BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang mengalami pertumbuhan tidak normal dan cepat, yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak terkendali dan memiliki kemampuan untuk menyerang jaringan biologis lainnya. Kanker bukanlah penyakit yang menular, namun menjadi masalah kesehatan yang serius di belahan dunia manapun termasuk di Indonesia (Diandana, 2009; Hawari, 2004). Kanker merupakan suatu penyakit yang kompleks yang diakibatkan oleh banyak faktor. Secara fisiologis, sistem pertumbuhan sel dalam individu diatur oleh suatu sistem keseimbangan, yaitu apoptosis dan proliferasi. Apabila terjadi apoptosis yang berlebih, maka akan mengalami kemunduran fungsi dari suatu sistem organ yang dapat menimbulkan penyakit. Sebaliknya, apabila terjadi proliferasi yang berlebih, maka akan membentuk suatu massa tumor (malignancy) yang akan mengarah pada kanker (Sudiana, 2011). Kanker termasuk penyakit mematikan di dunia, baik pria maupun wanita. 5 jenis kanker penyebab kematian terbesar di dunia pada wanita adalah kanker payudara, leher rahim, kolon, paru-paru, dan lambung (Yaacob, et al., 2010). Kanker payudara merupakan penyakit kanker jenis sarkoma yang sering ditemui pada wanita. National Cancer Institute (NCI) memperkirakan akan ada kasus baru kanker payudara pada wanita sebanyak 232.340 kasus dengan jumlah kematian 39.620 kematian dan sebanyak 22.240 kasus pada laki-laki dengan jumlah kematian 410 kematian pada tahun 2013 di Amerika Serikat (NCI, 2014). Hal ini terjadi hampir di
seluruh dunia termasuk di Indonesia. Insidensi kanker payudara di Indonesia terdapat 26 per 100.000 wanita yang disusul kanker serviks sebanyak 16 per 100.000 wanita. Berdasarkan data tahun 2007 Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS), kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh rumah sakit di Indonesia (Depkes RI, 2013). Kanker payudara merupakan penyebab utama kematian pada wanita yang disebabkan metastasis kanker tersebut (Walker, et al., 1997; Klauber-DeMore, et al., 2001). Penggunaan agen kemoterapi merupakan salah satu pengobatan kanker payudara selain pembedahan, radioterapi, dan terapi hormonal (Jong, 2005). Salah satu agen kemoterapi yang efektif digunakan adalah doksorubisin. Doksorubisin merupakan agen kemoterapi golongan antrasiklin yang memiliki aktivitas antitumor spektrum luas (Wattanapitayakul, et al., 2005). Doksorubisin memiliki efek samping hepatotoksik (Ekowati, et al., 2013) dan kardiotoksik (Arafa, et al., 2005). Penggunaan jangka panjang doksorubisin dapat menyebabkan resistensi karena ekspresi berlebih dari P-glikoprotein (Pgp), yakni protein yang berperan pada pengeluaran obat dari sel, sehingga potensi sitotoksik doksorubisin pada sel kanker akan berkurang (Sarmoko, 2012; Imai, et al., 2005; Wong, et al., 2006). Berdasarkan data National Cancer Institute, efek samping yang dapat terjadi akibat kemoterapi berbasis antrasiklin (doksorubisin) dikelompokkan menjadi mual, muntah, diare, stomatitis, alopesia, rentan terinfeksi, trombositopenia, neuropati, dan myalgia (Partridge, et al., 2001). Timbulnya resistensi ini menjadi kendala utama dalam kemoterapi karena dapat menurunkan sensitivitas sel kanker terhadap agen kemoterapi (Adina, 2009).
Oleh karena itu, perlu dilakukan terapi kombinasi dengan menggunakan agen kemopreventif untuk meningkatkan sensitivitas sel kanker payudara terhadap agen kemoterapi doksorubisin dan meminimalkan efek samping doksorubisin. Akan tetapi, masih langkanya pembuktian penggunaan bahan alami secara ilmiah menimbulkan kekhawatiran apakah alternatif pengobatan tersebut mempunyai dampak positif ataukah justru berdampak negatif. Bahan alami yang ideal digunakan sebagai ko-kemoterapi adalah bahan alami yang berefek sinergis dengan agen kemoterapi, sehingga dosis agen kemoterapi yang dipakai dapat diturunkan sebagai upaya menghindari efek samping serta membantu percepatan penyembuhan kanker (Untung, et al., 2008). Berbagai kendala dan efek samping yang ditimbulkan oleh berbagai pengobatan kanker memotivasi kita sebagai farmasis untuk menciptakan suatu ide pengobatan kanker, khususnya kanker payudara yang memiliki efektifitas tinggi dengan efek samping minimal. Salah satu upaya mengatasi penyakit kanker ini adalah mengembangkan obat dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung senyawa antikanker. Pengembangan obat kanker dari tanaman ini dipandang memiliki beberapa keuntungan, seperti biaya yang lebih murah, mudah didapat, dan efek samping relatif sedikit (Depkes RI, 2008). Tumbuhan bermarga Zanthoxylum tidak menunjukkan adanya efek sitotoksik terhadap sel normal (sel Vero) sehingga berpotensi sebagai obat antikanker yang aman (Da Silva, et al., 2007). Buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) merupakan tanaman khas Sumatera Utara yang termasuk marga dari Zanthoxylum, suku Rutaceae (Suryanto, et al., 2004). Buah andaliman mengandung banyak senyawa yang bersifat antioksidan (Wijaya, 1999; Soedarmadji, et al., 2004). Hasil
