3 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Danau Teluk merupakan salah satu dari 8 kecamatan di Kota Jambi, Provinsi Jambi. Luas wilayah kecamatan ini adalah 15,7 Km². Batas Kecamatan Danau Teluk sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Muaro Jambi, sebelah selatan dengan Sungai Batang Hari, sebelah barat dengan Kabupaten Muaro Jambi dan sebelah timur dengan Kecamatan Pelayangan. Kecamatan Danau Teluk terdiri dari 5 kelurahan dan 42 RT. Kelurahan Ulu Gedong terdiri dari 9 RT, Kelurahan Olak Kemang terdiri dari 13 RT, Kelurahan Tanjung Pasir terdiri dari 6 RT, Kelurahan Tanjung Raden terdiri dari 1 RT dan Kelurahan Pasir Panjang terdiri dari 4 RT. Pelayanan kesehatan di kecamatan ini terdiri dari 1 puskesmas induk dan 3 puskesmas pembantu dan 14 posyandu. Pertimbangan yang mendasari pemilihan lokasi ini sebagai wilayah yang diambil data sekundernya yaitu karena Kecamatan Danau Teluk merupakan kecamatan yang memiliki kasus gizi (BB/U dan TB/U) terbanyak di Kota Jambi. Jumlah penduduk Kecamatan Danau Teluk berdasarkan sensus 25 adalah 46.427 jiwa. Rata-rata pendidikan penduduk Kecamatan Danau Teluk adalah tamatan SMP atau sderajat. Mata pencaharian penduduk Kecamatan Danau Teluk antara lain sebagai petani, buruh pabrik, nelayan sungai, pedangang dan pegawai negeri. Dalam keluarga yang berperan mencari nafkah adalah kaum pria dan kaum wanita sebagian besar berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Karakteristik Sosial Keluarga Tingkat Pendidikan orang tua Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu dalam kaitannya dengan partisipasi seseorang untuk berperilaku hidup sehat (Adnyadewi 24). Tingkat pendidikan orang tua relatif rendah. Secara umum persentase terbesar tingkat pendidikan orang tua berada pada kelompok tingkat pendidikan rendah (tamat SMP), yaitu 46.7%, sedangkan persentase terkecil berada pada kelompok tingkat pendidikan tinggi (tamat perguruan tinggi / akademi) yaitu sebesar 1.4%. Proporsi terbesar tingkat pendidikan ayah berada pada kelompok tingkat pendidikan rendah (tamat SMP) yaitu 6.4%, sedangkan proporsi terbesar tingkat pendidikan ibu berada pada kelompok tingkat
31 pendidikan sedang (tamat SMA) yaitu 5%. Tabel 4 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua Tingkat Ayah Ibu Total Pendidikan Orang Tua N % n % n % Rendah Sedang Tinggi 145 81 14 6.4 3 79 125 36 32.9 5 15. 224 26 5 46.7 42.9 1.4 Total 24 1. 24 1. 48 1. Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mengerti tentang pemilihan pengolahan pangan serta cara pemberian makan yang sehat dan bergizi untuk anaknya (Soetjiningsih 1995), sedangkan menurut Suhardjo (1989) keadaan tingkat pendidikan orang tua terutama ibu yang rendah berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam mengelola rumah tangga terutama pola konsumsi pangan sehari-hari. Dalam penelitian ini sebagian besar contoh memiliki tingkat pendidikan rendah sehingga akan memberi pengaruh terhadap perilaku orang tua terutama ibu dalam mengelola keluarga terutama pola konsumsi pangan sehari-hari. Umur orang tua Umur orang tua pada contoh yang diteliti cukup beragam. Umur ayah termuda yaitu 2 tahun dan tertua adalah 8 tahun, sedangkan umur ibu termuda yaitu 18 tahun dan tertua adalah 66 tahun. Sebagian besar orang tua (64.8%) termasuk kategori umur dewasa madya atau berkisar umur antara 3-49 tahun. Dan persentase terkecil yaitu dari kelompok umur dewasa lanjut (%). Proporsi terbesar umur ayah dan ibu berada pada kelompok dewasa madya yaitu berturut-turut sebesar 74.2% dan 55.4%. Tabel 5 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan umur orang tua. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan umur orang tua Umur Ayah Ibu Total Orang Tua n % n % n % Remaja Dewasa muda Dewasa madya Dewasa lanjut 53 178 9. 2 74.2 3.7 5 11 133 1 4 55.4.4 5 154 311 1 1. 3 64.8 Total 24 1. 24 1. 48 1. Usia dapat mempengaruhi cara berfikir, bertindak dan emosi seseorang. Usia yang lebih dewasa umumnya memiliki emosi yang lebih stabil dibandingkan usia yang lebih muda (Hurlock 1995 dalam Adwinanti 24). Orang tua muda,
