Kerjasama Dalam Sentra UKM



dokumen-dokumen yang mirip
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

4 GAMBARAN UMUM INDUSTRI ROTAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

RENCANA PROGRAM/KEGIATAN DINAS KOPERASI USAHA KECIL MENENGAH PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN ,949,470,000

konsumen, dan tiap kegiatan menambah nilai pada produk akhir.

STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

BAB VIII STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM

6. URUSAN PERINDUSTRIAN

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD) PENYUSUNAN KLASTER SENTRA INDUSTRI SHUTTLECOCK DI JAWA TENGAH

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

Kompetensi Inti Industri Daerah Kabupaten Majalengka

BAB I PENDAHULUAN. berkembang seperti di Indonesia, tetapi juga di negara-negara yang sudah

BAB 9 KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN

Kebijakan Pemerintah terkait Logistik Peternakan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari tiga belas faktor yang diteliti ada dua belas (panah biru) faktor saling

BAB I PENDAHULUAN. 1960, namun sampai sekarang ketergantungan terhadap beras dan terigu

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan agroindustri atau industri hasil pertanian merupakan bagian integral

PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan bebas antara ASEAN CHINA atau yang lazim disebut Asean

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

PEMBINAAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH MELALUI PENERAPAN STANDAR NASIONAL INDONESIA. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan

Konsep Dasar dan Sejarah Singkat Perdagangan Internasional. Pertemuan ke-1

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon)

6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 79 TAHUN 2016

Tujuan, Tugas, dan Jenis Perdagangan Internasional. Pertemuan ke-2

KONSEP EKO EFISIENSI DALAM PEMANFAATAN KELUARAN BUKAN PRODUK DI KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU BULAKAN SUKOHARJO TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang mantap sesuai dengan tujuan dan harapan harapan awal dengan

b. Proses dan Saluran Distribusi Proses penyaluran produk akan memberikan dampak yang besar pada jumlah pembelian produk dan membawa keuntungan bagi

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

MATRIK RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian

VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR STRATEGIS. kelemahan PKPBDD merupakan hasil identifikasi dari faktor-faktor internal dan

I. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan

PENGEMBANGAN TRADING HOUSE DALAM RANGKA PENINGKATAN EKSPOR NON MIGAS. Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Inisiatif Kompor Bersih Indonesia Kasus Kompor Biomassa Bersih di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Industri peternakan di Indonesia saat ini sedang mengalami kelesuan. Berbagai

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN. berkembang. Salah satu hal penting yang perlu dilakukan dan diperhatikan oleh. menggarap pelanggan-pelanggan potensial baru.

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. kepada negara-negaara ASEAN dan Cina. Pembukaan pasar ini merupakan

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

BUSINESS PLAN RUMAH PRODUKSI KEPITING SOKA

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERDAGANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

LAPORAN TEKNIS JUDUL PENELITIAN EVALUASI DAMPAK INDUSTRIALISASI PERIKANAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.1, Hal , Januari-April 2014 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Industri pertekstilan merupakan industri yang cukup banyak. menghasilkan devisa bagi negara. Tahun 2003 devisa ekspor yang berhasil

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Usaha Kecil, Menengah (UKM) dan Usaha Besar (UB) di Jawa Barat Tahun

Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia

BAB IV GAMBARAN UMUM HONEY MADOE

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Tim 1 KKN UNDIP 2015/2016 Kabupaten Pati diterima oleh Bupati Pati, Bapak Haryanto,S.H.,M.M.,M.Si.

OCCASIONAL PAPER OP/ 1 /2016

Lampiran 1 DOKUMENTASI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali di Indonesa. Peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia diakui

STRATEGI KEMITRAAN UMKM PENGOLAH IKAN DI KABUPATEN REMBANG. Anik Nurhidayati 1), Rikah 2) 1

BAB I PENDAHULUAN. logistik yang pekerjaan hariannya menyatukan data-data persediaan bahan baku,

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 23/PER/M.KUKM/XI/2005 T E N T A N G

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENINGKATAN NILAI TAMBAH MELALUI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL

BAB I PENDAHULUAN. harus mampu membangun dan meningkatkan kinerja di dalam lingkungannya.

