BAB I PENDAHULUAN. Reformasi pada tahun 1998 telah membawa perubahan terhadap sistem

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. upaya yang berkesinambungan yang meliputi pembangunan masyarakat, bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB I PENDAHULUAN. Pajak erat sekali hubungannya dengan pembangunan, pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan salah satu rangkaian dasar

I. PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintah yang. dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan,

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan di Indonesia telah dilalui sejak kemerdekaannya 70

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia yang berada di masing masing Provinsi dengan

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertanggungjawaban tersebut dituangkan dalam laporan keuangan yang di

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Pertumbuhan ekonom i biasanya hanya diukur berdasarkan kuantitas

BAB I PENDAHULUAN. periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,61 persen.

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan yang sangat berarti. Melalui Undang-Undang No. 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Reformasi pada tahun 1998 telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta ekonomi sehingga menimbulkan tuntutan yang beragam terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Salah satu hasil reformasi tersebut adalah lahirnya kebijakan otonomi daerah. Otonomi daerah memberikan pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur urusan pelayanan, keuangan daerah dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Guna mengakomodasi perubahan dampak otonomi daerah tersebut negara menerbitkan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dengan didukung perangkat hukum fiskal yakni UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Undang-undang ini dalam perkembangannya diperbaharui dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 berintikan pembagian kewenangan dan fungsi (power sharing) antara pemerintah pusat dan daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang memberikan peluang bagi daerah untuk menggali potensi lokal dan meningkatkan kinerja keuangannya dalam rangka mewujudkan kemandirian daerah. Sebagai konsekuensinya maka setiap pemerintah daerah berkewajiban meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat secara demokratis, adil dan merata serta berkesinambungan. Hal tersebut dilakukannya 1

dengan mengelola semua potensi daerah, yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya keuangan secara optimal Pengelolaan potensi daerah tersebut harus selalu dalam koridor semangat mewujudkan good governance, yakni suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan negara yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif dengan menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan kerangka hukum dan politik bagi tumbuhnya aktivitas usaha secara luas. Upaya perwujudan good governance itulah sehingga muncul pula paket undang-undang keuangan negara guna mengatur pengelolaan keuangan negara baik pada tingkat pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang terdiri UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Implementasi lebih lanjut maka terbitlah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang di dalamnya mengandung prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Hal tersebut tentunya mewajibkan setiap pemerintah daerah menyelenggarakan pengelolaan keuangan daerah sesuai peraturan yang berlaku. Pemberlakuan paket undang-undang otonomi daerah dan keuangan negara tersebut tentunya dimaksudkan agar terciptanya suatu kemandirian daerah. Kemandirian daerah yang dimaksud adalah seberapa besar tingkat kemandirian pemerintah daerah dalam hal pendanaan atau 2

mendanai segala aktivitasnya (Hadi, 2010). Kemandirian daerah dapat direalisasikan jika pembiayaan daerah dimanifestasikan lewat struktur Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang kuat. PAD inilah sumber pembiayaan yang memang benar-benar digali dari daerah itu sendiri sehingga mencerminkan kondisi riil daerah, apabila struktur PAD kuat maka dapat dikatakan daerah tersebut mempunyai kemampuan pembiayaan yang juga kuat sehingga dapat mewujudkan kemandirian keuangan daerah (Ariani, 2010). Undang- undang Nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang kemudian diganti dengan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah mengatur hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan tersebut mengatur kewenangan daerah dalam menggali pendapatan asli daerah dan dana transfer dari pemerintah pusat. Pemerintah pusat memberikan dukungan dengan menyerahkan sumber- sumber penerimaan kepada daerah untuk dikelola secara optimal agar mampu membiayai daerahnya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Disamping pemerintah pusat juga memberikan dana transfer yang dapat dikelola daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Tujuannya adalah untuk mengatasi ketimpangan fiskal dengan pemerintah pusat dan antar pemerintah daerah lainnya. Untuk meminimilaisir ketergantungan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat melalui dana transfer tersebut, daerah dituntut dapat mengoptimalkan kemampuannya dalam menggali potensi pendapatannya. Sumber- sumber pendapatan asli daerah tersebut berupa: pajak daerah, retribusi daerah, laba usaha milik daerah dan pendapatan lain yang sah. Undang- undang No. 33 tahun 2004 3

tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dengan Daerah mengamanatkan bahwa daerah boleh meningkatkan pendapatan asli daerahnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pada prinsipnya ketergantungan daerah terhadap pusat berkurang, sehingga mampu mencapai kemandirian daerah sebagaimana tercapainya tujuan otonomi itu sendiri. Idealnya semua pengeluaran daerah dapat dipenuhi oleh Pendapatan Asli Daerah sehingga daerah dapat benar-benar otonom dan tidak lagi tergantung kepada pemerintah pusat. Menurut data Badan Pusat Statistik Sumatera Utara (2015) pada dasarnya Pendapatan Asli Daerah seluruh kabupaten dan kota di Indonesia pada tahun anggaran 2010 sampai dengan 2014 hanya mampu berkontribusi rata-rata sebesar 7.76% dari Total Pendapatan Daerah dalam membiayai rumah tangga seluruh kabupaten dan kota di Indonesia. Kecilnya kontribusi yang diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah dalam membiayai rumah tangga seluruh kabupaten dan kota di Indonesia, menunjukkan bahwa pada dasarnya sebagian besar kabupaten dan kota di Indonesia memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi pada pemerintah pusat. Tingginya tingkat ketergantungan keuangan daerah pada pemerintah pusat dan rendahnya kemampuan keuangan yang dialami oleh sebagian besar daerah di Indonesia, juga ditunjukkan oleh kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.1. 4

Tabel 1.1 Distribusi realisasi penerimaan daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2014 Lanjutan Tabel 1.1 5

Sumber : www.djpk.kemenkeu.go.id (diolah penulis, 2015) 6

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa pada tahun anggaran 2010 sampai dengan 2014, dana perimbangan yang berkontribusi besar terhadap Total Pendapatan Daerah seluruh pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara. Rendahnya kontribusi dari Pendapatan Asli Daerah pada tahun anggaran 2010 sampai dengan 2014 menunjukkan bahwa pada tahun tersebut seluruh pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara memiliki ketergantungan yang sangat besar pada pemerintah pusat dan memiliki kemampuan yang rendah dalam membiayai daerahnya. Selain itu, hal ini juga menunjukkan bahwa seluruh pemerintah kabupaten dan kota Provinsi Sumatera Utara memiliki kemampuan yang rendah dalam menggali sumber penerimaan daerahnya untuk membangun perekonomian di sektor pembangunan. Ketidakberdayaan Pendapatan Asli Daerah yang ditunjukkan kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara dalam membiayai daerahnya sendiri dapat menunjukkan bahwa kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara belum berhasil dalam menjawab berbagai tantangan otonomi yaitu desentralisasi, khususnya desentralisasi fiskal. Di mana, desentralisasi fiskal merupakan bagian penting dalam implementasi otonomi yakni upaya pemerintah daerah untuk memusatkan perhatiannya untuk memperbesar peranan Pendapatan Asli Daerah dalam struktur penerimaan daerah guna meningkatkan kemandirian keuangannya (Zaenuddin, 2012). Untuk keberhasilan pembangunan daerah perlu didukung kekuatan dana yang dimiliki daerah, oleh sebab itu pemerintah wajib mengusahakan ketersediaan dana 7

yang dibutuhkan dengan berbagai upaya. Salah satunya adalah mendorong perekonomian. Kemajuan perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB yang memperlihatkan besarnya produksi yang telah diciptakan oleh masing-masing sektor ekonomi pada tahun tertentu. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara ditunjukkan dengan perkembangan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2010-2014 yang dapat dilihat pada Tabel 1.2 berikut ini. Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Riil PDRB Provinsi Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010-2014 Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2015 Pada tahun 2014 perekonomian Sumatera Utara mengalami perlambatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan PDRB Sumatera Utara tahun 2014 mencapai 5,23 persen, sedangkan tahun 2013 mencapai 6,08 persen. Hal ini disebabkan mayoritas lapangan usaha mengalami perlambatan pertumbuhan 8

