BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis dapat menyebar dari satu orang ke orang lain melalui transmisi udara atau droplet dahak pasien tuberkulosis (Depkes, 2007). International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (2007) menyatakan bahwa pasien ketika didiagnosis Tuberkulosis paru timbul ketakutan dalam dirinya, ketakutan itu dapat berupa ketakutan akan pengobatan, kematian, efek samping obat, menularkan penyakit ke orang lain, kehilangan pekerjaan, ditolak, perasaan rendah diri, selalu mengisolasi diri karena malu dengan keadaan penyakitnya dan didiskriminasikan sehingga kualitas hidup pasien menurun. Manajemen medis termasuk melakukan perawatan pada waktu sakit, pemberian farmakoterapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT), dukungan ventilasi, penggunaan oksigen dan intervensi gizi, sedangkan rehabilitasi paru diarahkan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kapasitas fungsional termasuk di dalamnya edukasi pasien (Mulenga et al, 2010). Kualitas hidup pasien seharusnya menjadi perhatian penting bagi para profesional kesehatan karena dapat menjadi acuan keberhasilan dari suatu tindakan atau intervensi. Disamping itu, data tentang kualitas hidup juga dapat merupakan data awal untuk pertimbangan merumuskan intervensi yang tepat bagi pasien (Priambodo, 2007).
Global Report TB, World Health Organization (WHO) tahun 2011 menyatakan prevalensi Tuberkulosis paru diperkirakan sebesar 289 per 100.000 penduduk, insidensi Tuberkulosis paru sebesar 189 per 100.000 penduduk, dan angka kematian sebesar 27 per 100.000 penduduk. Fakta ini didukung oleh kondisi lingkungan perumahan, sosial ekonomi masyarakat, serta kecenderungan peningkatan penderita HIV/AIDS. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011 melaporkan bahwa Indonesia telah diakui keberhasilannya dalam pengendalian Tuberkulosis paru, hal ini dibuktikan dalam laporan Global Report Update tahun 2009 bahwa Indonesia berhasil menurunkan posisinya dari posisi 3 menjadi posisi ke 5 sebagai Negara dengan jumlah pasien Tuberkulosis paru terbanyak di dunia. Namun demikian tentunya permasalahan dalam pengendalian Tuberkulosis paru masih sangat besar, dan Indonesia masih berkontribusi sebesar 5,8% dari kasus Tuberkulosis paru yang ada di dunia. Dengan masih adanya sekitar 430.000 pasien baru per tahun dan angka insiden 189 per 100.000 penduduk serta angka kematian akibat Tuberkulosis paru sebesar 61.000 per tahun atau 27 per 100.000 penduduk, Tuberkulosis paru masih menjadi tantangan dalam masalah kesehatan masyarakat di Indonesia (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan survei awal peneliti pada bulan Mei 2013 angka kejadian penyakit Tuberkulosis paru di RSUP Haji Adam Malik Medan daripada perolehan data rekam medis, pada tahun 2011 mencapai 847 pasien sedangkan tahun 2012 mencapai 936 pasien. Perolehan data dari ruangan
untuk periode Januari sampai Mei 2013 telah didapatkan 157 pasien Tuberkulosis paru yang dirawat inap. RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit pendidikan yang mendukung pengembangan penelitian dan rumah sakit rujukan untuk wilayah provinsi Sumatera Utara maupun provinsi lainnya seperti Nangro Aceh Darussalam. Salah satu fakt or yang mempengaruhi manaj emen perawatan diri pasien adalah efikasi diri. Efikasi diri merupakan keyaki nan indivi du akan kemampuannya dalam mengatur dan melakukan suatu tugas tertentu demi tercapainya tujuan (Bandura, 1977). Salah satu proses pembentukan efikasi diri adalah motivasi. Seseorang dapat termotivasi oleh tujuan dan harapan yang diinginkannya, selain itu kemampuan seseorang untuk mempengaruhi diri sendiri dengan mengevaluasi penampilan pribadinya merupakan sumber utama motivasi (Bandura,1994). Penelitian Maroski (2005) terhadap remaja dengan Tuberkulosis paru menyatakan efikasi diri berhubungan dengan kepatuhan terhadap perawatan yang direkomendasikan. Remaja yang terinfeksi Tuberkulosis paru berpartisipasi dalam intervensi peningkatan efikasi diri yang tinggi dalam berobat dan kepatuhan berobat berhubungan dengan lengkapnya pengobatan. Orang yang yaki n akan kemampuannya, mereka akan terlibat dalam kegi atan promosi kesehatannya. Peningkatan efikasi diri berhubungan dengan peningkatan kepatuhan terhadap pengobatan, perilaku promosi kesehatan dan menurunkan gejala fisik dan psikologis. Ketidakmampuan seseorang dal am menyesuaikan diri dengan penyaki tnya dapat
