PEMBANGUNAN MASYARAKAT MELALUI GERAKAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT. Oleh : Dr. Ir. Hj. Aida Vitayala S. Hubeis



dokumen-dokumen yang mirip
PERANAN PEMERINTAH DESA DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN KELOMPOK TANI DI DESA BATUMBALANGO KECAMATAN ESSANG SELATAN KABUPATEN TALAUD.

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

I. PENDAHULUAN. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN LANJUT USIA

KESIMPULAN DAN SARAN

penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2

I. PENDAHULUAN. A. Maksud dan Tujuan

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

RENCANA KERJA TAHUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM TAHUN 2015

KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PROGRAM KERJA KELOMPOK KONTAK TANI NELAYAN ANDALAN (KELOMPOK KTNA) KOTA BUKITTINGGI TAHUN

GUBERNUR SUMATERA BARAT

PENDAHULUAN Latar Belakang

GUBERNUR SULAWESI BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Upaya Pemberantasan Kemiskinann Masyarakat Pesisir MEMBERI NELAYAN KAIL, BUKAN UMPANNYA

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

FAKTOR FAKTOR KELEMBAGAAN DALAM EKONOMI PERTANIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

BAB II VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le

PEMBAHASAN UMUM Visi, Misi, dan Strategi Pengelolaan PBK

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB IV TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Mamuju Utara di Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara

TINJAUAN PUSTAKA. Koperasi Unit Desa (KUD) adalah suatu Koperasi serba usaha yang

R a a t f. Sistem Informasi Pedesaan

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMBANGUNAN KOPERASI DAN UMKM PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

POLA PENGEMBANGAN ENERGI PERDESAAN DENGAN SWADAYA MASYARAKAT

10. URUSAN KOPERASI DAN UKM

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

SKPD : DINAS PERHUBUNGAN, PARIWISATA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

Transkripsi:

PEMBANGUNAN MASYARAKAT MELALUI GERAKAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Oleh : Dr. Ir. Hj. Aida Vitayala S. Hubeis Batasan Istilah Pemberdayaan masyarakat (community emporwerment) adalah perujudan dari pengembangan kapasitas masyarakat yang bernuansa pada pemberdayaan sumberdaya manusia agar paham dengan hak dan kewajibannya sesuai dengan status dan peran di masyarakat. Perlunya upaya pemberdayaan adalah berangkat dari kenyataan masih lemahnya posisi sebagian besar masyarakat dalam menuntut hak dan menjalankan kewajibannya ditunjukkan dengan kurang aksesnya mereka terhadap beberapa fasilitas, misalnya informasi, teknologi, permodalan usaha, hukum, dan apalagi kemampuan kontrol. Berbagai kelemahan akses tersebut diawali dengan rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat kita terutama di pedesaaan. Komposisi penduduk yang mencari nafkah pada bidang pertanian masih berkisar pada angka 60 %. Oleh karena itu memberdayakan masyarakat adalah sangat terkait dengan memberdayakan petani. Kurang berdayanya petani merasuk pada hampir segenap aktifitas usaha yang dilaksanakannya. Pada awal musim tanam petani dihadapkan pada masalah pemakaian jenis benih, yang karena ketidak berdayaan dalam mengontrol tidak sedikit petani yang tertipu menggunakan benih palsu. Dalam masa pemeliharaan tanaman, ketersediaan pupuk ataupun harga pupuk tidak dapat disuarakan apalagi disolusikan oleh petani. Mereka cenderung menerima apa adanya, sehingga sampai panenpun mereka tidak dapat berbuat banyak ketika harga produksinya anjlok dan jatuh di bawah harga dasar yang ditetapkan pemerintah. Petani tidak berdaya, masyarakat tidak berdaya. 1

