GAMBARAN UMUM KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Penekanan pada kenaikan pendapatan per kapita atau Gross National

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014)

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

INDONESIA Percentage below / above median

C UN MURNI Tahun

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT

Disabilitas. Website:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

BAB I PENDAHULUAN. Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan

TABEL 1 LAJU PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA (Persentase) Triw I 2011 Triw II Semester I 2011 LAPANGAN USAHA

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website:

IPM 2013 Prov. Kep. Riau (Perbandingan Kab-Kota)

KESEHATAN ANAK. Website:

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 100,57

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018

Assalamu alaikum Wr. Wb.

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Iva Prasetyo Kusumaning Ayu, FE UI, 2010.

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH. 07 November 2016

PETA KEMAMPUAN KEUANGAN PROVINSI DALAM ERA OTONOMI DAERAH:

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN IV TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat menggambarkan bahwa adanya peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tidak diragukan lagi Indonesia memiliki kekayaan alam yang

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN TERPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

BERITA RESMI STATISTIK

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

DAFTAR ISI BUKU III RPJMN TAHUN PEMBANGUNAN BERDIMENSI KEWILAYAHAN : MEMPERKUAT SINERGI ANTARA PUSAT-DAERAH DAN ANTARDAERAH

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) (Metode Baru)

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

DINAMIKA PDB SEKTOR PERTANIAN DAN PENDAPATAN PETANI

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

BERITA RESMI STATISTIK

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

CEDERA. Website:

EVALUASI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN (Indikator Makro)

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN III TAHUN 2016 SEBESAR 109,22

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

FARMASI DAN PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL. Website:

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

PENGUATAN KEBIJAKAN SOSIAL DALAM RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2011

DATA SOSIAL EKONOMI STRATEGIS. April 2017

ISU STRATEGIS PROVINSI DALAM PENYUSUNAN RKP 2012

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii

Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

ANALISIS DAN EVALUASI PELAYANAN KELUARGA BERENCANA BAGI KELUARGA PRA SEJAHTERA DAN KELUARGA SEJAHTERA I DATA TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh

Transkripsi:

IV. GAMBARAN UMUM KINERJA PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi menunjukkan volume peningkatan output ekonomi dari tahun ke tahun yang dihitung dari PDRB atas dasar harga konstan. Pertumbuhan ekonomi digunakan untuk mengukur kinerja perekonomian dalam pelaksanaan pembangunan di suatu daerah. Pada awal pelaksanaan pembangunan umumnya suatu daerah akan berusaha untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun demikian pertumbuhan yang tinggi tersebut hanya merupakan syarat perlu namun tidak cukup dalam melaksanakan proses pembangunan (Esmara, 1986). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi disamping merupakan suatu bentuk keberhasilan dari pembangunan, umumnya juga disertai dengan permasalahan lain seperti pengangguran, kemiskinan di pedesaan, ketimpangan distribusi pendapatan dan ketidakseimbangan struktural (Kuncoro, 2003). Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda antar wilayah menyebabkan adanya ketidakseimbangan antar kawasan ataupun antar pulau. Pertumbuhan ekonomi pada kurun waktu 2001-2010 di tiap pulau disajikan dalam gambar berikut: 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00-5.00-10.00-15.00-20.00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Sumatra Jawa Bali & NT Kalimantan Sulawesi Maluku & Papua Sumber: BPS, diolah. Gambar 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Pulau, Tahun 2001-2010 (%)

