BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Turnover Intention pada pegawai 1. Pengertian Turnover Intention Turnover intention menurut Mobley (1986) adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela atau pindah dari satu tempat kerja ke tempat kerja lain menurut pilihannya sendiri. Turnover intention (keinginan berpindah kerja) merupakan kecenderungan atau intensitas individu untuk meninggalkan organisasi dengan berbagai alasan dan diantaranya keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik (Ronald dan Milkha, 2014). Sarminah (2006) menggambarkan hal tersebut sebagai keinginan yang disadari untuk mencari alternatif pekerjaan dalam organisasi lainnya. Tet dan Meyer (dalam Rodly, 2012) memberikan definisi turnover intention yaitu niat karyawan untuk meninggalkan organisasi sebagai sadar dan hasrat disengaja dari karyawan untuk meninggalkan organisasi. Menurut Fisbein dan Ajzen (1975) mengajukan teori pembentukan tingkah laku berdasar pada hubungan timbal balik antara keyakinan (belief), sikap (attitude), dan intentsi (intention) individu. Berdasarkan teori intensi dan turnover, turnover intention dapat diartikan sebagai niat, kemauan atau kehendak individu untuk pindah dengan sendirinya dari perusahaan tempat kerja. Bothma dan Roodt (2012) turnover intention adalah intensi atau niat seseorang untuk meninggalkan atau berhenti dari pekerjaan yang merupakan suatu jenis perilaku penarikan diri terhadap pekerjaan. 11
12 Berdasarkan uraian teori di atas dapat disimpulkan bahwa turnover intention adalah keinginan untuk keluar para pegawai ataupun karyawan dari organisasi atau perusahaan, namun belum mencapai tindakan nyata atau turnover. 2. Aspek-aspek Turnover Intention Mobley (1986) menyatakan bahwa turnover intention tergantung dari tiga aspek yaitu: 1. Thinking of Quitting (pikiran untuk keluar dari perusahaan) Karyawan memiliki beberapa pikiran untuk berhenti dari pekerjaannya pada perusahaan dan menarik diri dari perusahaan. Hal lain yang akan dilakukan karyawan seperti membanding-mambandingkan apa yang diperoleh di perusahaan oleh teman di perusahaan lain. 2. Intention to Search (intensi untuk mencari pekerjaan lain) Karyawan melakukan usaha-usaha seperti melihat-lihat lowongan pekerjaan melalui berbagai media informasi yang tersedia ataupun menanyakan informasi lowongan pekerjaan di luar perusahaan tempatnya bekerja. 3. Intention to Quit (intensi untuk keluar dari perusahaan) Karyawan mulai menunjukan perilaku-perilaku tertentu yang menunjukan keinginannya untuk keluar dari perusahaan. Misalnya memiliki niat untuk mengundurkan diri dan mulai dapat memastikan dirinya untuk berhenti dari perusahaan.
13 Fishbein dan Ajzen (1975) mengemukakan aspek-aspek dalam turnover intention meliputi: 1. Aspek sikap pribadi, merupakan dorongan, pikiran dan keinginan untuk melakukan atau tidak melakukan turnover yang dipengaruhi oleh keyakinan positif dari dalam diri orang yang melakukan turnover sebagai akibat dari perilaku turnover tersebut. 2. Aspek norma subjektif, merupakan dorongan, pikiran dan keyakinan melakukan atau tidak melakukan pindah kerja yang dipengaruhi oleh norma dalam meninggalkan pekerjaan. Jadi, intensi turnover ini baru sebatas keinginan atau niatan individu untuk meninggalkan perusahaan atau organisasi, belum pada tahap realisasi lingkungan sosial (berisi pengaruh dan tekanan dari lingkungan sosial). 