BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama di dunia. Sekitar 17,3 juta penduduk dunia pada tahun 2008 meninggal akibat penyakit kardiovaskular. Jumlah ini merepresentasikan 30% dari seluruh kematian global. Sebanyak 7,3 juta orang yang meninggal akibat penyakit kardiovaskular disebabkan oleh penyakit jantung koroner (WHO, 2013). Angka kejadian infark miokard akut segment ST elevasi (IMA STE) sebagai salah satu spektrum sindroma koroner akut (SKA) berkisar 27% sampai 47%. Studi Global Registry of Acute Coronary Event (GRACE) tahun 2001 menunjukkan angka kejadian IMA STE adalah sebanyak 27% dari seluruh penderita IMA (Eagle dkk, 2002). Studi ini merupakan studi multinasional dengan jumlah subjek penelitian terbanyak berasal dari Amerika Serikat. Data dari The National registry of Myocardial Infarction (NRMI) melaporkan sebanyak 29% penderita IMA didiagnosis dengan IMA STE (Roe dkk, 2005). Sementara data dari European Heart Society - Acute Coronary Syndrome - II (EHS-ACS II) dengan basis penelitian di daratan Eropa mencatat sekitar 47% penderita IMA pada tahun 2004 didiagnosis dengan IMA STE (Mandelzweig dkk, 2006) Meskipun begitu, angka kejadian IMA STE cenderung menurun dalam 2 dekade terakhir. Angka insidensi IMA STE menurun dari 48,5% pada tahun 1999 menjadi 24% pada tahun 2008 (Yeh dkk, 2010). Data NRMI juga menunjukkan penurunan angka mortalitas penderita IMA-STE selama perawatan di rumah sakit dari 11,2% pada tahun 1990 menjadi 9,4% pada tahun1999 (Rogers dkk, 2000). Studi MIYAGI-AMI di Jepang sendiri mencatat angka insidensi IMA tetap tinggi dalam 30 tahun terakhir, namun angka mortalitas IMA STE di rumah sakit
cenderung menurun dari 20% pada tahun 1979 menjadi 8% pada tahun 2008 (Takii dkk, 2010) Penurunan angka mortalitas yang terjadi berhubungan dengan kemajuan tindakan reperfusi dini, baik secara mekanik dengan intervensi koroner perkutan primer (IKP primer), maupun secara farmakologis, menggunakan regimen fibrinolitik (Gogo dkk, 2010; Keeley dkk, 2003). Obat-obat antitrombotik (antiplatelet dan antikoagulan), ACE inhibitor serta beta blocker juga memberikan kontribusi terhadap penurunan angka mortalitas IMA STE (Zeymer dkk, 2008; Bonaca dkk, 2009; Lopez Sendon dkk, 2004a; Lopez Sendon dkk, 2004b). Meskipun demikian, sekitar 25 sampai 33% penderita IMA STE tidak mendapat terapi reperfusi dini (Cohen dkk, 2010; Eagle dkk, 2001; Rogers dkk, 2000; Oldgren dkk, 2008). Presentasi nyeri dada di atas 12 jam (late presentation onset) masih merupakan penyebab utama pada kondisi tersebut. Sementara mekanisme reperfusi spontan atau adanya kontraindikasi terapi fibrinolitik, baik yang sifatnya absolut maupun relatif, merupakan beberapa alasan tidak dilakukannya tindakan reperfusi pada penderita IMA STE onset dibawah 12 jam (Cohen dkk, 2010; Eagle dkk, 2002). Pada kondisi dimana tindakan reperfusi dini tidak dapat dilakukan, pedoman penatalaksanaan manajemen IMA STE dari European Society of Cardiology (ESC) tahun 2008 dan 2012 tetap merekomendasikan terapi antiplatelet dan antikoagulan yang agresif terhadap penderita (Van der Werf dkk, 2008; Steg dkk, 2012). Unfraction heparin (UFH) telah lama digunakan sebagai standar terapi antikoagulan pada sindroma koroner akut (McCann dkk, 2008; Goodman dkk, 2008). UFH sendiri mempunyai theraupetic window yang sempit sehinggga membutuhkan pemantauan Activated Partial Thromboplastine Time (APTT) yang ketat. Meskipun telah dilakukan pengawasan secara ketat pada beberapa uji klinis, hanya sekitar 30% penderita IMA STE yang diberikan UFH dapat mencapai target APTT yang optimal setelah 4-8 jam pemberian secara continuous intravena (Cheng dkk, 2009; Newby dkk, 2004).
