BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju, dan negara berkembang termasuk di Indonesia. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jantung koroner yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian (Departemen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab

B A B I PENDAHULUAN. negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya IMANEST dapat disebabkan oleh rupturnya plak. (Liwang dan Wijaya, 2014; PERKI, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindrom Koroner Akut (SKA)/Acute coronary syndrome (ACS) adalah

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan masalah kesehatan dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Informed Consent Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh

Tatalaksana Sindroma Koroner Akut pada Fase Pre-Hospital

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara maju maupun di negara berkembang. Acute coronary syndrome

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah

BAB 1 PENDAHULUAN. darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infark miokard akut (IMA) merupakan penyebab utama kematian di dunia.

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii. HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii. HALAMAN PERNYATAAN... iv

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang utama adalah sesak napas dan rasa lelah yang membatasi

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu dari. 10 penyebab kematian terbesar pada tahun 2011.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler memiliki banyak macam, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman

BAB I. PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) didefinisikan

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 1. Incidence Rate dan Case Fatality Rate Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. segmen ST yang persisten dan peningkatan biomarker nekrosis miokardium.

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit

Gambaran Jenis dan Biaya Obat pada Pasien Rawat Inap dengan. Sindroma Koroner Akut di Rumah Sakit Umum Pusat. Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2011

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. arrhythmias, hypertension, stroke, hyperlipidemia, acute myocardial infarction.

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi aorta dan cabang arteri yang berada di perifer terutama yang memperdarahi

Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. tindakan radiologi. Contrast induced nephropathy didefinisikan sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merajarela dan banyak menelan korban. Namun demikian, perkembangan

Panduan Registri Online

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

PREVALENSI FAKTOR RESIKO MAYOR PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT PERIODE JANUARI HINGGA DESEMBER 2013 YANG RAWAT INAP DI RSUP.

SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN ANTIKOAGULAN PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Refreshing- Acute Coronary Syndrome Stase Interna BLUD SEKARWANGI Page 1

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Fenomena yang terjadi sejak abad ke-20, penyakit jantung dan UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan World Health Organitation (WHO), di tahun 2008 tercatat

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung. oleh penyakit jantung koroner. (WHO, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom) (Syaifuddin, 2006). Pembuluh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi ditandai dengan peningkatan Tekanan Darah Sistolik (TDS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting dari pelayanan kesehatan termasuk hasil yang diharapkan dengan berbasis

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn. A DENGAN MASALAH UTAMA KARDIOVASKULER : HIPERTENSI KHUSUSNYA NY. S DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GROGOL SUKOHARJO

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. otak, biasanya akibat pecahnya pembuluh darah atau adanya sumbatan oleh

BAB I PENDAHULUAN UKDW. penyakit yang sering dijumpai dalam praktek kedokteran. Data epidemiologis

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Sodiqur Rifqi. Bagian kardiologi dan Kedokteran Vaskular, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Sindroma Koroner Akut dengan elevasi segmen ST ST Elevation Myocard Infacrt Acute Coronary Syndrome ( STEMI ACS) Dr.Muh A Sungkar, SpPD,KKV, SpJP

BAB I PENDAHULUAN. diastolik yang di atas normal. Joint National Committee (JNC) 7 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Profesor Shahryar A. Sheikh, MBBS dalam beberapa dasawarsa terakhir

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Kardiovaskuler adalah penyebab utama kematian pada orang

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris. (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark (AMI) baik dengan elevasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Jantung Koroner (PJK) masih menjadi penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. di negara-negara barat. Penyakit jantung koroner akan menyebabkan angka

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

BAB 1 PENDAHULUAN. SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam Pratiwi, 2012). Infark miokard

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak

PERBEDAAN ANTARA TERAPI FIBRINOLITIK DAN HEPARINISASI TERHADAP PERUBAHAN ST-ELEVASI PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT DI RSUD MOEWARDI

BAB I PENDAHULUAN. dunia sebanyak 7,4 juta dan terus mengalami peningkatan (WHO, 2012). Hingga