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berisi teori-teori yang

PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

SISTEM PRODUKSI BIOFUEL

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012

DAFTAR PERTANYAAN EVALUASI PEMASOK BAHAN BAKU PLYWOOD DI PERUSAHAAN MEUBEL CV. BINTANG TERANG SEMARANG

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

2015 PENGARUH PELATIHAN DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

@UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan zaman saat ini membuat orang- orang menyukai halhal

Transkripsi:

B A B Kerjasama Dalam Sentra UKM T ingkat Kerjasama dan Keberadaan Kelompok menjadi salah satu pemicu peningkatan aktivitas di dalam sentra. Hal ini menunjukkan dukungan pada pendekatan JICA yang mensyaratkan keberadaan Modal Sosial bagi keberhasilan pembangunan sebuah sentra.

Kendatipun kecil proporsinya, namun keberadaan kelompok dan kerjasama dalam sentra merupakan faktor pembentuk dan pembangun sentra yang juga penting untuk dipertimbangkan. Karena itu pada bagian ini ingin dipaparkan mengenai profil keberadaan kelompok dan kerjasama yang ada di dalam sentrasentra yang diamati. Keberadaan kelompok dilihat dari ada atau tidaknya kelompok pengusaha di dalam sentra atau dari kebiasaan berkelompok yang terjadi di dalam sentra. Peternak itik di Kapetakan misalnya, memiliki kebiasaan untuk membentuk kelompok tani yang biasanya digunakan untuk memudahkan masalah pemasaran, pembelian bahan baku dan pengajuan permohonan dana ke bank atau koperasi. Jika diperhatikan, maka pembentukan kelompok pengusaha atau kebiasaan berkelompok hanya ada di 39% dari sentra yang diamati. Sedangkan 61% sisanya tidak menunjukkan tanda-tanda adanya pembentukan kelompok di dalam sentra. Bagan 5.1. Keberadaan Kelompok dan Tingkat Kerjasama Dalam Sentra Tinggi 22% Ada 39% Rendah 47% Tidak ada 61% Sedang 31% A Keberadaan Kelompok B Tingkat Kerjasama Sumber: Data diolah Seperti juga Kelompok, maka Kerja sama juga merupakan salah satu faktor pengembang sentra. Tingkat kerjasama dilihat dari keberadaan kerjasama diantara pengusaha dalam sentra untuk menangani masalah produksi, pemasaran dan 57

pemenuhan bahan baku. Nilai keberadaan kelompok juga membentuk nilai kerjasama. Hasil pengamatan menunjukkan ada 22% sentra yang memiliki tingkat kerjasama yang tinggi diantara pengusaha di dalam sentra. Sisanya, 31% sentra memiliki tingkat kerjasama yang sedang dan 47% memiliki tingkat kerjasama yang rendah. Masuknya faktor kerjasama sebagai salah satu pemicu peningkatan aktivitas dalam sentra menunjukkan dukungan pada pendekatan JICA yang mensyaratkan keberadaan Modal Sosial bagi keberhasilan pembangunan sebuah sentra. Dalam kajian ini, modal sosial yang dimaksud adalah Keberadaan Kelompok dan Tingkat Kerjasama dalam Sentra. Bentuk kerjasama yang diamati dalam kajian adalah keberadaan kelompok dalam sentra, dan bentuk-bentuk kerjasama yang dapat didentifikasi di bidang pemasaran, bahan baku, produksi, dan lainnya. KERJASAMA DALAM SENTRA Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kerjasama yang dilakukan pengusaha dalam sentra cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Persentase hubungan tersebut, meskipun masih berupa nilai gabungan, menunjukkan kecenderungan pengusaha untuk bekerjasama lebih banyak dengan pengusaha di dalam sentra. Peningkatan ini merupakan sinyal positif sesuai yang diharapkan. Lihat tabel 5.1. Tabel 5.1. Hubungan Kerjasama Yang dilakukan (dalam Persen) HUBUNGAN DENGAN 2002 2003 2004 KETERANGAN Tidak Kerjasama 39.76 38.81 41.59 Keinginan tidak bekerjasama meningkat UKM sentra 29.29 29.76 28.41 kerjasama antar ukm di dalam sentra menurun Pengusaha lain 14.52 17.38 16.59 kerjasama dengan pengusaha lain di luar sentra meningkat Regional 16.43 14.05 13.41 kerjasama dengan pengusaha lain secara regional menurun Luar Negeri 0.00 0.00 0.00 Sumber: Data Diolah 58