uji aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol andaliman (Marwoto, et al., 2004; Tensiska, et al., 2003), ekstrak heksan andaliman (Tensiska, et al., 2003), ekstrak metanol andaliman (Gultom, 2011), ekstrak etilasetat andaliman (Gultom, 2012), minyak atsiri andaliman (Cahyana, 2003), dan senyawa terpenoid andaliman (Wijaya, 1999) terbukti dapat meredam radikal bebas. Uji sitotoksik buah andaliman telah diteliti pada sel MCF-7 dan sel T47D oleh Thaib (2013). Pada sel MCF-7, ekstrak n-heksana buah andaliman (ENBA) memberikan hasil 159,747 µg/ml, ekstrak etilasetat buah andaliman (EEABA) memberikan hasil 136,490 µg/ml, dan ekstrak etanol memberikan hasil 957,499 µg/ml. Pada sel T47D, ENBA memberikan hasil 57,013 µg/ml, EEABA memberikan hasil 52,031 µg/ml, dan ekstrak etanol memberikan hasil 463,231 µg/ml. Ekstrak dinyatakan aktif apabila memberikan nilai IC 50 10 100 µg/ml dan cukup aktif apabila memberikan nilai IC 50 100 500 µg/ml (Weerapreeyakul, et al., 2012). Sel kanker payudara memiliki beberapa jenis untuk diteliti. Banyaknya jenis sel kanker payudara akan memberikan hasil yang berbeda. Salah satu sel kanker payudara yang sering digunakan dalam penelitian adalah sel T47D (human ductal breast epithelial tumor cell line). Sel T47D merupakan continous cell lines yang dikultur dari jaringan epitel duktus payudara seorang wanita berusia 54 tahun. Sel ini dapat ditumbuhkan pada suhu 37ºC secara kontinu, menempel pada dasar flask. Sel T47D sering digunakan dalam penelitian kanker secara in vitro karena mudah penanganannya, memiliki kemampuan replikasi yang tidak terbatas atau cepat pertumbuhannya, memiliki homogenitas yang tinggi dan mudah diganti sel baru yang telah dibekukan jika terjadi kontaminasi (Abcam, 2007). Sel T47D merupakan sel kanker yang mengekspresikan ER (Estrogen Reseptor) positif serta p53 yang telah
termutasi sehingga resisten terhadap mekanisme apoptosis, yaitu suatu mekanisme fisiologis pengurangan sel untuk perbaikan jaringan dan pelepasan sel yang rusak yang dapat membahayakan tubuh (Ruddon, 2007; Junedi, et al., 2010). Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian ini untuk melakukan uji aktivitas antikanker yang terkandung dalam ENBA dan EEABA terhadap sel T47D melalui uji sitotoksik, indeks selektivitas, indeks kombinasi dengan doksorubisin, apoptosis, siklus sel, dan pengujian ekspresi protein. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. apakah ENBA dan EEABA memiliki aktivitas antikanker terhadap sel T47D melalui efek sitotoksik dan nilai indeks selektivitas? b. apakah dapat diketahui konsentrasi optimum kombinasi ENBA dan EEABA dengan agen kemoterapi doksorubisin pada sel T47D? c. apakah kombinasi ENBA dan EEABA dengan agen kemoterapi doksorubisin memiliki aktivitas antikanker terhadap sel T47D melalui penghambatan apoptosis dan siklus sel serta menekan ekspresi protein Bcl-2 dan cox-2? 1.3 Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah: a. ENBA dan EEABA memiliki aktivitas antikanker terhadap sel T47D melalui efek sitotoksik dan nilai indeks selektivitas.
b. konsentrasi optimum kombinasi ENBA dan EEABA dengan agen kemoterapi doksorubisin pada sel T47D dapat diketahui. c. kombinasi ENBA dan EEABA dengan agen kemoterapi doksorubisin memiliki aktivitas antikanker terhadap sel T47D melalui penghambatan apoptosis dan siklus sel serta menekan ekspresi protein Bcl-2 dan cox-2. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui aktivitas antikanker yang dikandung ENBA dan EEABA serta kombinasi ENBA dan EEABA dengan doksorubisin terhadap sel T47D. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah kepada tenaga kesehatan, khususnya farmasis, bahwa buah andaliman berfungsi sebagai agen ko-kemoterapi antikanker, khususnya kanker payudara yang selektif dan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu obat tradisional yang bersifat antikanker. 1.6 Kerangka Pikir Penelitian Adapun kerangka pikir pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.
1. Pembuatan ekstrak bahan uji Simplisia buah andaliman Ekstrak n-heksana buah andaliman (ENBA) Ekstrak etilasetat buah andaliman (EEABA) Ekstrak etanol buah andaliman (EEBA) Karakteristik Simplisia/ekstrak Skrining fitokimia 1. Makroskopik 2. Mikroskopik 3. Kadar air 4. Kadar abu total 5. Kadar abu tidak larut dalam asam 6. Kadar sari larut dalam air 7. Kadar sari larut dalam etanol. 1. Alkaloid 2. Flavonoid 3. Tanin 4. Saponin 5. Steroid/Triterpenoid 6. Glikosida 7. Glikosida Antrakuinon 2. Pengujian sitotoksik dan indeks selektivitas ENBA/EEABA Sel Vero Sel T47D Efek sitotoksik Efek sitotoksik Persentase sel hidup Persentase sel hidup Indeks Selektivitas 3. Pengujian aktivitas antikanker ENBA/EEABA Doksorubisin Sel T47D Indeks kombinasi (IK) Apoptosis Siklus sel Ekspresi protein Bcl-2 dan cox-2 Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian