Komunikasi Keluarga Dalam Membangun Konsep Diri Mantan Narapidana

dokumen-dokumen yang mirip
Komunikasi Keluarga dalam Membangun Konsep Diri Mantan Pengguna Narkoba

Komunikasi Interpersonal. Dwi Kurnia Basuki

BAB V PENUTUP. Penelitian yang bejudul Konsep Diri Pada Penderita Tumor Jinak

BAGAIMANA MENGENAL DIRI ANDA

BAB I PENDAHULUAN. bersungguh-sungguh sehingga dapat memperoleh prestasi yang baik di sekolah.

PERAN SIGNIFICANT OTHERS

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI DAN MOTIVASI BELAJAR

KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MEMBANGUN KONSEP DIRI PADA MANTAN PENDERITA SKIZOFRENIA

Dari aspek pengungkapan dan pertukaran informasi, komunikasi digolongkan menjadi 2 bentuk sebagai berikut.

KONSEP DIRI DALAM KOMUNIKASI ANTARPRIBADI (Studi Kasus pada Anggota Language and Cultural Exchange Medan) RICO SIMANUNGKALIT

KOMUNIKASI INTRAPERSONAL PERSEPSI INTERPERSONAL DAN KONSEP DIRI

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,

BAB II URAIAN TEORITIS. adanya bantuan dari orang lain, bantuan tersebut didapatkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. dengan komunikasi adalah kecemasan komunikasi. masalah-masalah yang banyak terjadi pada remaja maupun dewasa dikarenakan

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki

BAB IV PENUTUP. interpersonal dalam VCT, penulis melihat bahwa wujud komunikasi interpersonal

Human Relations. Faktor Manusia dalam Human Relations (Learning how to Learn)-Lanjutan. Ervan Ismail. S.Sos., M.Si. Modul ke: Fakultas FIKOM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. canggih ini membutuhkan sarana atau media untuk menyampaikan informasi.

ASSALAMUALAIKUM WR.WB PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2010

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan.

BAB IV ANALISIS DATA. umumnya para remaja, tak terkecuali para remaja Broken Home, baik pada saat

BAB V PENUTUP. yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Kesimpulan tersebut meliputi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komunikasi Interpersonal Individu Dengan Ciri-ciri Avoidant

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. pengajar muda dan peserta didik di desa tertinggal dalam meningkatkan motivasi

Komunikasi Kelompok Yang Mempengaruhi Konsep Diri Dalam Komunitas Cosplay COSURA Surabaya

Keterampilan Komunikasi Interpersonal Konselor dalam Terapi Pengobatan Rawat Jalan kepada Pasien di BNNP Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

Pengertian psikologi dan psikologi komunikasi_01. Rahmawati Z, M.I.Kom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. Penelitian yang berkaitan dengan masalah penyesuaian diri sudah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. gambaran harga diri (self esteem) remaja yang telah melakukan seks di luar nikah

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB III METODE PENELITIAN

PROSES MENDENGARKAN ANTARA MENTOR DAN PASIEN PENGIDAP SKIZOFRENIA (Studi Kasus Komunikasi Interpersonal)

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI BAGI PENGEMBANGAN DIRI MAHASISWA

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasar untuk berafiliasi, yaitu menjalin hubungan dengan orang lain. Dalam menjalin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE SUMMARY SKRIPSI. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1.

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. di tempat bekerja, di pasar, dan sebagainya. Sejalan hal tersebut komunikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PENYANDANG TUNA DAKSA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

Bab 2 KAJIAN PUSTAKA. Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin, yaitu

BAB II LANDASAN TEORI. A. Interaksi Sosial. Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan stress. Keinginan untuk mendapatkan penerimaan (acceptance)

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsinya sebagai individu maupun makhluk sosial. Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

BLUE PRINT SKALA KEMATANGAN VOKASIONAL. Kematangan vokasional merupakan kesiapan dan kemampuan individu dalam

KOMUNIKASI INTERPERSONAL. Rizqie Auliana

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

LAMPIRAN. Universitas Kristen Maranatha

Salsabila Khairani 1 ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP KOMUNIKASI INTERPERSONAL PESERTA DIDIK KELAS VIII DI SMP NEGERI 3 LUBUK SIKAPING ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari dan menjalani kehidupan. Era ini memiliki banyak tuntutantuntutan

BAB I PENDAHULUAN. mundurnya pendidikan di negara itu. Pendidikan dalam pengertiannya yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. 1. Pendidikan nasional Indonesia memiliki tujuan untuk mewujudkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

INTERPERSONAL COMMUNICATION SKILL. Presented by : Dr. Mohammad Yamien,M.Si

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam era modern ini, masyarakat khususnya kaum muda sedang memasuki

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB IV PENUTUP. semakin puas klien terhadap komunikasi yang dilakukan psikolog. kualitas komunikasi (X) terhadap kepuasan komunikasi (Y).

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan (Nurhasanah, 2009).