3. Aspek kontrol perilaku, melibatkan dua aspek, yaitu internal dan eksternal. Aspek internal meliputi informasi, ketrampilan, dan kemampuan individu untuk melaksanakan perilakunya, sedangkan aspek eksternal meliputi halhal yang menghalangi individu untuk melakukan kegiatan, seperti ketergantungan individu pada orang lain dan kesempatan. Berdasarkan uraian kedua teori di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek turnover intention menurut Mobley (1986) Thinking of Quitting (pikiran untuk keluar dari perusahaan), Intention to Search (intensi untuk mencari pekerjaan lain), dan Intention to Quit (intensi untuk keluar dari perusahaan). Sedangkan aspek-aspek menurut Fishbein dan Ajzen (1975) aspek-sikap pribadi, aspek norma subjektif, dan
14 aspek kontrol perilaku. Peneliti memilih aspek-aspek kepuasan kerja menurut Mobley (1986) sebagai dasar teori alat ukur untuk mengetahui tingkat turnover intention. 3. Faktor-faktor Turnover Intention Mobley (1986) menyatakan bahwa banyak faktor yang menyebabkan karyawan berpindah dari tempat kerjanya namun faktor determinan keinginan untuk berpindah diantaranya adalah: 1. Kepuasan Kerja Pada tingkat individual, kepuasan merupakan variable psikologis yang paling sering diteliti dalam suatu model turnover intention. Aspek kepuasan yang ditemukan berhubungan dengan keinginan individu untuk meninggalkan organisasi meliputi kepuasan akan upah dan promosi, kepuasan atas supervise yang diterima, kepuasan dengan rekan kerja, dan kepuasan akan pekerjaan dan isi kerja. 2. Komitmen Organisasi dari Karyawan Hubungan kepuasan kerja dan keinginan meninggalkan tempat kerja hanya menerangkan sebagian kecil varian, maka jelas model proses turnover intention karyawan harus menggunakan variabel lain di luar kepuasan kerja sebagai satu-satunya variabel penjelas. Perkembangan selanjutnya dalam turnover intention memasukan konstruk komitmen organisasional sebagai konsep yang turut menjelaskan proses tersebut sebagai bentuk perilaku, komitmen organisasional dapat dibedakan dari kepuasan kerja. Komitmen mengacu pada responemosional (affective) individu kepada keseluruhan
15 organisasi, sedangkan kepuasan mengarah pada respon emosional atas aspek khusus dari pekerja. Menurut Staffelbach (2008) faktor-faktor penyebab turnover intention dikategorikan sebagai berikut: 1. Faktor Psikologi Penentu psikologis merujuk pada proses mental dan perilaku karyawan, seperti harapan, orientasi, kepuasan kerja, komitmen organisasi, keterlibatan kerja atau efektifitas. 2. Faktor Ekonomi Ketika reward sama dengan di tempat kerja lain, karyawan akan memutuskan untuk tidak meninggalkan organisasi. Pandangan ekonomi menganalisis proses turnover lebih menekankan pada interaksi antara penentuan variabel eksternal seperti gaji atau peluang. 3. Faktor Demografis Faktor demografis yang sering disebut juga sebagai karakteristik personal, yang terdiri dari : a. Usia Faktor usia berkorelasi negatif dengan turnover intention (Henneberger & Souza-Poza, 2007). Orang yang lebih muda memiliki tahap percobaan pada awal kehidupan profesional mereka, sehingga lebih sering berpindah kerja.