Kerjasama ke luar sentra nampaknya belum banyak dijajagi dalam 2 tahun sesudah perkuatan. Hubungan kerjasama antar UKM dalam sentra dan dengan pengusaha lain dalam lingkup regional menurun. Yang menarik adalah meningkatnya persentase hubungan kerjasama dengan pengusaha lain diluar sentra. Kendatipun masih kecil, namun menunjukkan adanya usaha untuk mencoba memanfaatkan pihak luar sentra. Kerjasama dengan pihak luar negeri belum teramati dalam tabel ini. Namun pengamatan pada data yang dimiliki menunjukkan kecenderungan untuk tidak berubah/tetap. Jika diperhatikan angka-angka yang terdapat dalam tabel 5.1 tersebut kendatipun terdapat perubahan nilai, namun perubahan tersebut belumlah signifikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada perubahan bentuk kerjasama dari UKM dalam sentra. Bagan 5.2. Hubungan Kerjasama Anggota Sentra 45 40 35 Proporsi 30 25 20 15 Sendiri UKM sentra Pengusaha lain Regional Luar Negeri 10 5 0 2002 2003 2004 Tahun Sumber: Tabel 8.4. KERJASAMA ANTAR UKM UKM dalam sentra biasanya memiliki tingkat ketrampilan yang sama untuk membuat produk utama sentra. UKM dalam sentra juga terbiasa untuk menjalankan semua proses pembuatan produknya sendiri, belum ada spesialisasi diantara mereka. Dengan demikian, bentuk kerjasama yang banyak dilakukan 59

adalah pengerjaan pesanan bersama. didasarkan pada kedekatan atau kebiasaan. Pemilihan mitra kerjasama biasanya KERJASAMA PEMASARAN Model pemasaran produk sentra adalah melalui pelanggan tetap, yang biasanya merupakan pedagang Pengumpul, yang jumlahnya antara 1 hingga 4 pelanggan. Dalam bahasa UKM, kerjasama pemasaran biasanya diartikan sebagai: Izin untuk mengambil barang dahulu, dan membayar kemudian atau Istilah bagi penampung tetap dari produk yang dihasilkan. Kajian tidak banyak menemukan kerjasama antar pengusaha di dalam sentra untuk melakukan upaya pemasaran. Tampak baru sekitar 24% sentra yang memiliki bentuk kerjasama pemasaran. Bagan 5.3. Proporsi Kerjasama Pemasaran kerjasama 24% tidak 76% Sumber: Data diolah Pihak yang menjadi mitra kerjasama ini biasanya adalah Koperasi, Pedagang Pengumpul, Perusahaan pengolah, atau Instansi pemerintah yang berkepentingan seperti Dolog atau BUMN. Koperasi, pedagang Pengumpul besar dan perusahaan 60

pengolah biasanya bertindak sebagai penampung dan outlet pemasar produk sentra. Bentuk kerjasama yang dilakukan mengarah pada fungsi penampungan dan penyaluran barang hasil sentra. KERJASAMA BAHAN BAKU Kerjasama diseputar bahan baku biasanya berbentuk pengadaan bahan baku bersama. Pihak yang diajak bekerjasama biasanya sesama UKM dalam sentra untuk melakukan pembelian bahan baku bersama, dengan pihak Koperasi atau Perusahaan penyalur bahan baku. Bentuk kerjasama biasanya adalah tempo pembayaran dan penjagaan kualitas mutu bahan baku. Hingga saat ini, kajian belum menemukan terjadinya hubungan kerjasama antara 2 sentra fasilitasi Kementerian Koperasi dan UKM. Bagan 5.4. Proporsi Sentra Yang Melaksanakan Kerjasama Bahan Baku kerjasama 19% tidak 81% Sumber: Data diolah 61

