BAB I PENDAHULUAN. pertemuan antar lempeng tersebut terjadi zona penunjaman atau subduction

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. alam tidak dapat ditentang begitu pula dengan bencana (Nandi, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

RISIKOBENCANA LONGSORLAHAN DISUB DAS LOGAWA KABUPATEN BANYUMAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB III METODE PENELITIAN

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

penghidupan masyarakat (Risdianto, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pandang geologi. Wilayah ini dikontrol oleh hasil aktifitas tumbukan dua

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Seminar Nasional Ke III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan mereka, termasuk pengetahuan bencana longsor lahan.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana geologi,

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan

Pengenalan Gerakan Tanah

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

KESESUAIAN LAHAN TANAMAN JATI PADA KERAWANAN LONGSORLAHAN DI SUB-DAS LOGAWA KABUPATEN BANYUMAS

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

Oleh Listumbinang Halengkara, S.Si.,M.Sc. Prodi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila

BAB 5: GEOGRAFI DINAMIKA HIDROSFER

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

ACARA IV POLA PENGALIRAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia di buktikan dengan terdokumentasinya dalam Al-Qur an, salah satunya

Jenis Bahaya Geologi

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

KEJADIAN BENCANA GERAKAN TANAH TAHUN 2007

geografi Kelas X PENGETAHUAN DASAR GEOGRAFI I KTSP & K-13 A. PENGERTIAN GEOGRAFI a. Eratosthenes b. Ptolomeus

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

AKU & BUMIKU: BANJIR & LONGSOR

BAB I PENDAHULUAN. pangan saat ini sedang dialami oleh masyarakat di beberapa bagian belahan dunia.

I PENDAHULUAN Latar Belakang

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN. Banjir yang melanda beberapa daerah di wilayah Indonesia selalu

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. manfaatkan untuk tempat tinggal dan usaha pertanian (Adhitya, 2008).

Identifikasi Daerah Rawan Longsor

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kepulauan Indonesia terletak pada wilayah pertemuan 3 (tiga) lempeng besar dunia yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan antar lempeng tersebut terjadi zona penunjaman atau subduction zoneyang mengakibatkan pembentukan gunung api di busur kepulauan dengan kemiringan sedang hingga terjal. Material hasil letusan gunungapi mempunyai porositas tinggi dan kurang kompak dan tersebar di daerah dengan kemiringan terjal, jika terganggu keseimbangan hidrologinya, daerah tersebut akan rawan terhadap tanah longsor. Kondisi tersebut mengakibatkan wilayah yang berada dalam busur kepulauan bersifat rawan terhadap tanah longsor (Sutikno, 2001). Longsorlahan merupakan suatu proses perpindahan massa tanah atau batuan pembentuk lereng dengan arah miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang mantap, karena pengaruh grafitasi dengan jenis gerakan berbentuk rotasi atau translasi. Tingkat kerawanan fisik alami adalah ukuran yang menyatakan tinggi rendahnya kemungkinan terjadi longsor yang diindikasikan oleh faktor-faktor kemiringan lereng, kondisi tanah, batuan penyususn lereng, curah hujan, keairan lereng dan kegempaan (permen pekerjaan umum no 22 tahun 2007, tentang pedoman penataan ruang kawasan bencana longsor pasal 1 ayat 1 dan 2). Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Potensi longsor di Indonesia sejak tahun 1998 hingga pertengahan 1

