BAB V KESIMPULAN Krisis pengungsi yang semakin menjadi setiap tahunnya mendasari adanya perkembangan konsep dan pengertian dari pengungsi itu sendiri. Akibatnya, Refugee Convention 1951 dan Protokol 1967 tidak lagi dapat menjawab pertanyaan dari perkembangan pengungsi yang ada dewasa ini. Perlu digarisbawahi, setelah kita melihat bagaimana latar belakang historis dari Refugee Convention 1951 dan Protokol 1967, dilihat bahwa konteks pengungsi yang diatur sebenarnya untuk menjawab permasalahan pengungsi yang terjadi di masa itu. Memang, pemberlakuan Protokol 1967 menghilangkan batasan waktu dan wilayah dalam menentukan status pengungsi, namun melihat perkembangan pengungsi yang terjadi, perlu adanya perluasan definisi dan konsep atas pengungsi. Refugee Convention 1951 dan Protokol 1967 tidak siap akan perkembangan arus pengungsi yang makin menjadi di era yang baru ini. Seperti yang telah diuraikan dalam Skripsi ini, interpretasi secara kontekstual dan pemberian status terhadap pengungsi berdasarkan Konvensi tersebut bersifat eksplisit dan sulit untuk mencakup pengungsi yang terjadi akibat siatuasi sekarang. Kebutuhan untuk memperluas definisi pengungsi di luar Refugee Covention 1951 dan Protokol 1967 dapat terlihat dari praktik-praktik Negara yang memperluas definisi pengungsi, baik dalam Perjanjian Internasional seperti Konvensi OAU, Deklarasi, seperti Deklarasi Cartagena dan Deklarasi Rio De Janeiro, atau bahkan dalam hukum nasionalnya masing-masing. Walaupun memang, tidak adanya definisi pengungsi yang diterima secara umum sebagai hukum kebiasaan internasional, teteapi praktik Negara tersebut cukup menunjukkan adanya kebutuhan untuk memperluas konsep dari pengungsi. Maka dari itu, apabila dilihat dari definisi yang dicantumkan dari Negara-negara mengenai pengungsi, dapat disimpulkan bahwa definisi pengungsi adalah: I. A person who, owing to a well-founded fear of being subjected to a situation of 94
(1) persecution for reasons of race, religion, nationality, membership of a particular social group or political opinion; (2) torture, inhuman or degrading treatment and/or punishment; (3) Natural disaster or climate change or degradation of environment that may deprive a person to live in their country; and/or (4) a threat to life, security or liberty due to events seriously disturbing public order; that (a) is so widespread that it exists in all parts of the state of origin where the person could flee and also exists in every state the person reached upon leaving his state of origin; and (b) is unable to be cured by credible, reliable and genuine assurances offered by the state of origin, and any other state that the individual previously reached, of the situation not occurring to that individual; and II. Such person is outside the country of his or her nationality of former habitual residence and is unable or, owing to such fear, unwilling to avail himself of the protection of that country or return to it. Kesimpulan tersebut Penulis dasari pada pendapat Worster, 236 dengan menambahkan frasa pengungsi yang mencari suaka karena adanya natural disaster or cimate change or degradation of environment that may deprive a person to live in their country. Sehingga, karena adanya perkembangan definisi tersebut yang bukan lagi mendasarkan pada unsur well-founded fear of persecution saja, tetapi terdapat elemen-elemen lain yang dapat dipertimbangkan untuk pemberian status pengungsi. 236 Lecturer, International Law, The Hague University of Applied Sciences, The Hague, The Netherlands; LL. M. (Adv.) in Public International Law, cum laude, Leiden University, Faculty of Law, Leiden, The Netherlands; J.D., Chicago-Kent College of Law, Illinois Institute of Technology, Chi- cago, Illinois; B.A., Modern European History, University of Kansas, Lawrence, Kansas. The author wishes to thank Maximilian L. Garré for his assistance in locating many of the sources used herein. 95
