam kurun waktu tahun 20132017 mengalami perkembangan di dalam aspek sosial dan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dalam ulasan informasi yang berisi deskripsi statistik mengenai kondisi sosial dan ekonomi di Provinsi Jawa Barat dengan menggunakan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat dan beberapa lainnya dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. Berikut ini adalah fakta fakta yang mencakup aspek perekonomian, seperti Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), Tingkat Kemiskinan, dan Ketimpangan Ekonomi. 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) dapat dihitung dengan menggunakan besarnya perubahan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu daerah setelah menghilangkan nilai PDRB dari faktor inflasi, atau menggunakan nilai PDRB berdasarkan harga konstan pada tahun tertentu (seperti tahun 2000 atau tahun 2010 di Indonesia). Terdapat tiga pendekatan untuk menghitung PDRB, yaitu pendekatan pengeluaran pelaku 1

ekonomi, pendapatan, dan nilai tambah atas produksi atau berdasarkan nilai tambah lapangan usaha. Nilai yang dihasilkan dari setiap pendekatan adalah sama. Berikut ini adalah tabel 1.1 yang menunjukkan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Provinsi Jawa Barat pada periode tahun 2013 2017. Tabel 1. 1 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2017 Berdasarkan Dua Pendekatan Tahun Lapangan Usaha (%) Pengeluaran (%) 2013 2014 2015 2016 6.33 5.09 5.04 5.67 6.33 5.09 5.04 5.67 2017 5.19 5.19 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat, 2018 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Provinsi Jawa Barat selama periode 2013 2017 mengalami fluktuasi di kisaran antara 5-6.5%. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) pada tahun 2017 sedikit lebih lambat daripada tahun 2

2013 dan tahun 2016, namun lebih baik daripada tahun 2014 dan tahun 2015. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) berdasarkan dua pendekatan tersebut menunjukkan besaran yang sama. 1.2 Tingkat Kemiskinan Definisi mengenai kemiskinan sangat beragam dan sering dikaitkan dengan aspek ekonomi. Kemiskinan dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang pengukuran, kemiskinan dibedakan menjadi dua yaitu kemiskinan absolut dan relatif. Kedua dari sudut pandang penyebab, kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi kemiskinan alamiah dan struktural. Agar program pengentasan kemiskinan dapat berjalan efektif maka harus ada kejelasan mengenai kriteria siapa atau kelompok masyarakat mana yang masuk dalam kategori miskin dan menjadi sasaran program. Selain itu penyebab kemiskinan di masing-masing komunitas dan daerah atau wilayah harus dipahami secara tepat. Karena penyebab ini tidak lepas dari adanya pengaruh nilai-nilai lokal yang melingkupi kehidupan masyarakatnya. Ukuran kemiskinan dilihat dari tingkat pendapatan dapat dikelompokkan menjadi kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif (Kartasasmita, 1996). Seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila 3

pendapatannya lebih rendah dari garis kemiskinan absolut atau dengan istilah lain jumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum. Kemiskinan relatif adalah keadaan perbandingan antara kelompok pendapatan dalam masyarakat, yaitu antara kelompok yang mungkin tidak miskin karena mempunyai tingkat pendapatan yang lebih tinggi dari garis kemiskinan dan kelompok masyarakat yang relative lebih kaya. Ukuran garis kemiskinan yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan pendekatan kemiskinan absolut mengacu pada definisi kemiskinan oleh (Sayogyo, 2000). Diukur dengan menghitung jumlah penduduk yang memiliki pendapatan per kapita yang tidak mencukupi untuk mengkonsumsi barang dan jasa yang nilainya ekuivalen dengan 20 kg beras perkapita per bulan untuk daerah pedesaan, dan 30 kg beras untuk daerah perkotaan. Standar kecukupan pangan dihitung setara 2.100 kilo kalori per kapita per hari ditambah dengan pengeluaran untuk kebutuhan non makanan (perumahan, pakaian,serta berbagai barang dan jasa). Lebih lanjut Sumitro Djojohadikusumo (1995), menjelaskan bahwa pola kemiskinan jika dilihat dari faktor penyebabnya dapat dibedakan menjadi persistent poverty, cyclical poverty, seasonal poverty, dan accidental poverty. Pola pertama, persistent poverty adalah 4

kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun. Daerah yang penduduknya tergolong miskin umumnya merupakan daerah-daerah yang kritis sumber daya alam atau daerahnya terisolasi, sehingga tidak memiliki akses jalan dan transportasi dengan daerah lainnya. Pola kedua, yakni cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan. Pola ketiga, seasonal poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti sering ditemukan pada masyarakat yang mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan dan buruh pada pertanian tanaman pangan. Pola keempat, accidental poverty, yakni kemiskinan dikarenakan adanya bencana alam atau dampak dari adanya suatu kebijakan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Sementara faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kemiskinan menurut World Bank (2000) salah satunya adalah pendidikan. Hal ini berkaitan dengan mahalnya biaya pendidikan, walaupun pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan berupa dana BOS namun komponen biaya pendidikan lain yang harus dikeluarkan masih cukup tinggi, seperti uang buku dan seragam sekolah. 5

Di sisi lain tingkat kemiskinan menunjukkan persentase jumlah penduduk miskin terhadap keseluruhan populasi. Jumlah penduduk miskin dapat ditentukan dengan menghitung jumlah penduduk yang memiliki pengeluaran perbulan dibawah Garis Kemiskinan. Miskin menurut Badan Pusat Statistik adalah kemampuan memenuhi kebutuhan pokok makanan dan non makanan. Garis Kemiskinan menunjukkan besarnya pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti makanan dan non makanan setiap bulan oleh penduduk suatu wilayah. Secara sederhana, tingkat kemiskinan adalah persentase penduduk yang memiliki pengeluaran perbulan di bawah Garis Kemiskinan. Tabel 1.2 di bawah ini menunjukkan Tingkat Kemiskinan dan Garis Kemiskinan di Provinsi Jawa Barat dalam periode waktu 2013 2017. 6

Tabel 1. 2 Tingkat Kemiskinan dan Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2017 Tahun 2013 2014 2015 2016 2017 Tingkat Kemiskinan (% Populasi Penduduk) 8.69 (perkotaan) 11.42 (pedesaan) 8.32 (perkotaan) 10.88 (pedesaan) 8.58 (perkotaan) 11.61 (pedesaan) 7.55 (perkotaan) 11.72 (pedesaan) 6.76 (perkotaan) 10.77 (pedesaan) Garis Kemiskinan (Pengeluaran Rp/bulan) 281 189 (perkotaan) 268 251 (pedesaan) 294 700 (perkotaan) 285 076 (pedesaan) 318 297 (perkotaan) 319 228 (pedesaan) 332 145 (perkotaan) 331 237 (pedesaan) 354 866 (perkotaan) 353 103 (pedesaan) Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat, 2018 Secara garis besar, dari tahun 2013 hingga 2017 tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan sebesar 1.93 basis poin di perkotaan dan penurunan 0.65 basis poin di pedesaan. Selain itu, garis kemiskinan di Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan, sebesar Rp 73.677,- di perkotaan dan Rp 84.852.- di pedesaan, pada periode yang sama. 7

Meningkatnya garis kemiskinan menunjukkan bahwa standar penentuan masyarakat dikategorikan sebagai miskin semakin tinggi dan semakin besar peluang seseorang dikategorikan sebagai masyarakat miskin. 1.3 Ketimpangan Ekonomi Tingkat Ketimpangan Ekonomi dapat diukur dengan menggunakan Indeks Gini atau Rasio Gini atau Koefisien Gini, yang merupakan perhitungan mengenai besarnya pemerataan distribusi pendapatan suatu populasi. Koefisien Gini merupakan ukuran ketimpangan agregat yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna). Pada praktiknya Koefisien Gini untuk Negara-negara yang derajat ketimpangannya tinggi berkisar antara 0,50-0,70, ketimpangan sedang berkisar antara 0,36-0,49 sedangkan untuk negara-negara yang distribusi pendapatannya relatif merata angkanya berkisar antara 0,20-0,35 (Todaro & Smith, 2004). Jika mendekati 1, artinya distribusi pendapatan suatu masyarakat sangat tidak merata, dalam hal ini sejumlah kecil kelompok masyarakat menguasai sebagian besar total pendapatan masyarakat. Akan tetapi, kondisi distribusi pendapatan berada dalam kondisi yang merata 8

