BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Beberapa kanker seperti kanker serviks dan kanker payudara adalah pembunuh terbesar bagi wanita. Kenyataannya, kanker memang meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC), 85% kasus kanker di dunia yang berjumlah sekitar 493.000 dengan jumlah 273.000 kasus kematian, terjadi di negara-negara berkembang (Savitri, 2015). Menurut Farley et al (2013), peningkatan kejadian kanker yang di data oleh World Cancer Statistic Global dalam Piardani (2017) pada tahun 2012 mencapai 14,1 juta kasus. Menurut data WHO 2013, kanker menjadi penyebab kematian nomor dua didunia sebesar 13% setelah penyakit kardiovaskuler (Kemenkes RI, 2015). Menurut Infodatin (2016), Kanker payudara adalah kanker yang paling umum kedua terjadi didunia yang banyak temui di daerah kurang berkembang yaitu sebanyak 883.000 kasus dibandingkan dengan daerah yang lebih maju yaitu sebanyak 794.000 kasus). Pada 2017 diperkirakan 252.710 kasus baru kanker payudara yang didiagnosis pada wanita dan 2.470 kasus akan didiagnosis pada pria. Sekitar 40.610 wanita dan 460 pria diperkirakan meninggal akibat kanker payudara pada tahun 2017 (American Cancer Society, 2017). Di Indonesia sendiri, kanker payudara merupakan penyakit dengan prevelensi kedua tertinggi setelah kanker serviks pada tahun 2013 yaitu sebesar 1
2 0.5%, jika diestimasikan jumlah penderita kanker payudara yang telah terdiagnosa mencapai 61.682 orang (Data Riset Kesehatan Dasar, KEMENKES RI, 2013). Kemenkes (2014) menyebutkan terdapat 70% penderita dalam kondisi stadium lanjut akibat berbagai masalah kesehatan dalam penanganannya. Menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2013) Sumatera Barat menduduki posisi kedua tertinggi penderita kanker payudara setelah Yogyakarta yaitu 0,9% dengan estimasi jumlah 2.285 orang. Kanker payudara adalah kanker yang perkembangan dan penyebarannya yang cepat, sel kanker tersebut menyebar melalui aliran darah, sehingga penangan yang lambat akan membuat resiko yang amat besar bagi penderita (Savitri dkk, 2015). Menurut Diananda (2007) ada 3 cara pengobatan kanker payudara, yaitu operasi, radioterapi dan kemoterapi. Menurut Rahayuwati dkk (2017), kemoterapi dianjurkan untuk dilakukan bagi penderita kanker payudara dikarenakan kemoterapi dapat meningkatkan harapan hidup untuk sembuh bagi penderita kanker payudara. Tujuan lain pemberian kemoterapi yaitu mencapai kesembuhan, memperpanjang masa bebas penyakit dan memperpanjang lama hidup (Hastuti, 2015). Menurut Komite Penanggulangan Kanker Nasional Kemenkes RI (2017), kemoterapi sendiri dapat berupa obat tunggal atau dapat berupa gabungan beberapa obat kemoterapi. Biasanya kemoterapi dilakukan sebanyak 6 8 siklus agar mendapatkan efek yang diharapkan dan efek samping masih bisa ditanggulangi. Kemoterapi juga memiliki efek negatif saat proses kemoterapi berlangsung. Frekuensi pemberian kemoterapi dapat menimbulkan beberapa efek yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Efek fisik saat menjani kemoterapi yaitu
3 supresi sumsum tulang, gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, kehilangan berat badan, perubahan rasa, konstipasi, diare, dan gejala lainnya alopesia, fatigue dan perubahan pada sistem saraf (Wahyuni, 2015). Tidak hanya memiliki dampak pada fisik pasien, kemoterapi juga memiliki dampak yang buruk terhadap psikologis pasien itu sendiri. Masalah psikologis itu sendiri bersumber dari penurunan kondisi fisik akibat penyakit dan efek samping dari terapi pengobatan yang sedang dijalani, sehingga pasien mengalami gangguan harga diri, hilangnya kepercayaan diri, dan memberikan trauma kepada pasien sehingga berpengaruh pada proses pengobatan yang akan dijalani pasien itu sendiri. Dampak lain kanker payudara dan pengobatannya terhadap psikologis menunjukan bahwa pasien kanker payudara mengekspresikan ketidakberdayaan yang membuat pasien tidak bisa menjalani aktivitas sehari-hari, kecemasan, rasa malu, harga diri menurun, stress dan amarah (Pratiwi, 