BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Anak usia prasekolah biasanya mengalami perkembangan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dan kembang anak. (Lubis, 2004). tanpa pemberian vitamin dan obat tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. ini merupakan pertumbuhan dasar anak, selain itu juga terjadi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Pendahuluan Pemberian makan pada anak memang sering menjadi masalah bagi orang tua atau pengasuh anak. Fenomena yang ada di masyarakat saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada bayi dan anak, makan merupakan kegiatan natural yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, spiritual, dan sosial yang begitu signifikan. Pertumbuhan dan

NURJANNAH NIM

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dijelaskan dan diuraikan tentang latar belakang,

BAB I PENDAHULUAN. (Wong, 2009). Usia pra sekolah disebut juga masa emas (golden age) karena pada

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN HUBUNGAN PEMBERIAN STIMULASI IBU DENGAN PERKEMBANGAN BALITA DI POSYANDU

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN PERILAKU SULIT MAKAN PADA ANAK USIA PRASEKOLAH (3-5 TAHUN) DI TAMAN KANAK-KANAK DESA PALELON KEC

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangannya (Hariweni, 2003). Anak usia di bawah lima tahun (Balita) merupakan masa terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehidupan anak, usia dibawah lima tahun merupakan bagian yang sangat

PROSIDING Kajian Ilmiah Dosen Sulbar ISBN:

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan antara asupan makanan dan penggunaan zat gizi. Bila tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Makanan memiliki peranan penting dalam tumbuh kembang

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK UMUR 1 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAKUAN BARU KOTA JAMBITAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat, yaitu pertumbuhan fisik, perkembangan mental,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk fisik maupun kemampuan mental psikologis. Perubahanperubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi. Millenium Development Goals (MDGs) yang merupakan. salah satunya adalah kebutuhan nutrisi (BAPPENAS, 2011).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2025 adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu aspek perkembangan pada anak yang seyogyanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan suatu negara. Berdasarkan target Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan anak saat ini. Akan tetapi pelaksanaan untuk meningkatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sosial yang ada di masyarakat umum di luar rumah. Seorang anak TK

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Gizi merupakan hal paling penting dalam proses tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan anak juga mendapat perhatian khusus dari pemerintah. perkembangan anak secara keseluruhan karena orang tua dapat segera

Hesti Lestari Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unsrat RSUP Prof dr R.D. Kandou Manado

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012

PENELITIAN PEMBERIAN STIMULASI OLEH IBU UNTUK PERKEMBANGAN BALITA. Nurlaila*, Nurchairina* LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dianggap penting untuk dikembangkan karena sebagai dasar untuk. perkembangan sosial selanjutnya (Maulana, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. akibat gangguan sangat penting pada masa kanak-kanak karena karies gigi,

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara sekitar dari jumlah penduduk setiap tahunnya.gastritis

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas tinggi.

ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GIZI KURANG PADA BALITA DI DESA BANYUANYAR KECAMATAN KALIBARU BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

HUBUNGAN LINGKAR KEPALA DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK USIA 1-24 BULAN DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PERTIWI MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. Istilah kembang berhubungan dengan aspek diferensiesi bentuk atau fungsi,

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SULIT MAKAN PADA ANAK PRA SEKOLAH DI TK PERTIWI DESA BUGEL KECAMATAN KEDUNG KABUPATEN JEPARA

BAB I PENDAHULUAN. keluar melalui serviks dan vagina (Widyastuti, 2009). Berdasarkan Riset

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Balita di Kelurahan Baros Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. perkembangan fase selanjutnya (Dwienda et al, 2014). Peran pengasuhan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa sampai usia lanjut. Dari seluruh siklus kehidupan, program perbaikan

GAMBARAN PERKEMBANGAN SOSIAL DAN KEMANDIRIAN PADA ANAK PRASEKOLAH USIA 4-6 TAHUN DI TK AL- ISLAH UNGARAN BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

BAB I PENDAHULUAN. penting yang menjadi kesepakatan global dalam Sustainable Development

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari. kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa dan Sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia harapan hidup orang Indonesia semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti perawatan dan makanan

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai anak yang normal. Melihat anak anak balita tumbuh dan. akan merasa sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak kanak yang

BAB I PENDAHULUAN. peka terhadap rangsangan-rangsanganyang berasal dari lingkungan. Lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan lain seperti antropometri, laboratorium dan survey. lebih tepat dan lebih baik (Supariasa dkk., 2002).

