2016 PENGARUH LITERASI INFORMASI BENCANA TERHAD AP KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT D ALAM MENGHAD API BENCANA D I PROVINSI JAWA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai selatan Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling besar berpotensi gempa bumi sampai kekuatan 9 skala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB 1 PENDAHULUAN. lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Gerakan ketiga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, terutama Pulau Jawa. Karena Pulau Jawa merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. pada episentrum LU BT (

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menempati wilayah zona tektonik tempat pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological

POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA. Oleh : Hendro Murtianto*)

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi geologi Indonesia yang merupakan pertemuan lempeng tektonik

BAB I PENDAHULUAN. dan 10 Kelurahan, dengan luas ha. Kabupaten Klaten merupakan BT dan LS LS.

GEMPA BUMI DAN AKTIVITASNYA DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di

I. PENDAHULUAN. Geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur.

BAB I PENDAHULUAN. karena itu Indonesia memiliki potensi bencana gempa bumi dan dapat menimbulkan ancaman bencana yang sangat besar.

di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil semakin jelas dengan disahkannya peraturan pelaksanaan UU No. 27 Tahun 2007 berupa PP No 64 Tahun 2010 tentan

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia,

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ).

MITIGASI BENCANA ALAM TSUNAMI BAGI KOMUNITAS SDN 1 LENDAH KULON PROGO. Oleh: Yusman Wiyatmo ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam selama ini selalu dipandang sebagai forcemajore yaitu

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang nomor 24 tahun 2007). Australia yang bergerak relative ke Utara dengan lempeng Euro-Asia yang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB I PENDAHULUAN. terletakm pada 3 pertemuan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia

BAB I PENDAHULUAN. manusia, yang dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, yang. serta melampaui kemampuan dan sumber daya manusia untuk

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN BENCANA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

Gempa atau gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang terjadi pada lokasi tertentu pada permukaan bumi, dan sifatnya tidak berkelanjutan.

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

BAB 1 PENDAHULUAN. pulau yang secara geografis terletak antara 6º LU 11º LS dan 95º BT 140º BT

ANCAMAN GEMPABUMI DI SUMATERA TIDAK HANYA BERSUMBER DARI MENTAWAI MEGATHRUST

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga

tektonik utama yaitu Lempeng Eurasia di sebelah Utara, Lempeng Pasifik di

BAB 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Undang- bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

BAB I PENDAHULUAN. 1

Gambar 1.1. Indonesia terletak pada zona subduksi (

BAB I PENDAHULUAN. Sabuk Gempa Pasifik, atau dikenal juga dengan Cincin Api (Ring

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Gempa di Pulau Jawa Bagian Barat. lempeng tektonik, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo Australia, dan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat (Sudibyakto, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerusakan. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan bumi yang

PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SESMISITAS. Bayu Baskara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ruliani, 2014

TEORI TEKTONIK LEMPENG

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan mereka, termasuk pengetahuan bencana longsor lahan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sarat akan potensi bencana gempa bumi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat risiko tinggi

Museum Gempa Bumi Yogyakarta BAB I

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari

2015 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGURANGAN RESIKO BENCANA GEMPA BUMI DI KOTA BUKITTINGGI

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara pertemuan tiga lempeng besar bumi. Hal ini menyebabkan Indonesia rawan terkena bencana gempa bumi. Seperti yang dikemukakan oleh Ambarjaya (2006, hlm. 30): Indonesia berada pada pertemuan 3 lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Kondisi ini yang menjadikan Indonesia sebagai daerah yang tingkat kegempaannya sangat tinggi. Daerah yang berdekatan dengan pertemuan lempeng tersebut adalah sepanjang pesisir Selatan Sumatera, pesisir Selatan Jawa, Nusa Tenggara, sampai ke daerah Maluku Utara. Konsekuensi logis dari keadaan geografis tersebut membuat daerah-daerah itu menjadi daerah yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi. Tingkat kegempaan yang tinggi di Indonesia terdiri dari jenis gempa bumi yang sangat lengkap. Ada gempa bumi tektonik dan gempa bumi vulkanik, baik yang berkekuatan kecil, sedang, maupun besar. Gempa bumi tektonik diakibatkan langsung oleh pergerakan lempeng bumi, sedangkan gempa bumi vulkanik diakibatkan oleh aktifitas magmatik dari gunung api, yang merupakan efek domino dari pergerakan lempeng bumi. Beragamnya jenis gempa bumi yang ada di Indonesia mengakibatkan Indonesia memiliki kerawanan gempa bumi yang cukup tinggi. Kerawanan bencana gempa bumi di Indonesia dapat dilihat dari frekuensi gempa yang terjadi, menurut BNPB (dalam Dien, 2015, hlm. 2) Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat. Pernyataan tersebut menunjukan jika dilihat dari frekuensi kegempaan Indonesia jauh diatas Amerika. Disusul penjelasan dari BNPB (2014, hlm. 3) selama periode 2014 kejadian bencana gempa bumi di Indonesia sebagai berikut. Ada sekitar 386 kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 157 juta jiwa yang terpapar sedang hingga tinggi dari bahaya gempa di Indonesia. Penjelasan

