BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

AD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

I. PENDAHULUAN. berasal dari hijauan dengan konsumsi segar per hari 10%-15% dari berat badan,

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

I. PENDAHULUAN. ruminansia adalah ketersedian pakan yang kontiniu dan berkualitas. Saat ini

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Okt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN. Pengembangan ternak ruminansia di Indonesia akan sulit dilakukan jika hanya

I. PENDAHULUAN. dapat menyebabkan rendahnya produksi ternak yang di hasilkan. Oleh karena itu,

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

PENGANTAR. Latar Belakang. Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di. kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

I.PENDAHULUAN. dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. diikuti dengan meningkatnya limbah pelepah sawit.mathius et al.,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering. Jumlah Rata-Rata (menit)

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Bayam (Amaranthus tricolor L.) dari sudut pandang manusia awam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak. peternakan. Gulma tanaman pangan mempunyai potensi untuk dapat

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

PENGARUH METODE PENGOLAHAN KULIT PISANG BATU (Musa brachyarpa) TERHADAP KANDUNGAN NDF, ADF, SELULOSA, HEMISELULOSA, LIGNIN DAN SILIKA SKRIPSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah berasal dari afrika tropis, memiliki ciri-ciri umum berumur

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan memerlukan nutrien berupa mineral, air dan unsur hara untuk

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB I PENDAHULUAN. Ternak sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

Transkripsi:

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fodder Jagung Hidroponik Hidroponik merupakan sistem bercocok tanam tanpa menggunakan media tanam tanah serta menggunakan campuran nutrisi esensial yang dilarutkan di dalam air (Sudarmodjo, 2008). Sistem tanam hidroponik memiliki kemampuan untuk menghasilkan tanaman yang berkualitas tinggi dan tidak tergantung dengan musim dan iklim sehingga dapat ditanam sepanjang tahun (Suhardiyanto, 2009). Sistem hidroponik dapat diatur kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban relatif dan intensitas cahaya, bahkan faktor curah hujan dapat dihilangkan sama sekali dan serangan hama penyakit dapat diperkecil (Wijayani dan Widodo, 2005). Sistem hidroponik tidak lagi menggunakan tanah, tetapi menggunakan air yang ditambah nutrisi sebagai sumber hara bagi tanaman (Jones, 2005). Budidaya tanaman dengan sistem hidroponik umumnya dilakukan di dalam greenhouse (Suhardiyanto, 2009). Keberhasilan sistem hidroponik ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan diantaranya kelembapan, temperatur dan angin (Sutiyoso, 2004). Beberapa kelebihan hidroponik dibandingkan dengan penanaman di media tanah antara lain adalah kebersihannya lebih mudah terjaga, tidak ada masalah berat seperti pengolahan tanah, penggunaan pupuk dan air sangat efisien, tanaman dapat diusahakan terus tanpa tergantung musim, tanaman berproduksi dengan kualitas

4 yang tinggi, produktivitas tanaman lebih tinggi, tanaman lebih mudah diseleksi dan dikontrol dengan baik dan dapat diusahakan di lahan yang sempit (Suhardiyanto, 2009). Rekayasa faktor lingkungan pada hidroponik adalah penyediaan nutrisi yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang tepat dan mudah diserap oleh akar tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan normal (Astuti, 2008). Fodder jagung hidroponik merupakan hijauan pakan yang berasal dari keseluruhan tanaman jagung dari daun, batang hingga akar, dengan umur panen tertentu dan dapat diberikan kepada ternak secara langsung maupun sudah diolah (Raharjo dkk., 2016). Fodder jagung hidroponik merupakan teknik tanam yang bisa dijadikan sebagai solusi kurangnya hijauan pada saat musim kemarau, karena dengan sistem hidroponik ini penanaman dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa dipengaruhi oleh iklim maupun musim dan sehingga dapat mengatasi kekurangan hijauan pakan saat musim kemarau (Prihartini, 2014). 2.2. Umur Panen Manajemen pemanenan menyangkut interval dan tinggi pemanenan penting dalam mengelola tanaman pakan untuk menghasilkan produksi dan kualitas nutrien yang optimal bila digunakan sebagai hijauan pakan (Tarigan dkk., 2010). Umur tanaman berpengaruh terhadap menurunnya kandungan protein, mineral, dan karbohidrat mudah larut, sedangkan kandungan serat kasar meningkat. Umur panen merupakan aspek yang erat hubungannya dengan fase pertumbuhan tanaman, yang mempunyai relevansi yang akurat dengan produksi

5 dan nilai nutrien dan kecernaan. Penentuan umur panen yang tepat sangat diperlukan untuk menjamin tingginya produksi tanaman dengan nilai nutrien dan kecernaan yang memadai sebagai pakan ternak (Koten dkk., 2012). Meningkatnya kematangan tanaman ditunjukkan dengan meningkatnya proporsi dinding sel yang berpengaruh terhadap kecernaan bahan organik in vitro (Surono dkk., 2003). Semakin tua umur tanaman, produksi bahan keringnya tinggi tetapi kandungan nutriennya menurun (Webster dan Wilson, 1989). Kandungan air tanaman akan menurun dengan semakin meningkatnya umur tanaman, terutama pada saat biji terbentuk dan menjadi masak (Tillman dkk., 1998). Seiring dengan pertumbuhan tanaman, proporsi komponen tercerna seperti karbohidrat terlarut dan protein cenderung menurun dengan tajam (Whiteman, 1980). 2.3. Metode In Vitro Metode in vitro merupakan salah satu metode pendugaan kecernaan pakan secara tidak langsung yang dilakukan di laboratorium dengan meniru proses yang terjadi di dalam saluran pencernaan ruminansia atau sering dilakukan dengan menggunakan cairan rumen. Metode in vitro memiliki prinsip dan kondisinya sama dengan proses yang berlangsung di dalam tubuh ternak yang melibatkan proses metabolisme dalam rumen dan abomasum (Makkar, 2004). Kecernaan in vitro merupakan suatu prosedur yang dilakukan diluar tubuh ternak yang mencoba meniru proses kecernaan yang terjadi dalam tubuh ternak. Metode in vitro digunakan untuk evaluasi pakan, evaluasi KcBK dan KcBO, meneliti mekanisme fermentasi mikroba dan untuk mempelajari aksi terhadap