64 Dalam kurun waktu 2001-2010 pertumbuhan ekonomi di setiap pulau relatif fluktuatif. Pulau Maluku dan Papua menjadi pulau dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi yang paling fluktuatif dalam periode waktu tersebut. Provinsi-provinsi yang ada di pulau tersebut sedang berusaha melakukan percepatan pembangunan untuk mengejar ketertinggalannya dari provinsi-provinsi lainnya. Jika dilihat berdasarkan kawasan, pertumbuhan ekonomi di Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) pada kurun waktu 2001-2010 disajikan dalam Gambar 4.2. Pertumbuhan ekonomi di KTI relatif lebih fluktuatif dibandingkan KBI. Hal ini dipengaruhi oleh pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berbeda di setiap provinsi yang ada di masing-masing kawasan. KTI yang umumnya terdiri dari provinsi-provinsi yang sedang berkembang masih menjadikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sebagai indikator keberhasilan pembangunan di daerahnya, sedangkan provinsi-provinsi di KBI yang umumnya lebih maju tidak lagi memperoleh tambahan output setinggi awal pelaksanaan pembangunan. 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 4.66 2.97 4.54 3.48 6.43 5.86 4.83 5.68 4.72 5.15 4.79 3.33 2.15 3.08 5.68 5.75 6.02 6.03 4.46 6.09 KBI KTI 1.00 0.00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Sumber: BPS, diolah. Gambar 4.2 Pertumbuhan Ekonomi menurut Kawasan, Tahun 2001-2010 (%) Meskipun demikian, dari Gambar 4.2 terlihat bahwa pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi antara KBI dan KTI menunjukkan adanya kecenderungan menuju konvergen. Pertumbuhan ekonomi KBI tahun 2010 sebesar 6,09 persen, sedangkan KTI sebesar 6,03 persen.

65 Tabel 4.1 menunjukkan bahwa selama tahun 2001-2010, rata-rata pertumbuhan ekonomi di beberapa provinsi di Jawa dan Sumatra berada di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi yang semakin melambat di beberapa daerah menunjukkan bahwa kondisi mapan mulai dicapai oleh daerah-daerah tersebut. Kondisi ini bisa disebabkan oleh sudah optimalnya penggunaan sumber daya yang ada di provinsi untuk melakukan pembangunan sehingga penambahan outputnya dari tahun ke tahun tidak lagi setinggi pada awal pembangunan. Kondisi yang berbeda pada rata-rata pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh provinsi-provinsi di luar Jawa dan Sumatra. Pencapaian pertumbuhan ekonomi di provinsi-provinsi di luar Jawa dan Sumatra relatif lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional yang memberikan indikasi bahwa provinsiprovinsi di wilayah tersebut masih terus berusaha mengembangkan dirinya dan berusaha mengejar ketertinggalan dari provinsi-provinsi di Jawa dan Sumatra yang relatif sudah lebih maju. Tabel 4.1 Rata-rata Pertumbuhan PDRB Menurut Provinsi, Tahun 2001-2010 Provinsi Rata-rata Pertumbuhan (%) Provinsi Rata-rata Pertumbuhan (%) Aceh (1,38) Kalimantan Barat 4,57 Sumatra Utara 5,55 Kalimantan Tengah 5,47 Sumatra Barat 5,44 Kalimantan Selatan 5,13 Riau 3,47 Kalimantan Timur 2,99 Kep Riau 5,02 Sulawesi Utara 5,58 Jambi 6,20 Sulawesi Tengah 7,05 Sumatra Selatan 4,43 Sulawesi Selatan 6,13 Kep Babel 5,38 Sulawesi Tenggara 7,27 Bengkulu 5,52 Gorontalo 7,07 Lampung 5,12 Sulawesi Barat 6,69 DKI Jakarta 5,68 NTB 5,14 Jawa Barat 5,09 NTT 4,79 Banten 5,27 Maluku 4,39 Jawa Tengah 5,01 Maluku Utara 4,92 DI Yogyakarta 4,56 Papua 3,35 Jawa Timur 5,38 Papua Barat 8,35 Bali 4,87 Indonesia 4,92 Sumber: BPS, berbagai tahun.

