II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggemukan Domba dan Kambing

dokumen-dokumen yang mirip
SKRIPSI SEPTIANNISA BAHMAT H

Jl.Veteran No.53.A Lamongan ABSTRAK

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang

IV. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

IV. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pengertian Usaha

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

IV. METODE PENELITIAN

Bab XIII STUDI KELAYAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VIII. ANALISIS FINANSIAL

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. berfokus pada bidang penggemukan sapi.sapi yang digemukkan mulai dari yang

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional. Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III KERANGKA PEMIKIRAN

ASPEK FINANSIAL Skenario I

IV METODOLOGI PENELITIAN

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII. RENCANA KEUANGAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGEMUKAN DOMBA Pada Agrifarm, Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

Jurnal Ekonomi Pembangunan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODE PENELITIAN

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

Analisis Kelayakan Finansial Produk Pakan Ternak Sapi Perah di Koperasi Susu Kota Batu

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

BAB IV KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB V HASIL ANALISA. dan keekonomian. Analisis ini dilakukan untuk 10 (sepuluh) tahun. batubara merupakan faktor lain yang juga menunjang.

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional

III. KERANGKA PEMIKIRAN

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

IV. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

IV. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Transkripsi:

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggemukan Domba dan Kambing Ternak domba dan kambing memiliki potensi pengembangan yang cukup besar. Ternak domba dan kambing mudah dikembangkan, memiliki sistem pemeliharaan yang relatif mudah dilakukan, siklus reproduksi relatif singkat, serta ternak domba dan kambing merupakan ternak yang lebih tahan terhadap berbagai penyakit daripada ternak lainnya. Penelitian mengenai penggemukan domba dan kambing telah banyak dilakukan oleh para peneliti maupun balai penelitian dan pengembangan peternakan. Umumnya usaha penggemukan domba dan kambing dilakukan di daerah pedesaan. Hal ini dikarenakan sumber pakan yang diperoleh mudah didapat seperti pakan hijauan berupa dedaunan dan rumput. Namun ada beberapa peternak yang memberikan pakan tambahan selain dedaunan dan rumput seperti penelitian yang dilakukan Priyanto dan Rusdiana (2008) yang berjudul Analisis Ekonomi Penggemukan Ternak Domba Jantan Berbasis Tanaman Ubi Kayu di Perdesaan. Pengamatan usaha ternak domba jantan dilakukan di Kecamatan Ciemas dengan dua model perlakuan dan kontrol. Ternak domba dikandangkan selama empat bulan. Pemberian pakan berupa ubi kayu dengan kombinasi daun ubi kayu baik kering, layu maupun segar yang diberikan satu kali dalam sehari Untuk menutupi kekurangan gizi diberi tambahan pakan penguat seperti dedak padi dan ampas tahu pada domba perlakuan. Sedangkan domba kontrol hanya diberikan pakan hijauan (rumput gajah) dan sisa limbah pertanian. Analisis yang digunakan adalah analisis ekonomi B/C ratio dan uji regresi linier yang digunakan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ternak domba. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil yaitu ternak yang memperoleh pakan perlakuan menunjukkan pertumbuhan bobot hidup yang lebih baik dibandingkan dengan domba kontrol. Ternak dengan pakan perlakuan menunjukkan peningkatan bobot hidup rata-rata 9,38 kilogram per ekor sedangkan pada domba kontrol hanya 5,59 kilogram per ekor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerimaan dari hasil usaha penggemukan ternak domba skala 50 ekor memberikan keuntungan sebesar 12.000.980 rupiah per periode.