2017) Penelitian Perwita Sari (2009) yang menilai kualitas hidup pasien kanker yang menjalani kemoterapi di RSUP Sardjito Yogyakarta menunjukkan bahwa kualitas hidup pasien kanker mengalami penurunan setelah melakukan terapi kemoterapi. Upaya peningkatan kualitas hidup pasien kanker salah satunya dengan mengantisipasi gejala-gejala fisik dan psikologis yang dirasakan. Oleh karena itu, identifikasi kualitas hidup pasien kanker harus dipahami baik oleh tenaga kesehatan maupun keluarga (Putri, 2017). Istilah kualitas hidup sendiri digunakan untuk mengevaluasi kesejahteraan secara umum dari individu (Heydarnejad, dkk, 2009). Sedangkan menurut World Health Organization Quality Of Life (WHOQOL) kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai posisi individu dalam konteks budaya dan
4 sistem nilai dimana individu hidup dan hubungannya dengan tujuan, harapan, standar yang diterapkan dan perhatian seseorang (Rapley, 2003 dalam Siregar dan Muslimah, 2014). Menurut Pratiwi (2016) ada beberapa faktor internal yang mempengaruhi kualitas hidup, yaitu umur, jenis kelamin, motivasi, pengetahuan, stress dan self efficacy. Tingkat kualitas hidup pasien kanker payudara dapat diprediksi dengan self efficacy pasien itu sendiri, baik terhadap kualitas hidup jangka panjang ataupun jangka pendek. Self efficacy memainkan peran yang cukup besar dalam sebuah perilaku kesehatan yang baik dan tetap mempertahanannya. Kondisi kesehatan yang baik dapat diperoleh dengan memiliki self efficacy yang baik juga. Hal ini dikarenakan self efficacy dapat mempengaruhi motivasi, kognitif, dan perilaku untuk mencpai keadaan tersebut. Self efficacy membutuhkan keyakinan yang cukup kuat, pasien yang tidak memiliki keyakinan dalam mencapai tujuan dapat menimbulkan stress diakibatkan kurangnya kepercayaan diri untuk mencapai derajat kesehatan yang lebih baik yang justru semakin memperburuk keadaan kesehatan dan sistem imunnya (Damanik, 2016). Menurut Kiaei dkk (2016), self efficacy adalah agen internal penting untuk pengendalian jangka panjang durasi penyakit kronis dan nilainya akan meningkat jika pasien itu bisa beradaptasi dengan pernyakitnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Damanik (2016) menunjukan bahwa self efficacy pada pasien kanker mempengaruhi semua domain kualitas hidup, penelitian ini juga menyebutkan bahwa self efficacy memberikan dampak positif terhadap kualitas hidup pasien kanker payudara yang melakukan kemoterapi. Berdasarkan uraian
5 tersebut menunjukkan perlunya timbul self efficacy pada pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi. Sebuah penelitian yang dilakukan di Iran oleh Kiaei dkk (2016) tentang hubungan self efficacy dengan kualitas hidup pasien kanker payudara. Hasil dari penelitian ini menunjukan terdapat hubungan langsung antara self efficacy dengan kualitas hidup seseorang. Masih sedikit penelitian yang membahas tentang hubungan self efficacy dengan kualitas hidup pada pasien kanker payudara terutama di indonesia, padahal penelitan seperti ini begitu penting untuk mengetahui kualitas hidup pasien kanker payudara itu sendiri. Tetapi penelitian self efficacy dengan kualitas hidup pada pasien secara umum banyak dilakukan. Salah satunya yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Yurhansyah (2016) hasil dari penelitian ini menunjukan dimana ada hubungan yang positif antara self efficacy dengan kualitas hidup pada pasien kanker, peneliti juga menambahkan bahwa self efficacy adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup, yaitu sebesar 12,53%. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti mengambil Rumah Sakit M. Djamil Padang sebagai lokasi penelitian. Rumah Sakit M. Djamil merupakan rumah sakit pemerintah yang menjadi rujukan tersier di Kota Padang. Rumah Sakit ini juga memiliki kunjungan pasien tertinggi dibandingkan kunjungan rumah sakit lainnya di Kota Padang. Rumah Sakit M. Djamil juga memiliki fasilitas yang lengkap termasuk fasilitas kemoterapi untuk penanganan pasien kanker (Annisa, 2017). Data dari Rumah Sakit M. Djamil Padang, ditemukan penderita kanker payudara pada 2015 sebanyak 1.127 orang dan tahun 2016 ada 4.241 orang.. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit M. Djamil Padang,