66 4.2 Perkembangan PDRB per Kapita Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Perbedaan ketersediaan faktor-faktor produksi dan sumber daya alam membuat besaran PDRB menjadi bervariasi antar wilayah. Selama tahun 2004-2010, Jawa menyumbang lebih dari 50 persen PDB total nasional (Tabel 1.2). Kondisi tersebut mengindikasikan adanya kesenjangan antar pulau di Indonesia. Jawa yang memiliki faktor-faktor produksi dan sumber daya alam yang melimpah telah membuatnya dominan di antara pulau-pulau lainnya. Tren PDRB antar pulau selama tahun 2001-2010 juga menunjukkan pola yang serupa (Gambar 4.3). PDRB provinsi-provinsi di Jawa terus meningkatkan selama periode penelitian. 1,600,000,000.00 1,400,000,000.00 1,200,000,000.00 1,000,000,000.00 800,000,000.00 600,000,000.00 400,000,000.00 200,000,000.00 Sumatra Jawa Bali &NT Kalimantan Sulawesi Maluku & Papua 0.00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Sumber: BPS, diolah Gambar 4.3 Tren PDRB Antar Pulau, Tahun 2001-2010 (juta rupiah) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita biasa digunakan untuk melakukan pendekatan pendapatan per kapita yang mencerminkan tingkat kesejahteraan suatu wilayah. Menurut Arsyad (2010), pendapatan per kapita memberikan gambaran tentang kesejahteraan masyarakat dan menggambarkan perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat yang terjadi antar wilayah. Semakin tinggi PDRB per kapita maka kesejahteraan penduduk dan jumlah penduduk miskin di suatu daerah akan semakin berkurang, karena dengan pendapatan yang semakin tinggi maka seseorang akan semakin mampu untuk memenuhi

67 kebutuhannya dan semakin mampu membayar berbagai pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah. 16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 Sumatra Jawa Bali &NT Kalimantan Sulawesi Maluku & Papua 0.00 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Sumber : BPS, diolah. Gambar 4.4 Tren PDRB per Kapita Antar Pulau, Tahun 2001-2010 (juta rupiah). Pulau Jawa masih merupakan pulau yang sejahtera dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia, bahkan Jawa menunjukkan tren yang terus meningkat dari tahun ke tahun, artinya kesejahteraan penduduk di Jawa terus mengalami peningkatan sepanjang periode penelitian, padahal apabila dilihat dari distribusi jumlah penduduk yang tersebar di pulau-pulau tersebut, Jawa memiliki jumlah penduduk terbanyak dibandingkan pulau yang lain (lihat Tabel 1.1). Selain itu Jawa masih memilik faktor-faktor yang menarik bagi para migrant untuk mencari penghasilan yang lebih baik. Teori Migrasi Todaro (Todaro & Smith, 2006) menjelaskan alasan seseorang melakukan migrasi karena adanya harapan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik di tempat yang baru. Jawa dan Sumatra yang memiliki potensi sumber daya alam yang lebih subur dibandingkan dengan pulaupulau lainnya telah membuatnya menjadi daerah tujuan migrasi. Gambar 4.5 menunjukkan jumlah migran yang masuk ke setiap pulau pada tahun 2005 baik migrasi risen maupun migrasi seumur hidup. Pulau Jawa dan Sumatra menjadi tujuan utama para migrant pada tahun 2005 dibandingkan pulau-pulau lainnya. Penumpukan penduduk di Jawa dan Sumatra tentunya menjadi beban tersendiri, namun disisi lain jumlah penduduk yang besar juga merupakan salah