Pemberian pakan berupa ubi jalar dan dedak padi pada ternak kambing juga dilakukan pada penelitian Farida (1998) yang berjudul Pengimbuhan konsentrat pada ransum penggemukan kambing muda di Wamena, Irian Jaya. Penelitian ini menggunakan dua belas ekor Kambing Kacang muda dengan umur empat sampai enam bulan. Penelitian dilakukan selama empat bulan untuk mengetahui pengaruh pengimbuhan konsentrat berupa ubi jalar dan dedak padi terhadap konsumsi dan perkembangan kambing muda. Hasil penelitian ini menunjukkan pengimbuhan ubi jalar dan dedak padi masing-masing sebanyak 300 gram per ekor per hari ke dalam ransum ternyata meningkatkan konsumsi bahan kering, protein, lemak, bahan ekstrak tanpa N, kecernaan bahan kering serta tingginya pertambahan bobot badan harian dan angka konversi pakan yang baik. Penggemukan kambing juga dilakukan dengan cara yang berbeda seperti berkelompok dengan bergabung pada kelompok tani maupun secara individu, namun masih memberikan pakan tambahan berupa pakan konsentrat yaitu dedak. Pada penelitian yang dilakukan oleh Jakfar dan Irwan (2010) yang berjudul Analisis Ekonomi Penggemukan Kambing Kacang Berbasis Sumber Daya Lokal. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode On Farm Research (OFR) dan dilaksanakan di lahan petani dengan mengikut sertakan sepuluh orang petani yang tergabung dalam kelompok tani (petani kooperator). Sebagai pembanding atau kontrol dipilih lima orang petani (non kooperator) yang berlokasi di sekitar tempat penelitian. Hasil penelitian menunjukkan penggemukan kambing pola kooperator memperoleh berat badan lebih tinggi dibandingkan non kooperator, yaitu rata-rata sebesar 11,62 kilogram per ekor atau rata-rata sebesar 96,83 gram per ekor per hari selama empat bulan dan memperoleh keuntungan sebesar 454.100 rupiah. Selanjutnya, kinerja ekonomi diperoleh nilai R/C ratio yaitu 1,32. Usaha penggemukan ternak kambing lokal dengan menggunakan skala usaha sepuluh ekor ternak kambing dengan pola kooperator (perlakuan) memperoleh keuntungan lebih tinggi yaitu 454.100 rupiah selama empat bulan dibandingkan dengan usaha penggemukan kambing lokal dengan menggunakan skala usaha enam ekor dengan pola non kooperator (kontrol) yaitu 408.000 rupiah selama empat bulan. Perbedaan ini disebabkan pertambahan berat hidup ternak kambing yang dihasilkan pola perlakuan 14

menggunakan tambahan konsentrat (dedak). Sedangkan pertambahan berat hidup ternak kambing yang dihasilkan kontrol tidak menggunakan pakan tambahan. Pemberian konsentrat pada pengemukan domba dan kambing tidak selamanya menguntungkan, karena biaya yang dikeluarkan untuk pakan tersebut lebih banyak dibandingkan hasil yang didapat seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Dodo (2007) yang berjudul Analisis Kelayakan Usaha Ternak Kambing Melalui Penelitian Aksi Partisipatif. Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Harapan Mekar, Situ Gede, Bogor, Jawa Barat. Kelompok tani Harapan Mekar memiliki 76 kelompok peternak kambing. Hasil analisis nonfinansial menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan pada perluasan kandang tanpa menggunakan konsentrat, yaitu nilai p value koefisien teknis 0,000 (< 0,005). Sedangkan pada perluasan kandang dengan menggunakan konsentrat menunjukkan bahwa usaha ini tidak layak untuk dijalankan, yaitu nilai p value koefisien teknis 0,147 (>0,005). 2.2 Penelitian Terdahulu Studi Kelayakan Bisnis Penelitian mengenai analisis kelayakan usaha ternak domba dan kambing telah banyak dilakukan. Namun pada peternakan Bapak Sarno belum pernah dilakukan sebelumnya. Deskripsi tentang studi terdahulu diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik yang sama yaitu tentang analisis kelayakan usaha ternak domba dan kambing, baik berupa pengembangan maupun evaluasi usaha yang telah dijalankan. Penelitian tentang kelayakan finansial penggemukan kambing dan domba yang dilakukan oleh Fitrial (2009) pada Mitra Tani Farm berlokasi di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara non finansial, aspek pasar dan manajemen layak untuk dijalankan. Sementara aspek lainnya seperti aspek teknis dan aspek hukum tidak terlalu dibahas secara keseluruhan. Berbeda dengan penelitian Widodo (2010) mengenai analisis kelayakan usaha penggemukan domba pada Agrifarm di Desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil analisis ini menyatakan bahawa usaha tersebut layak pada aspek non finansial. Berdasarkan aspek pasar, peluang pasar masih terbuka karena masih adanya gap yang cukup besar antara 15