Kata Kunci: Pola Komunikasi, Pola Bebas (All Channel), Komunikasi Interpersonal, Pembimbingan Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB IV PEMBAHASAN. antara ayah dan anak remaja pasca perceraian, berikut peneliti memberikan

Identifikasi Masalah Siswa

Transkripsi:

JURNAL E-KOMUNIKASI PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS KRISTEN PETRA, SURABAYA Komunikasi Keluarga Dalam Membangun Konsep Diri Mantan Narapidana Olivia Benedicta Immaculata, Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Kristen Petra Surabaya oliviabenedicta.i@gmail.com Abstrak Peneliti ingin mengetahui bagaimana komunikasi keluarga dalam membangun konsep diri mantan narapidana. Komunikasi keluarga terjadi di antara mantan narapidana, ayah dan ibu. Proses komunikasi keluarga dalam pembangunan konsep diri anggota keluarga yang dulunya merupakan mantan narapidana kasus penyalahgunaan narkoba menjadi tanggung jawab keluarga untuk pembangunan konsep dirinya. Teori yang dipakai adalah aspek komunikasi keluarga yang diungkapkan oleh DeVito yaitu keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan. Konsep diri merupakan persepsi diri baik secara fisik, sosial dan psikologis yang telah kita miliki dari pengalaman dan interaksi dengan orang lain. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi keluarga dengan bersikap terbuka, empati, sikap saling mendukung, bersikap positif dan kesetaraan dapat membangun konsep diri positif pada mantan narapidana. Dengan begitu Budi dapat kembali memiliki konsep diri yang positif. Kata Kunci: Komunikasi keluarga, Konsep Diri, Mantan Narapidana. Pendahuluan Berdasarkan data yang didapatkan peneliti dari Badan Narkotika Nasional (2017), jumlah penduduk Indonesia di tahun 2017 dalam rentan umur 10-59 tahun adalah sebanyak 190.640.400 jiwa. Dimana dalam rentan umur tersebut jumlah penyalahguna narkoba adalah sebanyak 3.376.115 jiwa yaitu sebesar 1,77 persen dari total populasi tersebut. Provinsi Jawa Timur menduduki posisi kedua jumlah penyalahguna narkoba yaitu sebanyak 492.157 jiwa. Apabila penyalahguna narkoba tidak diminimalisirkan maka dari tahun ke tahun jumlahnya akan semakin meningkat. Sehingga memerlukan bantuan dari berbagai pihak untuk mengkampanyekan gerakan anti narkoba dimulai dari pihak keluarga, teman, instansi pendidikan dan aparat pihak berwajib. Sebut saja Budi (nama samaran), pemuda kelahiran tahun 1990 ini adalah anak pertama dari dua bersaudara dan memiliki seorang adik perempuan. Yohanes (ayah) merupakan Doktor dalam bidang Theologia dan Maria (ibu) merupakan Magister dalam bidang Theologia. Sejak kecil Budi telah memiliki konsep diri yang baik, dimana Budi merupakan anak yang memiliki berbagai macam prestasi dan mudah

bergaul dengan siapa saja. Ketika Budi remaja, pemahaman mengenai bahaya narkoba telah ditanamkanoleh kedua orang tuanya. Tahun 2008 Budi pindah seorang diri ke kota Surabaya dan berkuliah di salah satu Universitas Swasta di Surabaya dan lulus dalam kurun waktu empat tahun. Budi merupakan anak yang aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan pada waktu kuliah. Setelah lulus pada tahun 2012 Budi tidak lagi kembali ke kampung halamannya yaitu kota Semarang. Ia merantau ke beberapa kota seperti kota Jakarta, Bali dan kembali ke kota Surabaya. Ketika di Surabaya pada tahun 2015, Budi tertangkap dan masuk ke Rumah Tahanan Kelas 1 Surabaya yang berlokasi di Jl. Letjen Sutoyo, Medaeng, Waru, Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur 61256. Budi tertangkap pada bulan September 2015 dan dijerat dengan Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Pasal 111 Ayat 1 mengenai kepemilikan narkotika jenis tanaman dengan vonis 4 tahun dan denda 1 milyar dengan subsider 1 bulan. Lalu Budi juga mendapatkan Pembebasan Bersyarat (PB), yaitu berhak menjalani 2/3 dari vonis dan ditambah dengan remisi 6 bulan. Dengan total masa tahanan yang harus dijalani oleh Budi adalah selama 27 bulan. Dimana apabila sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan Budi seharusnya bebas sejak Desember 2017, tetapi karena adanya keterlambatan berkas dan lain sebagainya Budi baru bebas pada tanggal 5 Februari 2018. Kembalinya Budi dari rumah tahanan Medaeng memberikan dampak yang besar bagi kepribadian Budi, dimana sekarang Budi lebih sering diam dan bermurung diri di kamar. Budi menjadi sangat pesimis terhadap dirinya, sehingga tidak dapat berbaur dengan masyarakat. Budi merasa telah memalukan nama baik keluarga dan dirinya sendiri. Budi juga peka pada kritikan orang lain, dimana dirinya merasa bahwa semua orang berusaha untuk menjatuhkan dan memalukan dirinya sendiri. Peneliti menemukan bahwa konsep diri pada Budi berubah dan menjadi negatif. Karena dipengaruhi ketika Budi tinggal di dalam Rutan Medaeng selama lebih dari 2 tahun. Dimana Budi tinggal dengan orang-orang kriminal dan dari berbagai latar belakang. Sullivan (1953) mengungkapkan bahwa konsep diri seseorang sangat dipengaruhi oleh orang-orang disekitarnya atau disebut significant others. Dimana orang-orang disekitarnya tersebut merupakan orang yang tinggal satu atap dengan dirinya (Rakhmat, 2003, p.101). Dengan begitu peneliti mendapati bahwa konsep diri negatif yang dimiliki Budi ini didapatkan ketika dirinya berada di dalam Rutan Medaeng. Konsep diri yang buruk pada diri Budi ini menjadi perhatian bagi peneliti untuk melakukan penelitian ini. Peneliti ingin melihat bagaimana proses komunikasi keluarga yang dilakukan keluarga Budi dalam membangun konsep diri Budi yang merupakan mantan narapidana agar Budi bisa kembali hidup secara normal dan memiliki konsep diri yang positif terhadap dirinya sendiri. Peneliti mengkhawatirkan apabila konsep diri yang positif pada Budi tidak kunjung kembali maka potensi Budi kembali dalam penyalahgunaan narkoba menjadi lebih besar. Penelitian mengenai konsep diri juga dilakukan oleh Sari (2015) dimana konsep diri positif pengguna narkoba yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Muaro Padang sangat berhubungan dengan hubungan dukungan sosial yang Jurnal e-komunikasi Hal. 2

