BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal (Kawengian dkk, 2017). Komunikasi itu penting, semua orang tahu, karena ini merupakan instink dasar dari setiap makhluk hidup. Setiap makhluk punya cara komunikasi masingmasing, setiap manusia pun tak lepas dari cara dia melakukan komunikasi. Kita tak bisa membeda-bedakan bahasa, suku, adat, kebiasaan, tradisi maupun agama karena pada dasarnya berkomunikasi, menyampaikan pesan itu asal dilakukan dengan baik dan benar, serta dalam keadaan saling terbuka, fikiran jernih tanpa sentimen dan perasaan negatif, pasti maksud yang ingin disampaikan dapat diterima (Makasenda dkk, 2014). Komunikasi dan budaya sangat berpengaruh satu sama lain. Budaya dimana individu-individu bersosialisasi sangat berpengaruh terhadap cara mereka berkomunikasi. Sedangkan individu-individu berkomunikasi dapat mengubah budaya mereka. Dalam konteks Indonesia yang memiliki beragam suku dan etnis, studi mengenai komunikasi antar budaya merupakan hal yang sangat penting. 1
2 Keberagaman adat, kebiasaan dan cara hidup menuntut adanya saling pemahaman antar beragam suku tersebut sehingga proses komunikasi yang dijalin dapat mengantarkan pada kebersamaan, bukan permusuhan dan konflik, yang akhirnya dapat menciptakan kehidupan bersama yang solid di antara berbagai elemen. Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, kita dihadapkan dengan bahasabahasa, aturan-aturan, simbol-simbol dan nilai-nilai yang berbeda. Sulit bagi kita untuk memahami komunikasi mereka (Makasenda dkk, 2014). Jawa Timur merupakan suatu wilayah yang memiliki kesenian asli dan khas. Kesenian khas dan benar-benar asli Jawa Timur adalah ludruk. Kata ludruk berasal dari kata lodrok. Kata itu dikategorikan ke dalam kata bahasa Jawa tingkat ngoko yang berarti badut atau lawak. Kata ludruk juga bermakna jembek, jeblok, gluprut, badut, dan teater rakyat. Poerwadarminta (1982:610) menyatakan bahwa ludruk adalah teledhek dan badut/pelawak atau pertunjukan sandiwara yang dilakukan dengan cara menari dan menyanyi. Keaslian ludruk sebagai kesenian tradisonal ditandai oleh aspek cerita yang pada umumnya diangkat dari cerita rakyat dan kepercayaan rakyat, sedangkan kekhasan ludruk tampak pada tari remo dengan kidung jula-juli dan lawak, serta bahasa Jawa dialek Jawa Timur sebagai media utamanya. Dengan demikian, ludruk sebagai seni pertunjukan memiliki tiga genre penting, yaitu tari remo, dhagelan/lawak, dan cerita. Ketiga genre tersebut merupakan kesatuan dalam kesenian ludruk. Sebagai kesenian tradisional, pertunjukan ludruk merupakan salah satu bagian folklor, yaitu folklor sebagian lisan karena di dalamnya terdapat gabungan unsur bahasa dan gerak (Danandjaja, 1984). Dilihat dari sisi cerita, ludruk dapat dikatakan sebagai sastra lisan karena cerita dalam pertunjukan ludruk dituturkan
3 secara murni lisan. Sastra lisan menggunakan bahasa lisan yang di dalamnya mengandung banyak perubahan dan improvisasi yang dilakukan oleh para pemerannya. Bahasa yang digunakan dalam pertunjukan ludruk adalah bahasa Jawa lisan dialek Jawa Timur. Bahasa Jawa lisan dialek Jawa Timur merupakan bahasa pergaulan sehari-hari yang mencerminkan atau menjadi identitas masyarakat Jawa Timur. Sebagai identitas masyarakat, bahasa Jawa dalam ludruk mengekspresikan hal-hal yang dapat dimengerti oleh masyarakat Jawa Timur. Selain sebagai kesenian tradisional, ludruk berfungsi pula sebagai media penyampai pesan. Dalam penyampaian pesan, tidak menutup kemungkinan para seniman ludruk menggunakan ragam bahasa lain selain bahasa Jawa. Menurut Dan Ben-Amos (dalam Maryaeni, 2012) bahwa ludruk bersumber pada folktale, yaitu narasi lisan. Folktale juga merupakan salah satu hiburan dalam masyarakat di samping berfungsi moral. Folktale berasal dari tradisi kecil. Hal ini sangat beralasan karena folktale diceritakan oleh golongan petani, masyarakat kelas rendah, atau masyarakat tradisional yang sangat minim pengetahuannya dalam hal tulis-menulis. Ludruk dapat dikategorikan ke dalam folktale karena ludruk mengandung unsur cerita. Cerita ludruk berakar pada mitos, legenda, dongeng, babad, dan cerita sehari-hari masyarakat Jawa, khususnya Jawa Timur, dan ludruk termasuk genre di dalam kesenian daerah yang dapat dinikmati dalam situasi-situasi tertentu. Fungsi moral yang dimaksud antara lain adalah mengembangkan sikap tenggang rasa dan dapat mempererat hubungan antaranggota masyarakat karena nilai-nilai pendidikan dan nilai-nilai budaya luhur yang terkandung di dalam ludruk.
