Wanita Dalam Hindu Oleh : Ni Kadek Putri Noviasih, S.Sos.H Kata wanita dalam pandangan agama Hindu bukanlah asli dari khasanah bahasa Indonesia melainkan berasal dari bahasa Sansekerta, yang berasal dari kata wan yang artinya menghormat. Dari kata kerja wan baru menjadi wanita setelah mendapat sufiks hita/ita yang artinya baik, mulia, sejahtera. Sehingga pengertian wanita menjadi mereka yang memiliki sifat-sifat utama, mulia dan patut dihormati. Wanita dalam pandangan agama Hindu memiliki peranan yang tidak terpisahkan dengan kaum pria dalam kehidupan masyarakat dari jaman ke jaman. Sejak awal peradaban agama Hindu yaitu dari jaman Veda hingga dewasa ini wanita senantiasa memegang peranan penting dalam kehidupan. Hal ini tidak mengherankan bila ditinjau dari konsepsi ajaran agama Hindu dalam Siwa Tattwa yang mengatakan adanya kehidupan makhluk terutama manusia karena perpaduan antara unsur Sukla dan Swanita, unsur Purusa dan Pradhana. Tanpa Swanita atau tanpa Pradhana maka tidak mungkin ada dunia yang harmonis. Demikianlah pentingnya kedudukan wanita dalam kehidupan ini. Wanita juga digunakan sebagai lambang atau simbol sakti para Dewa sebagai sinar suci Hyang Widhi atau manifestasi kekuasaannya. Sakti Para Dewa dilambangkan dengan wanita yang cantik, lemah gemulai dan menawan. Tanpa Sakti, para Dewa ini tidak dapat melakukan tugas dan fungsinya. Peranan wanita ke dalam lima jenis, yaitu : (1) Peranan wanita sebagai istri, pendamping suami; (2) Peranan wanita sebagai ibu, pendidik dan pengasuh anak; (3) Peranan wanita dalam pelaksanaan agama, utamanya penyelenggaraan upacara-upacara keagamaan; (4) Peranan wanita dalam kehidupan masyarakat, menumbuhkembangkan nilai-nilai yang baik dalam keluarga dan masyarakat; (5) Peranan wanita dalam pembangunan yang menyoroti peranan wanita dewasa ini aktif sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai wanita karir. Di dalam kitab Manawa Dharmasastra disebutkan bahwa, kedudukan wanita itu sangat dimuliakan, hal ini disebutkan di dalam bab III sloka 55 yaitu : Wanita harus dihormati dan disayangi oleh ayahnya, kakak-kakaknya, suami dan ipar-iparnya yang menghendaki kesejahteraan sendiri. Wanita sebagai ibu yang akan melahirkan suputra, akan mampu membebaskan keluarga yang bersangkutan dari belengngu kesengsaraan baik yang bersifat sekala dan niskala, hendaknya selalu dihormati oleh lingkungan keluarganya. Kesejahteraan dan kebahagiaan itu bukan semata-mata bersifat sekala saja tetapi berkesinambungan akan dapat mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan yang juga bersifat niskala. Sebagaimana yang dituangkan dalam sloka 56 yang yaitu : Dimana wanita dihormati, di sanalah para dewa-dewa merasa 1
senang, tetapi di mana mereka tidak dihormati, tidak ada upacara suci apapun yang berpahala. Berdasarkan sloka tersebut dapat dipastikan bahwa kedudukan wanita dalam agama Hindu adalah istimewa dan harus dihormati, mempunyai arti wajib bagi orang tuanya serta saudara-saudaranya untuk tetap menghormati dan melindungi. Dijelaskan bahwa kehancuran keluarga itu tergantung pada wanita dalam keluarga itu sendiri. Pada dasarnya bertitik tolak pada peranan wanita dalam kenyataan kehidupan di rumah tangga pada jaman sekarang, bila wanitanya senang dan bahagia maka keluarganyapun akan selalu bahagia dan sejahtera. Wanita dan Pria sering diumpamakan sebagai tangan kanan dan tangan kiri yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu masyarakat yang utuh. Mereka mempunyai kedudukan yang sama namun fungsi dan tugas serta kewajiban yang berbeda sesuai dengan Guna Karma (kodrat dan swadharmanya) masing-masing. Peran wanita selain yang berhubungan dengan masalah duniawi juga terhadap kewajiban spiritual. Kewajiban spirituil atau kewajiban suci yaitu kewajiban yang dilakukan sesuai menurut kitab suci weda. Di samping itu di dalam pelaksanaan upacara keagamaan, wanita memegang peranan penting dalam mempersiapkan sarana upacaranya (banten). Bagi wanita Hindu, membuat banten atau mejejahitan