didapatkan dari lingkungan di sekelilingnya. Dukungan sosial di dalam Lapas didapatkan dari keluarga, teman serta petugas Lapas. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan sosial dengan konsep diri pengguna narkoba di Lapas. Konsep diri yang buruk pada diri Budi ini menjadi perhatian bagi peneliti untuk melakukan penelitian ini. Peneliti ingin melihat bagaimana proses komunikasi keluarga yang dilakukan keluarga Budi dalam membangun konsep diri Budi yang merupakan mantan narapidana agar Budi bisa kembali hidup secara normal dan memiliki konsep diri yang positif terhadap dirinya sendiri. Peneliti mengkhawatirkan apabila konsep diri yang positif pada Budi tidak kunjung kembali maka potensi Budi kembali dalam penyalahgunaan narkoba menjadi lebih besar. Bagaimana komunikasi keluarga dalam membangun konsep diri mantan narapidana? Tinjauan Pustaka Komunikasi Keluarga Komunikasi dalam keluarga terdiri dari dua variabel penting yang saling mempengaruhi, yaitu kohesi dan adaptasi. Kohesi menunjukkan seberapa dekat keterikatan antar anggota-anggota keluarga. Semakin tinggi kohesi, semakin rendah tingkat privasinya. Karena anggota keluarga saling berbagi masalah. Adaptasi adalah penyesuaian komunikasi terhadap perubahan yang terjadi untuk bisa terus menghasilkan komunikasi yang efektif dalam keluarga. Dengan begitu didalam keluarga dapat terus menyesuaikan diri dalam berkomunikasi (Tubbs,2000, p.215). Komunikasi keluarga dalam membangun konsep diri seorang mantan narapidana bergantung pada kondisi keluarga itu sendiri dan bagaimana keluarga inti tersebut menanggapinya untuk membangun konsep diri dari anggota keluarga yang merupakan mantan narapidana tersebut. Aspek Komunikasi Dalam Keluarga Devito mengungkapkan aspek komunikasi dalam keluarga (2011, p.286-p.291) : A. Keterbukaan (Openess) Adalah kemampuan untuk membuka atau mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi terhadap orang lain. Keterbukaan mengacu pada 3 aspek yaitu adanya kesediaan membuka diri pada yang diajak berinteraksi; beraksi secara jujur kepada orang lain; dan mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan merupakan milik-nya. B. Empati (Empathy) Adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya pada peranan atau posisi orang lain. Orang yang berempati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain; mampu memahami perasaan dan sikap orang lain; dan mampu untuk memahami harapan dan keinginan orang lain. Empatik akan membuat seseorang menyesuaikan dirinya dalam berkomunikasi. Empati dapat dikomunikasikan secara verbal dan nonverbal. Secara verbal empati dapat dikomunikasikan seperti : merefleksi-balik kepada pembicara perasaan; membuat pernyataan dan bukan memberikan pertanyaan; tanyakan pesan yang berbaur antara Jurnal e-komunikasi Hal. 3