16 b. Masa Jabatan Individu memiliki masa jabatan yang lebih lama kemudian meninggalkan organisasi akan dianggap tidak proporsional. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa turnover intention dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: faktor psikologi (harapan, orientasi, kepuasan kerja, komitmen organisasi, keterlibatan kerja atau efektifitas), faktor ekonomi (gaji atau peluang), faktor demografis (usia dan masa jabatan). Sedangkan faktor Menurut Staffelbach (2008), faktor Psikologi, faktor ekonomi, faktor demografis. Meninjau faktor-faktor yang mempengaruhi turnover intention di atas, peneliti kemudian memilih faktor kepuasan kerja sebagai variabel bebas. B. Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja Robbins (2015) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakni seharusnya mereka terima. Wexley dan Yulk (2000) mendefinisikan kepuasan kerja adalah cara seorang pekerja mengerjakan pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan generalisasi sikap-sikap terhadap pekerjaannya yang didasarkan atas aspek-aspek pekerjaannya yang bermacam-macam. Wether & Davis (1996) mendefenisikan kepuasan kerja sebagai perasaan karyawan yang berhubungan dengan pekerjaannya, yaitu perasaan senang atau tidak
17 senang dalam memandang dan menjalankan pekerjaannya. Sejalan dengan hal tersebut Handoko (2001) mengatakan kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah sikap karyawan terhadap pekerjaannya yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang dalam memandang pekerjannya. 2. Aspek-aspek Kepuasan Kerja Menurut Robbins (2015) ada lima aspek kepuasan kerja, yaitu: 1. Kesempatan Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan bermacam-macam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan pekerjaannya sehingga kesenangan dan kepuasan karyawan dapat tercipta. 2. Ganjaran yang pantas Para karyawan menginginkan pemberian upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan adil dan sesuai dengan harapan mereka. Bila upah dilihat adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar upah karyawan, kemungkinan besar akan mengahsilkan kepuasan. Tentu saja, tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang
18 menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja. Intinya bahwa besarnya upah bukanlah jaminan untuk mencapai kepuasan, namun yang lebih penting adalah persepsi keadilan. Sama dengan karyawan yang berusaha mendapatkan kebijakan dan promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil kemungkinan besar akan mendapatkan kepuasan dari pekerjaan mereka. 3. Kondisi kerja yang mendukung Karyawan perduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai lingkungan kerja yang tidak berbahaya. Seperti temperatur, cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain harus diperhitungkan dalam pencapaian kepuasan kerja. 4. Rekan kerja yang mendukung Karyawan akan mendapatkan lebih dari pada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu sebaiknya karyawan mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung. Hal ini penting dalam mencapai kepuasan kerja. Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan. Umumnya studi mendapatkan bahwa kepuasan karyawan ditingkatkan bila atasan langsung bersifat ramah dan
19 dapat memahami, menawarkan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka. 5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya sama dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan lebih memungkinkan untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari pekerjaan mereka. Nelson dan Quick (2006) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi 5 aspek spesifik dari pekerjaan yaitu gaji, pekerjaan itu sendiri, kesempatan promosi, supervise, dan rekan kerja. 1. Gaji merupakan sejumlah upah yang diterima dan tingkat dimana hal ini bias dianggap sebagai hal yang pantas dibandingkan dengan orang lain di dalam organisasi. Karyawan memandang gaji sebagai refleksi dari bagaimana manajemen memandang kontribusi mereka terhadap perusahaan. 2. Pekerjaan itu sendiri, setiap pekerjaan memerlukansuatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam
20 melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja. 3. Promosi merupakan faktor berhubungan dengan ada atau tidaknya kesempatan memperoleh peningkatan karir selama bekerja. Kesempatan inilah yang memiliki pengaruh berbeda pada kepuasan kerja. 4. Supervise merupakan kemampuan atasan untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku kepada bawahan yang mengalami permasalahan dalam pekerjaan. 5. Rekan kerja merupakan tingkat dimana rekan kerja yang pandai mendukung secara social merupakan faktor yang berhubungan antara pegawai dan atasannya dan dengan pegawai lainnya baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaan. Berdasarkan uraian kedua teori diatas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kepuasan kerja menurut Robbins (2015) ada lima aspek kepuasan kerja, yaitu kesempatan, ganjaran yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung, kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan. Sementara menurut Nelson dan Quick (2006) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi 5 aspek spesifik dari pekerjaan yaitu gaji, pekerjaan itu sendiri, kesempatan promosi, supervise, dan rekan kerja. Peneliti memilih aspek-aspek kepuasan kerja menurut Robbins sebagai dasar teori alat ukur untuk mengetahui tingkat kepuasan kerja.