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia dan dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan 30%

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. banyak terjadi pada orang dewasa, salah satu manifestasi klinis penyakit jantung

DEFINISI OPERASIONAL Formulir Data Indonesia STEMI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang sangat menakutkan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit. yang tergolong dalam non-communicable disease atau

Evidence-Based Medicine dalam Penatalaksanaan Angina Tidak Stabil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama di dunia. Sekitar 17,3 juta penduduk dunia pada tahun 2008 meninggal akibat penyakit kardiovaskular. Jumlah ini merepresentasikan 30% dari seluruh kematian global. Sebanyak 7,3 juta orang yang meninggal akibat penyakit kardiovaskular disebabkan oleh penyakit jantung koroner (WHO, 2013). Angka kejadian infark miokard akut segment ST elevasi (IMA STE) sebagai salah satu spektrum sindroma koroner akut (SKA) berkisar 27% sampai 47%. Studi Global Registry of Acute Coronary Event (GRACE) tahun 2001 menunjukkan angka kejadian IMA STE adalah sebanyak 27% dari seluruh penderita IMA (Eagle dkk, 2002). Studi ini merupakan studi multinasional dengan jumlah subjek penelitian terbanyak berasal dari Amerika Serikat. Data dari The National registry of Myocardial Infarction (NRMI) melaporkan sebanyak 29% penderita IMA didiagnosis dengan IMA STE (Roe dkk, 2005). Sementara data dari European Heart Society - Acute Coronary Syndrome - II (EHS-ACS II) dengan basis penelitian di daratan Eropa mencatat sekitar 47% penderita IMA pada tahun 2004 didiagnosis dengan IMA STE (Mandelzweig dkk, 2006) Meskipun begitu, angka kejadian IMA STE cenderung menurun dalam 2 dekade terakhir. Angka insidensi IMA STE menurun dari 48,5% pada tahun 1999 menjadi 24% pada tahun 2008 (Yeh dkk, 2010). Data NRMI juga menunjukkan penurunan angka mortalitas penderita IMA-STE selama perawatan di rumah sakit dari 11,2% pada tahun 1990 menjadi 9,4% pada tahun1999 (Rogers dkk, 2000). Studi MIYAGI-AMI di Jepang sendiri mencatat angka insidensi IMA tetap tinggi dalam 30 tahun terakhir, namun angka mortalitas IMA STE di rumah sakit

cenderung menurun dari 20% pada tahun 1979 menjadi 8% pada tahun 2008 (Takii dkk, 2010) Penurunan angka mortalitas yang terjadi berhubungan dengan kemajuan tindakan reperfusi dini, baik secara mekanik dengan intervensi koroner perkutan primer (IKP primer), maupun secara farmakologis, menggunakan regimen fibrinolitik (Gogo dkk, 2010; Keeley dkk, 2003). Obat-obat antitrombotik (antiplatelet dan antikoagulan), ACE inhibitor serta beta blocker juga memberikan kontribusi terhadap penurunan angka mortalitas IMA STE (Zeymer dkk, 2008; Bonaca dkk, 2009; Lopez Sendon dkk, 2004a; Lopez Sendon dkk, 2004b). Meskipun demikian, sekitar 25 sampai 33% penderita IMA STE tidak mendapat terapi reperfusi dini (Cohen dkk, 2010; Eagle dkk, 2001; Rogers dkk, 2000; Oldgren dkk, 2008). Presentasi nyeri dada di atas 12 jam (late presentation onset) masih merupakan penyebab utama pada kondisi tersebut. Sementara mekanisme reperfusi spontan atau adanya kontraindikasi terapi fibrinolitik, baik yang sifatnya absolut maupun relatif, merupakan beberapa alasan tidak dilakukannya tindakan reperfusi pada penderita IMA STE onset dibawah 12 jam (Cohen dkk, 2010; Eagle dkk, 2002). Pada kondisi dimana tindakan reperfusi dini tidak dapat dilakukan, pedoman penatalaksanaan manajemen IMA STE dari European Society of Cardiology (ESC) tahun 2008 dan 2012 tetap merekomendasikan terapi antiplatelet dan antikoagulan yang agresif terhadap penderita (Van der Werf dkk, 2008; Steg dkk, 2012). Unfraction heparin (UFH) telah lama digunakan sebagai standar terapi antikoagulan pada sindroma koroner akut (McCann dkk, 2008; Goodman dkk, 2008). UFH sendiri mempunyai theraupetic window yang sempit sehinggga membutuhkan pemantauan Activated Partial Thromboplastine Time (APTT) yang ketat. Meskipun telah dilakukan pengawasan secara ketat pada beberapa uji klinis, hanya sekitar 30% penderita IMA STE yang diberikan UFH dapat mencapai target APTT yang optimal setelah 4-8 jam pemberian secara continuous intravena (Cheng dkk, 2009; Newby dkk, 2004).