2008, tercatat 647 kejadian bencana, dimana 85% dari bencana tersebut merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di daerah tropis memiliki curah hujan yang berkisar >2000 mm/tahun. Selain faktor curah hujan, wilayah Indonesia yang berbukit-bukit, penebangan hutan liar, alih fungsi hutan dengan sudut kelerengan yang besar menjadi lahan pertanian yang menyebabkan longsor sering terjadi. Tanah longsor merupakan perpindahan massa tanah secara alami yang terjadi dalam waktu singkat dan volume yang besar (Arsyad, 2000). Fenomena alam ini berubah menjadi bencana alam tanah longsor manakala tanah longsor tersebut menimbulkan korban baik berupa korban jiwa maupun kerugian harta benda dan hasil budaya manusia. Kekuatan tanah tergantung dari ikatan antara partikel penyusun tanah, sedangkan untuk batuan lebih banyak ditentukan oleh retakan pada batuan itu. Air hujan dalam jumlah yang kecil menyebabkan tanah menjadi lembab dan mempunyai efek memperkuat tanah, namun apabila tanah menjadi jenuh air efeknya akan melemahkan ikatan partikel. Molekul air menyusup ke partikel tanah dan menjadi katalisator proses gelinciran antara partikel. Faktor ini yang menyebabkan tanah longsor banyak terjadi pada musim penghujan. Faktor penyebab lainnya yaitu pendayagunaan sumberdaya alam secara tidak teratur atau melampaui daya dukungnya akan memicu terjadinya bencana. Nilai suatu lahan yang rendah atau mempunyai kondisi geologi dan jenis medan yang kurang baik jika tidak diperhatikan secara cermat dalam perluasan lahan usahanya, akan mengundang bencana alam tanah longsor (Verstappen, 1983). 2

Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan banyaknya pembukaan lahan baru, tak terkecuali pada daerah dengan topografi bergelombang seperti pada lereng pegunungan dan perbukitan. Lahan baru tersebut pada umumnya dimanfaatkan sebagai permukiman, meskipun wilayahnya kurang tepat dijadikan sebagai permukiman, akibatnya dapat merubah bentuk lereng seperti dengan cara pengeprasan lereng. Usaha pengeprasan lereng tersebut justru menjadikan lereng semakin terjal dan rawan longsor. Hilangnya vegetasi utama pada lereng dapat mengurangi keseimbangan tanah, dan daerah resapan air sehingga tanah pada lereng akan mudah bergerak dan terbawa air ketika turun hujan diwilayah tersebut. Pernyataan tersebut membuktikan bahwa adanya hubungan antara penggunaan lahan dan kerawanan longsor pada suatu wilayah. Barus (1999) dalam Boris (2015) Wilayah penelitian, yaitu Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Kali Arus yang berhulu di jalur pegunungan Serayu utara dan bermuara pada Sungai Tajum. Sub DAS ini dapat dilihat dari kondisi geomorfologi terbagi atas bentukan struktural, vulkanik dan denudasional. Ketiga bentukan ini memiliki karakteristik yang berbeda, pada bentukan struktural tersusun atas batuan sedimen yang berumur Tersier, bentukan vulkanik banyak tersusun atas material vulkanik lepas-lepas seperti lahar, sedang bentukan denudasional karena telah banyak dihancurkan oleh proses eksogen. Wilayah yang tersusun atas material lepas seperti lahar andesit gunungapi dan batuan sedimen yang berumur Tersier mudah terjadi longsorlahan (Suwarno, 2014). 3