32 terutama ibu, cenderung kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengasuh anak sehingga umumnya mereka mengasuh dan merawat anak didasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu. Selain itu, usia muda juga cenderung menjadikan seorang ibu akan lebih memperhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya sehingga kuantitas dan kualitas pengasuhan terhadap anak menjadi kurang terpenuhi. Sebaliknya, ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima perannya sebagai seorang ibu dengan sepenuh hati (Hurlock 1998). Besar Keluarga Jumlah anggota keluarga berkisar antara 3 sampai 14 orang. Pengelompokan jumlah anggota keluarga mengacu pada anjuran pemerintah mengenai keluarga berencana (KB), yaitu dua anak cukup. Hampir separuh dari jumlah keseluruhan contoh (44.2%) merupakan keluarga kecil yaitu beranggotakan 4 orang, persentase terkecil adalah keluarga besar yaitu 2%. Tabel 6 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan besar keluarga. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Besar Keluarga n % Keluarga besar Keluarga sedag Keluarga kecil 52 82 16 2 34.2 44.2 Total 24 1. Jumlah anggota yang banyak, menyebabkan perhatian ibu terhadap anak-anaknya dan anggota keluarga yang lain berkurang, demikian pula dengan perhatian ibu terhadap dirinya sendiri (Sukarni 1994). Afriyenti (22) Menambahkan bahwa jumlah anggota keluarga (besar keluarga) juga berhubungan dengan pembagian ruang dan konsumsi zat gizi per penghuni rumah. Rumah yang padat penghuninya akan menyebabkan berkurangnya konsumsi oksigen dan memudahkan penularan penyakit. Sehingga dapat mempengaruhi status gizi keluarga (Notoatmodjo 1997). Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Lima Indikator KADARZI Lima indikator KADARZI terdiri dari menimbang berat badan secara teratur, memberikan air susu ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur enam bulan (ASI eksklusif), makan beraneka ragam, menggunakan garam beryodium dan minum suplemen gizi sesuai anjuran. Sebagian besar contoh telah melaksanakan penimbangan berat badan balita sesuai umur, memberikan
33 ASI ekslusif, mengkonsumsi makanan beraneka ragam secara baik dengan persentase berturut-turut adalah 9.4%, 7% dan 87.9%. Semua contoh telah menggunakan garam beryodium setiap harinya dan mengkonsumsi suplemen gizi sesuai anjuran. Tabel 7 menunjukan sebaran contoh berdasarkan lima indikator KADARZI. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan 5 indikator KADARZI Belum baik Baik Total Indikator KADARZI N % N % n % Pemantauan penimbangan berat badan 23 9.6 217 9.4 24 1. Pemberian ASI ekslusif 67 27.9 173 7 24 1. Konsumsi makanan beraneka ragam 29 1 211 87.9 24 1. Penggunaan garam beryodium 24 1 24 1. Konsumsi suplemen gizi sesuai anjuran 24 1 24 1. Hasil penelitian ini bila dibandingkan dengan hasil RISKESDAS 27, untuk penimbangan balita menunjukkan nilai yang lebih tinggi yaitu 45.4% berdasarkan data RISKESDAS dan 9.4% berdasarkan hasil penelitian, pemberian suplemen gizi menunjukkan nilai yang lebih tinggi yaitu 47.6% berdasarkan data RISKESDAS dan 1% berdasarkan hasil penelitian, balita yang mendapatkan kapsul vitamin A dosis tinggi menunjukkan nilai yang lebih tinggi yaitu 71.5% berdasarkan data RISKESDAS dan 1% berdasarkan hasil penelitian, konsumsi makan makanan beraneka ragam menunjukkan nilai yang lebih rendah yaitu 93.6% berdasarkan data RISKESDAS dan 87.9% berdasarkan hasil penelitian, pemberian suplemen gizi menunjukkan nilai yang lebih tinggi yaitu 47.6% berdasarkan data RISKESDAS dan 1% berdasarkan hasil penelitian. Berdasarkan target pencapaian pemerintah yang tertuang dalam standar pelayanan minimal diketahui bahwa sebagian besar indikator telah mencapai target. 