2 tersebut memberikan gambaran bahwa Indonesia menjadi daerah sibuk dan rawan dilanda bencana gempa bumi. Rawannya Indonesia terlanda bencana gempa bumi dapat dilihat dari Peta Indeks Ancaman Bencana Gempa Bumi di Indonesia yang dikeluarkan oleh BNPB seperti pada gambar 1.1 berikut. Gambar 1.1 Peta Indeks Ancaman Bencana Gempa Bumi di Indonesia (Sumber: www.geospasial.bnpb.go.id) Pada peta tersebut menjelaskan bahwa yang berwana hijau berarti memiliki ancaman gempa bumi yang rendah, yakni terdiri atas daerah Kalimantan, Sulawasi Selatan, dan Papua sebelah selatan. Warna kuning berarti memiliki ancaman sedang, yang terdiri atas Pegunungan Tengah Sumatera, tengah Pulau Jawa, Sulawesi bagian Tengah, Maluku Utara, dan Pegunungan Tengah Papua. Kemudian warna merah merupakan ancaman tertinggi terjadi bencana gempa bumi, yang terdiri atas Pesisir Barat Sumatera, Jawa bagian Selatan, Nusa Tengggara, Sulawesi Utara, Maluku Selatan, dan Papua bagian Utara. Kondisi ancaman gempa bumi di Indonesia yang terlihat dari peta tersebut, mengindikasikan bahwa Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang terkena ancaman gempa bumi.

3 Pulau Jawa merupakan pulau dengan populasi terpadat di Indonesia yang memiliki tingkat kerawanan sangat tinggi terkena bencana gempa bumi. Seperti dikemukakan Zakaria (dalam Riyadi, 2015, hlm. 67) menggambarkan begitu rawannya Pulau Jawa terkena gempa bumi sebagai berikut: Pulau Jawa termasuk daerah yang sering dilanda gempa bumi. Hal ini berkaitan erat dengan keberadaan zona tumbukan lempeng Indo-Australia di bagian selatan Pulau Jawa, yang menumbuk lempang Eurasia yang terletak dibagian utaranya. Kecepatan pergerakan lempeng tersebut sekitar 70 mm/tahun. Batas penunjaman lempeng Indo-Australia ke lempeng Eurasia di buktikan dengan kehadiran Java Trench atau Parit jawa yaitu berupa palung yang dalam. Zona perbatasan antar dua lempeng merupakan zona yang rawan terhadap gempa bumi Berdasarkan penjelasan tersebut, pulau Jawa sangat rawan terkena gempa bumi. Salah satu provinsi di Pulau Jawa yang sangat rawan gempa bumi adalah Jawa Barat. Seperti dikutip dari halaman vivanews.com edisi 3 Desember 2009 menyebutkan bahwa wilayah pantai selatan Jawa Barat merupakan wilayah yang dekat dengan pusat gempa bumi, dan umumnya tersusun dari endapan kuarter berupa aluvium, endapan rombakan gunung api, kemudian endapan tersier yang sebagian telah mengalami pelapukan yang memperkuat efek getaran gempa bumi. Diantara daerah-daerah di Jawa Barat yang frekuensi gempanya tinggi adalah di Kabuptaen Tasikmalaya. Dalam beberapa tahun terkahir gempa bumi melanda Kabupaten Tasikmalaya dan sekitarnya, seperti pada tanggal 10 Januari 2010. Dikutip dari halaman Web Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral, disana dijelaskan bahwa gempabumi pada tanggal 10 Januari 2010 lalu di selatan Tasikmalaya adalah akibat aktifitas subduksi, dengan magnitudo 5,4 skala richter. Bukan hanya pada tahun 2010, bencana gempa bumi yang melanda Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2009 berdampak sangat buruk bagi masyarakat sekitarnya. Seperti merenggut banyak korban jiwa, dan harta benda, serta merusak infrastruktur lainnya. Seperti yang dikutip dari halaman vivanews.com edisi 3 November 2009, disana disebutkan bawa gempa bumi dengan kekuatan 7,3 skala richter di selatan Tasikmalaya menimbulkan puluhan korban tewas dan ratusan rumah rusak. Tingginya frekuensi bencana gempa bumi