Faktor-faktor Pemicu Ketidakberdayaan Masyarakat Ketidakberdayaan masyarakat cenderung teraktualisasi pada berbagai jenis usaha yang ditekuni akibat rendahnya tingkat pendidikan. Misalnya posisi rebut tawar dalam pemasaran produk apapun yang dihasilkan cenderung rendah (tidak hanya pada produk pertanian tetapi juga pada jenis usaha lainnya seperti kerajinan, home industri, dll). Selain pendidikan, ketidak berdayaan dapat ditimbulkan oleh rendahnya motivasi, penentuan kebijakan yang bersifat Top Down tanpa mengutamakan nuansa dan potensi khusus daerah, disintergrasi kebijakan, dan perubahan kebijakan yang terlalu cepat dengan tidak didahului oleh kesiapan lapangan dalam mengaplikasikan kebijakan dimaksud. Sebagai contoh tidak siapnya ketersediaan pupuk di lapangan ketika dana KUT sudah diluncurkan ke petani pada periode September 1998 Maret 1999 sehingga pinjaman petani kepada pemerintah tidak sepenuhnya tepat sasaran. Kalaupun petani memperoleh pupuk, itupun harus dibeli dengan harga yang berlipat ganda. Sedangkan sebaliknya, pada saat ketersediaan pupuk sangat berkecukupan pada periode September 1999 Maret 2000 pemerintah tidak siap meminjamkan dana kepada petani untuk membeli pupuk. Beberapa Strategi Pemberdayaan Pemberdayaan masyarakat lebih didominasi pada pemberdayaan aspek sikap mental, oleh karena itu landasan utama strategi pemberdayaan masyarakat adalah strategi memanusiakan manusia. Konsep pemberdayaan mengandung dua variabel; yang diberdayakan dan yang memberdayakan Pihak yang memberdayakan dapat berasal dari luar sistem yang diberdayakan atau dari yang diberdayakan itu sendiri. Akan tetapi karena demikian lemahnya posisi yang diberdayakan sehingga ia memiliki kemampuan terbatas untuk memberdayakan diri, maka masalah ini lebih banyak membahas pemberdayaan masyarakat yang dipadukan oleh sistem di luar sistem kelompok sasaran. 2

Strategi memanusiakan manusia sebagai dasar pemberdayaan masyarakat merupakan langkah awal dan paling penting sebelum mulai menjalankan serangkaian kegiatan memberdayakan masyarakat, pihak-pihak yang memberdayakan harus mengawali programnya dengan sudut pandang berikut : 1. Poksar ( yang diberdayakan ) adalah manusia yang memiliki potensi diri untuk mengatasi masalah yang dihadapi. 2. Jika poksar belum mampu menemukan potensi diri tersebut maka tugas yang memberdayakan adalah menumbuhkan dan memperlihatkan potensi tersebut pada poksar yang bersangkutan. 3. Bantuan pihak luar dalam bentuk materi dan non materi dalam memberdayakan diri harus diposisikan hanya sebagai pelengkap. 4. Motivasi atau semangat hidup sebagai manusia yang bermartabat yang harus menjalankan perannya secara profesional, apapun bentuk peranan tersebut harus digali dan ditumbuhkan. Aplikasi sudut pandang tersebut di tingkat lapangan adalah menempatkan batasan sebagai pihak yang diberdayakan sebagai mitra sejajar pihak yang memberdayakan. Seorang PPL harus menempatkan petani sebagai rekan kerja bukan sebagai manusia yang bodoh, petani adalah orang yang paling pintar di dunianya. Sikap arogansi dan perasaan lebih yang umumnya dimiliki oleh pihak pemberdaya harus dihilangkan. Beragam kegiatan dapat dilaksanakan untuk memotivasi masyarakat menemukan potensi diri dalam rangka meningkatkan dan kesejahteraan hidupnya. Pengembangan kapasitas masyarakat (pemberdayaan masyarakat) dapat diupayakan dengan berbagai strategi yang disesuaikan dengan kondisi dan berbagai potensi yang ada di masyarakat setempat. 1. Peningkatan mutu dan kuantitas pendidikan formal dan non formal Peningkatan pendidikan merupakan suatu usaha untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan masyarakat sesuai dengan bidang keahlian yang dibutuhkan. Pendidikan 3