9.4% bayi dan balita ditimbang setiap bulan dari 9% target pemerintah, 1% keluarga menggunakan garam beryodium dari 9% target pemerintah dan 87.9% keluarga makan beraneka ragam sesuai kebutuhan dari 8% target pemerintah dan 1% keluarga telah mendapatkan suplemen gizi sesuai anjuran. Indikator yang tidak tercapai yaitu 8% balita medapat ASI ekslusif sedangkan hasil penelitian menunjukkan hanya 7% balita yang mendapat ASI ekslusif. Hal ini menunjukkan bahwa program kesehatan yang diterapkan pemerintah yaitu pada program pemantauan pertumbuhan bayi dan balita,
34 konsumsi garam beriodium ditingkat rumah tangga, konsumsi makan makanan beragam dan konsumsi suplemen sesuai anjuran telah berhasil, namun untuk program ASI ekslusif masih belum berhasil. Penilaian konsumsi suplemen gizi sesuai anjuran diihat berdasarkan 3 hal yaitu pemberian vitamin A dosis tinggi pada bayi 6 11 bulan serta balita 6 59 bulan, pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas dan pemberian TTD pada ibu hamil, namun mengingat semua contoh memiliki bayi atau balita maka indikator yang digunakan adalah pemberian vitamin A pada bayi dan balita. Tabel 8 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan konsumsi suplemen gizi. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi suplemen gizi yang dianjurkan Suplemen gizi yang dianjurkan Belum baik Baik Total n % N % N % Vitamin A dosis tinggi untuk balita usia 6-59 bulan sebanyak 2 kali dalam setahun 24 1. 24 1. Vitamin A dosis tinggi untuk ibu nifas sebanyak 2 buah selama masa nifas 13 1. 13 1. Tablet tambah darah (TTD) untuk ibu hamil minimal 9 tablet selama masa kehamilan 3 25. 9 75. 12 1. Target pemerintah yang tertuang dalam standar pelayanan minimal untuk program pemberian kapsul vitamin A yaitu sebesar 9%, hasil penelitian menunjukkan bahwa 1% bayi 6 11 bulan dan atau balita umur 6-59 bulan telah mendapatkan kapsul vitamin A dua kali pertahun atau sesuai dengan usia. Target pemerintah untuk ibu nifas dapat kapsul vitamin A yaitu sebear 9%, hasil penelitian menunjukkan 1% ibu nifas telah mendapatkan kapsul vitamin A merah sebanyak 2 buah. Program yang tidak tercapai yaitu ibu hamil mendapat TTD minimal 9 tablet selama masa kehamilan atau minimal 3 tablet tiap trimester kehamilan sedangkan hasil penelitian hanya 75.% ibu hamil yang mengkonsumsi TTD sesuai anjuran. Hal ini menunjukkan bahwa program kesehatan yang diterapkan pemerintah yaitu program pemberian vitamin A pada bayi 6 bulan dan balita 12 59 bulan dua kali setahun serta pemberian vitamin A merah pada ibu nifas telah berhasil, namun pada program pemberian TTD pada ibu hamil masih belum berhasil. Perilaku KADARZI contoh Berdasarkan Depkes (27b) pemerintah mempunyai upaya dalam rangka peningkatan kesehatan masyarakat melalui KADARZI yaitu dengan 8%