Selain UFH, regimen antikoagulan lain yang sering digunakan pada IMA STE adalah derivat heparin seperti golongan low molecular weight heparin (reviparin, enoxaparin, fraxiparin, dalteparin), serta golongan pentasakarida seperti fondaparinux (McCann dkk, 2008). Studi besar beberapa tahun terakhir telah mencoba membandingkan efektifitas dan keamanan dari berbagai antikoagulan yang sering digunakan pada SKA termasuk pada IMA STE, dengan dan tanpa terapi reperfusi dini (Yusuf dkk, 2005; Yusuf dkk, 2006; Cohen dkk, 2003a; Murphy dkk, 2007). Namun, belum ada studi yang mencoba membandingkan UFH, enoxaparin dengan fondaparinux dari sisi major cardiovascular and cerebrovascular disease events (MACCE) dan keamanan (efek samping perdarahan), khusus pada penderita IMA STE tanpa reperfusi dini 1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui : 1. Apakah ada perbedaan kejadian mortalitas kardiak (cardiac death) dan MACCE ( cardiac death, kejadian stroke atau reinfark) pada penderita IMA STE tanpa reperfusi dini yang menggunakan UFH, enoxaparin serta fondaparinux selama perawatan dirumah sakit? 2. Apakah ada perbedaan kejadian cardiac death dan MACCE pada penderita IMA STE tanpa reperfusi dini antara mereka yang menggunakan UFH, enoxaparin serta fondaparinux pada periode 30 hari paska infark? 3. Apakah ada perbedaan keamanan (kejadian perdarahan) pada penderita IMA STE tanpa reperfusi dini yang menggunakan UFH, enoxaparin serta fondaparinux?

1.3 Hipotesis 1. Ada perbedaan kejadian cardiac death dan MACCE (cardiac death, kejadian stroke atau reinfark) pada penderita IMA STE tanpa reperfusi dini yang menggunakan UFH, enoxaparin serta fondaparinux selama perawatan dirumah sakit 2. Ada perbedaan kejadian cardiac death dan MACCE pada penderita IMA STE tanpa reperfusi dini antara mereka yang menggunakan UFH, enoxaparin serta fondaparinux pada periode 30 hari paska infark 3. Ada perbedaan keamanan (kejadian perdarahan) pada penderita IMA STE tanpa reperfusi dini yang menggunakan UFH, enoxaparin dan fondaparinux 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum Mendapatkan data pilihan antikoagulan dengan efektifitas terbaik serta efek perdarahan yang paling minimal pada penderita IMA STE tanpa reperfusi dini 1.4.2 Tujuan khusus Untuk membandingkan kejadian cardiac death dan MACCE serta keamanan (kejadian perdarahan) antara penggunaan UFH, enoxaparin dan fondaparinux pada penderita IMA STE tanpa reperfusi dini 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Kepentingan akademik Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat ilmiah untuk mengoptimalisasi peran antikoagulan dalam penanganan penderita IMA STE tanpa reperfusi dini.

1.5.2 Kepentingan masyarakat Mendapatkan pilihan agen antikoagulan dengan efektifitas dan keamanan yang terbaik, yang dapat digunakan untuk optimalisasi penanganan penderita IMA STE tanpa reperfusi dini.