NETWORKING UKM DI DALAM SENTRA DAN ATAU ANTAR SENTRA DI SEKITARNYA Hasil pemetaan sentra menunjukkan bahwa pada beberapa sentra yang difasilitasi, secara tidak langsung, telah membentuk sebuah kerjasama yang positif atau bahkan persaingan. Contoh kerjasama seperti kerjasama antara sentra anyaman purun di Margasari dan Alalak Utara (Kalimantan Selatan) yang saling bekerjasama dalam pelatihan perbaikan mutu produk.. Sedangkan contoh persaingan, misalnya antara sentra penghasil telur itik di Kalimantan Selatan yang kerap mengeluhkan turunnya harga telur jika telur itik dari Jawa (sentra telur di Jawa Barat dan Jawa Tengah) masuk ke pasar Kalimantan. Contoh hubungan menarik lain adalah antara sentra anyaman mendong/pandan di Kalimantan, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Bali yang saling bersaing memenuhi permintaan impor melalui pasar Bali. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antar sentra telah keluar dari batas-batas daerah dengan Pasar sebagai titik temu antara berbagai kepentingan. Konsep networking, dalam kajian ini akan dilihat setidaknya dari dua sisi, yaitu: (1) Karakteristik jejaring yang terjadi dan (2) karakteristik hubungan yang terjadi. Karakteristik jejaring adalah peta yang menggambarkan hubungan antar aktor yang terlibat dalam penciptaan produk sentra. Menurut konsepnya, peta hubungan seperti ini dapat dibuat untuk menggambarkan beberapa hal yang dianggap penting seperti: Scope jejaring, jumlah anggota pada setiap aktor, kekuatan hubungan antar aktor, aktor dominan, frekwensi interaksi, keeratan, kesetaraan dalam pertukaran, dan jumlah sumberdaya yang dipertukarkan. Peta jejaring akan membantu menggambarkan posisi aktor yang sedang diperhatikan, dan memberikan arah awal untuk penentuan titik masuk untuk mempengaruhi jejaring tersebut. Penggambaran posisi aktor biasanya menggunakan notasi seperti dalam bagan 5.4. 62

Bagan 5.4. Notasi Peta Sentra SIMBOL KETERANGAN Aktor Petani/produsen bahan baku dari produk yang diamati Aktor Distributor bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi Aktor Pengolah utama Aktor Konsumen akhir produk utama Hubungan antar aktor Bentuk hubungan antar aktor sendiri digambarkan dengan garis ber anak panah, dimana bentuk hubungan yang terjadi dapat dicerminkan pada ketebalan garis, atau jumlah garis. Berdasarkan Notasi tersebut, setiap jejaring kemudian dapat dipetakan dengan ketentuan yang sama. Contoh peta jejaring dapat dilihat dalam bagan 5.5. Disini dapat dilihat bahwa sentra digambarkan berada sebagai aktor pengolah produk utama. Jika pandangan ditujukan ke arah Hulu, maka akan terlihat bahwa untuk memperoleh bahan baku, sentra bergantung pada penyalur bahan baku yang mengambil bahan baku dari lokal (solo) dan impor (China dan Thailand). Bahan baku ini adalah bulu angsa/ayam dan gabus. Ke sebelah hilir dari sentra, tampak perusahaan pengumpul hasil sentra dan pengecer. Perusahaan pengumpul adalah perusahaan pemilik merek dagang seperti Mikasa, Section, National, dan Indocock. Disamping melalui perusahaan pengumpul, pengusaha dalam sentra dapat memasarkan melalui perusahaan pengecer kecil lainnya langsung kepada konsumen. Peta jejaring dalam bagan 5.5 dapat dimodifikasi untuk menunjukkan informasi tertentu. Misalnya untuk menunjukkan jumlah anggota dari setiap aktor yang ikut bermain dalam jejaring tersebut. Perhatikan bagan 5.6. 63