pesan verbal-nonverbalnya saling bertentangan; lakukan pengungkapan diri yang berkaitan dengan peristiwa dan perasaan orang lain. Secara nonverbal empati dapat dikomunikasikan dengan memperlihatkan : terlibat aktif dengan orang tersebut melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian dan kedekatan fisik; sentuhan atau belaian yang sepantasnya. C. Sikap mendukung (Supportiveness) Adalah di mana terdapat sikap mendukung dalam hubungan. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak saling mendukung. Sikap mendukung ditunjukkan dengan bersikap deskriptif bukan evaluatif; spontan bukan strategik; provisional bukan sangat yakin. D. Sikap positif (Positiveness) Adalah memiliki pikiran positif tentang diri kita dan berpikiran positif tentang orang lain. Cara seseorang mengkomunikasikan sikap positif di dalam keluarga adalah dengan menyatakan sikap positif dan secara positif mendorong anggota keluarga merasa nyaman dalam berkomunikasi. Orang yang merasakan positif terhadap diri sendiri mengisyaratkan/ memperlihatkan perasaan ini kepada orang lain dan akan merefleksikan perasaan positif ini. E. Kesetaraan (Equality) Adalah menerima orang lain atau memberikan penghargaan positif tak bersyarat kepada orang lain. Komunikasi akan lebih efektif apabila suasananya setara. Artinya adalah harus ada pengakuan bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga. Terjadinya perbedaan pendapat dan konflik merupakan suatu upaya untuk memahami perbedaan, bukan untuk menjatuhkan satu sama lain. Kesetaraan tidak mengharuskan untuk menerima dan menyetujui perilaku verbal dan nonverbal orang lain. Konsep Diri De Vito mengungkapkan, konsep diri adalah apa yang anda lihat dan menjadi cerminan diri sendiri. Dimana citra diri atau konsep diri anda terlihat dari bagaimana perlakuan orang kepada anda (2008, p.54). Jadi konsep diri merupakan persepsi diri baik secara fisik, sosial dan psikologis yang telah kita miliki dari pengalaman dan interkasi dengan orang lainnya (Rakhmat, 2001, p.99). Terdapat 11 karakteristik bagi orang yang memiliki konsep diri positif (Rakhmat, 2001, p.106) : 1. Ia meyakini betul nilai-nilai dan prinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya, walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat. Tetapi, dia juga merasa dirinya cukup tangguh untuk mengubah prinsip-prinsip tersebut bila pengalaman dan bukti-bukti baru menunjukkan ia salah. 2. Ia mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya. 3. Ia tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang terjadi besok, apa yang terjadi waktu lalu, dan apa yang terjadi waktu sekarang. 4. Ia memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan, bahkan ketika ia megnhadapi kegagalan atau kemunduran. Jurnal e-komunikasi Hal. 4

5. Ia merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga, atau sikap orang lain terhadapnya. 6. Ia sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain. 7. Ia dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati dan menerima penghargaan tanpa merasa bersalah. 8. Ia cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya. 9. Ia sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai dorongan dan keinginan, dari perasaan marah sampai cinta, dari sedih sampai bahagia, dari kekecewaan yang mendalam sampai kepuasan yang mendalam pula. 10. Ia mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan dan mengisi waktu. 11. Ia peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain. Terdapat 5 tanda bagi orang yang memiliki konsep diri negatif menurut William D. Brooks (Rakhmat, 2003, p.105) : 1. Orang yang peka pada kritik Bagi orang ini, koreksi (kritik) seringkali dipersepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya. 2. Orang yang responsif terhadap pujian Walaupun ia mungkin berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian. 3. Orang yang bersikap hiperkritis Orang ini tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain, sebaliknya ia selalu mengeluh, mencela, atau meremehkan apapun dan pada siapapun. 4. Orang yang merasa tidak disenangi orang lain Ia merasa tidak diperhatikan, karena itu ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan 5. Orang yang pesimis Bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terungkap dalam keenganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya. Konsep diri yang positif melahirkan perilaku komunikasi interpersonal yang positif pula yaitu dengan melakukan persepsi yang lebih cermat terhadap orang lain dan juga memberikan petunjuk pada orang lain untuk menafsirkan diri kita dengan cermat (Rakhmat, 2003, p.106-p.107). Konsep diri seseorang sangat dipengaruhi oleh orang-orang disekitarnya dan disebut sebagai significant others yaitu orang tua, saudara-saudara dan orang yang tinggal satu atap dengan kita. Sullivan (1953) mengatakan bahwa jika seseorang diterima oleh orang lain, dihormati dan disenangi, maka kita akan dapat menghormati dan menerima diri kita sendiri (Rakhmat, 2003, p.101). Jurnal e-komunikasi Hal. 5