apabila nilainya mendekati 0, artinya jumlah pendapatan yang dimiliki setiap kelompok masyarakat adalah sama. Nilai Koefisien Gini juga diukur untuk mengetahui derajat ketimpangan di Provinsi Jawa Barat. Berikut Tabel 1.3 menunjukkan tingkat ketimpangan ekonomi di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2013-2017. Tabel 1. 3 Tingkat Ketimpangan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Periode 2013-2017 Tahun 2013 2014 2015 2016 2017 Tingkat Ketimpangan Ekonomi (Indeks Gini) 0.406 0.398 0.426 0.402 0.393 Sumber: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, 2018 Berdasarkan data pada tabel 1.3, terlihat bahwa Tingkat Ketimpangan Ekonomi mengalami penurunan sebesar 0.013 poin dari tahun 2013 ke tahun 2017, meskipun terjadi peningkatan dari tahun 2014 ke tahun 2015. Secara sederhana, distribusi pendapatan pada periode tersebut semakin merata karena Tingkat Ketimpangan Ekonomi semakin menjauhi nilai 1. 9

2. Aspek Sosial Provinsi Jawa Barat Pada bagian ini, akan dipaparkan fakta fakta kondisi Provinsi Jawa Barat mengenai aspek kependudukan, seperti Jumlah Penduduk, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Pengangguran dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). 2.1 Jumlah Penduduk Pada tahun 2015, jumlah penduduk di provinsi Jawa Barat adalah tertinggi dibanding provinsi manapun di Indonesia dengan persentase sebesar 18.28 % dari total keseluruhan penduduk di Indonesia. Menurut proyeksi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, pada periode 2013 hingga 2017, jumlah penduduk di Provinsi Jawa Barat konsisten berada di kisaran 45-48.1 juta jiwa. Tabel 2.1 berikut ini memperlihatkan kondisi jumlah penduduk di Provinsi Jawa Barat pada periode 2013-2017. 10

Tabel 2. 1 Jumlah Penduduk Provinsi Jawa Barat Tahun 2013 2017 Tahun Pertumbuhan (%) 2013 Jumlah Penduduk (orang) 45340799 2014 46029668 1.52 2015 46709569 1.48 2016 47379389 1.43 2017 48037827 1.39 1.56 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat, 2018 Berdasarkan tabel 2.1, meskipun Jumlah Penduduk Provinsi Jawa Barat terus meningkat, namun besaran Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) di Provinsi Jawa Barat terus mengalami penurunan sejak tahun 2013. Besaran pertumbuhan pada tahun 2013 lebih tinggi sebesar 0.17 basis poin dibanding tahun 2017. 11

2.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah persentase penduduk berusia antara 15 64 tahun yang aktif dalam kegiatan ekonomi, seperti bekerja atau mencari kerja. Penduduk yang berada di usia antara 15 64 tahun namun sedang bersekolah, menjadi ibu rumah tangga, pensiun atau berhenti mencari kerja sama sekali tidak tergolong ke dalam angkatan kerja. Sedangkan pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya (Sukirno, 2000). Seseorang yang tidak bekerja, tetapi tidak secara aktif mencari pekerjaan tidak tergolong sebagai penganggur. Pengangguran dapat terjadi disebabkan oleh ketidakseimbangan di pasar tenaga kerja. Hal ini menunjukkan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan melebihi jumlah tenaga kerja yang diminta. Tabel 2.2 berikut ini memperlihatkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan tingkat pengangguran di Provinsi Jawa Barat pada periode 2013 2017. 12