4 di Kabupaten Tasikmalaya, kiranya dapat memotivasi masyarakat untuk lebih siap dalam menghadapi bencana tersebut. Karena dengan tingkat kesiapan menghadapi bencana lebih baik diharapkan tinggat kerugian akibat bencanapun berkurang. Siapnya masyarakat dalam menghadapi bencana tentunya sangat beralasan, karena tidak hanya bencana gempa bumi yang siap melanda. Dengan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan, membuat Indonesia menjadi rentan dengan bencana tsunami yang merupakan efek domino dari gempa bumi tersebut. Pengertian tsunami adalah masuknya air laut ke daratan secara tiba-tiba. Tsunami dapat disebabkan oleh dua faktor yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yakni faktor yang berasal dari dalam bumi yaitu gempa dasar laut. Gempa dasar laut ini terdiri atas gempa tektonik dan vulkanik. Sementara itu, faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar bumi seperti jatuhnya meteor ke bumi yang mengganggu kestabilan permukaan air laut. Pengertian tsunami menurut Robert Pasaribu (2005, hlm. 1) adalah: gelombang laut yang terjadi secara mendadak yang disebabkan karena terganggunya kestabilan air laut yang diakibatkan oleh gempa bumi dan adanya gangguan implusif terhadap air laut akibat terjadinya perubahan bentuk dasar laut. Dapat disimpulkan bahwa tsunami adalah naiknya permukaan air laut secara tiba-tiba, baik itu oleh faktor internal maupun eksternal. Bencana tsunami menjadi peristiwa yang sangat menakutkan terutama bagi penduduk yang tinggal di daerah pesisir. Ancaman bencana tsunami yang besar tersebut membuat orang-orang Indonesia harus paham betul tentang bagaimana cara menghadapi bencana tsunami, yang sewaktu-waktu dapat terjadi mengancam kehidupan dan harta benda mereka. Seperti pada kejadian bencana Tsunami yang terjadi di Aceh, yang imbasnya sampai ke Negara Thailand dan negara-negara lain disekitarnya pada tahun 2004, bencana tersebut merenggut korban jiwa lebih dari 200.000 orang. Bahkan kerugian harta benda sudah tidak dapat terhitung lagi. Kejadian tersebutlah yang harus menjadi cermin betapa bahayanya apabila bencana tsunami terjadi, dan harus memikirkan bagaimana cara menghadapinya. Salah satu cara

5 dalam menghadapi bencana tsunami adalah dengan mengetahui terlebih dahulu lokasi-lokasi yang rawan terkena bencana tsunami. Pihak yang memiliki otoritas dalam pemetaan lokasi yang rawan terkena bencana tsunami di wilayah Indonesia adalah BNPB. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) membuat peta ancaman tsunami yang memperlihatkan bahwa Indonesia sangat berpotensi besar terkena langsung oleh bencana tsunami. Peta ancaman tsunami tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.2 sebagai berikut. Gambar 1.2 Peta Indeks Ancaman Bencana Tsunami di Indonesia (Sumber: www.geospasial.bnpb.go.id) Dijelaskan pada gambar 1.2 bahwa Indonesia memiliki tingkat kerawanan terhadap bencana tsunami yang beraneka ragam, dimulai dari yang berpotensi kecil, sedang, dan sampai yang berpotensi tinggi diterjang bencana tsunami. Gradasi warna yang terdapat di dalamnya, menggambarkan bahwa yang berwana hijau merupakan daerah yang berpotensi kecil terdampak bencana tsunami, seperti daerah Kalimantan Barat sampai Kalimantan Tengah, Pantai Timur Sumatera, Pantai Utara Jawa, dan Pegunungan Tengah Papua. Sementara itu, yang berwarna kuning merupakan daerah yang berpotensi sedang terkena bencana tsunami,