35 keluarga diharapkan telah menjadi KADARZI di tahun 21. Lebih dari separuh contoh (57.9%) merupakan keluarga sadar gizi dengan telah melaksanakan lima indikator KADARZI secara baik. Hal ini menunjukkan bahwa pencapaian KADARZI masih jauh dari target yang diharapkan. Tabel 9 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan perilaku KADARZI. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan perilaku KADARZI Perilaku KADARZI n % Belum KADARZI Sudah KADARZI 11 139 4 57.9 Total 24 1. Sebagian besar contoh (57.9%) berada pada kategori perilaku keluarga sudah sadar gizi. Bila dibandingkan dengan data Dinas Kesehatan Kota Jambi hasil pemetaan, hasil penelitian ini menunjukkan nilai yang lebih tinggi yaitu 52.% berdasarkan hasil pemetaan 24 dan 57.9% berdasarkan hasil penelitian 21, namun demikian hasil tersebut belum merupakan hasil yang ingin dicapai pemerintah yaitu sebesar 8% keluarga sudah menjadi keluarga sadar gizi. Hal ini menunjukkan bahwa program KADARZI di Kota Jambi belum berhasil. Hasil penelitian pada masing-masing indikator gizi yang sebagian besar telah mencapai target pemerintah (tabel 7) sedangkan pada perilaku KADARZInya masih jauh dari target pemerintah (tabel 9), hal ini disebabkan karena contoh tidak menerapkan kelima indikator KADARZI secara keseluruhan. Status Gizi Balita Berdasarkan Surjani (29) target yang ingin dicapai pemerintah yang tertuang dalam RPJM bidang kesehatan 21-214 yaitu menurunkan prevalensi kekurangan gizi (gizi kurang dan gizi buruk) dari 2% menjadi 18.4% dan menurunkan prevalensi anak balita yang pendek dari 36.8% menjadi 25.%. Terdapat % dan 7.9% contoh yang memiliki status gizi balita berdasarkan indikator berat badan menurut umur pada kategori gizi buruk dan gizi kurang serta terdapat 3.4% contoh yang memiliki status gizi balita berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur pada kategori pendek. Tabel 1 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan status gizi berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur.
36 Tabel 1 Sebaran contoh berdasarkan status gizi berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur Status Gizi n % Berat badan menurut umur Gizi buruk Gizi kurang Normal Gizi lebih Tinggi badan menurut umur Pendek Normal 4 19 211 6 73 167 7.9 87.9 2.5 3.4 69.6 Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa angka kekurangan gizi (gizi kurang dan buruk) telah berada dibawah target yang diharapkan yaitu 9.6% (7.9% gizi kurang dan % gizi buruk) dari 18.4% target pemerintah. Namun, berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur diketahui bahwa balita dengan kategori pendek yaitu 3.4% sedangkan target pemerintah yaitu dibawah 25.%, hal ini menunjukkan bahwa target pemerintah dalam penurunan angka anak pendek masih belum tercapai. Status gizi anak merupakan cerminan dari status gizi masyarakat (Suharjo dan Riyadi 199). Menurut Suhardjo (1989), berat badan anak merupakan indikator yang baik bagi penentuan status gizi, khususnya untuk mereka yang berumur di bawah lima tahun. Hal ini memerlukan kemampuan yang baik untuk mendeteksi dan menentukan apakah anak mengalami gangguan pertumbuhan atau tidak dengan menggunakan satu ukuran berat badan. Meskipun berat badan dari berbagai kelompok anak sangat bervariasi, namun telah banyak diketahui bahwa hal ini terjadi karena perbedaan dalam status gizi dan status kesehatan. Karakteristik berat badan yang sensitif, indeks berat badan menurut umur menggambarkan status gizi saat ini (Supariasa et al 21). Riyadi (21) lebih menjabarkan lagi bahwa indeks antropometri yang sering digunakan untuk menilai status gizi anak adalah berat badan menurut umur. Berat badan menurut umur digunakan untuk mengetahui status gizi masa sekarang karena berat badan sangat labil terhadap perubahan keadaan mendadak (sakit atau kurang nafsu makan). Status gizi indeks tinggi badan menurut umur menurut Soekirman (2) dapat memberikan gambaran perkembangan keadaan sosial ekonomi masyarakat dari waktu ke waktu.