6 faktor antinutrisi, aditif dan suplemen pakan (Lopez, 2005). Kecernaan bahan kering, organik dan protein sering menggunakan metode in vitro dikarenakan waktu yang dibutuhkan lebih cepat dengan biaya yang murah (Tarigan dkk., 2010). Teknik kecernaan in vitro memiliki keuntungan cepat, murah dan prediksi tepat dibandingkan dengan in vivo (Makkar, 2005). 2.4. Kecernaan Bahan Kering (KcBK) Kecernaan pakan dalam rumen tidak hanya ditentukan oleh fermentabilitasnya, tetapi juga ditentukan oleh mikroba rumen, karena kecernaan pakan dalam rumen pada prinsipnya adalah kerja enzim yang dihasilkan oleh mikroba dalam rumen (Elihasridas dkk., 2012). Suatu bahan pakan dikatakan fermentabel apabila KcBK minimum 60% (Suparwi, 2000). Kecernaan bahan kering pada ternak dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurunnya KcBK dan KcBO berhubungan dengan meningkatnya kandungan ADF dan NDF sejalan dengan semakin panjangnya umur panen hijauan (Jung dan Allen, 1995). Manajemen pemanenan menyangkut interval dan tinggi pemanenan penting dalam mengelola tanaman pakan untuk menghasilkan produksi dan kualitas nutrien yang optimal, bila digunakan sebagai hijauan pakan (Tarigan dkk., 2010). Tinggi rendahnya kecernaan pakan juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan, komposisi ransum, laju perjalanan pakan melalui alat pencernaan, bentuk fisik bahan pakan, dan pengaruh terhadap perbandingan dari zat pakan lain (Anggorodi, 1990). Tinggi rendahnya kualitas bahan pakan atau pakan dapat ditunjukkan dengan kecernaan dari bahan pakan atau pakan tersebut sehingga

7 dapat diprediksi semakin tinggi kecernaan suatu jenis pakan, semakin tinggi kualitas pakan tersebut (Garsetiasih, 2007). 2.5. Kecernaan Bahan Organik (KcBO) Kecernaan bahan organik merupakan faktor penting yang menentukan nilai pakan. Kecernaan bahan pakan dipengaruhi oleh kandungan serat kasar yang terdapat dalam bahan pakan, semakin banyak serat kasar yang terdapat dalam suatu bahan pakan maka semakin tebal dinding sel akibatnya semakin rendah daya cerna dari bahan pakan (Anggorodi, 1990). Tinggi rendahnya nilai kecernan bahan kering pakan akan berpengaruh terhadap tingkat kecernaan bahan organiknya. Bahan organik merupakan bagian dari BK, sehingga apabila BK meningkat akan menyebabkan peningkatan kandungan BO pada bahan yang sama (Wahyuni dkk., 2014). Peningkatan KcBO selalu diiringi dengan meningkatnya KcBK pakan karena sebagian besar KcBK terdiri atas bahan organik sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya KcBK akan mempengaruhi KcBO (Sutardi, 1980). Kandungan abu yang semakin tinggi dapat memperlambat atau menghambat tercernanya BK bahan pakan (Fathul dan Wajizah., 2010). Daya cerna bahan pakan berhubungan erat dengan komposisi kimianya, dan serat kasar mempunyai pengaruh yang besar terhadap kecernaan (Tillman dkk., 1998). Tinggi rendahnya kecernaan BO juga dipengaruhi oleh silika, silika merupakan komponen abu (bahan anorganik) sehingga secara komposisi akan menurunkan kecernaan bahan organik (Alia dkk., 2015).

8 2.6. Kecernaan Protein Kasar (KcPK) Kecernaan protein kasar dipengaruhi oleh nilai protein kasar, jenis protein kasar, sifat protein, kelarutan protein dan serat kasar dalam pakan (Tillman dkk., 1998). Tingginya kecernaan protein dapat dipengaruhi oleh perbedaan kandungan nutrien, sifat protein (struktur dan kelarutan protein), interaksi nutrien khususnya karbohidrat dalam beberapa pakan didalam rumen (Hermon, 2009). Protein yang mudah larut menyebabkan protein mudah terdegrasi di dalam rumen sehingga yang lolos hanya sedikit dibandingkan protein yang tidak mudah larut (Sumadi, 2017). Peningkatan kecernaan protein kasar akan memberikan nutrien lebih banyak untuk mikrobia rumen (Widyobroto dkk., 1994). Kecernaan pakan sangat dipengaruhi oleh kualitas bahan pakan, kandungan nutrien pakan dan juga kemampuan degradasi mikrobia rumen terhadap pakan (Suhartanto dkk., 2000). Tinggi rendahnya kecepatan degradasi dipengaruhi oleh komposisi kimia bahan pakan yang diujikan, kandungan protein yang tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan mikrobia rumen yang akhirnya dapat meningkatkan laju degradasi pakan tersebut (Sukmawan dkk., 2014). Tinggi rendahnya fraksi pakan potensial yang mudah terdegradasi dipengaruhi oleh komponen serat (Harfiah, 2005).