6 seperti daerah Kalimantan Timur, Sulawesi, dan Pantai Selatan Papua. Terakhir, yang berwarna merah merupakan daerah yang sangat rawan terkena dampak bencana tsunami, seperti Pantai Barat Sumatera, Pantai Selatan Jawa, Nusa Tenggara, dan Pantai Utara Papua. Daerah yang sangat rawan diterjang bencana tsunami berdasarkan peta tersebut di atas salah-satunya adalah Pesisir Selatan Jawa Barat. Salah satu tempat di pesisir Selatan Jawa Barat yang pernah diterjang bencana tsunami adalah Kabupaten Pangandaran. Kabupaten Pangandaran secara letak geografis berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, yang menyebabkan Kabupaten Pangandaran berisiko terkena bencana tsunami. Kabupaten Pangandaran pernah dilanda bencana gempa bumi dan tsunami. Hal ini, berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Geologi (2006) yang menyatakan bahwa: Pangandaran pernah diguncang gempa bumi dan kemudian disusul dengan gelombang tsunami seperti data yang tercatatat sebagai berikut: Kejadian Gempa: 17 Juli 2006, jam 15.19.73 WIB petang, Pusat Gempa: 9.295 LS - 107.347 BT, Kekuatan: 7.1 Mw atau 7.2 Mb (USGS) atau 6.8 SR (BMG), Ke dalaman: 8 km, Tsunami: Melanda pantai selatan Jawa pada pukul 15.39.45 WIB dengan ketinggian bervariasi dari 1-3.5 m dan rambahan 75-500 m, Korban: 500 jiwa yang tersebar disepanjang Pantai Selatan Jawa. Secara terperinci, data kerugian yang ditimbulkan oleh bencana tsunami di sepanjang Pesisir Pantai Selatan Pulau Jawa termasuk di Kabupaten Pangandaran pada tahun 2006 dipaparkan oleh Ambarjaya (2006, hlm. 54) adalah sebagai berikut. Bencana Tsunami yang secara keseluruhan melanda sepanjang pantai selatan Provinsi Jawa Barat, dan Cilacap, dan Yogyakarta tersebut, menelan korban jiwa lebih dari 378 orang meninggal, 272 orang luka-luka, 77 orang menghilang. Kerugian material yang dialami berupa hancurnya 842 rumah, 92 rumah rusak, 62 bangunan hotel dan penginapan hancur, dan 5 kantor hancur. Selain itu, sarana transportasi 56 mobil hancur, 97 motor hancur, 190 kapal boat rusak, dan 29 becak tradisional hancur. Total kerugian akibat bencana tsunami ini berkisar lebih dari 70 milyar rupiah. Kerugian yang ditimbulkan oleh bencana tsunami tersebut sangatlah besar baik harta benda maupun jiwa. Sebagai manusia yang diberikan kelebihan untuk