21 C. Hubungan antara Kepuasan Kerja dengan Turnover Intetion Dalam penelitian yang dilakukan oleh Handoko (2008), kepuasan kerja penting diperhatikan untuk aktualisasi diri karyawan. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja maka tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan pada gilirannya akan menjadi frustasi dan berniat untuk keluar dari tempat kerjanya atau dinamakan turnover intention. Kepuasan kerja pada karyawan memiliki arti penting bagi suatu perusahaan, karyawan yang merasa puas dengan apa yang didapatkan maka ia akan bertahan di perusahaan itu dan mampu bekerja secara produktif. Mobley (dalam Novliadi, 2007) menyatan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan erat terhadap pikiran untuk berhenti bekerja dan intensi untuk mencari pekerjaan lain. Turnover intention akhirnya memiliki hubungan yang signifikan terhadap turnover yang sebenarnya. Hubungan keduanya juga dapat dilihat dari aspek-aspek kepuasan kerja itu sendiri, aspek yang pertama yaitu kesempatan, karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan bermacam-macam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan pekerjaannya sehingga kesenangan dan kepuasan karyawan dapat tercipta. Dari hasil penelitian Sutanto (2013) karyawan yang tidak memiliki variasi keterampilan dan juga kesempatan untuk mengerjakan tugas-tugas mereka akan memberikan efek jenuh pada karyawan, sehingga kepuasan karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri masih rendah, hal ini tentu saja akan mempengaruhi turnover intention pada karyawan.
22 Aspek yang kedua yaitu ganjaran yang pantas karyawan menginginkan pemberian upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan adil dan sesuai dengan harapan mereka. Dari hasil penelitian Fajrin (2012) mendapatkan hasil bahwa kepuasan terhadap gaji atau pay satisfaction mempunyai hubungan erat terhadap turnover intention karyawan. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Irvianti (2015) Karyawan merasa yang kurang puas dengan upah mereka bekerja saat ini dan mengharapkan upah yang lebih tinggi dengan berganti profesi pekerjaan. Hal ini perlu diperhatikan oleh perusahaan karena kepuasan karyawan merupakan faktor penting untuk mempertahankan karyawan yang berpengalaman pada perusahaan dan mengurangi keinginan karyawan untuk meninggalkan perusahaan. Aspek yang ketiga yaitu kondisi kerja yang mendukung, menurut penelitian Irvianti (2015) bahwa kondisi kerja seperti lingkungan memiliki pengaruh yang sedikit terhadap turnover intention pada karyawan. Namun hal ini juga harus diperhatikan karena kondisi kerja yang buruk akan menghambat pekerjaan karyawan dan membuat karyawan merasa malas dalam bekerja sehingga pekerjaan yang harus diselesaikan karyawan menjadi terganggu. Aspek yang keempat yaitu rekan kerja yang mendukung, menurut penelitian Irvianti (2015) bahwa hubungan karyawan dengan rekan kerja yang berjalan dengan baik dan hal tersebut membuat karyawan merasa puas dalam bekerja. Hubungan dengan rekan kerja maupun atasan yang kurang baik dapat menyebabkan karyawan merasa tidak nyaman dalam bekerja dan hal tersebut dapat meningkatkan turnover intention karyawan.
23 Aspek yang kelima kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, menurut Saffelbachl (dalam Fajrin, 2012) Penentu psikologis merujuk pada proses mental dan perilaku karyawan, seperti harapan, orientasi, kepuasan kerja, komitmen organisasi, keterlibatan kerja atau efektifitas. Konsep turnover secara psikologis berkaitan dengan faktor-faktor yang dipengaruhi oleh emosi karyawan, sikap atau persepsi. Dari uraian di atas maka akan dapat digambarkan kerangka konspetual yang digunakan dalam penelitian ini. Berikut gambar kerangka konseptual dalam penelitian ini: KESEMPATAN GANJARAN YANG PANTAS KEPUASAN KERJA KONDISI KERJA YANG MENDUKUNG TURNOVER INTENTION REKAN KERJA YANG MENDUKUNG KESESUAIAN KEPRIBADIAN DENGAN PEKERJAAN Gambar 1. Kerangka konsepetual
24 D. Hipotesis Adapun hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini, yaitu: Terdapat hubungan yang negatif antara kepuasan kerja dengan turnover intention pada pegawai Aviation Security (AVSEC) di Bandara Silampari Kota Lubuklinggau. Semakin tinggi tingkat kepuasan kerja maka semakin rendah tingkat turnover intention pada pegawai. Sebaliknya semakin rendah tingkat kepuasan kerja maka semakin tinggi tingkat turnover intention pada pegawai.