23 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Konsumsi ransum dihitung berdasarkan jumlah ransum diberikan dikurangi sisa ransum. Rataan konsumsi ransum ayam lokal Jimmy s Farm selama penelitian disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Ulangan Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5 (.............gram/ekor......) 1 1785,00 1917,00 1747,50 2001,00 1868,25 2 1936,50 2012,25 1599,60 1668,00 1981,50 3 1537,20 1641,00 1603,20 1893,00 2093,25 4 1534,20 1695,60 1699,20 1988,25 1603,20 Jumlah 6792,90 7265,85 6649,50 7550,25 7546,20 Rataan 1698,23 1816,46 1662,38 1887,56 1886,55 Keterangan : R1 = Ransum dengan kandungan EM 2750 kkal/kg dan Protein 15 % R2 = Ransum dengan kandungan EM 2750 kkal/kg dan Protein 17 % R3 = Ransum dengan kandungan EM 2750 kkal/kg dan Protein 19 % R4 = Ransum dengan kandungan EM 2950 kkal/kg dan Protein 15 % R5 = Ransum dengan kandungan EM 2950 kkal/kg dan Protein 17 % Rataan konsumsi ransum dari yang terkecil sampai yang terbesar adalah perlakuan R3 sebesar 1662,38 gr/ekor dan selanjutnya pada perlakuan R1 sebesar 1698,23 gr/ekor, R2 sebesar 1816,46 gr/ekor, R5 sebesar 1886,55 gr/ekor, dan R4 sebesar 1887,56 gr/ekor. Hasil analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap konsumsi ransum. Dengan demikian, konsumsi ransum pada tingkat pemberian energi (2750-2950 kkal/kg) dan protein (15-19%) berada pada kisaran yang sama atau perlakuan tidak memberikan efek yang berpengaruh terhadap konsumsi ransum.
24 Pada penelitian, jumlah konsumsi cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah energi. Energi pada R4 dan R5 lebih tinggi (2950 kkal/lg), namun jumlah konsumsi terendah adalah perlakuan R3 (2750 kkal/kg) tetapi perbedaan energi ransum (200 kkal/kg) tidak memberikan perbedaan yang nyata pada konsumsi ransum. Konsumsi ransum tertinggi yaitu pada perlakuan R4 dan R5. Kisaran konsumsi ransum pada penelitian ini lebih tinggi bila dibandingkan hasil penelitian Ariesta (2011) yang melaporkan bahwa konsumsi ransum pada ayam kampung umur 10 minggu dengan perlakuan ransum energi dan protein 3100 kkal/kg dan 22% yaitu sebesar 1551,9 g/ekor. Hal ini terjadi karena perbedaan kandungan energi ransum pada penelitian ini yang lebih rendah dibandingkan energi ransum penelitian Ariesta (2011) dimana konsumsi menurun apabila kandungan energi terus meningkat. Dengan demikian dalam penyusunan ransum kandungan protein harus disesuaikan dengan kandungan energi dan proteinnya. Unggas mengkonsumsi ransum terutama untuk memenuhi kebutuhan energinya (Anggorodi, 1985). Kelebihan energi dalam ransum terjadi bila perbandingan energi dan protein, vitamin serta mineral dalam keadaan berlebihan daripada yang dibutuhkan untuk pertumbuhan normal, produksi, aktivitas dan untuk memelihara fungsi-fungsi vital menurut Wahju (1992). Abun (2005) menyatakan bahwa meningkatnya ransum yang dikonsumsi akan memberikan kesempatan pada tubuh untuk meretensi zat-zat makanan yang lebih banyak, kebutuhan protein zat-zat makanan yang lebih banyak, sehingga kebutuhan protein terpenuhi. Sehubungan yang dikemukakan Scott et al (1982) bahwa jumlah ransum yang dikonsumsi juga dipengaruhi oleh palatabilitas ransum. Semakin ransum palatabel maka semakin banyak jumlah ransum yang dikonsumsi.