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia. (SDM), karena keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Usia toddler merupakan usia anak dimana dalam perjalanannya terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Motorik halus adalah pergerakan yang melibatkan otot-otot halus pada tangan

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung maupun tidak langsung. Status gizi secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. infeksi yang dihasilkan dari interaksi bakteri. Karies gigi dapat terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menurut Global Nutrition Report 2014, Indonesia termasuk dalam 17 negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehari-hari. Makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas kinerja

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SULIT MAKAN PADA USIA PRASEKOLAH DI TK ISLAM NURUL HIKMAH. Lenny Irmawaty

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kembang yang optimal (golden periode)terutama untuk pertumbuhan jaringan otak,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan yang terbaik untuk bayi usia 0-6 bulan adalah ASI. Air susu ibu (ASI) merupakan sumber energi

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tumbuh kembang merupakan proses yang terjadi secara

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak usia prasekolah biasanya mengalami perkembangan psikis menjadi balita yang lebih mandiri, autonom, dan dapat berinteraksi dengan lingkunganya, serta dapat mengekspresikan emosinya. Perilaku sulit makan adalah perilaku anak yang menolak untuk makan, hanya makan makanan tertentu saja, dan menghabiskan porsi makan dengan lambat bahkan sering tidak menghabiskan porsi makan setiap jam makan. Angka kejadian masalah kesulitan makan di beberapa negara termasuk cukup tinggi. Sebuah penelitian oleh The Gateshead Millenium Baby Study pada tahun 2006 di Inggris menyebutkan 20% orangtua melaporkan anaknya mengalami masalah makan, dengan prevalensi tertinggi anak hanya mau makan makanan tertentu. Studi di Italia mengungkapkan 6% bayi mengalami kesulitan makan kemudian meningkat 25-40% pada saat fase akhir pertumbuhan. Survei lain di Amerika Serikat menyebutkan 19-50% orangtua mengeluhkan anaknya sangat pemilih dalam makan sehingga terjadi defisiensi zat gizi tertentu (Waugh, International Journal of Eating Disorder, 2013).

Status gizi menurut Departemen Kesehatan (Depkes) RI dalam profil kesehatan Indonesia tahun 2013 yang didapat dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), terdapat 19,6% balita kekurangan gizi yang terdiri dari 5,7% balita dengan gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi kurang. Pada tahun yang sama terdapat 37,2% balita dengan tinggi badan dibawah normal yang terdiri dari 18,0% balita sangat pendek dan 19,2% balita pendek. Indikator antropometri lain untuk menilai status gizi balita yaitu berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), pada tahun 2013 terdapat 12,1% balita wasting (kurus) yang terdiri dari 6,8% balita kurus dan 5,3% sangat kurus. Secara nasional prevalensi kurus pada anak balita masih 12,1%, yang artinya masalah kurus di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan yang serius. Prevalensi masalah kesulitan makan menurut klinik perkembangan anak dari Affiliated program for children development di University George Town mengatakan 6 jenis kesulitan makan pada anak yaitu hanya mau makan makanan cair atau lumat: 27,3%, kesulitan menghisap, mengunyah atau menelan: 23,4%, tidak menyukai variasi banyak makanan: 11,1%, keterlambatan makan sendiri: 8,0%, mealing timetantrum: 6,1%. Penelitian di Indonesia yang dilakukan di Jakarta terhadap anak prasekolah, didapatkan hasil prevalensi kesulitan makan sebesar 33,6%, 44,5% diantaranya menderita malnutrisi ringan sampai

sedang dan 79,2% dari subjek penelitian telah mengalami kesulitan makan lebih dari 3 bulan (Judarwanto, 2011). Menurut sensus yang dilakukan World Health Organization (WHO) (2012). Diketahui bahwa 42% dari 15,7 juta kematian anak dibawah 5 tahun terjadi di negara berkembang. Dari data tersebut sebanyak 84% kasus kekurangan gizi anak usia dibawah 5 tahun (balita) terjadi di Asia dan Afrika. Sedangkan di Indonesia tahun 2012 terdapat sekitar 53% anak di bawah umur 5 tahun menderita gizi buruk disebabkan oleh kurangnya makanan untuk mencukupi kebutuhan gizi sehari-hari (Depkes, 2012). Hasil prevalensi kesulitan makan sebesar 33,6%, 44,5% diantaranya menderita malnutrisi ringan sampai sedang dan 79,2 % dari subjek penelitian telah mengalami kesulitan makan lebih dari 3 bulan (Judarwanto, 2011). Jumlah balita di provinsi jawa tengah tercatat 1.921.998 jiwa dari 34.564.511 jiwa (5,56%) penduduk jawa tengah. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKN). Hasil penelitian Sudibyo & Mulyani (2009), kelompok usia terbanyak mengalami kesulitan makan adalah usia 1 sampai 5 tahun (58%), dengan jenis kelamin terbanyak lakilaki (54%). (43%) subjek memiliki status gizi kurang. Kesulitan makan sebanyak 50 orang dari 109 orang subjek (45,9%). Gejala klinis esofagitis refluks ditemukan dalam jumlah yang sama (45,9%).