68 satu modal pembangunan yang penting. Model Kremerian menyatakan bahwa populasi yang besar adalah prasyarat bagu kemajuan teknologi (Mankiw, 2007). Di samping modal manusia yang besar, tidak bisa dipungkiri bahwa Jawa dan Sumatra memiliki sumber daya alam yang melimpah dan infrastruktur yang lebih baik. Karakteristik inilah yang menjadikan kedua pulau utama tersebut menjadi pusat perekonomian di Indonesia. 12,000,000 10,000,000 10,702,323 Migrasi Risen Migrasi Seumur Hidup 8,000,000 6,000,000 6,082,851 4,000,000 2,000,000 0 860,513 2,364,576 2,048,206 1,246,604 566,907 452,984 136,884 259,925 236,173 71,610 Jawa Sumatra Bali & NT Kalimantan Sulawesi Maluku & Papua Sumber: BPS, diolah Gambar 4.5 Migrasi Risen dan Migrasi Seumur Hidup Masuk, Tahun 2005 (orang) Meskipun demikian, PDRB per kapita yang tinggi tidak selalu mencerminkan pemerataan. Kesejahteraan yang tinggi tidak selalu dinikmati secara merata oleh masyaratkat. Kondisi ini terlihat dari perkembangan jumlah penduduk miskin yang ada setiap pulau (Gambar 4.6). Selama tahun 2007-2010, Maluku dan Papua menjadi pulau dengan jumlah penduduk miskin terbanyak dibandingkan pulau-pulau lainnya padahal pulau tersebut juga memiliki tren PDRB per kapita terendah selama tahun 2001-2010, sedangkan Kalimantan yang selama tahun 2001-2010 mempunyai PDRB per kapita tertinggi di Indonesia justru menjadi pulau yang paling sedikit memiliki penduduk miskin. Adanya permasalahan kemiskinan yang dihadapi setiap pulau menunjukkan bahwa

69 keberhasilan pembangunan tidak serta merta dibarengi dengan pemerataan pendapatan. 35 30 32.52 29.94 29.68 28.96 25 20 15 10 16.22 10.37 15.22 9.14 13.88 7.49 12.92 7.36 5 0 2007 2008 2009 2010 Sumatra Jawa Bali & NT Kalimantan Sulawesi Maluku & Papua Sumber: BPS, diolah. Gambar 4.6 Tren Penduduk Miskin Menurut Pulau, Tahun 2007-2010 (persen). Ketidakmerataan pembangunan juga terlihat dari banyaknya jumlah pengangguran yang ada di suatu wilayah. Pembangunan ekonomi yang tidak disertai dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi akan menimbulkan permasalahan ekonomi baru, beban yang harus ditanggung negara akibat tingginya angka pengangguran. Gambar 4.7 menunjukkan tren angka pengangguran menurut pulau selama tahun 2007-2010. Pulau-pulau yang memiliki PDRB per kapita tinggi juga harus menghadapi jumlah pengangguran yang tinggi. Sedangkan untuk pulau Bali dan Nusa Tenggara serta pulau Maluku dan Papua yang memiliki angka pengangguran yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya ternyata mempunyai PDRB per kapita relatif lebih rendah dibandingkan pulau lainnya. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa daerah yang sudah maju maupun yang sedang berkembang mempunyai permasalahan yang sama yaitu pengangguran. Pembangunan ekonomi selalu dibarengi dengan kesenjangan

70 ekonomi, hanya saja yang membedakan antar wilayah adalah tingkat kecenderungan disparitas, tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran yang terjadi. Hal ini tentunya membutuhkan penanganan yang berbeda. 12.00 10.00 8.00 9.67 9.19 8.46 8.07 6.00 4.00 4.66 5.01 4.36 4.39 4.44 4.08 4.25 4.08 2.00 0.00 2007 2008 2009 2010 Sumatra Jawa Bali & NT Kalimantan Sulawesi Maluku & Papua Sumber: BPS, diolah. Gambar 4.7 Tren Pengangguran Menurut Pulau, Tahun 2007-2010 (persen). 4.3 Investasi 4.3.1 Investasi Pemerintah Investasi diperlukan dalam melaksanakan pembangunan. Teori pertumbuhan ekonomi Harrod Domar menjelaskan hubungan positif antara tingkat investasi dan laju pertumbuhan ekonomi. Apabila tingkat investasi suatu daerah tinggi maka daerah tersebut akan memiliki pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan per kapita yang tinggi karena kegiatan ekonomi yang terjadi di daerah tersebut berjalan produktif. Investasi dapat dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Kemampuan pemerintah dalam menyediakan modal untuk keperluan percepatan pembangunan terbatas sehingga pemerintah perlu melakukan usaha-usaha untuk memperoleh tambahan modal bagi pelaksanaan pembangunan di daerahnya masing-masing. Pemerintah daerah melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal diberi kewenangan untuk menggali pendapatan dan melakukan peran alokasi secara mandiri dalam melaksanakan pembangunan di daerahnya. Melalui