mengaki batkan hasil yang negatif seperti ketidakpatuhan dalam pengobatan dan penurunan kualitas hidup. Efikasi diri memiliki peran dalam inisiasi dan pemeliharaan perilaku kesehatan, sehingga di yaki ni bahwa peningkatan efikasi pada perilaku kesehatan akan mengaki batkan perbaikan kesehatan dan meningkatkan perilaku serta kualitas hidup (Kara & Alberto, 2006). Sejumlah orang dapat hidup lebih lama, namun dengan membawa beban penyakit menahun atau kecacatan, sehingga kualitas hidup menjadi perhatian pelayanan kesehatan. Fenomena di masyarakat sekarang ini adalah masih ada anggota keluarga yang takut apalagi berdekatan dengan seseorang yang di sangka menderita Tuberkulosis paru, sehingga muncul sikap berhati-hati secara berlebihan, misalnya mengasingkan penderita, enggan mengajak berbicara, kalau dekat dengan penderita akan segera menutup hidung dan sebagainya. Hal tersebut akan sangat menyinggung perasaan penderita. Penderita akan tertekan dan merasa dikucilkan, sehingga dapat berdampak pada kondisi psikologisnya dan akhirnya akan mempengaruhi keberhasilan pengobatan, keluhan psikis ini akan mempengaruhi kualitas hidupnya (Ratnasari, 2012). Kualitas hidup merupakan keadaan dimana seseorang mendapatkan kepuasan atau menikmati dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas hidup tersebut menyangkut kesehatan fisik dan mental, hubungan sosial serta hubungan individu dengan lingkungan maka orang tersebut akan mencapai suatu kepuasan dalam hidupnya. Kualitas hidup itu dapat dinilai dari dimensi fisik, dimensi psikologis, dimensi hubungan sosial dan dimensi
lingkungan. WHOQOL-BREF (1994 dalam Skevington, Lotfy dan O Connell, 2004). Kualitas hidup pasien yang optimal menjadi isu penting yang harus diperhatikan dalam memberikan pelayanan keperawatan yang komprehensif. Hasil penelitian Ratnasari (2012) terhadap pengaruh dukungan sosial dengan kualitas hidup pada penderita Tuberkulosis paru di BP4 Yogyakarta menunjukkan bahwa 68% pasien mempersepsikan kualitas hidupnya pada tingkat rendah dan 30% pada tingkat tinggi dan penelitian Prisilia (2012) pada pasien tuberkulosis paru di poli paru BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado yang menyatakan 64 orang (66,0%) memiliki kualitas hidup baik dan 7 orang (7,2%) memiliki kualitas hidup buruk. Kualitas hidup penting diukur pada pasien Tuberkulosis paru agar dapat diupayakan tindakan peningkatan kualitas hidup. Hal ini dikarenakan kualitas hidup akan mempengaruhi kelangsungan hidup pasien itu sendiri terkait dengan harapan hidupnya. Jika memiliki kualitas hidup yang baik, maka akan memiliki harapan yang baik pula (Glasier dan Gebbie, 2006). Berdasarkan penelitian diatas dapat diketahui bahwa masih rendahnya kualitas hidup pasien Tuberkulosis paru, dengan demikian perlu dilakukan penelitian mengenai hal tersebut untuk mengetahui hubungan Efikasi diri dengan Kualitas hidup pasien Tuberkulosis paru di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2013.
2. Pertanyaan Penelitian 2.1 Bagaimanakah Efikasi diri pada pasien Tuberkulosis paru rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan? 2.2 Bagaimanakah Kualitas hidup pasien Tuberkulosis paru rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan? 2.3 Adakah hubungan Efikasi diri dengan Kualitas hidup pasien Tuberkulosis paru rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan? 3. Hipotesa Penelitian Hipotesa dalam penelitian ini adalah hipotesa alternatif (Ha) yaitu adanya hubungan Efikasi diri dengan kualitas hidup pasien Tuberkulosis paru rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2013. 4. Tujuan Penelitian 4.1 Mengidentifikasi karakteristik pasien Tuberkulosis paru rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan 4.2 Mengidentifikasi Efikasi diri pasien Tuberkulosis paru rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan 4.3 Mengidentifikasi kualitas hidup pasien Tuberkulosis paru rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan 4.4 Mengidentifikasi ada tidaknya hubungan Efikasi diri dengan kualitas hidup pasien Tuberkulosis paru rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan.
5. Manfaat Penelitian 5.1 Bagi Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan bagi pelayanan keperawatan khususnya dalam pengembangan asuhan keperawatan pasien dengan Tuberkulosis paru dalam pelayanan kesehatan, baik rawat jalan maupun rawat inap ataupun dalam perawatan keluarga dan masyarakat, yang berfokus pada mengurangi gejala, mencegah kecacatan dan meningkatkan kualitas hidup. 5.2 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan keperawatan dalam mengembangkan intervensi keperawatan khususnya efikasi diri dalam meningkatkan kualitas hidup pasien dengan Tuberkulosis paru. 5.3 Bagi penelitian selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan Pengaruh Edukasi dalam memprediksi Efikasi diri pasien tuberkulosis paru dan pengaruh efikasi diri terhadap perawatan diri pasien tuberkulosis paru dengan desain dan metodologi yang berbeda.