37 Hubungan Antar Variabel Karakteristik Sosial Keluarga dengan Perilaku KADARZI Contoh Berperilaku keluarga sadar gizi (KADARZI) merupakan suatu upaya dalam rangka meningkatkan status kesehatan dan status gizi keluarga terutama balita. Melakukan pemantauan terhadap tumbuh kembang balita serta memberikan asupan makanan sesuai umur dan kebutuhan balita, jenis dan jumlah pangan yang sesuai serta memperhatikan asupan suplemen gizi yang dianjurkan dapat membantu upaya pemerintah dalam menurunkan kejadian kekurangan gizi. Pemberian suplemen gizi pada ibu hamil dan nifas, dapat menurunkan angka kejadian berat badan lahir rendah (BBLR), angka kematian ibu saat melahirkan, serta angka kematian bayi baru lahir. Tabel 11 menjelaskan sebaran contoh berdasarkan karateristik sosial keluarga dan perilaku KADARZI contoh. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial keluarga dan perilaku KADARZI contoh Perilaku KADARZI contoh Karakteristik sosial Belum KADARZI Sudah KADARZI keluarga N %* n %* Tingkat pendidikan orang tua Ayah Rendah Sedang Tinggi Ibu Rendah Sedang Tinggi 65 34 2 41 48 12 27.1 14.2.8 17.1 2. 5. 8 47 12 38 77 24 33.3 19.6 5. 1 3 1. Umur orang tua Ayah Remaja Dewasa muda Dewasa madya Dewasa lanjut Ibu Remaja Dewasa muda Dewasa madya Dewasa lanjut Besar keluarga Keluarga besar Keluarga sedang Keluarga kecil 18 77 6 3 39 58 1 25 36 4 * Hasil dari pembagian dengan total contoh. 7.5 3 2.5 1.2 16.2 24.2.4 1.4 15. 16.7 35 11 3 2 62 75 27 46 66. 14.6 4 1.2.8 2 31.2 11.2 19.2 27.5 Proporsi terbesar contoh pada perilaku belum KADARZI maupun sudah KADARZI adalah contoh dengan tingkat pendidikan ayah pada kelompok rendah berturut-turut yaitu 27.1% dan 33.3%, sedangkan tingkat pendidikan ibu pada
38 kelompok sedang berturut-turut yaitu 2.% dan 32.2%. Adnyadewi (24) menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor penentu dalam kaitannya dengan partisipasi seseorang untuk berperilaku hidup sehat. Contoh dengan tingkat pendidikan orang tua (baik pada ayah maupun ibu) tinggi dan sudah KADARZI memiliki proporsi yang lebih besar dari pada yang belum KADARZI. Hal ini diduga bahwa pendidikan formal sangat penting karena dapat membentuk pribadi dengan wawasan berfikir yang lebih baik. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal akan semakin luas wawasan berfikirnya, sehingga akan lebih banyak informasi yang diserap (Campbell 22). Umur ayah dengan kategori dewasa madya memiliki proporsi terbesar baik pada contoh dengan perilaku belum KADARZI maupun sudah KADARZI yaitu 3% dan 4%, begitu pula dengan umur ibu dengan kategori dewasa madya memiliki proporsi terbesar baik pada contoh dengan perilaku belum KADARZI maupun sudah KADARZI yaitu berturut-turut sebesar 24.2% dan 31.2%. Berdasarkan Hurlock (1998) usia muda juga cenderung menjadikan orang tua terutama ibu akan lebih memperhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya sehingga kuantitas dan kualitas pengasuhan terhadap anak menjadi kurang terpenuhi. Sebaliknya, ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima perannya sebagai seorang ibu dengan sepenuh hati. Contoh dengan kategori umur orang tua (baik ayah maupun ibu) dewasa madya dan sudah KADARZI memiliki proporsi yang lebih besar dari pada yang belum KADARZI. Hal ini diduga bahwa orang tua terutama ibu yang lebih berumur telah menerima perannya sebagai seorang ibu dengan sepenuh hati sesuai dengan pendapat Hurlock (1998). Besar keluarga dengan kategori