71 pengeluaran pemerintah untuk pembangunan yang ada di APBD, setiap pemerintah daerah berusaha mengoptimalkan anggaran yang ada untuk menambah aset di daerahnya. Gambar 4.8 menunjukkan perkembangan investasi pemerintah dari tahun 2001-2009. Jawa yang menjadi pusat perekonomian justru menunjukkan kecenderungan menurun mulai tahun 2006 sampai tahun 2008, kondisi ini berbeda dengan investasi pemerintah yang terus ditingkatkan di luar Jawa. Upaya pemerintah untuk memperoleh output yang tinggi melalui investasi yang dilakukannya terlihat nyata di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku-Papua. Sedangkan Bali dan Nusa Tenggara justru menjadi pulau dengan investasi pemerintah terendah. Kondisi yang terjadi di Bali dan Nusa Tenggara tersebut dimungkinkan karena pemerintah daerah tidak memiliki cukup dana untuk melakukan pembangunan karena anggaran yang dimiliki lebih banyak digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin (lihat Tabel 1.4). 35000000 juta rupiah 30000000 25000000 20000000 15000000 10000000 5000000 juta rupiah (IND) 120000000 100000000 80000000 60000000 40000000 20000000 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 INDONESIA Sumatra Jawa Bali & NT Kalimantan Sulawesi Maluku & Papua Sumber: DJPK, diolah. Gambar 4.8 Perkembangan Investasi Pemerintah Menurut Pulau, Tahun 2001-2009 (juta rupiah) 0 Salah satu bentuk pembangunan yang dilakukan pemerintah adalah melakukan perbaikan jalan-jalan yang masih dalam kategori rusak. Jalan dalam kondisi baik akan mempermudah akses menuju daerah-daerah yang semula sulit

72 dijangkau atau sebaliknya. Panjang jalan dengan kondisi baik dan sedang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya di masing-masing pulau (Tabel 4.2). Peningkatan tersebut memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi sebab sistem jalan yang berkualitas dapat meningkatkan pengembangan industri, memperlancar mobilitas faktor produksi dan tenaga kerja serta dapat meningkatkan pendapatan. Tabel 4.2 Panjang Jalan dengan Kondisi Baik dan Sedang Menurut Pulau di Indonesia, Tahun 2006-2010 (km) Pulau Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Sumatra 74.808 82.067 89.325 98.329 105.966 Jawa 76.469 77.012 77.554 82.190 84.710 Kalimantan 20.561 21.800 23.038 33.040 34.553 Sulawesi 54.033 50.937 47.840 46.500 49.868 Bali-Nusa Tenggara 18.579 20.205 21.830 22.213 22.137 Maluku-Papua 10.843 12.338 13.832 16.645 19.018 Sumber: BPS, diolah. Kondisi jalan yang baik juga akan mempermudah akses ke pusat-pusat perekonomian di setiap pulau. Semakin mudahnya akses menuju pusat-pusat perekonomian maka kemungkinan masyarakat didaerah terpencil untuk melakukan kegiatan ekonomi semakin terbuka. Iinvestor swasta yang berminat untuk mengembangkan potensi di daerah-daerah yang awalnya terisolir bisa dijembatani. Selain infrastruktur jalan, ketersediaan infrastruktur listrik juga penting untuk diperhatikan. Energi listrik merupakan salah satu unsur penggerak roda perekonomian, baik bagi rumah tangga maupun bagi pemerintah untuk mendorong terciptanya kesejahteraan masyarakat. Seiring dengan kemajuan teknologi maka kebutuhan akan listrik juga semakin meningkat karena semakin banyak kegiatan produksi dan penggunaan sarana penunjang kehidupan berteknologi tinggi yang menggunakan listrik sebagai sumber energinya.