Adanya perkembangan konsep pengungsi dan perluasan pengertian pengungsi, akhirnya berakibat pada hak and kewajiban Negara, baik Negara Tujuan maupun Negara Transit. Kembali lagi pada tujuan utama dari dibentuknya instrumen internasional mengenai pengungsi, bahwa tujuannya adalah untuk melindungi dan menangani permasalahan pengungsi tersebut yang tidak bisa, tidak mau dan tidak dapat belindung pada pemerintahan Negara Asalnya. Sehingga, memang sudah dari zaman pasca Perang Dunia ke-1, adanya kerja sama internasional dengan dibuatnya instrumen internasional untuk menangani permasalahan pengungsi yang melahirkan hak dan kewajiban bagi Negara. Namun, dengan berkembangnya definisi pengungsi, maka berkembang pula hak dan kewajiban Negara terhadap pengungsi. Misalnya, yang tadinya orang yang mencari suaka karena bencana alam tidak mendapat status pengungsi dan tidak mendapatkan perlindungan sebagai pengungsi, akibat adanya perkembangan definisi pengungsi, Negara Tujuan dan Negara Transit memiliki hak dan kewajiban terhadap orang yang mencari suka karena bencana alam tersebut. Permasalahan pengungsi sekarang sudah lagi bukan pemasalahan yang ditanggung oleh Negara Tujuan saja yang notabene merupakan Negara maju anggota Refugee Convention 1951 dan Protokol 1967, melainkan juga merupakan tanggung jawab Negara Transit yang kebanyakan bukan merupakan Negara anggota Konvensi. Tanggung jawab bersama antarnegara tersebut dituangkan berdasarkan prinsip shared-responsibilities. Namun, berdasarkan uraian Skripsi ini, terlihat bagaimana Negara memiliki kepentingan masing-masing, di mana mereka ingin menjunjung tinggi pemenuhan HAM, namun membatasi jumlah pengungsi yang masuk ke wilayah negaranya, seolah-olah terjadi adanya shifted obligations dari Negara Tujuan ke Negara Transit. Permasalahan itulah yang menunjukkan bahwa masih belum ada kejelasan mengenai hak dan kewajiban Negara Tujuan dan Negara Transit dalam menangani pengungsi. Hal tersebut juga dapat terlihat bagaimana seolah-olah Negara Transit memiliki hak dan kewajiban pemenuhan Ham yang sama. Walaupun, hal tersebut benar, namun, perlu adanya kejelasan mengenai apa yang sebenarnya dimaksud dalam shared-responsibility yang sudah mulai dicanangkan beberapa Negara dalam kancah internasional. Namun, terlihat 96
bahwa masih sulit untuk melakukan pembagian tanggung jawab dengan prinsip equitable burden and responsibility karena masih belum diterimanya konsep Negara Transit dalam komunitas internasional mengenai permasalahan pengungsi, padahal, menurut hemat Penulis, dengan memberikan kejelasan posisi antara Negara Transit dan Negara Tujuan, akan mempermudah pembagian tanggung jawab dalam menangani permasalahan pengungsi. 97
DAFTAR PUSTAKA Perjanjian Internasional Convention Relating to the Status of Refugees (28 July 1951) 189 UNTS 137 International Covenant on Civil and Political Rights (adopted 16 December 1966, entered into force 23 March 1976) 999 UNTS 171 International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (adopted on 16 December 1966, entered into force 3 January 1976) 993 UNTS Universal Declaration of Human Rights (10 December 1948) 217 A (III) UN General Assembly, Protocol Relating to the Status of Refugees, 31 January 1967, United Nations, Treaty Series, vol. 606 Vienna Convention on the Law of Treaties (adopted 23 May 1969, entered into force 27 January 1980) 1155 UNTS 331 Buku Andreas Zimmermann and others (eds), The 1951 Convention elating to the Status of Refugees and Its 1967 protocol (a commentary) (Oxford University Press 2011) Hollis D (ed), Oxford Guide to Treaties (1st edn, Oxford University Press 2012) Schachter O, International Law in Theory and Practice (Martinus Nijhoff Publishers/Kluwer1991) Shaw M, International Law (6th ed., Cambridge University Press, 2008) UNHCR, Handbook and Guidelines on Procedures and Criteria for Determining Refugee Status under the 1951 Convention and the 1967 Protocol Relating to the Status of Refugees (1992) HCR/1P/4/ENG/REV.1 Reedited Wolfrum R (ed), Max Planck Encyclopedia of Public International Law (2010) 98