kecuali lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas, lapangan usaha Pengadaan Air, lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, lapangan usaha Jasa Perusahaan dan lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertanahan dan Jaminan Sosial Wajib. Perkembangan ekonomi melalui sektor dominan PDRB pernah diteliti oleh Fatmala (2015) yang menyimpulkan bahwa perkembangan Derajat Kemandirian Fiskal secara positif dan signifikan dipengaruhi oleh variabel sektor konstruksi/bangunan, secara positif namun tidak signifikan dipengaruhi oleh variabel sektor pertanian dan sektor jasa-jasa, sementara variabel sektor perdagangan, hotel dan restoran justru memberikan pengaruh yang negatif dan signifikan. Semakin tinggi perkembangan perekonomian suatu daerah semakin tinggi pula derajat kemandirian fiskal daerah. Nur ainy (2013) dalam penelitiannya juga menunjukkan bahwa kemakmuran (pertumbuhan ekonomi) berpengaruh positif terhadap kemandirian keuangan daerah. Menurut Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan pengalokasian belanja modal kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara rata-rata dari tahun ke tahun meningkat. Hal ini mengindikasikan adanya upaya pemerintahan daerah dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui investasi modal diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi. Dengan terpenuhinya fasilitas pelayanan publik maka masyarakat akan merasa nyaman dan dapat menjalankan usahanya dengan efektif dan efisien sehingga pada akhirnya dapat 9

meningkatkan kontribusi publik terhadap pajak yang akan berpengaruh besar terhadap peningkatan PAD daerah tersebut. Semakin besar PAD semakin baik pula kemandirian keuangan daerah sehingga akan mengurangi ketergantungan terhadap transfer dari pemerintah pusat. Sari (2015) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa belanja modal berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah pada kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan penelitian yang dilakukan (Ariani, 2010) menunjukkan bahwa belanja modal berpengaruh signifikan positif terhadap kemandirian keuangan daerah pada kabupaten/kota di wilayah Surakarta. Selain hal diatas kemandirian keuangan daerah juga dapat dilihat dari leverage atau perbandingan antara hutang dengan modal pada neraca daerah. Susanto (2015) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap terhadap kemandirian keuangan daerah pada kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Susanto, Imawan (2014) yang menyebutkan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap kemandirian keuangan pada kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : Pengaruh Dana Perimbangan, Produk Domestik Regional Bruto, Belanja Modal dan Leverage Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara. 10

1.1. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya di Latar Belakang, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2014? 2. Apakah Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2014? 3. Apakah Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2014? 4. Apakah Wealth berpengaruh terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2014? 5. Apakah Belanja Modal berpengaruh terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2014? 6. Apakah Leverage berpengaruh terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2014? 11

7. Apakah Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil, PDRB, Belanja Modal dan Leverage berpengaruh secara simultan terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2014? 1.2.Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2014 2. Mengetahui pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2014 3. Mengetahui pengaruh Dana Bagi Hasil terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2014 4. Mengetahui pengaruh Wealth terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2014 12

5. Mengetahui pengaruh Belanja Modal terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2014 6. Mengetahui pengaruh Leverage terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2014 7. Mengetahui pengaruh Dana Alokasi Khusus, Dana Lokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Wealth, Belanja Modal dan Leverage terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara periode 2010-2014 1.3. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi peneliti penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan, menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian keuangan suatu daerah khususnya di daerah Provinsi Sumatera Utara serta untuk membandingkan teori yang dipelajari selama kuliah dengan keadaan sebenarnya di lapangan. 2. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran yang dapat membantu penelitian selanjutnya khususnya tentang tingkat kemandirian keuangan daerah. 13

3. Bagi Pemerintah Daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dalam menjalankan tugas dan fungsi pemerintah khususnya yang berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan kemandirian keuangan dalam membiayai pembangunan dan melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. 14