7 berpikir dan mempunyai akal, seyogianya harus dapat menghadapi bencana tsunami dengan siap dan terencana. Berbagai bencana yang terjadi di Indonesia tidak hanya gempa bumi dan tsunami saja, akan tetapi longsor juga menjadi hal yang sangat menakutkan bagi masyarakat. Seperti yang diutarakan oleh Arifianti (2011, hlm. 17) Bencana tanah longsor bersifat lokal, namun banyak tersebar di seluruh daerah di Indonesia. Dalam jangka waktu lama, bencana tanah longsor menyebabkan lebih banyak kerugian dibandingkan bencana lain. Ancaman longsor yang ada, menjadi hal yang sangat menakutkan bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan longsor. Seperti yang diungkapkan oleh BNPB (2014, hlm. 1) pada edisi Desember 2014 terjadi beberapa bencana longsor sebagai berikut. Tanah longsor pada bulan ini terjadi sebanyak 111 kali, jauh lebih banyak dibandingkan banjir (86 kejadian). Kejadian bencana tanah longsor tersebar di 12 provinsi, dengan frekuensi terbanyak berturut turut terjadi di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Bencana tanah longsor juga menjadi bencana yang paling mematikan dibandingkan jenis bencana lain. Korban meninggal dan hilang akibat bencana tanah longsor pada bulan Desember 2014 sebanyak 124 jiwa. Korban meninggal dan hilang ini paling banyak disebabkan oleh bencana tanah longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara. Ditambahkan kembali oleh PVMBG (dalam Arifianti, 2011, hlm. 17) menyebutkan bahwa: Jumlah kejadian tanah longsor semakin meningkat memasuki musim penghujan terutama di daerah-daerah perbukitan terjal. Berdasarkan statistik, dalam kurun waktu tahun 2005 2011 tercatat kejadian tanah longsor pada 809 lokasi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan mengakibatkan korban jiwa mencapai 2484 orang tewas. Besarnya ancaman bencana tanah longsor bagi masyarakat tentunya harus diperhatikan, terutama di Provinsi Jawa Barat. Keadaan morfologi yang berbukitbukit dan jumlah penduduk yang padat, menjadikan Jawa Barat menjadi salah satu provinsi yang paling berisiko terkena bencana longsor. Penjabaran tersebut senada dengan penjelasan yang diungkapkan oleh Mubekti dan Fauziah (2008, hlm. 121) sebagai berikut.

8 Provinsi Jawa Barat termasuk salah satu daerah yang sangat potensial terjadinya bencana tanah longsor. Hal ini disebabkan topografi sebagian besar wilayahnya yang berbukit dan bergunung. Di samping itu, juga di sebabkan tingginya tingkat kepadatan penduduk di wilayah perbukitan sehingga menimbulkan tekanan terhadap ekosistem. Faktor lainnya yang menyebabkan cukup tingginya kerentanan bahaya tanah longsor di wilayah Jawa Barat adalah kesadaran lingkungan yang relatif rendah, serta pemanfaatan lahan dan ruang yang kurang baik. Tanah longsor yang sering terjadi di Jawa Barat menjadi ancaman yang serius selain bencana gempa bumi dan tsunami. Provinsi Jawa Barat yang terkenal mempunya morfologi yang berbukit tersebutlah yang menjadi salah satu faktor sangat rawan terkena bencana longsor. Kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang rawan terkena bencana longsor salahsatunya adalah Kabupaten Garut. Keadaan morfologi Kabupaten Garut yang bergelombang, membuat Kabupaten Garut memiliki tingkat kerawanan yang tinggi terhadap bencana tanah longsor. Seperti kejadian tanah longsor yang dikutip dari halaman liputan6.com edisi 9 Juni 2016, yang menyebutkan bahwa Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPBD) Kabupaten Garut, menyampaikan telah terjadi bencana tanah longsor di Kecamatan Caringin yang menutup sepanjang 100 meter jalur jalan provinsi lintas selatan Kabupaten Garut. Fakta tersebut semakin menegaskan bahwa Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten- Kabupaten yang berada di dalamnya sangat berpotensi terkena berbagai macam jenis bencana. Banyaknya kejadian-kejadian bencana yang terjadi di Jawa Barat, seperti gempa bumi, tsunami, dan tanah longsor haruslah ditanggapi serius oleh berbagai pihak untuk meminimalisir dampak kerugian yang diakibatkan oleh bencana tersebut. Salah satu cara dalam meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat adalah dengan peningkatan kemampuan literasi informasi bencana kepada masyarakat. Literasi Bencana atau bisa disebut upaya penyadaran masyarakat dalam menghadapi suatu bencana tentulah sangat penting dimiliki oleh masyarakat. Hal tersebut dilakukan dalam rangka memitigasi suatu bencana. Faktor literasi informasi bencana terbagi kedalam empat bagian, yaitu mengetahui sumber informasi bencana, mengevaluasi informasi bencana, mengorganisasikan