permintaan dan penawaran. Untuk aspek teknis, variabel utama faktor pendukung jalannya usaha pada aspek ini menunjukkan adanya keberpihakan yang cukup baik sehingga proses produksi dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan aspek manajemen, usaha penggemukan domba Agrifarm telah melakukan pembagian kerja meski dengan struktur yang sederhana. Berdasarkan aspek sosial, usaha ini cenderung tidak merusak lingkungan dan justru mampu menyerap tenaga kerja. Perbedaan ini dikarenakan aspek non finansial belum ada keseragaman yang pasti tentang aspek apa saja yang menjadi acuan untuk diteliti. Namun pada penelitian yang dilakukan Rosid (2009) mengenai evaluasi kelayakan usaha ternak kambing perah Peranakan Ettawa (PE). Aspek non finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial saling berkaitan satu sama lain dan saling mendukung. Bila salah satu aspek kurang memenuhi kriteria kelayakan maka perlu dilakukan perbaikan atau tambahan untuk memenuhi kriteria kelayakan aspek nonfinansial. Dalam membuat perkiraan pendapatan yang akan diperoleh di masa yang akan datang perlu dilakukan perhitungan secara cermat dengan membandingkan data dan informasi yang ada sebelumnya. Begitu pula perkiraan dengan biayabiaya yang akan dikeluarkan selama periode tertentu. Pada aspek finansial asumsi-asumsi tersebut ditunjukkan dalam aliran cash atau cash flow perusahaan selama periode usaha. Dibuatnya aliran kas perusahaan kemudian dinilai kelayakan investasi tersebut melalui kriteria kelayakan investasi bertujuan untuk menilai apakah investasi tersebut layak atau tidak dijalankan dilihat dari aspek keuangan (financial). Alat ukur yang digunakan untuk menentukan kelayakan suatu usaha berdasarkan kriteria investasi umumnya sama yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C dan Payback Period (PP). Walaupun demikian, hasil yang diperoleh dari tiap usaha berbeda-beda. Tidak hanya tergantung pada jenis usaha saja namun besar kecilnya usaha dan cara pengelolaan juga mengakibatkan nilai yang didapat berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Fitrial (2009), mengenai analisis aspek finansial usaha penggemukan kambing dan domba peternakan Mitra Tani Farm dengan umur ekonomis usaha selama lima tahun, tingkat diskonto 8,5 persen diperoleh nilai 16

NPV sebesar 359.346.744 rupiah, Net B/C dan Gross B/C sebesar 2,53, IRR sebesar 11,7 persen dan PP selama 1,5 tahun. Hasil dari analisis yang diperoleh masing-masing kriteria investasi tersebut sesuai dengan nilai indikator yang ditetapkan sehingga usaha penggemukan kambing dan domba layak untuk dijalankan. Sedangkan pada penelitian Widodo (2010) yang hanya memiliki produk berupa domba, pada aspek finansial hasil analisis ini menyatakan bahwa aspek finansial yang meliputi NPV, IRR, Net B/C, PP dan BEP, usaha penggemukan domba pada Agrifarm ini layak untuk dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat dari analisis finansial yang menunjukkan NPV lebih besar dari nol yaitu 31.615.070 rupiah, IRR sebesar 43 persen, dimana lebih besar dari discount rate sebesar 6,5 persen. Nilai Net B/C lebih besar dari satu, yaitu 2,93. Payback Period (PP) yang diperoleh adalah sebesar 3,3 tahun atau sama dengan 3 tahun 3 bulan, dimana masih lebih kecil dari umur proyek serta nilai Break Even Point (BEP) usaha penggemukan domba Agrifarm ini adalah sebanyak 532 ekor. Penelitian mengenai analisis kelayakan usaha ternak kambing melalui penelitian aksi partisipatif yang dilakukan oleh Dodo (2007), hasil analisis finansial pada penelitian ini menunjukkan pada perluasan kandang tanpa menggunakan konsentrat menunjukkan bahwa usaha ini menguntungkan dan layak untuk dijalankan yaitu nilai NPV 18.817.579 rupiah, nilai IRR 41,6 persen, dan nilai PP 2,4 tahun. Selain itu, usaha ini lebih menguntungkan jika diarahkan pada pinjaman semi komersial (tanpa bunga), yaitu nilai Profit Margin 24,11 persen (lebih besar dari nilai Profit Margin pada pinjaman komersial, yaitu 19,86 persen). Oleh karena itu, dalam perhitungan analisis kriteria investasi hanya dilakukan pada pinjaman semi komersial (tanpa bunga). Untuk memenuhi kebutuhan investasi, modal dapat dicari dari berbagai sumber dana yang ada. Sumber dana yang dicari dapat dipilih, seperti menggunakan modal sendiri atau modal pinjaman. Penggunaan masing-masing modal memiliki keuntungan dan kerugian. Hal ini dapat dilihat dari segi biaya, waktu, persyaratan untuk memperolehnya dan jumlah yang dapat dipenuhi. Penelitian mengenai evaluasi kelayakan usaha ternak kambing perah Peranakan Ettawa (PE) yang dilakukan oleh Rosid (2009) berbeda dengan Fitrial (2009) dan Widodo (2010), penelitian yang dilakukan oleh Fitrial dibagi menjadi 17