Bagan 5.5. Peta Sentra Shuttle Cock di Nganjuk, Jawa Timur Luar Negeri China Thailand Dist. Sentra Shuttle Cock Pengum pl Retail Konsume n Solo Mikasa Section National Lokal Sumber: Hasil survey, diolah Bagan 5.6. Peta Sentra Shuttle Cock di Nganjuk, Jawa Timur. Menurut Jumlah Aktor Luar Negeri 1 1 1 65 Konsume n 4 N1 N2 1 Lokal Penyalur Bahan Baku Sentra Perusahaan Pengumpul Perusahaan Pengecer Sumber: Bagan 8.2. Hasil survey, diolah Dalam bagan 5.6 tampak peta jejaring menurut jumlah peserta dari setiap aktor. Jika diperhatikan, maka tampak bahwa posisi sentra tergolong lemah terhadap penyalur bahan baku dan pedagang pengumpul. Hal ini tercermin dari 64

jumlah pengusaha dalam sentra yang jumlahnya relatif lebih besar dibandingkan jumlah pengusaha penyedia bahan baku atau jumlah pengusaha pengumpul. Kajian yang dilakukan, menunjukkan bahwa sebagian besar sentra berada dalam posisi yang lemah terhadap pengusaha penyalur bahan baku dan pengumpul atau pengecer. Tabel 5.2. Hubungan Dengan Pemasok HUBUNGAN DENGAN PEMASOK 1 2 3 4 5 pemasok sangat mempengaruhi bisnis Ada alternatif pemasok daya tawar ke pemasok Sangat mempengaruhi 29.1% Sangat Banyak 0.0% Sangat mudah 1.8% Sumber: Data Diolah Mempengaruhi 18.2% Banyak 16.4% Mudah 0.0% Cukup Mempengaruhi 30.9% Cukup banyak 43.6% Cukup Mudah 10.9% Kurang mempengaruhi 5.5% Kurang banyak 10.9% Sulit 69.1% TIDAK MEMILIH Tidak mempengaruhi 1.8% 14.5% Tidak Banyak 16.4% 12.7% Sangat sulit 3.6% 14.5% Tabel 5.3. Kekuatan Relatif Terhadap Pelanggan KEKUATAN RELATIF 1 2 3 4 5 jumlah pelanggan saya Pelanggan menekan harga? Sangat banyak 0.0% Selalu 5.5% Sumber: Data Diolah Banyak 3.6% Sering 20.0% Cukup banyak 23.6% Kadang 43.6% Kurang banyak 29.1% Tidak sering 12.7% TIDAK MEMILIH Tidak banyak 14.5% 29.1% Tidak pernah 1.8% 16.4% Tabel 5.2 dan 5.3 menunjukkan respon pengusaha dalam sentra terhadap peran pemasok dan jumlah pelanggan yang mereka hadapi. Informasi yang tersaji menguatkan hasil contoh peta sentra mengenai posisi UKM terhadap Pemasok dan Pelanggan. Dalam bahasa pengusaha di dalam sentra, yang dimaksud dengan Pelanggan kebanyakan berhubungan dengan pedagang pengumpul atau perusahaan penampung produk yang dibuatnya. Pengamatan menunjukkan bahwa 65

keberhasilan sentra tergantung pada pengetahuan pengusaha mengenai pasarnya, khususnya tentang tata niaga dan pelaku yang bermain di dalamnya. Pengusaha sentra yang memiliki pengetahuan tentang hal ini dan mampu melakukan sendiri proses penjualan, jika diperlukan, cenderung membentuk sentra yang berhasil. Misal pada Sentra pengolahan kaleng di Jawa Tengah. Pengusaha dalam sentra tahu betul dimana konsumen mereka berada, dan jika terpaksa (pedagang pengumpul tidak datang) pedagang dapat membawa sendiri barangnya ke outletoutlet penjualan akhir yang berhubungan dengan pelanggan. Dalam keadaan seperti ini, posisi pedagang pengumpul adalah sebagai asisten bagi pengusaha dalam menyampaikan produk sentra kepada konsumennya. Sebaliknya terjadi pada sentra sepatu di Jawa Timur. Pengusaha mengetahui lokasi penjualan sepatunya, tetapi tidak memiliki akses kepada outlet-outlet penjualan akhir yang berhubungan langsung dengan pelanggan. Hal ini membuat pengusaha sepatu menjadi amat tergantung pada pedagang pengumpul yang kerap berbuat nakal. Hal lain adalah pengetahuan pelanggan terhadap sentra, bukannya pengetahuan pelanggan terhadap pedagang pengumpul. Sebuah sentra yang berhasil biasanya memiliki ekuitas merek bagi produk utamanya. Misalnya seperti Kompor Cawang. Ekspose ekuitas merek membuat hubungan antara pengusaha dan pelanggan menjadi lebih kerap, karena pelanggan tahu betul lokasi pengusaha dan jika terpaksa dapat datang sendiri kepada pengusaha. Ekspose ekuitas merek membutuhkan sebuah jalur komunikasi antara pelanggan dan pengusaha. Beberapa sentra UKM menempel kepada sebuah daur industri yang lebih besar. Sepertinya sentra menjadi bagian dari klaster industri yang lebih besar. Hal ini terjadi, misalnya, di Sentra Kerupuk-Jawa Timur, Sentra Kapal Rakyat- Kalimantan Timur, atau sentra Meubel rotan-sumatera Utara,. Sentra-sentra ini memanfatkan barang sisa dan barang scrap dari industri yang lebih besar untuk diolah menjadi barang bagi segmen pasar yang lain. 66