Fenomena sulit makan pada anak sering menjadi masalah bagi orang tua atau pengasuh anak. Perilaku sulit makan yang berat dan berlangsung lama berdampak negative pada keadaan kesehatan anak, keadaan tumbuh kembang dan aktifitas sehari-harinya. Dampak jangka pendek untuk anak berperilaku sulit makan adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan perkembangan. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor IQ, penurunan perkembangan kognitif dan penurunan integrasi sensori. Oleh karena itu, bila perilaku sulit makan dibiarkan begitu saja maka diprediksikan generasi penerus bangsa akan hilang karena keadaan gizi masyarakat merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan keberhasilan pembanguan Negara atau yang lebih dikenal sebagai Human Development Indeks (HDI) (Depkes, 2010). Menurut Soetjiningsih (2008), kelainan perilaku sulit makan disebabkan beberapa faktor, antara lain kebiasaan makan, psikologis, dan organik. Kelainan kebiasaan makan biasanya disebabkan oleh faktor lingkungan seperti mengikuti kebiasaan makan teman sebaya atau orang-orang sekitar, menyukai dan menolak jenis makanan yang sama pada waktu yang berbeda, atau suka memakan makanan yang tidak sesuai dengan usianya. Faktor psikologis sebenarnya masih ada hubungannya dengan pola asuh

karena psikologis anak sangat ditentukan dari cara pengasuhan,lingkungan dan juga hubungan didalam keluarga, semakin baik hubungan dalam keluarga maka semakin kecil kemungkinan untuk anak mengalami anoreksia psikogenik atau kesulitan makan karena gangguan psikologis. Dan faktor organic biasanya terjadi sulit makan pada anak akibat suatu penyakit infeksi atau kelainan pada organ-organ tertentu seperti gigi dan mulut, gangguan menghisap dan mengunyah, penyakit bawaan/genetik, dan penyakit infeksi saluran cerna. Sikap orangtua dan hubungannya dengan anak, atau biasa disebut pola asuh, menentukan terjadinya gangguan psikologis yang dapat mengakibatkan gangguan perilaku makan. Selain itu sikap ibu yang dapat membentuk anak menjadi sulit makan adalah cara menyiapkan makanan, cara memberikan makanan, dan menenangkan anak yang sedang rewel. Perilaku sulit makan yang tidak baik yaitu seperti pilih-pilih makanan, makan sambil nonton televisi atau main, dan baru mau makan kalau diajak jalan-jalan, tentu dapat terbawa hingga dewasa. Umumnya anak juga akan berperilaku pilih-pilih teman dan cenderung susah menyesuaikan diri. Sehingga, agar anak tidak muncul hal-hal yang tak diharapkan, perilaku makan yang buruk tersebut memang harus diubah. Mengubah susah-susah gampang karena terlebih dahulu perilaku makan orangtua yang harus diubah.

Orang tua yang sibuk dengan pekerjaannya sering melupakan pola makan bagi anaknya. Pola makan pada anak usia prasekolah berperan penting dalam proses pertumbuhan pada anak usia prasekolah,karena dalam makanan banyak mengandung zat gizi.gangguan sulit sering dialami anak-anak usia 1-5 tahun.usia 1-5 tahun biasanya anak menjadi sulit makan karena semakin bertambahnya aktivitas mereka seperti bermain dan berlari sehingga kadang mereka menjadi malas untuk makan.selain itu,pola pemberian makan yang tidak sesuai dengan keinginan anak dapat menyebabkan anak menjadi sulit makan,sedangkan pada balita terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan yang membutuhkan kecukupan nutrisi.nutrisi yang di konsumsi pada usia balita mengalami banyak perubahan mulai dari perubahan bentuk makanan mulai dari ASI,makanan berstekstur halus dan sampai akhirnya makanan bertekstur padat sebagai asupan utama (Liza dalam nurjannah,2013). Memilih-milih makanan (picky eater) merupakan masalah pada anak yang perlu diperhatikan baik oleh orang tua maupun praktisi kesehatan, karena picky eater pada anak memiliki efek yang merugikan, baik bagi pengasuh ataupun anak itu sendiri. Picky eater banyak terjadi pada umur 1 sampai 3 tahun dan berisiko dua kali lebih besar untuk mempunyai berat badan rendah pada umur 4,5 tahun dibandingkan anak yang bukan picky eater