itu merupakan pekerjaan yang tidak dapat terpisahkan dengan pelaksanaan upacara agama. Hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan upacara baik upacara itu besar atau kecil jauh sebelumnya kaum wanita sudah sibuk mempersiapkannya. Karena bagi wanita Hindu membuat banten bukan perbuatan yang siasia, karena setiap jenis banten merupakan perwujudan atau simbolik tertentu dalam persembahannya. Bisa dilihat dari Serati (tukang banten) pastilah seorang wanita. Ternyata secara mendasar kaum wanita mempunyai sikap yang sangat utama dalam mempersiapkan berbagai bentuk upakara yadnya. Hal ini merupakan sikap yang utama dan mulia dalam sisi agama dengan memiliki kesadaran tentang makna berkorban dalam mewujudkan tujuan agama dan tujuan hidup manusia, di sinilah setiap wanita Hindu mampu mengemban sikap tanggap tanggung jawabnya sebagai wanita. Peranan wanita dalam segala aspek kehidupan baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa amat penting, di samping peran pokoknya sebagai ibu rumah tangga, juga merupakan pendidik dalam keluarga. Wanita menjadi pendidik pada kehidupan rumah tangga (Guru Rupaka) yang menjadikan atau yang membentuk pertumbuhan rohani dan jasmani yang pertama bagi seorang anak. Wanita merupakan pendidik utama dan pertama bagi seorang anak. Ketika sang anak masih kecil, Ibu-lah yang memegang peranan paling penting dalam setiap tahapan pertumbuhan si anak. Wanita sebagai ibu selalu berusaha sekuat tenaga agar kelak anaknya menjadi manusia yang baik sebagai penerus dari orang tuanya. Untuk mencapai tujuan itu maka dalam agama Hindu faktor pendidikan memegang peranan penting dalam pengaruh perkembangan jiwa 2
anak. Ini merupakan tugas yang diemban oleh wanita atau ibu. Pendidikan ini dilakukan pada waktu bayi masih berada dalam kandungan sampai bayi itu lahir dan menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa. Dengan ketulus ikhlasan para kaum wanita membina putraputrinya dengan harapan kelak menjadi manusia yang berguna dalam masyarakat dan bangsa. Dengan diasuh sepenuh hati dan dididik sebaik mungkin dengan penuh rasa kasih dan sayang demi kebaikan anak. Dalam kehidupan masyarakat, peran wanita tak kalah pentingnya banyak kita jumpai tokoh-tokoh wanita sebagai pemimpin masyarakat. Sebelum jaman kemerdekaanpun sudah ada tokoh-tokoh wanita yang punya peran besar dalam pembangunan bangsa. Pada jaman kemerdekaan, R.A. Kartini bangkit dalam hatinya, bangkit jiwanya untuk berjuang, apakah sebelum itu hak kebebasan wanita Hindu tidak ada, apakah hak-hak wanita Hindu selalu terjajah oleh kaum pria? Memang benar sejak runtuhnya kerajaan Majapahit dan surutnya kebudayaan Hindu dengan datangnya kebudayaan dari Timur Tengah, maka sejak itu hak-hak wanita Hindu berada jauh di bawah dari pada hak laki-laki. Dengan kata lain bahwa seolaholah wanita sebagai makhluk yang tertindas pada masa perkembangan kebudayaan asing itu di Indonesia. Tetapi bagaimana hak-hak asasi wanita Hindu semasa kebudayaan Hindu berkembang? Dalam sejarah Indonesia wanita-wanita Hindu adalah sama haknya dengan hak kaum laki-laki. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya tokoh-tokoh wanita Hindu yang terkenal pada masa itu ternyata tak mau kalah dengan kaum pria. Hal ini dapat terlihat dalam bidang pemerintahan, politik, termasuk dalam mengendalikan kemudi negara ternyata wanita Hindu cukup mampu. Peran ini dapat terlaksana berkat perjuangan tokoh wanita yang terkenal dengan sebutan pelopor emansipasi di Indonesia yaitu RA. Kartini, yang menuntut agar pendidikan bagi kaum wanita dapat disamakan dengan kaum pria. Dari sinilah tonggak kebangkitan wanita di tanah air. Bahkan wanita Hindu di era kekinian pun mulai menampakkan eksistensinya lewat lembaga/organisasi wanita Hindu seperti WHDI dan Sekaa (perkumpulan) pelestarian seni budaya Hindu. Wanita yang berperan ganda sesungguhnya wanita yang superhero, wanita yang kuat. Dan tidak semua wanita sanggup menyandang gelar single parent, apalagi yang masih usia muda. Jadi