9 informasi bencana, dan memanfatkan serta menyampaikan informasi bencana. Sebagai contoh nyata, masyarakat yang tidak mengetahui sumber informasi bencana akan sangat kebingungan mengetahui jenis bencana apa yang mungkin terjadi di wilayahnya, bagaimana cara menghadapi dan menanggulanginya. Pengetahuan sebagai bagian dari literasi akan bencana perlu diukur untuk menganalisis sejauh mana pemahaman masyarakat mengenai risiko akan datangnya suatu bencana. Pengetahuan mengenai suatu bencana tersebut tentulah akan sangat ditunjang oleh media informasi tentang kebencanaan. Media informasi sebagai bagian dari literasi, menjadi sarana oleh lembaga terkait atau lembaga kebencanaan untuk mengedukasi masyarakat, dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan tidak hanya untuk masyarakat, dalam hal ini lebih dikhususkan untuk kategori peserta didik mengenai cara menghadapi bencana dengan pemberian pembelajaran di sekolah. Mata pelajaran yang bersinggungan langsung dengan kebencanaan yaitu geografi. Mata pelajaran geografi membahas mengenai hubungan antara manusia dengan alam di sekitarnya. Oleh karena itu, mata pelajaran geografi sangatlah beririsan dalam menanamkan pemahaman kepada peserta didik, terutama peserta didik SMA mengenai kesiapsiagaan menghadapi bencana. Pembahasan mengenai kebencanaan ada pada materi Mitigasi Bencana. Seperti halnya pada kurikulum 2013, materi Mitigasi Bencana terdapat pada Semester 2 Kelas X. Sementara itu, pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tidak terdapat secara khusus materi ini, akan tetapi guru didorong untuk lebih berinisiatif dalam memasukkan materi mitigasi bencana tersebut ke dalam materi litosfer atau geosfer secara umum. Sebagai contoh dalam materi mitigasi bencana di SMA membahas mengenai daerah mana saja yang berpotensi terkena bencana gempa bumi, bagaimana cara membaca potensinya, kemudian bagaimana cara menghadapi dan menanggulanginya. Peserta didik yang mendapatkan materi mitigasi bencana diharapkan akan memiliki pemahaman lebih mengenai kesiapsiagaan bencana dibandingkan dengan peserta didik yang tidak mendapatkan materi tersebut. Hal tersebutlah

10 yang akan menjadi bekal peserta didik dalam menghadapi bencana yang sewaktuwaktu dapat terjadi di lingkungan tempat tinggalnya. Peran serta pendidikan dalam meningkatkan kesiapsiagaan akan lebih bermakna apabila didorong oleh peran serta pemerintah. Peran pemerintah dalam membangun kualitas sumber daya manusia, yang di dalamnya terdapat masyarakat luas dan peserta didik sangatlah diperlukan agar mereka lebih siap dalam menghadapi bencana. Namun, disamping itu pula masyarakat dan peserta didik dituntut mempunyai keinginan dan kemauan sendiri untuk mendapatkan pemahaman dalam menghadapi bencana secara otodidak, tanpa bergantung pada pemerintah atau instansi terkait. Kesinambungan kerjasama antara pemerintah, peserta didik dan masyarakat tersebutlah yang dapat meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Berdasarkan pemaparan sebelumnya mengenai potensi bencana yang sangat tinggi di Provinsi Jawa Barat, menuntut masyarakat yang berada di dalamnya untuk memiliki tingkat pemahaman yang tinggi dalam menghadapi risiko bencana tersebut. Pengetahuan mengenai faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kesiapsiagaan masyarakat sangatlah diperlukan, terutama dalam kemampuan literasi bencana. Faktor Literasi bencana, kemudian mata pelajaran geografi di SMA sangat penting untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dan peserta didik SMA dalam menghadapi bencana. Kedua faktor tersebut sangatlah penting guna menentukan langkah selanjutnya yang bertujuan untuk meningkatkan atau mengoptimalkan peningkatan kesiapsiagaan yang dimiliki oleh masyarakat dan peserta didik SMA dalam menghadapi bencana. Faktor-faktor tersebutlah yang pada akhirnya membuat penelitian ini mengambil judul PENGARUH LITERASI INFORMASI BENCANA TERHADAP KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA DI PROVINSI JAWA BARAT (Studi kasus pada bencana tsunami di Kabupaten Pangandaran, gempa bumi di Kabupaten Tasikmalaya, dan tanah longsor di Kabupaten Garut).