tidak selalu harus bernuansa formal, tetapi dapat juga dituangkan sebagai pendekatan pendidikan non formal. Misalnya melalui pelatihan, praktek lapangan, magang, studi banding, dll) 2. Peningkatan mutu dan frekuensi penyuluhan Penyuluhan adalah salah satu dari contoh pendidikan non formal yang pembahasan materinya sangat fleksibel (disesuaikan dengan kebutuhan sasaran), penyuluhan diterapkan dengan sistem pendidikan orang dewasa dengan sasarannya adalah orang-orang yang sudah mempunyai banyak pengalaman di bidangnya. 3. Kegiatan Pendampingan Untuk membantu masyarakat menemukan potensi diri untuk menanggulangi masalah yang dihadapi. Pendampingan masyarakat konsepnya adalah menjembatani masyarakat untuk lebih akses terhadap berbagai kebutuhan baik yang bersifat materil maupin non materil. Tenaga Pendamping berperan sebagai fasilitator untuk menstimuli pensolusian masalah dan kendala yang dihadapi oleh masyarakat. Tenaga Pendamping juga memfasilitasi untuk mendekatkan masyarakat kepada berbagai akses misalnya akses informasi, akses pemodalan, hukum, undang-undang dan berbagai fasilitas yang memang diperuntukkan guna pengembangan usaha produktif masyarakat. 4. Penyebaran informasi Kurangnya akses informasi yang dibutuhkan masyarakat dapat disebabkan oleh 2 (dua) permasalahan pokok. Pertama karena informasi yang masih bersifat eksklusif (dengan sengaja informasi tidak tersebar kepada umum, kecuali dengan korbanan tertentu misalnya informasi yang ada di internet, informasi yang ada di PDBI (Pusat Data Bisnis Indonesia), informasi yang ada di berbagai lembaga pemerintah yang tidak disebarluaskan. Tidak aksesnya masyarakat terhadap informasi jenis ini perlu dibantu oleh pemerintah dengan lebih mensosialisasikan informasi mahal tersebut kepada masyarakat misalnya melalui brosur, terbitan berkala, radio dan televisi. Informasi dimaksud contohnya berkaitan dengan produk unggulan, sumber-sumber bahan baku, dan informasi pemasaran. Kedua adalah kelemahan masyarakat sendiri 4

dalam mengakses informasi yang sebenarnya sudah tersedia di lingkungan mereka. Hal ini dapat disebabkan oleh motivasi masyarakat yang rendah untuk mengakses informasi tersebut atau keterbatasan masyarakat karena buta huruf. Dalam kasus kedua ini pemberdayaan dapat diupayakan dengan kampanye pentingnya informasi bagi masyarakat. 5. Pemberdayaan Kelembagaan Masyarakat Kelembagaan masyarakat desa yang selama ini dijadikan sarana pemberdayaan petani adalah koperasi/kud dan kelompoktani (Poktan). Akan tetapi, upaya pemberdayaan terhadap dua lembaga ini tak pernah tuntas dilakukan. Karena itu, menjadi wajar jika pemberdayaan petani juga berlangsung setengah hati. Padahal, secara stastistik petani atau penduduk desa merupakan kelompok masyarakat terbesar. Di lain pihak kita juga sadar bahwa selama ini pemerintah menggantungkan harapan pemenuhan ketersediaan pangan nasional di tangan dan di pundak para petani tersebut. Harapan ini menjadi termunculkan ketika badai krisis ekonomi yang mempurukkan konglomerat agung ternyata masih dapat diatasi oleh petani. Bukankah hanya pertanian yang masih memiliki reit pertumbuhan positif (walau relatih kecil) dibandingkan sektor ekonomi lain yang negatif dan nyaris mati. a. Penumbuhan kelompok produksi masyarakat Pembentukan kelompok dimaksudkan untuk menggabungkan potensi ekonomi dan berbagai sumberdaya masyarakat yang akan lebih memudahkan masyarakat untuk mengakses berbagai fasilitas untuk pengembangan kegiatan produktif masyarakat. Pembentukan kelompok juga ditujukan untuk meningkatkan bargaining position dalam berbagai kepentingan misalnya untuk efisiensi produksi dan meningkatkan daya pemasaran produk. b. Pemberdayaan Koperasi Pemberdayaan kelembagaan koperasi dapat dilakukan dengan mengembangkan dan menguatkan koperasi-koperasi yang sudah ada atau menumbuhkan yang belum ada tetapi potensial untuk dimunculkan (contohnya; pengembangan kelompoktani menjadi koperasitani) 5

1. Pengembangan dan penguatan basis koperasi Pengembangan dan penguatan koperasi/kud memerlukan ragam program aksi yang mencakup aspek penerapan prinsip-prinsip perkoperasian, pengembangan organisasi dan manajemen perkoperasian, pengembangan usaha dan permodalan, dan pembinaan perkoperasian. a. Penerapan prinsip-prinsip perkoperasian, yaitu Menumbuhkan kemandirian koperasi dengan mengurangi intervensi pemerintah (ulurtangan boleh) Memfungsikan rapat anggota sebagai sarana keputusan usaha Meningkatan wawasan dan pemahaman pembina, anggota dan masyarakat, sehingga prinsip dan semangat serta jiwa berkoperasi dapat diterapkan secara serius dan konsekuen Sosialisasi perkoperasian bagi masyarakat luas (anak-dewasa) dalam bentuk advokasi perkoperasian yang kontinyu. Konsultasi perkoperasian bagi pengurus, pengelola dan seluruh anggota koperasi. b. Pengembangan organisasi koperasi melalui: Mempermudah izin dan proses pendirian koperasi (sekarang sudah difasilitasi) Peningkatan kualitas sumberdaya insani; pendidikan, pelatihan dan pemagangan (untuk pengurus, menejer) tentang manajemen bisnis dan kewirausahaan Kejelasan tugas dan tanggungjawab pengurus dan menejer Restrukturisasi organisasi koperasi; ditambah dengan divisi pendidikan Istilah pengurus koperasi sebaiknya diubah menjadi dewan direksi (agar terkesan global) Kualifikasi menejer atas dasar profesionalisme (pendidikan, insentif yang bagus dan kontrak kerja yang jelas) c. Pengembangan usaha dan permodalan mencakup : 6