dua skenario. Skenario I (modal sendiri dan pinjaman) dan skenario II yaitu modal sendiri. Hasil analisis kriteria kelayakan finansial, usaha Peternakan Unggul berdasarkan dua skenario menunjukan bahwa skenario I dilihat dari kriteria NPV, IRR, Net B/C dan PP lebih menguntungkan dibandingkan dengan skenario II. Masing-masing nilai yang diperoleh yaitu NPV sebesar 359.966.477 rupiah, IRR sebesar 127 persen, Net B/C sebesar 5,77 dan PP 2,01 tahun atau setara dengan dua tahun tiga hari. Skenario II hasil yang diperoleh dari pendekatan NPV nilai yang diperoleh adalah 57.872.694 rupiah, IRR sebesar 44 persen, Net B/C sebesar 1,61 dan PP 6,88 tahun. Dalam beberapa penelitian analisis kelayakan usaha para peneliti melakukan analisis nilai pengganti (switching value), analisis ini dilakukan untuk menguji kepekaan setiap perubahan kenaikan harga input dan penurunan otput (penjualan). Fitrial (2009) melalui pendekatan nilai analisis switching value menunjukan usaha tersebut dapat mentolerir kenaikan harga input mencapai 5,34 persen dan penurunan kuantitas penjualan output sebesar 4,79 persen. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Dodo (2007) berdasarkan hasil analisis sensitivitas dengan menurunkan harga jual ternak pada usaha perluasan kandang tanpa menggunakan pakan konsentrat dengan menggunakan metode switching value menunjukkan bahwa usaha ini layak dijalankan selama penurunan harga ternaknya tidak lebih dari atau sama dengan delapan persen. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2010) berdasarkan analisis switching value, penurunan volume penjualan pada peternakan Agrifarm lebih berpengaruh dibandingkan dengan peningkatan biaya operasional. Batas penurunan volume penjualan ternak agar usaha ini tetap layak dilaksanakan adalah sebesar 3,695072 persen, sedangkan batas peningkatan biaya operasional adalah sebesar 6,97746 persen. Berbeda lagi dengan penelitian yang dilakukan Rosid (2009), dengan menggunakan dua skenario. Analisis switching value pada skenario I diperoleh tingkat penurunan harga susu yang dapat ditolerir sebesar 30,16 persen dan kenaikan biaya yang dapat ditolerir sebesar 55,43 persen. Sedangkan skenario II diperoleh tingkat kepekaan terhadap penurunan harga susu kambing sebesar 13,03 persen. Peningkatan biaya variabel diperoleh sebesar 18,52 persen. Hasil perbandingan tersebut menunjukkan skenario II lebih peka 18