25 4.2 Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan dihitung berdasarkan selisih antara bobot akhir dengan bobot awal. Rataan Pertambahan Bobot Badan ayam lokal Jimmy Farm dari tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Ulangan Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5 (..............gram/ekor...) 1 620,00 582,50 612,50 596,25 550,00 2 677,50 661,25 617,00 529,00 675,00 3 539,00 608,00 619,00 607,50 681,25 4 524,00 673,00 669,00 555,00 563,00 Jumlah 2360,50 2524.75 2517,50 2287,75 2469,25 Rataan 590,13 631,19 629,38 571,94 617,31 Keterangan : R1 = Ransum dengan kandungan EM 2750 kkal/kg dan Protein 15 % R2 = Ransum dengan kandungan EM 2750 kkal/kg dan Protein 17 % R3 = Ransum dengan kandungan EM 2750 kkal/kg dan Protein 19 % R4 = Ransum dengan kandungan EM 2950 kkal/kg dan Protein 15 % R5 = Ransum dengan kandungan EM 2950 kkal/kg dan Protein 17 % Rataan pertambahan bobot badan dari yang terkecil sampai yang terbesar adalah perlakuan R4 (EM 2950 kkal/kg dan protein 15%) sebesar 571,94 gr/ekor selanjutnya pada perlakuan R1 (EM 2750 kkal/kg dan protein 15%) sebesar 590,13 gr/ekor, R5 (EM 2950 kkal/kg dan protein 17%) sebesar 617,31 gr/ekor, R3 (EM 2750 kkal/kg dan protein 19%) sebesar 629,38 gr/ekor, dan R2 (EM 2750 kkal/kg dan protein 17%) sebesar 631,19 gr/ekor. Guna mengetahui pengaruh perlakuan terhadap pertambahan bobot badan, maka dilakukan analisis ragam. Hasil analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan bobot badan atau
26 bisa dikatakan kelima tingkat energi dan protein ini menghasilkan pertambahan bobot badan yang relatif sama yaitu kisaran 571,94 gr/ekor sampai 631,19 gr/ ekor. Laju pertumbuhan dari unggas dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni genetik, konsumsi pakan, kandungan protein dalam pakan serta sistem pemeliharaan. Pernyataan tersebut selaras dengan pendapat Engel (1990) yaitu performans dari seekor ternak ditentukan oleh kemampuan genetik dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan. Setiap jenis/bangsa/rumpun unggas mempunyai kemampuan yang berbeda dalam pertumbuhan, hal ini bisa disebabkan adanya perbedaan dari potensi genetik yang dimiliki masing-masing jenis dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda pada setiap individu. Pemberian ransum dengan energi metabolis dan protein lebih dari yang dibutuhkan akan terbuang karena ayam tersebut tidak bisa meningkatkan lagi pertumbuhannya yang sudah maksimal sesuai dengan genetiknya. Penelitian ini meskipun memiliki ransum dengan energi dan protein berbeda, tetapi perbedaan ini tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan karena dari peneletian yang telah dilakukan ayam lokal Jimmy Farm ini mempunyai aktivitas gerak yang sangat aktif atau sering bergerak dalam kandang dan kelebihan energi dari ransum tersebut digunakan untuk aktivitas gerak bukan untuk pertambahan bobot badan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Santoso (1987) yaitu energi yang dikonsumsi oleh ayam kampung digunakan untuk pemeliharaan tubuh, gerak otot, menyelenggarakan aktivitas fisik dan mempertahankan temperatur tubuh yang normal. Penelitian ini berkombinasi antara energi dan protein dalam ransum yang tinggi, tidak digunakan untuk pertumbuhan karena kemungkinan ransum dengan protein yang rendah sudah mencukupi untuk pertumbuhan ayam Jimmy Farm
27 selama penelitian sehingga pemberian protein yang tinggi terbuang melalui urin. Alasan ini sesuai dengan pendapat Widodo (2002) yaitu unggas yang mengkonsumsi protein melebihi kebutuhannya maka protein akan dirubah menjadi energi, namun bila proteinnya terlalu berlebih sementara kebutuhan energi sudah terpenuhi maka protein tidak dapat disimpan dalam tubuh, sehingga protein pakan akan terbuang lewat feces atau urin. Protein tinggi dalam metabolismenya memerlukan energi yang tinggi untuk mencerna protein (Card and Nesheim, 1978), sehingga energi yang dibutuhkan lebih besar, akibatnya dengan semakin tinggi konsumsi energi maka hal ini justru membuat beban panas yang semakin tinggi sehingga kurang dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Hal ini tersebut memberikan gambaran bahwa genetik dari ayam lokal Jimmy Farm mempunyai batas pertumbuhan pertambahan bobot badan pada kisaran sama atau tidak berbeda jauh meskipun diberi perlakuan yang berbeda. 4.3 Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum Konversi ransum dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah total konsumsi ransum dibagi pertambahan bobot badan. Hasil penelitian menunjukkan data nilai rataan konversi ransum ayam lokal Jimmy Farm dari tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum Ulangan Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5 1 2,88 3,29 2,85 3,36 3,40 2 2,86 3,04 2,59 3,15 2,94 3 2,85 2,70 2,59 3,12 3,07 4 2,93 2,52 2,54 3,58 2,85 Jumlah 11,52 11,55 10,58 13,21 12,25 Rataan 2,88 2,89 2,64 3,30 3,06