Pola aliran sungai merupakan pola dari organisasi atau hubungan keruangan dari lembah-lembah, baik yang dialiri sungai maupun lembah yang kering atau tidak dialiri sungai. Pola aliran dipengaruhi oleh lereng, kekerasan batuan, struktur, sejarah diastrofisme, sejarah geologi dan geomorfologi dari daerah alairan sungai. Beberapa pola aliran sungai yang banyak dikendalikan oleh struktur-struktur batuan dasarnya, kekerasan batuan, dan sebagainya yaitu antara lain ada pola aliran sungai dendritik, rectangular, trellis, radial sentrifugal, radial sentripetal, annular, pararel dan pinnate. Pola aliaran sungai di Sub-DAS Kali Arus tergolong merupakan pola aliran Dendritik yaitu pola aliran sungai yang mirip sebuah gambaran batang pohon dengan cabang-cabangnya, mengalir kesemua arah dan akhirnya menyatu diinduk sungai. Terdapat pada daerah dengan struktur batuan yang homogen (granit) atau lapisan sedimen horisontal. Penggunaan Lahan baru atau pengalih fungsian lahan pada umumnya dimanfaatkan sebagai permukiman, meskipun wilayahnya berada pada kelas kerawanan longsorlahan sedang maupun tinggi dan kurang tepat dijadikan sebagai permukiman, akibatnya dapat merubah bentuk lereng seperti dengan cara pengepresan dan penimbunan lereng. Usaha pengeprasan dan penimbunan lereng tersebut justru menjadikan lereng semakin terjal dan rawan longsor, hal ini akan menyebabkan meningkatknya kerawanan longsorlahan. Hilangnya vegetasi utama pada lereng tersebut juga mengurangi keseimbangan tanah, dan daerah resapan air sehinga tanah pada lereng akan lebih mudah bergerak dan terbawa air ketika hujan mengguyur kawasan tersebut. Pernyataan tersebut membuktikan adanya hubungan 4

antara penggunaan lahan dengan kerawanan longsorlahan pada suatu wilayah. Barus (1999) dalam Boris (2015). Penggunaan lahan di Sub DAS Kali Arus sangatlah beragam di antaranya lahan pertanian dan non pertanian. Berbagai jenis pertanian dapat di temukan di wilayah Sub-DAS Kali Arus di antaranya sawah, sawah tadah hujan, perkebunan, dan ladang/tegalan. Penggunaan lahan non pertanian yang berada di Sub-DAS kali Arus terdiri dari permukiman dan rumput. Penggunaan lahan akan mengakibatkan alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan akan mempengaruhi keseimbangan tanah sehingga akan meningkatkan kerawanan longsorlahan. Salah satu kasus bencana longorlahan yang terjadi di wilayah penelitian yaitu di Dusun Cineang Desa Gancang Kecamatan Gumelar yang mengakibarkan permukiman satu RT di RW 05 Dusun Cineang rata dengan tanah, merenggut korban 7 orang meninggal dunia pada tahun 2001. Dari kejadian itu akhirnya pemerintah melakukan program relokasi warga korban bencana di Dusun Cineang ketempat yang lebih aman. Kemudian kasus longsorlahan di Dusun Wadasmalang Desa Karangkemiri pada tahun 2005 yang mengakibatkan salah satu rumah milik Bapak Agus warga Desa Wadasmalang harus di relokasikan. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kondisi fisik daerah menyebabkan masalah lingkungan terutama kejadian longsorlahan. Oleh sebab itu mengetahui kerawanan longsorlahan pada tiap-tiap penggunaan lahan, merupakan hal yang sangat penting. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Kajian Kerawanan Longsor Lahan Hubungannya Dengan Penggunaan Lahan Di Sub-Das Kali Arus Kabupaten Banyumas 5

B. Rumusan Masalah Penelitian Bagaimana hubungan kelas kerawanan longsorlahan dengan penggunaaan lahan di Sub-DAS Kali Arus Kabupaten Banyumas. C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan kelas kerawanan longsorlahan dengan penggunaaan lahan di Sub-DAS Kali Arus Kabupaten Banyumas. D. Manfaat Penelitian a. Dapat meningkatakan kewaspadaan bahaya terhadap kerawanan longsor yang dapat terjadi sewaktu-waktu di Sub-DAS Kali Arus. b. Dapat dijadikan acuan untuk memanfaatkan lahan yang teletak didaerah Sub-DAS Kali Arus, serta dapat meminimalisir kerawanan longsorlahan terutama pada daerah dengan tingkat kerawanan longsorlahan sedang dan tinggi. c. Dapat membantu dalam mengembangkan IPTEK dan meminimalisir terjadinya longsorlahan di SUB-DAS Kali Arus. 6