Tabel 2. 2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Provinsi Jawa Barat Tahun 2013 2017 Tahun 2013 2014 2015 2016 2017 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 62.82 62.77 60.34 60.65 63.34 Tingkat Pengangguran (%) 9.16 8.45 8.72 8.89 8.22 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat, 2018 Pada tabel 2.2 di atas terlihat bahwa TPAK mengalami peningkatan dari tahun 2013 ke tahun 2017 sebesar 0.52 basis poin. Hal ini bisa saja terjadi jika penduduk yang berada di usia 15 64 tahun berpindah status dari yang semula sebagai pelaku tidak aktif kegiatan ekonomi menjadi penduduk yang aktif dalam kegiatan ekonomi, seperti PNS yang melanjutkan sekolah atau ibu rumah tangga yang memutuskan untuk menjadi pekerja. Dalam kurun waktu 2013-2017, tingkat pengangguran Provinsi Jawa Barat ternyata juga mengalami penurunan dengan besarnya penurunan 13

adalah 0.94 basis poin. Berdasarkan data dari Tabel 2.2, peningkatan TPAK berbanding terbalik dengan penurunan Tingkat Pengangguran di Provinsi Jawa Barat. 2.3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diperkenalkan pertama kali oleh UNDP pada tahun 1990. Indonesia sendiri mulai menghitung IPM sejak tahun 1996 hingga sekarang. Ada tiga dimensi pembentuk IPM yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak. Pada tahun 2010 UNDP melakukan penyempurnaan dalam penghitungan IPM dengan merubah indikator yaitu dengan menggunakan komponen Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH), Ratarata Lama Sekolah (RLS), Harapan Lama Sekolah (HLS), dan Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita sedangkan BPS dalam menghitung standar hidup layak menggunakan rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan dengan paritas daya beli (purcashing power parity). Komponen-komponen yang digunakan untuk membentuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah: 14

a) Indeks Kesehatan Indeks kesehatan merupakan indeks yang terdiri dari Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH), yaitu rata-rata perkiraan banyak tahun yang ditempuh oleh seseorang selama hidup. Indeks harapan hidup dihitung dengan menghitung nilai maksimum dan nilai minimum harapan hidup sesuai standar UNDP, yaitu angka tertinggi sebagai batas atas untuk perhitungan indeks dipakai 85 tahun dan terendah adalah 20 tahun. Indeks kesehatan dihitung dengan cara sebagai berikut: b) Indeks Pendidikan Ada dua indikator yang digunakan untuk menghitung indeks pendidikan, yaitu Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Harapan Lama Sekolah adalah perhitungan lamanya jumlah waktu sekolah (dalam tahun) yang akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu dimasa mendatang. Harapan lama sekolah dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun ke atas. Indikator harapan lama sekolah digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan diberbagai jenjang yang ditunjukan dalam lamanya pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan dapat 15

ditempuh oleh setiap anak. Sesuai dengan standar dari UNDP harapan lama sekolah memiliki batas maksimum 18 tahun dan batas minimum sebesar 0 tahun. Komponen HLS dihitung dengan cara sebagai berikut: Sedangkan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) adalah perhitungan jumlah tahun yang digunakan penduduk usia 25 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal. Sesuai dengan standar dari UNDP Rata-rata Lama Sekolah (RLS) memiliki batas maksimum 15 tahun dan batas minimum sebesar 0 tahun. Komponen RLS dihitung dengan cara sebagai berikut: Sedangkan indeks pendidikan diperoleh dari gabungan Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Indeks Pendidikan dihitung dengan cara sebagai berikut: c) Indeks Pengeluaran Indeks pengeluran digunakan untuk mengukur kualitas hidup layak. Standar hidup layak adalah tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai 16

dampak semakin membaiknya ekonomi. UNDP mengukur standar hidup layak menggunakan Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita yang disesuaikan, sedangkan BPS dalam menghitung standar hidup layak menggunakan rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan dengan paritas daya beli (purcashing power parity). Penghitungan paritas daya beli dilakukan berdasarkan 96 komoditas kebutuhan. Untuk menghitung paritas daya beli (purcashing power parity) digunakan rumus sebagai berikut: Keterangan : PPPj : paritas daya beli wilayah j Pij : harga komoditas i di kabupaten/kota j Pik : harga komoditas i di kabupaten/kota k m : jumlah komoditas Dalam penghitungan standar hidup layak BPS menggunakan rumus sebagai berikut: Untuk menghitung nilai IPM berdasarkan komponenkomponen diatas menggunakan rumus sebagai berikut: 17