73 Energi listrik yang terjual di Jawa lebih banyak dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya di luar jawa (Gambar 4.10). Kondisi ini dimungkinkan terjadi karena jumlah penduduk, rumah tangga dan industri di Jawa jauh lebih banyak dibandingkan pulau lainnya. Banyaknya energi listrik yang lebih banyak terjual di Jawa seharusnya menjadi perhatian bagi pemerintah karena kondisi perekonomian di pulau-pulau lainnya yang relatif tidak lebih maju dari Jawa. Pemerintah perlu mengupayakan ketersediaan infrastruktur listrik yang lebih merata di seluruh pulau di Indonesia. 120000 GWH 100000 80000 60000 40000 20000 0 2006 2007 2008 2009 2010 SUMATRA JAWA BALI&NT KALIMANTAN SULAWESI MALUKU&PAPUA Sumber : PLN (diolah), tahun 2006-2010 Gambar 4.9 Banyaknya Listrik Terjual Menurut Pulau, Tahun 2006-2010. 4.3.2 Investasi Swasta Peraturan mengenai investasi swasta diatur pemerintah dalam Undangundang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negri (PMDN) Jo Nomor 12 Tahun 1970 dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 Jo Nomor 11 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing (PMA). Kedua undang-undang tersebut ditujukan untuk menjaring modal dalam negri dan memanfaatkan modal luar negri untuk dijadikan sumber pendanaan pembangunan nasional. Investasi dari pihak swasta diperlukan sebagai tambahan dana bagi pelaksanaan pembangunan, karena Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak memiliki dana yang cukup untuk melaksanakan pembangunan. Adanya investasi tersebut akan meningkatkan output yang dihasilkan oleh suatu

74 negara sehingga akan meningkatkan pendapatan nasional dan kesejahteraan masyarakat. Investor swasta sebagai pihak yang menginginkan adanya keuntungan dalam setiap investasi yang dilakukannya akan memperhatikan iklim perekonomian di setiap daerah yang menjadi incaran investasinya. Kondisi ini menyebabkan adanya ketimpangan investasi antar pulau (Tabel 4.2). Jawa yang merupakan pusat perekonomian Indonesia memiliki proporsi investasi swasta terbesar dibandingkan pulau-pulau lainnya. Tabel 4.3 Distribusi Investasi Swasta Menurut Pulau, Tahun 2001-2009 (%) PULAU PMA PMDN Sumatera Jawa Bali & NT Kalimantan Sulawesi Maluku & Papua 10,43 81,60 2,76 3,39 1,05 0,77 23,55 60,93 0,48 10,39 3,99 0,67 Total 100,00 100,00 Sumber : BKPM, diolah. Pulau-pulau diluar Jawa dan Sumatra memperoleh bagian investasi swasta yang lebih kecil yaitu tidak lebih dari 15 persen total investasi swasta selama tahun 2001-2009. Iklim investasi yang kurang mendukung di pulau-pulau tersebut membuat investor melakukan pertimbangan yang lebih mendalam ketika berencana menanamkan modalnya. Investor swasta tentunya ingin memastikan bahwa investasi yang dilakukannya akan memberikan keuntungan baginya, berbeda dengan apabila pemerintah yang melakukan investasi. Investasi oleh pemerintah merupakan hal yang wajib dilakukan demi kemajuan daerahnya, bahkan dengan optimalnya pembangunan di daerahnya justru mampu menarik investor swasta untuk ikut mengembangkan potensi yang ada di daerah tersebut. 4.4 Modal Manusia Melalui Pendidikan dan Kesehatan Keberhasilan kinerja perekonomian tidak hanya dilihat dari pencapaian indikator-indikator ekonomi yang tinggi. Pencapaian kinerja pembangunan di suatu wilayah juga dapat dilihat dari pembangunan manusia. Teori pertumbuhan endogen yang dipelopori oleh Lucas Romer (1996) menjelaskan bahwa