28 Keterangan : R1 = Ransum dengan kandungan EM 2750 kkal/kg dan Protein 15 % R2 = Ransum dengan kandungan EM 2750 kkal/kg dan Protein 17 % R3 = Ransum dengan kandungan EM 2750 kkal/kg dan Protein 19 % R4 = Ransum dengan kandungan EM 2950 kkal/kg dan Protein 15 % R5 = Ransum dengan kandungan EM 2950 kkal/kg dan Protein 17 % Rataan konversi ransum ayam Jimmy Farm dari tiap perlakuan berkisar antara 2,64 sampai dengan 3,30. Rataan konversi ransum pada perlakuan ransum dengan tingkat kandungan EM 2750 kkal/kg dan protein 15% (R1) sebesar 2,88, selanjutnya untuk perlakuan ransum dengan tingkat kandungan EM 2750 kkal/kg dan protein 17% (R2) sebesar 2,89, perlakuan ransum dengan tingkat kandungan EM 2750 kkal/kg dan protein 19% (R3) sebesar 2,64, perlakuan ransum dengan tingkat kandungan EM 2950 kkal/kg dan protein 15% (R4) sebesar 3,30, perlakuan ransum dengan tingkat kandungan EM 2950 kkal/kg dan protein 17% (R5) sebesar 3,06. Guna mengetahui pengaruh perlakuan ransum terhadap konversi ransum, makan dilakukan analisis ragam (Lampiran 5). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap konversi ransum (P<0,05). Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan yang hasilnya tertera pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Uji Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum Perlakuan Rataan Konversi Ransum Signifikansi(0,05) R1 2,88 a R2 2,89 a R3 2,64 a R4 3,30 b R5 3,06 b Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0,05)
29 Berdasarkan Tabel 8. diperoleh hasil bahwa konversi ransum perlakuan R1, R2 dan R3 nyata lebih rendah (P<0,05) dibandingkan perlakuan R4 dan R5. Perlakuan R1, R2 dan R3 tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukkan konversi ransum yang baik adalah R1, R2 dan R3. Puspita (2008) menjelaskan bahwa konversi ransum erat kaitannya dengan konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan. Semakin rendah nilai konversi ransumyang diperoleh, maka semakin efisien ternak. Anggorodi (1994) menjelaskan bahwa tinggi rendahnya konversi ransum sangat ditentukan oleh keseimbangan antara energi metabolisme dengan zat-zat nutrisi terutam protein dan asam-asam amino. Abidin (2002) menyatakan konversi ransum mencerminkan keberhasilan dalam memilih atau menyusun ransum yang berkualitas. Nilai konversi ransum minimal dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kualitas ransum, teknik pemberian pakan, dan angka mortalitas. Ransum yang memiliki konversi paling tinggi adalah perlakuan R4 dan R5 dan terendah perlakuan R1, R2 dan R3. Ini disebabkan oleh jumlah produksi (output) perlakuan R4 dan R5 lebih sedikit dibandingkan jumlah konsumsi (input) sebaliknya pada perlakuan R1, R2 dan R3 jumlah produksi (output) sebanding dengan jumlah konsumsi (input). Rasyaf (1995) menyatakan bahwa salah satu ukuran efisiensi adalah membandingkan antara jumlah ransum yang diberikan (input) dengan hasil yang diperoleh baik itu daging atau telur (output). Titus dan Fritz (1971) menambahkan semakin rendah nilai konversi ransum semakin baik, artinya bahwa ransum tersebut efisien dalam penggunaannya. Pakan R1, R2 dan R3 lebih efisien digunakan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan yang optimal. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Titus dan Fritz (1971) bahwa perkiraan terbaik untuk mengetahui suatu
30 mutu ransum adalah dengan melihat efisiensi penggunaan dari ransum tersebut. Efisiensi ransum disebut juga dengan istilah konversi ransum. Konversi ransum sangat penting diperhatikan karena erat kaitannya dengan biaya produksi. Nilai konversi ransum diperoleh melalui perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan jumlah pertambahan bobot badan yang diperoleh (kg).