Keterangan: IPM = Indeks Pembangunan Manusia 𝐼"#$#%&'&( = Indeks Kesehatan (dihitung dari AHH) 𝐼)#(*+*+"&( = Indeks Pendidikan (dihitung dari HLS dan RLS) 𝐼)#(,#-.&/&( = Indeks Pengeluaran (dihitung dari Pengeluaran per Kapita) Menurut BPS pembangunan manusia dikelompokkan menjadi 4 kategori yaitu: 1) Kelompok Sangat Tinggi : IPM 80 2) Kelompok Tinggi : 70 IPM < 80 3) Kelompok Sedang : 60 IPM < 70 4) Kelompok Rendah : IPM < 60 Nilai IPM Nilai IPM menunjukan seberapa tingkat keberhasilan pembangunan manusia disuatu wilayah atau negara. IPM dapat digunakan menjadi salah satu tolak ukur apakah suatu negara termasuk negara maju, negara berkembang ataupun negara terbelakang. Selain itu IPM juga dapat digunakan untuk mengukur pengaruh dari kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat suatu Negara. Sama halnya di 18

Provinsi Jawa Barat, Tabel 2.3 berikut ini Angka IPM dihitung berdasarkan metode baru yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2014. Tabel 2. 3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya di Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2017 Tahun Angka Harapan Hidup (tahun) Harapan Lama Sekolah (tahun) 2013 2014 2015 2016 2017 68.84 72.09 72.41 72.44 72.47 11.81 12.08 12.15 12.30 12.42 Rata-Rata Lama Sekolah (tahun) 7.58 7.71 7.86 7.95 8.14 Pengeluaran Per Kapita (Rp/hari) Indeks Pembangunan Manusia (poin) 9412.3 9447.16 9778 10035 10285 68.25 68.80 69.50 70.05 70.69 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat, 2018 Berdasarkan tabel 2.3, Angka Harapan Hidup (AHH) Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan selama periode 2013-2017 sebesar 3.63 tahun. Selain itu, besaran peningkatan Harapan Lama Sekolah (HLS) antara tahun 2013 dan tahun 2017 adalah sebesar 0.61 tahun. Peningkatan untuk komponen Rata-rata Lama Sekolah 19

(RLS) antara tahun 2013-2017 adalah sebesar 0.56 tahun. Pada periode tersebut juga terjadi peningkatan pengeluaran perkapita masyarakat sebesar Rp 872,7/hari. Terlihat pula Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta komponen-komponennya terus mengalami peningkatan setiap tahunnya selama periode 2013 2017. 20

3. Kesimpulan v Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) di Provinsi Jawa Barat selama periode 2013-2017 menunjukkan perlambatan, namun terjadi penurunan Tingkat Pengangguran, Tingkat Kemiskinan, dan Tingkat Ketimpangan Ekonomi. v Pada periode 2013-2017, kualitas hidup masyarakat Provinsi Jawa Barat yang diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun Rata-rata Lama Sekolah (RLS) masih di bawah 8 tahun atau setara kelas 2 Sekolah Menengah Pertama (SMP). 21

DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.(2018). Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Jawa Barat 2013-2017. Bandung: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.(2018). Jumlah Penduduk Provinsi Jawa Barat 2013-2017. Bandung: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.(2018). Laju Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat 2013-2017. Bandung: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.(2018). Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Provinsi Jawa Barat 20132017. Bandung: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.(2018). Tingkat Kemiskinan dan Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Barat 2013-2017. Jakarta Pusat: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.(2018). Tingkat Ketimpangan Ekonomi Provinsi Jawa Barat 2013-2017. Jakarta Pusat: Badan Pusat Statistik. Kartasasmita, G. (1996). Pembangunan Untuk Rakyat; Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta: CIDES. 22

Nurwati, N. (2008). Kemiskinan : Model Pengukuran, Permasalahan dan Alternatif Kebijakan. Jurnal Kependudukan Padjadjaran, 10(1), 1-11. Sukirno, S. (2000). Makro Ekonomi Modern, Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesian Baru. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Sumitro, Djojohadikusumo. (1995). Ekonomi Pembangunan. Jakarta: PT Pembangunan Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2004). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga. 23

Tahun242018