Bagan 5.7. Peta Sentra Kerupuk Ikan di Gresik, Jawa Timur Penangkapan dan Ekspor Ikan Nelayan Eksportir Importir Konsumen A Ikan kualitas buruk (Barang sisa dan scrap) Krupuk Ikan Sentra Krupuk Gresik Konsumen B Supplier Bahan Baku lain, mis. Tepung Pedagang pengumpul Sumber: Data Diolah Industri Rotan Besar Bagan 5.8. Peta Sentra Meubel Rotan di Medan, Sumatera Utara Petani rotan Pengumpul Industri meubel rotan besar Konsumen A Rotan kualitas rendah Industri Rotan Kecil Pengumpul Sentra meubel rotan Konsumen B Pedagang perantara Sumber: Data Diolah 67

Bagan 5.9. Peta Sentra Pengolahan Kaleng di Semarang, Jawa Tengah Industri Home Applieance Besar Industri home appliance besar Distr Konsumen A Industri Besi Material sisa Drum bekas Pengolahan Kaleng Sentra Pengolah Kaleng Konsumen B Pengumpul Besi dan drum bekas Pedagang pengumpul Sumber: Data Diolah Sentra kapal rakyat menggunakan limbah kayu dari industri plywood untuk membuat kapal-kapal kayu bagi nelayan. Pengolahan kayu limbah menjadi sesuatu nilai tambah yang berguna bagi masyarakat. Sentra lain yang memanfaatkan industri lain sebagai bahan baku produknya adalah sentra peternakan itik di Jakarta Utara yang memanfaatkan limbah eksporter udang dan sentra pembuatan boneka di Jawa Barat yang memanfaatkan limbah pabrik konveksi di wilayahnya. Ada juga Sentra yang secara berbeda memanfaatkan keberadaan industri lain untuk melengkapi proses produksinya. Misalnya seperti sentra Kripik Ubi di Sumatra Utara. Sentra ini menggunakan limbah kayu dari industri pemotongan kayu sebagai bahan bakar tambahan bagi pembuatan keripik ubinya. 68

Faktor penunjang keberhasilan sentra yang menempel ini adalah jumlah bahan sisa dan limbah yang jumlahnya mencukupi pembentukan sebuah sentra, kontinuitas penyediaannya bahan sisa tersebut, dan jumlah produk yang dapat dihasilkan oleh bahan sisa tersebut. Contoh persaingan penggunaan bahan sisa ini terlihat pada sentra boneka dan pengolahan kaleng. Selain untuk membuat boneka, limbah perusahaan konveksi dapat dibuatkan keset kain. Sedangkan pengusaha pengolah kaleng (biasanya menjadi kompor, panci, dan dandang) bersaing dengan sentra industri knalpot untuk memanfaatkan kaleng dan drum bekas tersebut. Bagan 5.10. Peta Pemanfaatan Limbah Kaleng dan Drum di Jawa Tengah dan Jawa Timur Industri Home Applieance Besar Indu stri Distr Kons umen A Industri Besi Material sisa Drum bekas Pengolahan Kaleng Jawa Tengah Se t Ko nsu Knalpot Jawa Timur Se t Ko nsu Pengum Pedagan Pengum Pedagan Sumber: Data Diolah 69