11 B. Identifikasi Masalah Kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana harus menjadi prioritas di Provinsi Jawa Barat. Hal ini dikarenakan daerahnya mempunyai morfologi yang beranekaragam, dari mulai dataran rendah, perbukitan, sampai pegunungan yang terjal yang sangat rentan terkena bencana. Bencana yang rentan terjadi adalah bencana tsunami untuk daerah dataran rendah yang berbatasan langsung dengan laut, serta gempa bumi, kemudian bencana longsor rentan terjadi di daerah dataran tinggi yang mempunyai lereng-lereng yang terjal. Kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi suatu bencana sangat penting untuk diperhatikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapsiagaan menghadapi bencana harus segera diketahui lebih mendalam. Faktor ini terutama dari segi literasi bencana agar dapat dideteksi kelemahan-kelemahan yang mungkin muncul pada faktor-faktor tersebut. Selain itu, pengaruhnya terhadap kesiapsiagaan masyarakat pun dapat segera diketahui. Pada akhirnya pengaruh faktor-faktor terhadap kesiapsiagaan tersebut akan mempengaruhi besar kecilnya pula risiko jatuhnya korban jiwa akibat bencana yang terjadi. Kesiapsiagaan dalam mengadapi suatu bencana bukan hanya diprioritaskan kepada masyarakat melainkan juga untuk dunia pendidikan. Dalam hal ini, peserta didik tingkat SMA sangatlah perlu dalam memahami bagaimana cara dalam menghadapi bencana yang sewaktu-waktu mungkin terjadi. Peran mata pelajaran geografi sangatlah penting dalam membentuk kesiapsiagaan peserta didik SMA dalam menghadapi bencana, terutama dalam aplikasi dari materi mitigasi bencana. Materi mitigasi bencana akan mengulas bagaimana potensi bencana di suatu wilayah, kemudian bagaimana cara menghadapi dan menanggulanginya. Peserta didik yang mendapatkan materi mitigasi bencana tentunya mempunyai pemahaman lebih mengenai kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana dibandingkan dengan peserta didik yang tidak mendapatkan materi mitigasi bencana tersebut. Faktor literasi informasi bencana dan pembelajaran geografi dalam materi mitigasi bencana akan berpengaruh terhadap kesiapsiagaan masyarakat dan

12 peserta didik dalam menghadapi bencana. Oleh karena itu pengaruh kedua faktor tersebut terhadap kesiapsiagaan akan dikaji dalam penelitian ini. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka dalam penelitian ini rumusan masalah yang akan diangkat adalah? 1. Seberapa besar pengaruh kemampuan mengidentifikasi dan menemukan lokasi informasi terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana di Provinsi Jawa Barat (Tsunami, Gempa Bumi, dan Tanah Longsor)? 2. Seberapa besar pengaruh kemampuan mengevaluasi informasi secara kritis terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana di Provinsi Jawa Barat (Tsunami, Gempa Bumi, dan Tanah Longsor)? 3. Seberapa besar pengaruh kemampuan mengorganisasikan dan mengintegrasikan informasi ke dalam pengetahuan yang sudah ada terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana di Provinsi Jawa Barat (Tsunami, Gempa Bumi, dan Tanah Longsor)? 4. Seberapa besar pengaruh kemampuan memanfaatkan serta mengomunikasikan informasi secara efektif, legal, dan etis terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana di Provinsi Jawa Barat (Tsunami, Gempa Bumi, dan Tanah Longsor)? 5. Bagaimanakah perbandingan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana Tsunami di Kabupaten Pangandaran, Gempa Bumi di Kabupaten Tsikmalaya, dan Tanah Longsor di Kabupaten Garut? 6. Seberapa besar pengaruh mata pelajaran geografi dalam materi mitigasi bencana terhadap kesiapsiagaan peserta didik SMA dalam menghadapi bencana di Provinsi Jawa Barat (Tsunami, Gempa Bumi, dan tanah Longsor)? 7. Bagaimanakah perbandingan kesiapsiagaan peserta didik SMA dalam menghadapi bencana Tsunami di Kabupaten Pangandaran, Gempa Bumi di Kabupaten Tsikmalaya, dan Tanah Longsor di Kabupaten Garut?