75 pendidikan merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi. Pendidikan akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga akan menghasilkan tenaga kerja yang lebih produktif yang mampu menjadi faktor pendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi. Selain pendidikan, kulaitas modal manusia juga bisa didekati dengan tingkat kesehatan maupun indikator-indikator lainnya (Prahara, 2010). Manusia dengan pendidikan tinggi yang disertai dengan tingkat kesehatan yang baik akan semakin meningkatkan produktivitasnya. Penduduk dengan tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan yang baik merupakan investasi yang penting bagi percepatan pertumbuhan ekonomi karena didalamnya terdapat angkatan kerja yang produktif yang penting bagi pembangunan. Ukuran pembangunan manusia yang digunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Tabel 4.3 menunjukkan pencapaian IPM menurut provinsi di Indonesia. Dari tahun 2009 ke tahun 2010, angka IPM Indonesia menunjukkan peningkatan. Artinya kualitas manusia terjadi peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh Indonesia. Tren yang sama juga dialami oleh setiap provinsi di Indonesia, angka IPM maupun komponen pendidikan dan kesehatan juga menunjukkan adanya peningkatan. Meskipun masih ada beberapa provinsi yang pencapaian angka IPM maupun indikator pendidikan dan kesehatannya masih di bawah angka nasional. Provinsi-provinsi tersebut sebagian besar berada di luar pulau Jawa dan Sumatra atau berada di wilayah KTI. IPM menunjukkan kondisi manusia yang ada di suatu wilayah. Penduduk yang berkualitas akan meningkatkan kualitas pembangunan yang mampu dicapai oleh wilayah tersebut. Di dalam penduduk yang berkualitas terdapat angkatan kerja yang berkualitas pula. Semakin banyak tenaga kerja yang berpendidikan tinggi dan memiliki tingkat kesehatan yang baik maka produktivitas tenaga kerja akan meningkat dan pada akhirnya akan meningkatkan output yang bisa dicapai. Kesenjangan modal manusia yang terjadi di Indonesia berpotensi untuk memperparah kesenjangan ekonomi. Tidak adanya manusia yang berkualitas di suatu wilayah akan menghambat kemajuan yang ingin dicapai. Meskipun IPM untuk setiap provinsi menunjukkan kenaikan setiap tahunnya namun provinsiprovinsi yang sejak awal memiliki IPM rendah belum bisa mengejar