Metode Konseptualisasi Penelitian Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Bogdan (Pawito, 2007, p.84) mengatakan bahwa pendekatan penelitian kualitatif pada dasarnya adalah prosedur penelitian yang digunakan untuk menghasilkan data yang tertulis atau yang terucapkan oleh orang dan hal tersebut dapat diamati. Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Metode studi kasus digunakan untuk menjawab pertanyaan bagaimana dan mengapa dan diarahkan pada serangkaian peristiwa kontemporer, dimana peneliti tidak memiliki kontrol terhadap peristiwa tersebut (Yin, 2008, p.13). Bagaimana adalah untuk meneliti bagaimana komunikasi keluarga dalam pembangunan konsep diri Budi yang merupakan mantan narapidana. Mengapa adalah untuk mencari alasan mengapa diperlukannya komunikasi keluarga dalam pembangunan konsep diri Budi yang merupakan mantan narapidana (Kriyantono, 2006, p.66). Indikator yang digunakan peneliti dalam meneliti komunikasi keluarga dalam membangun konsep diri mantan narapidana adalah sikap terbuka, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan. Subjek Penelitian Sasaran penelitian dalam penelitian ini adalah sebuah keluarga yang beranggotakan suami, istri dan anak. Dimana mereka tinggal bersama dalam satu atap yaitu di rumah mereka yang berada di kota Semarang. Pemilihan unit analisisnya adalah individu yaitu ayah, ibu dan Budi. Penelitian ini menggunakan narasumber dari satu keluarga yang bertempat tinggal dalam satu atap terdiri dari ayah, ibu dan Budi. Adapun kriterianya adalah anggota keluarga ada yang merupakan mantan narapidana dan sekarang bertempat tinggal bersama-sama dengan keluarganya. Analisis Data Menurut Miles (2010) terdapat tiga teknik analisis data kualitatif yaitu, : a) Reduksi Data: Peneliti melakukan analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan dan memilah-milah data dari hasil observasi yang diperlukan dan yang tidak diperlukan sehingga kesimpulan dapat ditarik dan diverifikasi. b) Penyajian Data: Peneliti mengumpulkan informasi yang memungkinkan untuk penarikan kesimpulan riset. Penyajian data dimaksudkan untuk menemukan pola - pola yang bermakna serta memberikan kemungkinan adanya penarikan simpulan serta memberikan tindakan. c) Penarikan Kesimpulan: Penarikan kesimpulan adalah hasil analisis yang dapat digunakan untuk mengambil tindakan. Jurnal e-komunikasi Hal. 6

Temuan Data Peneliti menemukan data-data dari hasil wawancara dan observasi di lapangan. Data-data yang ditemukan dan dikumpulkan oleh peneliti ini dideskripsikan dan dianalisis dengan teori untuk menggambarkan komunikasi keluarga yang terjadi dalam pembangunan konsep diri Budi yang merupakan mantan narapidana. Peneliti mengelompokkan temuan data ke dalam aspek komunikasi dalam keluarga yang diungkapkan oleh DeVito (2011, p.285-p.291) : Keterbukaan (Openess) Observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti di rumah informan menunjukan adanya komunikasi keluarga dalam membangun konsep diri mantan narapidana yakni Budi. Peneliti menemukan bahwa pada keluarga Budi terdapat aspek komunikasi dalam keluarga yaitu keterbukaan. Keluarga ini memiliki intensitas hubungan yang tinggi. Komunikasi keluarga yang terjadi di dalam keluarga ini adalah dengan komunikasi terbuka antar anggota keluarga. Aspek komunikasi dalam keluarga yang diungkapkan oleh DeVito (2011, p.285-p.291) menunjukkan adanya aspek keterbukaan atau openess yaitu kemampuan untuk membuka atau mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi terhadap orang lain. Keterbukaan mengacu pada 3 aspek yaitu adanya kesediaan membuka diri pada yang diajak berinteraksi; beraksi secara jujur kepada orang lain; dan mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan merupakan milik-nya. Komunikasi keluarga yang bersikap terbuka pada keluarga ini merupakan bentuk perhatian kepada Budi. Dimana Budi diberikan kesempatan untuk berpendapat, bersikap terbuka, jujur dan mengungkapkan apa yang dirasakan atau dinginkan oleh dirinya. Seperti yang dikatakan Rakhmat (2001, p.106) salah satu karakteristik orang yang memiliki konsep diri positif adalah ia memiliki keyakinan pada kemampuannya bahkan ketika menghadapi kegagalan atau kemunduran dan ia sanggup mengakui berbagai dorongan dan keinginan, perasaan cinta, bahagia/ sedih, dan kekecewaan maupun kepuasan yang mendalam. Dengan memberikan kesempatan bagi Budi untuk terbuka dan mengungkapkan perasaanya maka Yohanes dan Maria berupaya dalam pembangunan konsep diri Budi yaitu agar Budi memiliki keyakinan pada kemampuannya atau bisa disebut dengan percaya diri dan bersikap optimis dan agar Budi dapat meluapkan perasaanya Semakin terbuka seseorang dengan yang lainnya, maka juga semakin rendah tingkat privasinya. Seperti keakraban dan keterbukaan yang terjadi antar anggota keluarga Budi. Komunikasi dalam keluarga memiliki dua variabel penting yaitu kohesi dan adaptasi. Kohesi merupakan seberapa dekat keterikatan antar anggota keluarga. Semakin tinggi kohesinya maka semakin rendah tingkat privasinya. Adaptasi merupakan penyesuaian komunikasi efektif dalam keluarga. Karena tiap-tiap anggota keluarga saling berbagi masalah sehingga perlu untuk melakukan adaptasi dalam berkomunikasi (Tubbs, 2000, p.215). Seperti contoh Budi semakin terbuka dengan orang tuanya maka tingkat privasi diantara mereka semakin rendah. Budi juga mengetahui bahwa Yohanes dan Maria selalu berusaha untuk bersikap terbuka dengannya. Maka dari itu Budi juga berusaha terbuka dengan mereka. Seperti yang dikatakan oleh Rakhmat (2001, p.106) salah satu karakteristik orang yang memiliki Jurnal e-komunikasi Hal. 7