Peningkatan kemampuan pengurus dan menejer melalui pelatihan (manajemen kewirausahaan, penyusunan rencana usaha dan kelayakan usaha) Merekrut menejer profesional untuk mengelola usaha koperasi atas dasar kemitraan bisnis. Pengintegrasian vertikal koperasi (primer-sekunder) tidak hanya KUD (PUSKUD-INKUD) tetapi juga untuk koperasitani (Koptan- Inkoptan) Menyebarluaskan informasi skim kredit dan tatacara pengaksesannya Secara keseluruhan, program aksi yang menumbuhkembangkan koordinasi yang efektif antara Kantor Menegkop PKM, Dekopin dan PUDKUD perlu dilakukan,; penambahan tanaga lapangan (seperti PKL atau tenaga independen) agar pembinaan usaha kecil dan perkoperasian dapat intensif. 2. Menumbuhkan Koperasi Penumbuhan koperasi dapat dilakukan dengan memperhatikan kelompokkelompok yang telah eksis di masyarakat, contoh konkritnya adalah kelompoktani (termasuk kelompok wanitatani) yang kini telah difasilitasi menjadi koperasitani (KOPTAN). Akan tetapi realisasinya acap masih tersendat dengan BIROKRASI, Contohnya, izin pendirian yang masih lama, walaupun sudah ada peraturan tentang hal ini. Jelas ada oknum, tetapi hal ini harus disadari dan direformasi untuk kemajuan koperasi sebagai landasan ekonomi rakyat di Indonesia. Selama ini sudah sangat jelas bahwa sumberdaya insani potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah petani-nelayan beserta keluarganya. Pembangunan pertanian tidak akan terujud tanpa peranserta aktif petaninelayan beserta anggota keluarganya, termasuk wanita tani-nelayan. Persoalannya adalah: (1) Bagaimana program pemberdayaan ekonomi rakyat, dalam hal ini perkoperasian dan usaha kecil menengah (UKM) dapat 7

dirumuskan dan dilaksanakan dengan pendekatan keadilan dalam kewajaran dan kewajaran dalam keadilan; (2) Bagaimana wanitatani dapat berperan dalam meningkatkan pendapatan keluarga melalui koperasi. Lalu bagaimana komitmen kerjasamanya dapat direalisikan dengan semangat kontiyuitas dan bukan asal buat program sekedarnya. Lalu di mana dan bagaimana pembinaan wanitatani nelayan melalui koperasi? 6. Penggalangan kemitraan dengan pihak luar Pemberdayaan masyarakat melalui upaya kemitraan dapat berlangsung dengan mempertemukan kesesuaian usaha antara pengusaha besar dengan usaha-usaha yang berkembang di masyarakat. Bidang usaha yang dapat dikembangkan melalui kemitraan meliputi bermacam pola kerjasama, misalnya penyediaan bahan baku, bahan setengah jadi, atau bahan jadi yang dipasarkan secara masal oleh Bapak angkat. Penggalangan kemitraan juga sangat membutuhkan kehadiran Tenaga Pendamping, karena antara pengusaha besar (bapak angkat) dengan pengusaha kecil (masyarakat) terdapat berbagai ketimpangan misalnya pengetahuan, permodalan, skill, manajemen, dll. Tenaga Pendamping dibutuhkan untuk menjembatani berbagai perbedaaan antara kedua pemitra tersebut. 7 Pemberdayaan kelembagaan asli masyarakat yang terbukti masih eksis 8. Memperbanyak temuan-temuan teknologi tepat guna dalam berbagai aspek 9. Penyediaan dan perbaikan sarana dan prasarana penunjang kehidupan masyarakat sesuai peranan yang ada dimasyarakat tersebut., misalnya perbaikan saluran irigasi untuk petani, bimbingan teknologi baru untuk para pengrajin makanan tradisional dan sebagainya. 8