76 ketertinggalannya dari provinsi lain yang sejak awal sudah lebih maju dalam melakukan pembangunan manusia. Tabel 4.4 Komponen Pendidikan, Kesehatan dan IPM Menurut Provinsi, Tahun 2009-2010. Provinsi Angka Harapan Hidup (tahun) Angka Melek Huruf (%) Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 2009 2010 2009 2010 2009 2010 2009 2010 Aceh 68,60 68,70 96,39 96,88 8,63 8,81 71,31 71,70 Sumut 69,35 69,50 97,15 97,32 8,65 8,85 73,80 74,19 Sumbar 69,25 69,50 96,81 97,09 8,45 8,48 73,44 73,78 Riau 71,25 71,40 98,11 98,35 8,56 8,58 75,60 76,07 Jambi 68,95 69,10 96,06 96,07 7,68 7,84 72,45 72,74 Sumsel 69,40 69,60 97,21 97,36 7,66 7,82 72,61 72,95 Bengkulu 69,65 69,90 94,90 95,30 8,23 8,25 72,55 72,92 Lampung 69,25 69,50 94,37 94,64 7,49 7,75 70,93 71,42 Babel 68,75 68,90 95,63 95,69 7,41 7,45 72,55 72,86 Kepri 69,75 69,80 96,08 97,19 8,96 9,16 74,54 75,07 Jakarta 73,05 73,20 98,94 99,13 10,90 10,93 77,36 77,60 Jabar 68,00 68,20 95,98 96,18 7,72 8,02 71,64 72,29 Jateng 71,25 71,40 89,46 89,95 7,07 7,24 72,10 72,49 DI Y 73,16 73,22 90,18 90,84 8,78 9,07 75,23 75,77 Jatim 69,35 69,60 87,80 88,34 7,20 7,24 71,06 71,62 Banten 64,75 64,90 95,95 96,20 8,15 8,32 70,06 70,48 Bali 70,67 70,72 87,22 88,40 7,83 8,21 71,52 72,28 NTB 61,80 62,11 80,18 81,05 6,73 6,77 64,66 65,20 NTT 67,25 67,50 87,96 88,59 6,60 6,99 66,60 67,26 Kalbar 66,45 66,60 89,70 90,26 6,75 6,82 68,79 69,15 Kalteng 71,10 71,20 97,69 97,78 8,02 8,03 74,36 74,64 Kalsel 63,45 63,81 95,41 95,94 7,54 7,65 69,30 69,92 Kaltim 71,00 71,20 96,89 97,05 8,85 8,87 75,11 75,56 Sulut 72,12 72,22 99,41 99,45 8,82 8,89 75,68 76,09 Sulteng 66,35 66,60 95,78 96,08 7,89 8,00 70,70 71,14 Sulsel 69,80 70,00 87,02 87,75 7,41 7,84 70,94 71,62 Sultra 67,60 67,80 91,51 91,85 7,90 8,11 69,52 70,00 Gorontalo 66,50 66,81 95,77 96,00 7,18 7,38 69,79 70,28 Sulbar 67,60 67,80 87,59 88,48 7,05 7,11 69,18 69,64 Maluku 67,20 67,40 98,13 98,14 8,63 8,76 70,96 71,42 Malut 65,70 66,01 95,74 96,08 8,61 8,63 68,63 69,03 Pabar 68,20 68,51 92,34 93,19 8,01 8,21 68,58 69,15 Papua 68,35 68,60 75,58 75,60 6,57 6,66 64,53 64,94 Indonesia 69,21 69,43 92,58 92,91 7,72 7,92 71,76 72,27 Sumber: BPS. IPM

77 Terlihat pada Gambar 4.11 bahwa daerah yang memiliki jumlah tenaga kerja berpendidikan minimal SMA terendah adalah pulau Maluku dan Papua. Hal ini sejalan dengan keberhasilan pulau tersebut dalam memperoleh output pembangunan. Pulau Maluku dan Papua merupakan pulau dengan PDRB terendah dibandingkan pulau-pulau lainnya selama tahun 2001-2010. Meskipun demikian, selama tahun 2005-2010 jumlah tenaga kerja yang pendidikannya minimal SMA di pulau tersebut menunjukkan peningkatan sehingga produktivitas juga meningkat. Peningkatan produktivitas tersebut tercermin dari pencapaian output yang juga semakin meningkat selama tahun 2005-2010 (lihat Gambar 4.3). ORG (PULAU) 20000000 18000000 16000000 14000000 12000000 10000000 8000000 6000000 4000000 2000000 0 438641 444930 519567 574158 624303 712568 2005 2006 2007 2008 2009 2010 ORG (IND) 35000000 30000000 25000000 20000000 15000000 10000000 5000000 0 Sumatra Jawa Bali & NT Kalimantan Sulawesi Maluku & Papua indonesia Sumber: BPS, diolah. Gambar 4.10 Jumlah Tenaga kerja Berpendidikan SMA ke atas Menurut Pulau di Indonesia, Tahun 2005-2010 (orang).