sangat luar biasa ketika ada wanita yang mampu mengemban peran ganda ini seumur hidup misalnya. Dalam sejarah Hindu sendiri khususnya epos Mahabharata ada salah satu wanita hebat yaitu Dewi Kunti. Dewi Kunti adalah profil wanita sebagai ibu yang berjiwa besar. Hal ini dikisahkan bahwa Dewi Kunti dengan tabah menghadapi penderitaan untuk mengasuh anak-anaknya walaupun telah ditinggal suaminya, tetapi mampu mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Sebagai pendidik Kunti tidak hanya memberikan nasehat/pendidikan kepada putra-putranya saja (Panca Pandawa), tetapi ia juga memberikan pendidikan kepada keponakan- 3
keponakannya seperti Duryodana dan saudara-saudaranya. Dengan demikian Kunti memang patut memiliki karakter sebagai ibu yang berjiwa besar dan memilki tanggung jawab untuk mengasuh, mendidik dan membesarkan putra-putranya serta tidak pilih kasih. Nah wanita seperti inilah yang benar-benar patut dicontoh oleh single parent, walaupun memang tidaklah mudah. Artinya Hindu tetap mengapresiasi eksistensi wanita bagaimanapun statusnya sepanjang yang bersangkutan mampu menjalankan tugas dan kewajibannya sesuai ajaran Dharma. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa hingga saat ini masih banyak pandangan remeh terhadap eksistensi dan peranan wanita. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya kasus pelecehan dan pemerkosaan terhadap wanita, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), poligami, dan sebagainya. Pun di ranah hukum dan politik wanita belum sepenuhnya mendapat haknya setara dengan pria. Bisa dilihat dalam kuota kursi legislatif, yang wanita hanya bisa dihitung dengan jari sekalipun memang ada peningkatan dari tahun sebelumnya. Di bidang profesi atau lapangan kerja sendiri pun wanita masih sering termarginalkan posisinya. Tidak banyak wanita yang menjadi Direktur atau pimpinan suatu institusi/instansi atau perusahaan. Mungkin dengan berbagai pemikiran akan kelemahan perempuan sehingga sangatlah sulit wanita bisa disejajarkan dengan pria. Pertimbangan bahwa wanita karirnya terkendala karena kodratnya yang harus mengandung, melahirkan lalu mengasuh anak; wanita cenderung menggunakan perasaan daripada logika, dan lain-lain. Padahal, tidaklah selamanya demikian. Justru ada banyak wanita yang bisa membagi waktu antara menjalankan kewajibannya sebagai wanita (istri & ibu) sekaligus sebagai wanita karir, bahkan tidak sedikit pula wanita yang mampu membuka usaha sendiri hingga membuka lapangan kerja untuk wanita lainnya. Ini menjadi bukti bahwa wanita sesungguhnya mempunyai Power yang luar biasa, bahkan jika diberdayakan dengan maksimal mungkin bisa menggungguli pria. Dalam tradisi keberagamaan Hindu sendiri (khususnya Hindu Bali) masih banyak umat yang menempatkan posisi wanita lebih rendah dari pria. Ini karena berlakunya sistem Patriarki sehingga peran Pria menjadi lebih dominan. Memang tidak salah, tetapi akan menjadi masalah jika ada keluarga Hindu yang tidak mempunyai anak laki-laki. Jadi hal-hal seperti ini ke depannya perlu disesuaikan lagi dengan jaman. Tokoh-tokoh wanita dalam Reg Veda yang telah banyak berpartisipasi dalam melakukan yadnya. Seperti misalnya Visvavara dari Gotra Atri yang sangat terkenal sebagai seorang filosuf dan mahir menggubah mantra-mantra Veda, selain itu Ghosa sebagai wanita Hindu yang sangat terkenal sebagai penggubah lagu-lagu pujaan (hymne) dalam syair-syair Reg Veda. Tokoh-tokoh lain yang tak kalah penting dalam perkembangan wanita Hindu di Indonesia sebelum jaman Kartini seperti Tri Buana Tungga Dewi dari Majapahit, Ratu Sima, Pramodawardani, Wijaya Mahadewi, Mahendradatta dan Udayana, Ratu Kirana dan Ken Dedes. 4
Berbicara tentang tokoh wanita dalam konteks keteladanan dalam ajaran agama Hindu yang dapat menggugah naluri kewanitaan dan kebanggaan terhadap kaumnya, tidak bisa terlepas dari beberapa tokoh wanita yang cukup ternama dalam perkembangan wanita Hindu. Wanita yang dimaksud adalah: Dewi Sita, Dewi Kunti, Dewi Drupadi, dan Srikandi. 5