atau sensitif terhadap perubahan baik dari penurunan harga susu maupun kenaikan biaya variabel. Semakin sensitif terhadap suatu perubahan dampak usaha yang akan dijalankan semakin berisiko. Perbandingan switching value pada usaha Peternakan Unggul yaitu skenario II lebih peka atau sensitif dibandingkan skenario I, hal ini dikarenakan pada skenario II kemampuan usaha kambing perah PE dengan kapasitas kandang sebanyak 50 ekor ternak kambing dan kemampuan investasi awal sebanyak 21 ekor, penerimaan outflow yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan inflow yang dihasilkan sehingga kurang efisien menggunakan biaya investasi yang ditanamkan. 2.3 Penelitian yang Akan Dilakukan Penelitian yang akan dilakukan ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan dengan penelitian terdahulu terletak pada alat analisis yang digunakan, dimana penelitian yang akan dilakukan mengenai Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Penggemukan Domba dan Kambing di Peternakan Bapak Sarno Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ini menggunakan analisis studi kelayakan bisnis yang meliputi beberapa aspek yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek ekonomi dan sosial, serta aspek lingkungan. Persamaan lainnya dengan penelitian yang telah dilakukan Fitrial (2009), Rosid (2009) dan Widodo (2010) yaitu melakukan analisis nilai pengganti (switching value) untuk mengetahui kekuatan perusahaan dengan kondisi yang berubah-ubah. Oleh karena itu penelitian terdahulu digunakan sebagai referensi mengenai alat analisis yang digunakan pada penelitian yang akan dilakukan. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya yaitu perbedaan lokasi penelitian dimana penelitian ini akan dilakukan di Peternakan Bapak Sarno Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Selain itu, penelitian yang akan dilakukan membandingkan kondisi peternakan sebelum dan sesudah pengembangan dengan menganalisis dari beberapa aspek yaitu aspek pasar, teknis, manajemen, aspek sosial dan ekonomi, lingkungan, aspek hukum serta aspek finansial yang akan dibagi menjadi dua yaitu kondisi peternakan pada awal sebelum pengembangan dan kondisi 19

peternakan pada saat pengembangan yaitu penambahan kambing dan domba serta pembangunan kandang baru. Disamping itu secara teknis ditambahkan teknologi yaitu kandang yang dibangun disesuaikan dengan ukuran untuk domba dan kambing, serta antara domba dan kambing dipisahkan. Pada aspek finansial untuk menilai kelayakan usaha, umumnya semua peneliti menggunakan alat analisis yang sama yaitu kriteria investasi seperti Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR) dan Payback Period (PP). Pada aspek finansial kelayakaan suatu usaha dapat ditentukan dengan hasil keluaran nilai dari kriteria investasi tersebut, karena kriteria tersebut memiliki nilai yang baku dan telah ditentukan nilai kelayakannya. Usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno dikatakan layak yang artinya usaha tersebut menguntungkan atau memberikan manfaat apabila nilai NPV>0, Net B/C>1, IRR lebih besar dari Discount Rate (DR), dan PP lebih kecil dari umur usaha. Dengan demikian peneliti dapat menilai apakah usaha yang diteliti layak atau tidak untuk dijalankan. Namun pada aspek nonfinansial tidak ada nilai yang baku untuk menilai apakah aspek-aspek nonfinansial layak atau tidak untuk dijalankan. Akan tetapi ada beberapa kriteria-kriteria aspek nonfinansial yang dapat menilai apakah usaha tersebut layak dijalankan atau tidak. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya umumnya hanya memaparkan keadaan atau mendeskripsikan aspek-aspek nonfinansial. Namun pada penelitian yang dilakukan, peneliti mencoba untuk memberikan kriteria kelayakan aspek nonfinansial ditinjau dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial dan ekonomi, serta aspek lingkungan. Kriteria kelayakan aspek nonfinansial setiap usaha berbeda-beda, setiap usaha memiliki kriteria kelayakan aspek nonfinansial masing-masing berdasarkan jenis usahanya. Walaupun nilainya tidak baku akan tetapi kriteria kelayakan dapat dipenuhi. Pada aspek pasar kriteria kelayakan usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno dilihat dari peluang pasar dan strategi bauran pemasaran (produk, harga, tempat, promosi). Aspek pasar dikatakan layak apabila peluang pasar usaha penggemukan domba dan kambing menunjukkan peluang 20