keluarga kecil memiliki proporsi terbesar baik pada contoh dengan perilaku belum KADARZI maupun sudah KADARZI yaitu 16.7% dan 27.5%. Menurut Suhardjo (1996) bahwa semakin sedikit jumlah anak makan kesempatan anak untuk tumbuh dan berkembang semakin baik. Contoh dengan kategori keluarga kecil dan sudah KADARZI memiliki proporsi yang lebih besar dari pada yang belum KADARZI. Hal ini diduga bahwa besarnya jumlah anggota keluarga berdampak pula terhadap kurangnya perhatian pada kaidah-kaidah hidup sehat, seperti penyediaan makanan yang seimbang, kelayakan fasilitas rumah dan usaha untuk mewujudkan perilaku hidup yang sehat (Harjono 2). Untuk melihat sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial keluarga dengan lima indikator KADARZI dijelaskan dalam tabel 12.
39 Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik sosial keluarga dengan lima indikator KADARZI Lima indikator KADARZI Makan Pemberian Penggunaan Konsumsi Karakteristik sosial makanan Penimbangan ASI garam suplemen keluarga beraneka balita ekslusif beriodium gizi ragam Tingkat pendidikan Ayah Rendah Sedang Tinggi Ibu Rendah Sedang Tinggi Umur orang tua Ayah Remaja Dewasa muda Dewasa madya Dewasa lanjut Ibu Remaja Dewasa muda Dewasa madya Dewasa lanjut Besar keluarga Keluarga besar Keluarga sedang Keluarga kecil BB B BB B BB B BB B BB B 7.5 4.6..4. 9.6.8 1.2 7.1. 2.5 52.9 29.2 27.1 46.2 14.6. 2.4 64.6 2.9.8 38.3 48.3.4 19.2 3.4 38.3 18.8 8.3.8 1.4 1. 22.5. 1 15.4.4 6.7 9.2 1 4 25.4 5. 22.5 38.3 11.2. 18.3 5 3. 4.. 15. 25. 3................. 6.4 3 32.9 5 15.. 2 74.2 4 55.4.4 2 34.2 44.2 5.4 4.2. 4.2. 2.9.8.. 4.2 3.3 55. 29.6 29.2 47.9 13.3. 19.2 68.3 2.9 38.3 49.6.4 17.5 4 Keterangan : BB = Belum baik, B = Baik. Hasil dalam satuan persentase. Bila dilihat berdasarkan masing-masing indikator KADARZI dapat diketahui bahwa proporsi terbesar yaitu contoh dengan perilaku KADARZI baik dengan tingkat pendidikan ayah pada kelompok rendah (berturut-turut yaitu 52.9%, 4%, 6.4%, 55.% dan 6.4%), sedangkan tingkat pendidikan ibu pada kelompok sedang (berturut-turut yaitu 46.2%, 38.3%, 5%, 47.9% dan 5%). Adnyadewi (24) menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor penentu dalam kaitannya dengan partisipasi seseorang untuk berperilaku hidup sehat. Contoh dengan tingkat pendidikan ibu tinggi dan sudah KADARZI memiliki proporsi yang lebih besar dari pada yang belum KADARZI. Hal ini diduga bahwa pendidikan formal sangat penting karena dapat membentuk pribadi dengan wawasan berfikir yang lebih baik. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal akan semakin luas wawasan berfikirnya, sehingga akan lebih banyak informasi yang diserap (Campbell 22).............8.4.... 6.4 3 32.9 5 15.. 2 74.1 4 55.4.4 2 34.2 44.2
4 Umur ayah dan ibu dengan kategori dewasa madya memiliki proporsi terbesar pada contoh berdasarkan masing-masing indikator KADARZI, proporsi terbesar yaitu contoh dengan perilaku KADARZI baik dengan umur ayah pada kelompok dewasa madya, berturut sebesar 64.6%, 5%, 74.2%, 68.3% dan 74.1%. Proporsi terbesar yaitu contoh dengan perilaku KADARZI baik dengan umur ibu pada kelompok dewasa madya, berturut sebesar 48.3%, 4.