konsep diri positif adalah ia sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting bagi orang lain dan merasakan perasaan kasih dari orang lain. Komunikasi terbuka yang terus menerus intens dilakukan oleh Yohanes dan Maria, berupaya untuk membangun konsep diri positif supaya Budi dapat merasakan bahwa dirinya penting dan merasakan cinta kasih yang diberikan orang tuanya. Empati (Empathy) Observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti di rumah informan menunjukan adanya komunikasi keluarga dalam membangun konsep diri mantan narapidana yakni Budi. Peneliti menemukan bahwa pada keluarga Budi terdapat aspek komunikasi dalam keluarga yaitu empati. Hal ini dapat terlihat dari empati yang saling ditunjukan tiap-tiap anggota keluarga. Peneliti menemukan aspek empati pada komunikasi keluarga yang terjadi di dalam keluarga ini. Aspek empati (Empathy) adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya pada peranan atau posisi orang lain. Orang yang berempati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain; mampu memahami perasaan dan sikap orang lain; dan mampu untuk memahami harapan dan keinginan orang lain. Empatik akan membuat seseorang menyesuaikan dirinya dalam berkomunikasi. Empati dapat dikomunikasikan secara verbal dan nonverbal (DeVito, 2011, p.285-p.291). Empatik yang dilakukan oleh Maria, Budi dan Yohanes merupakan ciri-ciri khusus keluarga yaitu dasar-dasar emosional dan tanggung jawab para anggota. Maria, Budi dan Yohanes dapat memahami masing-masing perannya dengan baik dan saling memiliki tuntutan dan tanggung jawab antar para anggota keluarga mereka. Dasar-dasar emosional didasarkan pada dorongan-dorongan yang paling mendalam dari dalam diri seperti perkawinan, menjadi ayah/ ibu, kesetiaan dan perhatian orang tua. Tanggung jawab para anggota keluarga memiliki tuntutan-tuntutan yang lebih besar dan berkelanjutan daripada asosiasi lainnya (Khairuddin, 2002, p.7- p.10). Maria dan Yohanes dapat memahami masing-masing perannya dengan baik dan saling memiliki tuntutan dan tanggung jawab antar para anggota keluarga mereka. Seperti Maria yang memasak untuk keluarganya, Budi yang membantu pekerjaan Maria ataupun Yohanes dan Yohanes sebagai kepala rumah tangga yang memberikan uang jajan setiap bulannya kepada Budi. Masing-masing anggota keluarga dapat peka akan kebutuhan satu dengan yang lainnya, dimana seperti yang dikatakan oleh Rakhmat (2001, p.106) salah satu karakter orang yang memiliki konsep diri positif adalah ia peka pada kebutuhan orang lain. Sikap Mendukung (Supportiveness) Observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti di rumah informan menunjukan adanya komunikasi keluarga dalam membangun konsep diri mantan narapidana yakni Budi. Peneliti menemukan bahwa pada keluarga Budi terdapat aspek komunikasi dalam keluarga yaitu sikap mendukung. Hal ini dapat terlihat dari sikap mendukung yang ditunjukan tiap-tiap anggota keluarga. Sikap mendukung Jurnal e-komunikasi Hal. 8

(supportiveness) adalah di mana terdapat sikap mendukung dalam hubungan. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak saling mendukung. Sikap mendukung ditunjukkan dengan bersikap deskriptif bukan evaluatif; spontan bukan strategik; provisional bukan sangat yakin. (DeVito, 2011, p.286-p.291). Dengan selalu berkomunikasi dan menghubungi Budi, maka Budi dapat merasakan perhatian dan sikap mendukung yang diberikan baik oleh Yohanes maupun Maria. Seperti yang dikatakan oleh Rakhmat (2001, p.106) karakteristik orang yang memiliki konsep diri positif yaitu ia merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga atau sikap orang lain terhadapnya. Ia juga sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain dan ia sanggup mengakui bahwa ia dapat merasakan berbagai dorongan, sedih/ bahagia dan kekecewaan atau kepuasan. Dengan memberikan perhatian dan sikap yang mendukung tersebut, Yohanes dan Maria berupaya dalam membangun konsep diri positif pada pribadi Budi. Agar Budi dapat merasa sama dengan orang lain, menerima bahwa dirinya penting bagi Yohanes dan Maria dan dapat meluapkan perasaanya dari komunikasi yang dilakukan dengan Yohanes dan Maria. Sikap Positif (Positiveness) Observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti di rumah informan menunjukan adanya komunikasi keluarga dalam membangun konsep diri mantan narapidana yakni Budi. Peneliti menemukan bahwa pada keluarga Budi terdapat aspek komunikasi dalam keluarga yaitu sikap positif. Hal ini dapat terlihat dari sikap positif yang ditunjukan tiap-tiap anggota keluarga. Dimana memiliki pikiran positif antar anggota keluarga. Hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti menjelaskan kegiatan komunikasi di dalam keluarga inti mereka yaitu diantara Yohanes, Maria dan Budi. Budi yang merupakan mantan narapidana mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya dan diterima kembali ke dalam keluarganya. Orang tua Budi tetap menganggap Budi sebagai anak lelaki yang normal pada umumnya, meskipun dia memiliki masa lalu yang buruk sebagai matan penyalahgunaan narkoba. Kasih sayang Yohanes dan Maria ditunjukkan kepada Budi dengan bersikap positif dan melalui komunikasi yang positif. Komunikasi positif juga dilakukan diantara keluarga mereka. Sikap positif (Positiveness) adalah memiliki pikiran positif tentang diri kita dan berpikiran positif tentang orang lain. Cara seseorang mengkomunikasikan sikap positif di dalam keluarga adalah dengan menyatakan sikap positif dan secara positif mendorong anggota keluarga merasa nyaman dalam berkomunikasi. Orang yang merasakan positif terhadap diri sendiri mengisyaratkan/ memperlihatkan perasaan ini kepada orang lain dan akan merefleksikan perasaan positif ini (DeVito, 2011, p.286-p.291). Sikap positif ditunjukkan tidak hanya dengan menerima keadaan Budi yang seperti ini, tetapi juga melalui komunikasi positif dengan tidak malu mengakui status Budi apabila ada orang lain yang mengetahui keadaan Budi yang merupakan matan Jurnal e-komunikasi Hal. 9