yang tinggi atau permintaan lebih besar dari penawaran ternak domba dan kambing. Produk yang ditawarkan merupakan produk yang diinginkan dan dibutuhkan konsumen dan sesuai dengan permintaan konsumen. Produk juga memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan dengan produk lain yang sejenis. Untuk harga, usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno harus sesuai dengan produk yang ditawarkan dan memiliki harga bersaing dengan peternak lainnya. Tempat penjualan mudah ditemukan oleh konsumen sehingga konsumen tidak mengalami kesulitan untuk membeli domba maupun kambing. Promosi juga harus dilakukan untuk meningkatkan jumlah penjualan sehingga memperoleh keuntungan yang tinggi pula. Pada aspek teknis usaha penggemukan domba dan kambing, kriteria kelayakan usaha akan dilihat dari lokasi usaha apakah sesuai dengan ketersediaan bahan baku, letak pasar yang dituju, supply tenaga kerja, serta fasilitas transportasi. Selain itu juga pemilihan lokasi dilihat dari hukum dan peraturan yang berlaku seperti adanya ijin bangunan. Keadaan iklim yang mendukung untuk usaha penggemukan domba dan kambing, sikap masyarakat setempat (adat istiadat) yang mendukung atau tidak dengan adanya usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno serta rencana masa depan usaha apabila melakukan perluasan atau pengembangan usaha apakah masih memungkinkan untuk dilaksanakan di tempat yang sama. Jumlah produksi (penggemukan domba dan kambing) juga dipertimbangkan, apakah permintaan telah diketahui terlebih dahulu sehingga jumlah ternak yang akan digemukkan diketahui. Tersedianya kapasitas kandang dan peralatan yang dibutuhkan. Jumlah dan kemampuan tenaga kerja mengelola peternakan serta adanya perubahan teknologi yang dapat mendukung usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno. Proses produksi juga diperhatikan dimulai dari datangnya bakalan domba dan kambing ke kandang hingga domba dan kambing tersebut dijual ke konsumen. Selain itu, layout usaha juga diperhatikan sehingga proses penggemukan domba dan kambing mudah untuk dilakukan, penggunaan lahan yang optimal dan memungkinkan dengan mudah jika usaha melakukan pengembangan. 21

Pada aspek manajemen, kriteria kelayakan usaha yang dilihat adalah pelaksanaan usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno, manajemen bentuk organisasi, struktur organisasi, dan deskripsi pekerjaan yang dilakukan tiap-tiap jabatan. Sedangkan untuk aspek hukum, hal yang akan dianalisis adalah bentuk badan usaha yang akan digunakan yang berkaitan dengan kekuatan hukum serta melihat adanya jaminan-jaminan yang bisa disediakan bila akan menggunakan sumber dana berupa pinjaman ke lembaga keuangan seperti bank. Pada aspek ekonomi usaha penggemukan domba dan kambing kriteria kelayakan usaha yang dilihat adalah seberapa besar usaha tersebut mempunyai dampak terhadap masyarakat sekitarnya. Dengan adanya usaha tersebut apakah dapat memberikan peluang peningkatan pendapatan masyarakat dan dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar sehingga mengurangi jumlah pengangguran. Pada aspek lingkungan, kriteria kelayakan usaha pada penggemukan domba dan kambing yang dilihat adalah bagaimana pengaruh usaha penggemukan domba dan kambing tersebut terhadap lingkungan udara, tanah, air dan sekitarnya, apakah dengan adanya usaha tersebut menciptakan lingkungan semakin baik atau semakin rusak. Adanya kriteria atau indikator kelayakan usaha pada aspek nonfinansial seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek hukum, aspek manajemen, aspek sosial ekonomi dan aspek lingkungan pada usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno, maka penelitian ini dapat melengkapi kekurangan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Fitrial (2009), Rosid (2009) Widodo (2010), dan Dodo (2007), yang hanya mendeskripsikan aspek-aspek nonfinansial. Dengan adanya kriteria tersebut maka peneliti dapat menilai apakah usaha penggemukan domba dan kambing tersebut layak atau tidak apabila ditinjau dari aspek nonfinansial. 22