6 tepatnya di unit kemoterapi. Data 3 bulan terakhir penderita kanker payudara yang terdaftar menjalani kemoterapi didapatkan sebanyak 40 orang pada bulan Mei, 48 orang pada bulan Juni dan 53 orang pada bulan juli. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat terjadi peningkatan jumlah penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi di Rumah Sakit M. Djamil Padang. Berdasarkan study awal yang dilakukan tangal 20 juli 2018, dengan mewawancarai 4 orang penderita kanker payudara yang sedang menjalani kemoterapi. 2 orang pasien mengatakan sudah melakukan kemoterapi 3 kali, pasien tersebut mengeluhkan rasa mual dan pusing setelah melakukan kemoterapi namun rasa mual dan pusing tersebut jauh berkurang dibandingkan waktu pertama kali melakukan kemoterapi. 2 orang pasien mengatakan baru 1 kali melakukan kemoterapi, pasien tersebut mengeluhkan mual, pusing dan disertai muntah. 2 orang pasien yang baru pertama kali melakukan kemoterapi mengatakan tidak bisa melakukan aktifitas sehari-hari dan hanya bisa istirahat ditempat tidur. 1 orang pasien mengatakan masih bisa bekerja seperti biasanya tanpa mengalami masalah akibat efek samping kemoterapi. 1 orang pasien mengatakan agak sedikit mengurangi aktifitasnya sehari-hari, lebih banyak istirahat untuk menghilangkan pusing yang dialami. 4 orang pasien megatakan mendapatkan dukungan penuh dari keluarga mereka sehingga mereka semangat menjalani kemoterapi. 4 orang pasien mengatakan percaya bahwa kemoterapi dapat menyembuhkan penyakit kanker payudara dan dapat meningkatkan harapan hidup mereka. Berdasarkan sumber yang peneliti dapat masih sedikit yang membahas penelitian ini dan berdasarkan studi awal yang peneliti lakukan, peneliti merasa tertarik melakukan penelitian tentang Hubungan self efficacy dengan Kualitas
7 Hidup pada Pasien Kanker Payudara di Saat Menjalani Kemoterapi di RSUP M. Djamil Padang. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Bagaimana Hubungan Antara Self Efficacy dengan Kualitas Hidup Pasien Kanker Payudara saat Menjalani Kemoterapi di RSUP M. Djamil Padang? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan pada penelitan ini memiliki 2 bagian yaitu tujuan umum dan tujuan khusus : 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan self efficacy dengan kualitas hidup pada pasien kanker payudara saat menjalani kemoterapi di RSUP M. Djamil Padang. 1.3.2 Tujuan Khusus Berikut ini beberapa tujuan khusus dari penelitian yang akan dilakukan : a. Diketahui karakteristik pasien kanker payudara saat menjalani kemoterapi di RSUP DR. M. Djamil Padang 2018 b. Diketahui distribusi frekuensi self efficacy pada pasien kanker payudara saat menjalani RSUP DR. M. Djamil Padang 2018.
8 c. Diketahui distribusi frekuensi kualitas hidup pada pasien kanker payudara saat menjalani RSUP DR. M. Djamil Padang 2018. d. Diketahui hubungan self efficacy dengan kualitas hidup pada pasien kanker payudara saat menjalani kemoterapi di RSUP DR. M. Djamil Padang. 1.4 Manfaat Penelitian Berikut manfaat yang diharapkan dari penelitian yang dilakukan : 1.4.1 Bagi institusi kesehatan. Diketahui hubungan self efficacy dengan kualitas hidup pasien kanker payudara yang melakukan kemoterapi sehingga menjadi sumber informasi bagi intitusi kesehatan dalam memberikan asuhan dengan lebih baik. 1.4.2 Bagi profesi keperawatan. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat untuk klien agar dapat meningkatkan motivasi dan kualitas hidup pasien kanker payudara. 1.4.3 Bagi institusi pendidikan Sebagai informasi bagi institusi pendidikan mengenai hubungan self efficacy dengan kualitas hidup pasien kanker yang melakukan kemoterapi di rumah sakit Kota Padang. Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan untuk penelitian lebih lanjut dengan metode yang lebih baik.