narapidana. Seperti yang dikatakan oleh Rakhmat (2001, p.106) salah satu karakteristik orang yang memiliki konsep diri positif adalah ia merasa sama dengan orang lain, ia sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting (bernilai) bagi orang lain dan ia sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu menikmati dirinya secara utuh. Dengan menyatakan sikap positif kepada Budi, Yohanes berupaya dalam pembangunan konsep diri Budi yaitu agar Budi merasa sama dengan orang lain, dapat merasakan bahwa dirinya penting dan dapat menikmati dirinya secara utuh. Peneliti menanyakan kepada Budi perihal pelayanan yang dilakukannya di Rutan Medaeng. Peneliti mendapati bahwa Budi berkeinginan untuk melakukan pelayanan rutin di dalam sana, untuk membantu orang-orang tersebut. Sikap positif yang dimiliki Budi ini adalah dengan memiliki pikiran positif terhadap dirinya sendiri dan menerima dirinya apa adanya, meskipun dirinya merupakan mantan narapidana. Budi menyadari dari pengalamannya bahwa narkoba adalah hal yang tidak baik dengan begitu Budi juga bisa membagikan pengalaman dan pikiran positif ini kepada orang lain khususnya pada narapidana di dalam Rutan Medaeng. Seperti yang dikatakan oleh Rakhmat (2001, p.106) salah satu karakteristik orang yang memiliki konsep diri positif adalah Ia sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan dan ia merasa sama dengan orang lain walaupun memiliki kemampuan yang berbedabeda atau latar belakang yang berbeda. Dengan membantu orang-orang yang berada di dalam Rutan Medaeng, maka Budi meyakini bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk membantu mereka dan dengan begitu mengungkapkan bahwa Budi juga memiliki konsep diri yang positif. Kesetaraan (Equality) Observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti di rumah informan menunjukan adanya komunikasi keluarga dalam membangun konsep diri mantan narapidana yakni Budi. Peneliti menemukan bahwa pada keluarga Budi terdapat aspek komunikasi dalam keluarga yaitu kesetaraan. Hal ini dapat terlihat dari kesetaraan yang ditunjukan tiap-tiap anggota keluarga. Kesetaraan (Equality) adalah menerima orang lain atau memberikan penghargaan positif tak bersyarat kepada orang lain. Komunikasi akan lebih efektif apabila suasananya setara. Artinya adalah harus ada pengakuan bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga. Terjadinya perbedaan pendapat dan konflik merupakan suatu upaya untuk memahami perbedaan, bukan untuk menjatuhkan satu sama lain. Kesetaraan tidak mengharuskan untuk menerima dan menyetujui perilaku verbal dan nonverbal orang lain (DeVito, 2011, p.286-p.291. Terjadinya perbedaan pendapat dan konflik merupakan suatu upaya untuk memahami perbedaan, bukan untuk menjatuhkan satu sama lain. Kesetaraan tidak mengharuskan untuk menerima dan menyetujui perilaku verbal dan nonverbal orang lain. Seperti pernyataan Yohanes dan Maria yang mengungkapkan bahwa tidak menyetujui perbuatan Budi dan mengakui bahwa Budi permah melakukan kesalahan hingga masuk ke Rutan Medaeng karena terkena kasus penyalahgunaan narkoba. Tetapi hal tersebut tidak membuat Yohanes dan Maria menganggap Budi Jurnal e-komunikasi Hal. 10