Jurnal Bacaian L, The Protection of Refugees and Their Right to Seek Asylum in the European Union (2011) 70 Institut Européen De L université De Genève Blocher J and Gulati M, Competing for Refugees: A Market-Based Solution to A Humanitarian Crisis (2016) Colum.Hum.Rts.L.Rev. Garry H, The Right to Compensation and Refugee Flows: A Preventative Mechanism in International Law? (1998) 10(1/2) Int l J. Refugee L. 97 Giustiani F, The Obligations of the State of Origin of Refugees: an Appraisal of a Traditionally neglected Issue (2015) 30 Conn. J. Int l 171 Hesselman M, Sharing International Responsibility for Poor Migrants: An Analysis of Extra- territorial Socio-Economic Human Rights Law (2013) 15(2) European Journal of Social Security 187 Kazimierz Bem, The Coming of a Blank Cheque - Europe, the 1951 Convention, and the 1967 Protocol (2004) 16(4) International Journal of Refugee Law 609 Kritzman-Amir L, Not on My Backyard: On the Morality of Responsibility Sharing in Refugee Law (2009) 34(2) BJIL 355 Lee L, The Right to Compensation: Refugees and Countries of Asylum (1986) 80(3) AJIL 532 Worster W, 'The Evolving Definition of Refugee under Contemporary International Law' (2012) 30(1) Berk J.Intl L 94 99
Zawacki B Defining Myanmar s Rohingya Problem (2013) 20(3) Human Rights Brief Dokumen Perserikatan Bangsa-Bangsa United Nations Committee on Economic, Social and Cultural Rights (UNCESCR) General Comment 12 in The Right to Adequate Food (1999) E/C.12/1999/5 UNCESCR General Comment 3 in The Nature of States Parties' Obligations (14 December 1990) E/1991/23 UNCESCR General Comment 15 in The Right to Water (20 January 2003) E/C.12/2002/11 UNCESCR General Comment 21 in Right of everyone to take part in cultural life (21 December 2009) E/C.12/GC/21 UNHCR Brasilia Declaration on the Protection of Refugees and Stateless Persons in the Americas (11 November 2010) UNGA Torture and other cruel, inhuman or degrading treatment or punishment (30 August 2005) A/60/316 United Nations High Commissioner for Refugee (UNHCR) Interpreting Article 1 of the 1951 Convention Relating to the Status of Refugees (2001) UNHCR Handbook and Guidelines on Procedures and Criteria for Determining Refugee Status under the 1951 Convention and the 1967 Protocol Relating to the Status of Refugees (1992) HCR/1P/4/ENG/REV.1 Reedited 100
Lain-lain Fox News, Suspect in Canada terror attack is Somali refugee, police say [2 Oktober 2017] diakses Oktober 2017 < http://www.foxnews.com/world/2017/10/01/terrorism-suspected-in-edmontonattack-that-leaves-5-injured.html> Millbank A, 'The Problem with 1951 Refugee Convention' [2000] <http://www.aph.gov.au/about_parliament/parliamentary_departments/parlia mentary_library/ pubs/rp/rp0001/01rp05> accessed 4 November 2016 Murdoch, Lindsay People smugglers pounce on fleeing Rohingya, charging a fortune for passage to Bangladesh [Sydney Morning Herald, 5 Oktober 2017] diakses Oktober 2017 < http://www.smh.com.au/world/people-smugglers- pounce-on-fleeing-rohingya-charging-a-fortune-for-passage-to-bangladesh- 20171005-gyupfm.html> Windfuhr M, Water for Food: a Human Rights Obligation (German Institute for Human Rights, 2013) Immigration and Refugee Board of Canada, Nepal: Situation of Tibetan refugees and those not recognized as refugees; including legal rights and living conditions (1995-1999) NPL33157.EX (22 December 1999) United States Committee for Refugees and Immigrants, World Refugee Survey 2009-Thailand (17 June 2009) <http://www.refworld.org/docid/4a40d2b4c.html> accessed 20 December 2016 101
102