13 D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah untuk: 1. Menganalisis pengaruh kemampuan mengidentifikasi dan menemukan lokasi informasi terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana di Provinsi Jawa Barat (Tsunami, Gempa Bumi, dan Tanah Longsor; 2. Menganalisis pengaruh kemampuan mengevaluasi informasi secara kritis terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana di Provinsi Jawa Barat (Tsunami, Gempa Bumi, dan Tanah Longsor); 3. Menganalisis pengaruh kemampuan mengorganisasikan dan mengintegrasikan informasi ke dalam pengetahuan yang sudah ada terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana di Provinsi Jawa Barat (Tsunami, Gempa Bumi, dan Tanah Longsor); 4. Menganalisis pengaruh kemampuan memanfaatkan serta mengomunikasikan informasi secara efektif, legal, dan etis terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana di Provinsi Jawa Barat (Tsunami, Gempa Bumi, dan Tanah Longsor); 5. Menganalisis perbandingan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami di Kabupaten Pangandaran, gempa bumi di Kabupaten Tasikmalaya, dan tanah longsor di Kabupaten Garut; 6. Menganalisis pengaruh mata pelajaran geografi dalam materi mitigasi bencana terhadap kesiapsiagaan peserta didik SMA dalam menghadapi bencana di Provinsi Jawa Barat (Tsunami, Gempa Bumi, dan tanah Longsor); dan 7. Menganalisis perbandingan kesiapsiagaan peserta didik SMA dalam menghadapi bencana tsunami di Kabupaten Pangandaran, gempa bumi di Kabupaten Tasikmalaya, dan tanah longsor di Kabupaten Garut.

14 E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian dalam penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Penelitian mengenai pengaruh literasi informasi bencana terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana di Provinsi Jawa Barat dapat mengukur faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam menghadapi bencana dari segi literasi informasi bencana. Faktor-faktor tersebut adalah bagaimana membuat sarana informasi efektif mengenai kebencanaan, yang dapat dengan mudah dipahami masyarakat. Hal tersebut dimaksudkan agar masyarakat dapat lebih mengerti dan menularkannya kembali kepada yang lain, yang akhirnya kesiapsiagaan ini dapat diperoleh secara merata di seluruh lapisan masyarakat. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat diimplementasikan untuk memperbaiki dan meningkatkan apa yang sudah ada oleh pihak yang berkepentingan agar lebih siap lagi. Lebih lanjut lagi, hasil penelitian ini dapat diimplementasikan untuk pengembangan bahan ajar geografi mengenai mitigasi bencana, seperti pemilihan materi bencana apa yang harus ditekankan berdasarkan kondisi dari potensi bencana yang ada di daerah sekitar sekolah tersebut. Bagaimana cara menyampaikan materi mitigasi bencana dapat diterapkan melalui pembelajaran bermakna agar peserta didik dapat menerima materi dengan baik, dan dapat mengaplikasikannya di lingkungan tempat tinggal. Selanjutnya, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk melihat faktor apa saja yang harus ditingkatkan dalam pembelajaran mitigasi bencana di sekolah untuk meningkatkan kesiapsiagaan peserta didik SMA dalam menghadapi bencana. Pemasangan spanduk siaga bencana dan jalur evakuasi bencana di sekolah adalah salah satunya contohnya.

15 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah dapat sesegera mungkin mengaplikasikan penelitian ini kepada masyarakat dengan menggunakan cara yang paling efektif melalui peningkatan literasi informasi bencana dalam meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana, seperti bagaimana cara memanfaatkan media informasi yang sudah ada untuk mengedukasi masyarakat dalam pengetahuan kebencanaan. Kemudian untuk mengembangkan fungsi mata pelajaran geografi dalam meningkatkan kesiapsiagaan peserta didik SMA dalam menghadapi bencana. Salah-satunya guru menjadi lebih peka dalam melihat situasi dan kondisi lingkungan tempat tinggal peserta didik, potensi bencana apa yang dapat ditimbulkan di daerah tersebut agar dapat dikembangkan bahan ajar yang efektif dalam meningkatkan kesiapsiagaan peserta didik dalam menghadapi bencana yang dapat terjadi di lingkungannya.