tidak setara dengan mereka. Mereka membangun suasana yang setara antara Yohanes, Maria dan Budi agar komunikasi keluarga didalamnya merupakan komunikasi yang efektif. Dengan begitu Budi dapat merasa setara dan berharga atau bernilai bagi Yohanes dan Maria. Seperti yang dikatakan oleh Rakhmat (2001, p.106) salah satu karakteristik orang yang memiliki konsep diri positif adalah ia merasa sama dengan orang lain walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu dan sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain. Dengan memberikan kesetaraan kepada Budi, baik Yohanes dan Maria telah mengupayakan untuk membangun konsep diri positif pada Budi supaya Budi dapat merasa sama dengan orang lain dan merasakan bahwa dirinya berharga, khususnya bagi Yohanes dan Maria. Analisis dan Interpretasi Dari hasil temuan data dan analisis data, peneliti menginterpretasi data dari data yang ditemukan oleh peneliti. Komunikasi keluarga yang dijalankan oleh anggota keluarga (ayah dan ibu) kepada Budi yang merupakan mantan narapidana untuk membangun konsep diri yang positif pada Budi. Komunikasi keluarga berupaya untuk memperbaiki konsep diri negatif yang dimiliki oleh Budi seperti selalu merasa malu dan tidak percaya diri (pesimis), menjadi anak yang tidak berguna, peka pada kritik, Budi juga selalu merasa dirinya tidak disenangi oleh orang lain dan tidak mampu mengungkapkan apa yang dirasakan oleh dirinya. Dari kelima aspek komunikasi keluarga yang diungkapkan oleh DeVito, peneliti menemukan bahwa aspek komunikasi keluarga yang paling berpengaruh bagi pembangunan konsep diri Budi yang merupakan mantan narapidana adalah aspek komunikasi terbuka, empati dan sikap mendukung. Sedangkan aspek sikap positif dan kesetaraan juga memberikan kontribusi bagi pembanungna konsep diri Budi yang merupakan mantan narapidana. Tetapi kedua aspek tersebut yang ditemukan oleh peneliti, tidak terlalu berpengaruh pada pembangunan konsep diri Budi. Simpulan Komunikasi keluarga pada penelitian ini terjadi diantara Budi (anak) yang merupakan mantan narapidana dengan Yohanes (ayah) dan Maria (ibu). Budi sebagai mantan narapidana kasus penyalahgunaan narkoba kini telah pulih dan memiliki konsep diri yang positif. Dimana sebelumnya setelah Budi keluar dari penjara, konsep diri negatif dapat terlihat dari pribadi Budi. Seperti selalu merasa malu dengan keadaanya yang merupakan mantan narapidana sehingga dia menjadi pesimis dan tidak percaya diri. Budi merasa telah menjadi anak yang tidak berguna dan telah memalukan nama baik keluarga. Budi juga sangat sensitif (peka pada pertanyaan atau nasehat) apabila ada orang yang menanyakan dan membicarakan mengenai keadaanya yang merupakan mantan narapidana. Sebelumnya Budi juga Jurnal e-komunikasi Hal. 11

terlihat sering mengeluh mengenai keadaanya setelah keluar dari penjara, karena tidak memiliki aktivitas atau pekerjaan tetap, sehingga tidak berpenghasilan. Namun sekarang Budi tidak malu untuk kembali beraktivitas di dalam masyarakat umum. Budi juga telah memutuskan untuk melanjutkan sekolah lagi yaitu S2 Theologia. Budi sebagai mantan narapidana kasus penyalahgunaan narkoba dapat memiliki konsep diri yang positif dikarenakan komunikasi keluarga yang dilakukan oleh keluarganya. Komunikasi keluarga inilah yang telah membangun dan memulihkan konsep diri positif pada pribadi Budi. Dari kelima aspek komunikasi keluarga, yang paling berpengaruh bagi pembentukan konsep diri Budi adalah aspek keterbukaan (openess), empati (empathy) dan sikap mendukung (supportiveness). Ketiga aspek ini berkontribusi besar bagi pembangunan konsep diri pada Budi. Perlahan Budi dapat menunjukkan konsep diri positif dengan tidak merasa minder dan dapat kembali berbaur dengan masyarakat umum. Kepercayaan diri Budi juga telah kembali. Konsep diri positif yang ditunjukkan oleh Budi adalah ia meyakini betul nilai-nilai dan prinsip tertentu; ia memiliki keyakinan pada kemampuannya dalam mengatasi persoalan; ia merasa sama dengan orang lain walaupun terdapat perbedaan; ia sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting bagi orang lain; ia sanggup meluapkan perasaanya; ia mampu menikmati dirinya secara utuh; dan ia peka pada kebutuhan orang lain dengan tidak mengorbankan orang lain untuk bersenang-senang. Daftar Referensi Badan Narkotika Nasional. (2017). Diakses dari http://bnn.go.id tanggal 22 Februari 2018 DeVito, J. A. (2008). Interpersonal Messages : Communication and Relationship Skills. New York : Pearson Education. DeVito, J. A. (2011). Komunikasi Antarmanusia (Edisi Kelima). Tangerang Selatan : Karisma Publishing Group. Khairuddin, H. S. S. (2002). Sosiologi Keluarga. Yogyakarta : Liberty. Kriyantono, R. (2006). Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana Pranada Media Group. Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta : PT Lkis Pelangi Aksara. Rakhmat, J. (2001). Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Rakhmat, J. (2003). Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Sari, Dirsya. Y. (2015). Hubungan Dukungan Sosial Dengan Konsep Diri Pengguna Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Muaro Padang Tahun 2015. Universitas Andalas, Padang, Indonesia. Tubbs, S. L. & Moss, S. (2000). Human Communication : Prinsip-Prinsip Dasar (1st ed). Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Yin, K. (2008). Studi Kasus Desain Dan Metode. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Jurnal e-komunikasi Hal. 12