%, 55.4%, 49.6% dan 55.4%. Berdasarkan Hurlock (1998) usia muda juga cenderung menjadikan orang tua terutama ibu akan lebih memperhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya sehingga kuantitas dan kualitas pengasuhan terhadap anak menjadi kurang terpenuhi. Sebaliknya, orang tua yang lebih berumur cenderung akan menerima perannya dengan sepenuh hati. Contoh dengan kategori umur ayah dan ibu pada kelompok dewasa madya dan sudah KADARZI memiliki proporsi yang lebih besar dari pada yang belum KADARZI. Hal ini diduga bahwa ayah dan ibu yang lebih berumur telah menerima perannya sebagai orang tua dengan sepenuh hati sesuai dengan pendapat Hurlock (1998). Besar keluarga dengan kategori keluarga kecil memiliki proporsi terbesar pada contoh dengan perilaku sudah KADARZI yaitu 26.7%. Bila dilihat berdasarkan masing-masing indikator KADARZI, proporsi terbesar yaitu contoh dengan perilaku KADARZI baik dengan besar keluarga adalah keluarga kecil, berturut sebesar 38.3,%, 3%, 44.2%, 4% dan 44.2%. Menurut Suhardjo (1996) bahwa semakin sedikit jumlah anak makan kesempatan anak untuk tumbuh dan berkembang semakin baik. Contoh dengan kategori keluarga kecil dan sudah KADARZI memiliki proporsi yang lebih besar dari pada yang belum KADARZI. Hal ini diduga bahwa besarnya jumlah anggota keluarga berdampak pula terhadap kurangnya perhatian pada kaidah-kaidah hidup sehat, seperti penyediaan makanan yang seimbang, kelayakan fasilitas rumah dan usaha untuk mewujudkan perilaku hidup yang sehat (Harjono 2). Untuk mengetahui karakteristik sosial keluarga yang mempengaruhi status kesehatan anak balita, dilakukan uji analisis korelasi spearman. Pada penelitian ini karakteristik sosial keluarga yang diduga berpengaruh terhadap perilaku KADARZI antara lain tingkat pendidikan ayah dan ibu, umur ayah dan ibu dan besar keluarga. Tabel 13 menunjukkan hasil uji korelasi spearman pada variabel-variabel tersebut.
41 Tabel 13 Hasil uji analisis korelasi spearman karakteristik sosial keluarga dengan lima indikator KADARZI dan perilaku KADARZI contoh. Lima indikator KADARZI Makan Pemberian Penggunaan Konsumsi makanan Penimbangan ASI garam suplemen beraneka balita ekslusif beriodium gizi ragam Karakteristik sosial keluarga Tingkat pendidikan Ayah Ibu Umur Ayah Ibu Besar keluarga r =.29 p =.657 r =.148 p =.22.88 p =.175 r =.9 p =.895.26 p =.689 r =.94 p =.148 r =.57 p =.379.142 p =.28.3 p =.649 r =.22 p =.73.9 p =.891 r =.23 p =.724 r =.31 p =.633.36 p =.576 r =.18 p =.5 Perilaku KADARZI contoh r =.9 p =.166 r =.141 p =.3.112 p =.82.42 p =.522 r =.84 p =.194 Hasil uji analisis korelasi spearman (tabel 13) menunjukkan bahwa karakteristik keluarga yang berhubungan dengan perilaku KADARZI yaitu umur ayah (p =.82), tingkat pendidikan ibu (p =.3). Bila dilihat berdasarkan masing-masing indikator KADARZI, dapat diketahui bahwa variabel karakteristik keluarga yang memiliki hubungan dengan variabel lima indikator KADARZI yaitu variabel pendidikan ibu dengan makan makanan beragam (p =.22), umur ayah dengan pemberian ASI ekslusif (p =.28) dan besar keluarga dengan penimbangan balita (p =.5). Hubungan Perilaku KADARZI dan Status Gizi Balita Proporsi terbesar contoh dengan perilaku belum KADARZI maupun sudah KADARZI adalah contoh dengan status gizi berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur pada kelompok normal. Tujuan diselenggarakannya program Kadarzi, yaitu adalah agar keluarga dapat mengatasi masalah gizi setiap anggotanya (Depkes 29a). Perilaku orang tua terutama ibu memiliki peran yang sangat penting terhadap keadaan gizi anaknya (Sediaoetama 26). Sebaran contoh berdasarkan perilaku KADARZI dengan status gizi berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur dijelaskan dalam tabel 14.