4 Seperti halnya seni pertunjukan, ludruk memiliki dua fungsi, yaitu primer dan sekunder (Soedarsono, 1985). Fungsi primer seni pertunjukan ludruk adalah bersifat ritual, estetis (tontonan), dan sebagai hiburan pribadi. Adapun fungsi sekunder seni pertunjukan ludruk adalah: Pertama, sebagai alat pendidikan masyarakat. Kedua, sebagai alat penebal perasaan solidaritas kolektif. Ketiga, sebagai alat yang memungkinkan seseorang dapat bertindak bijaksana sesuai dengan kedudukan dan kekuasaan terhadap orang yang menyeleweng. Keempat, sebagai alat untuk mengeluarkan protes terhadap ketidakadilan yang terjadi di masyarakat. Kelima, memberi kesempatan kepada seseorang melarikan diri untuk sementara dari kehidupan nyata yang membosankan ke dunia khayal yang terjadi di masyarakatnya yang indah. Keenam, pengendali terhadap pelanggaran normanorma yang berlaku pada masyarakatnya. Pemain teater dapat mengekspresikan hal-hal yang dilarang atau tabu dalam bentuk keseleo lidah (Danandjaja, 1984:80-89). Apabila dilihat sepintas, fungsi tersebut dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu fungsi individual dan fungsi sosial. Fungsi individual seni pertunjukan ludruk adalah untuk hiburan diri sendiri (pemeran) dan pemirsa secara individual. Apabila diamati dari sisi pementasan, fungsi ludruk dapat dikatakan sebagai media pendidikan masyarakat, media perjuangan, media kritik sosial, media pembangunan, dan media sponsor. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul Pesan Komunikasi Pembangunan Dalam Pentas Kesenian Ludruk (Studi pada Kelompok Ludruk Karya Budaya Mojokerto).
5 B. RumusanMasalah Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apa saja isi pesan pembangunan yang dikomunikasikan oleh kelompok Ludruk Karya Budaya kepada khalayak dalam pentas kesenian ludruk? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: untuk mengetahui isi pesan pembangunan yang dikomunikasikan oleh kelompok Ludruk Karya Budaya kepada khalayak dalam pentas kesenian ludruk. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai isi pesan-pesan pembangunan yang dikomunikasikan oleh kelompok ludruk kepada khalayak dalam pentas kesenian ludruk. 2. Bagi Kelompok Ludruk Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi masukan sebagai pengetahuan dan bahan evaluasi bagi kelompok ludruk terkait dengan isi pesan-pesan pembangunan yang telah dikomunikasikan kepada khalayak dalam pentas kesenian ludruk selama ini.
6 3. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan pengetahuan bagi masyarakat khususnya penggemar kesenian ludruk dalam memahami isi pesan-pesan pembangunan yang dikomunikasikan oleh kelompok ludruk dalam pentas kesenian ludruk.