Selain UFH, regimen antikoagulan lain yang sering digunakan pada IMA STE adalah derivat heparin seperti golongan low molecular weight heparin (reviparin, enoxaparin, fraxiparin, dalteparin), serta golongan pentasakarida seperti fondaparinux (McCann dkk, 2008). Studi besar beberapa tahun terakhir telah mencoba membandingkan efektifitas dan keamanan dari berbagai antikoagulan yang sering digunakan pada SKA termasuk pada IMA STE, dengan dan tanpa terapi reperfusi dini (Yusuf dkk, 2005; Yusuf dkk, 2006; Cohen dkk, 2003a; Murphy dkk, 2007). Namun, belum ada studi yang mencoba membandingkan UFH, enoxaparin dengan fondaparinux dari sisi major cardiovascular and cerebrovascular disease events (MACCE) dan keamanan (efek samping perdarahan), khusus pada penderita IMA STE tanpa reperfusi dini 1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui : 1. Apakah ada perbedaan kejadian mortalitas kardiak (cardiac death) dan MACCE ( cardiac death, kejadian stroke atau reinfark) pada penderita IMA STE tanpa reperfusi dini yang menggunakan UFH, enoxaparin serta fondaparinux selama perawatan dirumah sakit? 2. Apakah ada perbedaan kejadian cardiac death dan MACCE pada penderita IMA STE tanpa reperfusi dini antara mereka yang menggunakan UFH, enoxaparin serta fondaparinux pada periode 30 hari paska infark? 3. Apakah ada perbedaan keamanan (kejadian perdarahan) pada penderita IMA STE tanpa reperfusi dini yang menggunakan UFH, enoxaparin serta fondaparinux?
1.3 Hipotesis 1. Ada perbedaan kejadian cardiac death dan MACCE (cardiac death, kejadian stroke atau reinfark) pada penderita IMA STE tanpa reperfusi dini yang menggunakan UFH, enoxaparin serta fondaparinux selama perawatan dirumah sakit 2. Ada perbedaan kejadian cardiac death dan MACCE pada penderita IMA STE tanpa reperfusi dini antara mereka yang menggunakan UFH, enoxaparin serta fondaparinux pada periode 30 hari paska infark 3. Ada perbedaan keamanan (kejadian perdarahan) pada penderita IMA STE tanpa reperfusi dini yang menggunakan UFH, enoxaparin dan fondaparinux 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum Mendapatkan data pilihan antikoagulan dengan efektifitas terbaik serta efek perdarahan yang paling minimal pada penderita IMA STE tanpa reperfusi dini 1.4.2 Tujuan khusus Untuk membandingkan kejadian cardiac death dan MACCE serta keamanan (kejadian perdarahan) antara penggunaan UFH, enoxaparin dan fondaparinux pada penderita IMA STE tanpa reperfusi dini 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Kepentingan akademik Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat ilmiah untuk mengoptimalisasi peran antikoagulan dalam penanganan penderita IMA STE tanpa reperfusi dini.
1.5.2 Kepentingan masyarakat Mendapatkan pilihan agen antikoagulan dengan efektifitas dan keamanan yang terbaik, yang dapat digunakan untuk optimalisasi penanganan penderita IMA STE tanpa reperfusi dini.