(Dubois, 2007; Wright, 2008; Judarwanto, 2007). Penyebab utama picky eater pada anak yaitu hilangnya nafsu makan, gangguan proses makan di mulut, dan pengaruh psikologis yaitu kondisi kecemasan, ketakutan, sedih, depresi atau trauma, kondisi fisik karena adanya keterbatasan pada anak terutama organ-organ pencernaan. Pola asuh orangtua diidentifikasi melalui adanya perhatian dan kehanggatan, yaitu orangtua dalam mengasuh dan menjalin hubungan interpersonal dengan anak disadari adanya perhatian, penghargaan dan kasih sayang, kebebasan berinisiatif, yaitu kesediaan orangtua untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk menyampaikan dan mengembangkan pendapat ide, pemikiran dengan tetap mempertimbangkan hak-hak orang lain, nilai dan norma yang berlaku. Tipe pola asuh dibagi menjadi 3, yaitu tipe demokratis, otoriter dan permisif. Ketiga jenis pola asuh ini dapat memengaruhi sikap dan tindakan dalam makan (Kridiyanto,2013). Perilaku orangtua sangat penting dalam tumbuh kembang anak dalam psikologis anak, kemampuan bersosialisasi anak, kemandirian anak,serta perilaku sulit makan pada anak. Beberapa factor yang dapat mempengaruhi pemberian makan pada anak antara lain interaksi anak dan orangtua (pola asuh), keperibadian anak, lingkungan dan budaya. Penelitian yang telah dilakukan

judarwanto (2006) menyebutkan bahwa anak usia 4-6 tahun, mendapatkan prevalensi kesulitan makan terbesar 33,6 % sebagian besar (79,2%) telah berlangsung lebih dari 3 bulan, data ini dipengaruhi oleh gaya dari pola asuh orangtua (Markum,A.H, 2010). Berdasarkan studi pendahuluan TK PGRI Nagasari terdiri dari 30 siswa, ada 2 kelas TK A berjumlah 16 anak dan TK B berjumlah 14 anak melalui wawancara dan pengamatan pada ibuibu yang mempunyai anak usia prasekolah di TK PGRI Nagasari Kecamatan Pagentan Kabupaten Banjarnegara, di dapatkan bahwa sebagai besar mengeluh tentang kesulitan makan pada anak-anak ibu mengatakan anak-anak mereka susah makan,harus di paksa, suka meminta jajan, tidak mau di bawakan bekal dari rumah hanyan ingin makan jajan saja dan ada yang membujuk memberikan hadiah, jika anak menghabiskan makanan, bila di beri makan lebih dari satu jam untuk menyelesaikan makan, menumpahkan atau menepis makanan yang di berikan. Wawancara tentang pola asuh orangtua di dapatkan bahwa sebagian ibu mengatakan ada yang menuruti permintaan anak, ada yang menerapkan dispilin yang berlebihan, dan ada yang menjunjung tinggi kemandirian anak. Berdasarkan permasalahan di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan

Perilaku Sulit Makan Pada Anak Usia Prasekolah Di Tk PGRI Nagasari. B. Rumusan Masalah Orangtua yang menggunakan pola asuh permisif dan otoriter memiliki anak yang sulit makan, sedangkan orangtua yang menggunakan pola asuh demokratis cenderung memiliki anak yang tidak sulit makan. Pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah di pengaruhi oleh nutrisi,aktivitas, masalah tidur, kesehatan gigi,pencegahan cidera, serta cara orang tua mengasuh anaknya. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka pertanyaan pada penelitian ini adalah : Apakah ada Hubungan pola asuh orangtua dengan perilaku sulit makan anak usia prasekolah di TK PGRI Nagasari Kecamatan Pagentan Kabupaten Banjarnegara? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan pola asuh orangtua dengan perilaku sulit makan pada anak usia prasekolah di TK PGRI Nagasari.

2. Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, umur anak, dan jenis kelamin anak. b. Mengetahui gambaran pola asuh orang tua pada anak yaitu Demokratis, Otoriter, dan Permisif c. Mengetahui gambaran tentang perilaku sulit makan pada anak usia prasekolah d. Mengetahui hubungan pola asuh orangtua dengan perilaku sulit makan pada anak usia prasekolah di TK PGRI Nagasari Kecamatan Pagentan Kabupaten Banjarnegara D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat penelitian a. Bagi Orangtua Penelitian ini memberikan informasi kepada orangtua mengenai pola asuh dan perilaku sulit makan, serta diharapkan orangtua dapat memahami dan menerapkan pola asuh yang benar sesuai dengan karakter anak masingmasing.

b. Bagi TK PGRI Nagasari Penelitian ini memberikan informasi kepada sekolah dan guru tentang pola asuh orangtua dan perilaku sulit makan pada anak prasekolah di TK PGRI Nagasari. c. Bagi Tenaga Kesehatan Meningkatkan kesadaran dan motivasi kader, perawat kesehatan atau tenaga kesehatan setempat untuk memberikan informasi tentang pendidikan kesehatan dan meningkatkan kesehatan masyarakat terutama pada anak usia prasekolah. d. Bagi peneliti Manfaat penelitian ini bagi penelitian keperawatan adalah dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya dan dapat memberikan wawasan pengetahuan dan menambah pengalaman dalam menganalisa hasil penelitian terutama Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Perilaku Sulit Makan Anak Usia Pra Sekolah Di TK PGRI Nagasari Kecamtan Pagentan Kabupaten Banjarnegara.

E. Penelitian Terkait 1. Idris (2015) Meneliti tentang Factor yang berhubungan dengan sulit makan anak usia prasekolah di TK anggrek mekar desa haya-haya kec Limboto barat Kabupaten Gorontalo. Menggunakan Rancangan penelitian cross sectional,teknik pengambilan sampel total sampling, Intrumen penelitian menggunakan kuesioner. Hasil penelitian hubungan yang signifikan antara nilai p= value=0,001. Ada hubungan yang signifikan antara sulit makan dan factor gizi nilai p-value=0,001 Dianalisa dengan menggunakan chi-square diperoleh nilai p-value=0,001 atau <a (<0,05). Persamaannya Rancangan penelitian cross sectional, menggunakan total sampling, Intrumen penelitian menggunakan kuesioner.perbedaannya yaitu variabelnya waktu bulan mei 2015 dan tempat penelitian di TK anggrek mekar desa haya-haya kec. Limboto barat kab Gorontalo. 2. Krisdiyanto (2013) meneliti tentang Hubungan pola asuh orangtua terhadap perkembangan motorik anak usia 3-5 tahun. Hasil penelitian diperoleh nilai p-value=0,0006 (p<0,05) untuk perkembangan motorik kasar dan p-value=0,047 (p<0,05) untuk perkembangan motorik halus. Persamaannya yaitu Menggunakan rancangan penelitian cross sectional.intrumen yang di gunakan adalah kuesioner. Sedangkan perbedaannya yaitu desain penelitiannya yaitu deskriptif korelasi variabelnnya dan Waktu dan tempat penelitian di posyandu desa Jolonto Kec Sapuran Kab Wonosobo.

3. Pratama (2016) meneliti tentang Hubungan antara pola asuh orangtua dengan perilaku bullying remaja di SMP Negeri 4 Gamping dengan hasil di peroleh data menegnai pola asuh demokratis sebanyak 22 (33,8%). Perilaku bullying remaja di SMP N 4 Gamping Sleman kategori rendah sebanyak 26 (40,0%) dengan p value 0,003 (p value < 0,05). Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orangtua dengan perilaku bulliying remaja di SMP N 4 Gamping Sleman. Keeratan sebesar -0,345 yg berarti rendah. Persamaannya dengan penelitian di atas yaitu menggunakan pendekatan cross sectional, menggunakan instrumen kuesioner, menggunakan uji chi square. Sedangkan perbedaannya yaitu teknik pengambilan sampling yaitu stratified random sampling, variabel, waktu dan tempat penelitian. 4. Waugh. (2013). Feeding and eating disorder in childhood,international journal of Eating Disorder. Di Amerika Serikat menyebutkan 19-50% orangtua mengeluhkan anaknya sangat pemilih dalam makan sehingga terjadi defisiensi zat gizi tertentu. Perbedaan yaitu teknik pengambilan sampling, waktu, dan tempat penelitian.