42 Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan perilaku KADARZI dengan status gizi balita. Status gizi KADARZI Makan makanan beraneka ragam Belum baik Baik Pemberian ASI Belum baik Baik Pengunaan garam beriodium Belum baik Baik Penimbangan balita Belum baik Baik Konsumsi suplemen gizi sesuai anjuran Belum baik Baik Perilaku KADARZI Belum KADARZI Sudah KADARZI Gizi buruk..8.8....8.8 Berat badan menurut umur Gizi kurang 6.2. 7.9.4 7.5. 7.9 4.2 Normal 1. 77.9 24.2 6. 87.9 9.2 78.8. 87.9 36.2 5 Gizi lebih.4.8. 2.5. 2.5. 2.5 1.2 1.2 Tinggi badan menurut umur Pendek 5.4 25. 7.1 23.3. 3.4.8 29.6. 3.4 11.2 19.2 Normal 6.7 62.9 2.8 48.8. 69.6 8.8 6.8. 69.6 38.8 Dari hasil penelitian diketahui bahwa keluarga yang belum KADARZI pada kelompok status gizi berat badan menurut umur normal lebih rendah (36.2%) dari pada yang sudah KADARZI (5%). Keluarga yang belum KADARZI pada kelompok status gizi tinggi badan menurut umur normal lebih rendah (%) dari pada yang sudah KADARZI (38.8%). Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik perilaku KADARZI keluarga semakin baik status gizi balitanya baik berdasarkan indikator berat badan menurut umur maupun tinggi badan menurut umur. Proporsi terbesar contoh pada masing-masing indikator KADARZI yaitu contoh dengan perilaku baik dan berstatus gizi balita normal baik pada status gizi dengan indikator berat badan menurut umur maupun tinggi badan menurut umur. Untuk melihat hubungan antar variabel maka dilakukan uji korelasi spearman pada masing-masing variabel tersebut yang dijabarkan pada Tabel 15.
43 Tabel 15 Hasil uji korelasi spearman lima indikator KADARZI dan perilaku KADARZI contoh terhadap status gizi balita berdasarkan indikator berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur. KADARZI Berat badan menurut umur Status gizi Tinggi badan menurut umur Lima indikator KADARZI Makanan beraneka ragam r =.34 p =.597 r =.116 p =.73 Pemberian ASI ekslusif r =.1 p =.88.68 p =.293 Penggunaan garam beriodium Penimbangan balita r =-.29 p =.654.154 p =.17 Konsumsi suplemen gizi Perilaku KADARZI r =.22 p =.251.68 p =.292 Berdasarkan hasil uji rank spearman correlation menunjukkan bahwa perilaku KADARZI tidak berhubungan dengan status gizi balita baik berdasarkan indikator berat badan menurut umur dan tinggi badan menurut umur. Bila dilihat hubungan masing-masing indikator KADARZI dengan status gizi balita, variabel yang memiliki hubungan yaitu konsumsi makan makanan beraneka ragam dengan status gizi balita berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur (p =.73) dan variabel penimbangan balita dengan status gizi balita berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur (p =.17).