BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB I PENDAHULUAN Pada Januari hingga September 2011 terdapat penambahan kasus sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. meninggal akibat HIV/AIDS, selain itu lebih dari 6000 pemuda umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu pendekatan untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan. meningkatkan kesehatannya (Notoatdmodjo, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB I PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome). Virus. ibu kepada janin yang dikandungnya. HIV bersifat carrier dalam

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

3740 kasus AIDS. Dari jumlah kasus ini proporsi terbesar yaitu 40% kasus dialami oleh golongan usia muda yaitu tahun (Depkes RI 2006).

BAB 1 PENDAULUAN. menyerang system kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acquired Immune

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. Bali, respon reaktif dan proaktif telah banyak bermunculan dari berbagai pihak, baik

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum

BAB 1 PENDAHULUAN. belum ditemukan, yang dapat mengakibatkan kerugian tidak hanya di bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP BAGI WANITA PENGHUNI PANTI KARYA WANITA WANITA UTAMA SURAKARTA TENTANG PENCEGAHAN HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia.

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER. kesukarelaan dan bersedia mengisi kuesioner ini dengan sebaik-baiknya.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 1, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah suatu. kumpulan gejala penyakit kerusakan sistem kekebalan tubuh, bukan

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala

Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda. Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

ANALISIS EPIDEMIOLOGI HIV AIDS DI KOTA BANDUNG DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV / AIDS DAN IMS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. masalah dunia karena melanda di seluruh negara di dunia (Widoyono, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. melemahkan kekebalan tubuh manusia. Sedangkan Acquired Immune Deficiency

Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian HIV dan AIDS Di Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar

BAB 1 PENDAHULUAN. pesan yang akan disampaikan (Azrul & Azwar, 1983). Sedangkan Glanz, dkk.,

BAB I PENDAHULUAN. dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini di berbagai belahan bumi mengalami masalah kesehatan

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan suatu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang datang. Tertularnya seseorang dengan HIV ini akan menyebabkan orang tersebut menderita Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) (Kemenkes RI, 2016). Menurut Joint United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS), sejak awal epidemik sampai Maret 2016 sekitar 78 juta penduduk di dunia telah terinfeksi HIV dimana 11,4% atau sekitar 8,9 juta dari jumlah tersebut merupakan kasus baru dan 35 juta orang telah meninggal karena penyakit terkait AIDS (UNAIDS, 2016). Hingga akhir tahun 2016 diketahui sebanyak 5,1 juta penduduk di Asia dan Pasifik mengidap HIV, dimana 300.000 diantaranya merupakan kasus baru. Selain itu data dari WHO juga menunjukkan adanya peningkatan kurang lebih 25% penderita HIV pada usia 15-24 tahun (WHO, 2016). Indonesia merupakan negara tercepat tingkat penyebaran virus HIV/AIDS di Asia. Epidemi HIV/AIDS terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia, fase epidemiknya berubah sejak tahun 2000 dari tingkat low menjadi tahap concentrated epidemic (prevalensi lebih dari 5 %) pada sub populasi berisiko tinggi yaitu pengguna napza suntik (Penasun), wanita penjaja seks (WPS), pelanggan penjaja seks, lelaki seks dengan lelaki, dan waria (Simarmata, 2010). Menurut Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP), prevalensi HIV pada WPS (WPSL dan WPSTL) sebanyak 13% dari total populasi kunci di Indonesia (STBP, Kemenkes RI, 2015). Sejak pertama kali ditemukan di Indonesia (1987) sampai dengan Maret 2017, kasus HIV/AIDS tersebar di 407 (80%) dari 507 kabupaten/kota di seluruh (33) provinsi di Indonesia. Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, secara kumulatif jumlah infeksi HIV yang dilaporkan yaitu sebanyak 242.699 dan jumlah kumulatif AIDS sebanyak 87.453 orang. Persentase kumulatif AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (31,4%)

dengan jenis kelamin terbanyak perempuan dan faktor risiko penularan terbanyak melalui heteroseksual (68%) (Ditjen P3 Kemenkes RI, 2017). Provinsi Sumatera Barat terus mengalami peningkatan kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun. Sampai dengan kondisi Maret 2017 tercatat kumulatif kasus HIV dan AIDS di Sumatera Barat sebanyak 3.306 yang terdiri dari 1.935 HIV dan 1.371 AIDS (Ditjen P3 Kemenkes RI, 2017). Sumatera Barat berada pada peringkat 17 nasional untuk provinsi dengan case rate AIDS tertinggi sampai Maret 2017 yaitu sebesar 21,94/100.000 penduduk, angka ini berada dibawah case rate AIDS nasional (28,45/100.000 penduduk) dan angka ini juga menurun dibandingkan dengan case rate AIDS tahun 2016 (24,59/100.000 penduduk) (Ditjen P3 Kemenkes RI, 2017). Sumatera Barat terdiri dari 19 kabupaten/kota. Kota Padang merupakan kota dengan jumlah kasus HIV dan AIDS tertinggi dengan jumlah kumulatif sampai tahun 2016 sebanyak 1.076 kasus HIV dan 575 kasus AIDS dengan case rate HIV/AIDS yang dilaporkan 56,96/100.000 penduduk (Dinkes Provinsi Sumatera Barat, 2016). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Padang, pada tahun 2017 ditemukan kasus HIV sebanyak 370 kasus dan 93 kasus AIDS. Kasus HIV/AIDS masih menjadi fenomena gunung es. Disamping itu stigma terhadap penderita HIV/AIDS masih tinggi di masyarakat, sehingga penderita HIV/AIDS masih takut diketahui keadaan penyakitnya dan tidak mempunyai kepercayaan diri untuk bersosialisasi dengan teman, kerabat dan masyarakat di sekitarnya. Situasi ini bisa memperpanjang masalah penyakit HIV/AIDS karena penderita yang belum ditemukan bisa menjadi sumber penular bagi masyaraat disekitarnya. Center for Disease Control (CDC) melaporkan sebuah informasi bagaimana HIV ditularkan. Melalui hubungan seksual 69%, jarum suntik untuk obat lewat intravena 24%, transfusi darah yang terkontaminasi atau darah pengobatan dalam pengobatan kasus tertentu 3%, penularan sebelum kelahiran (dari ibu yang terinfeksi ke janin selama kehamilan) 1%, dan model penularan yang belum diketahui 3% (CDC, 2004). Melihat cukup besar peluang HIV ditularkan melalui hubungan seksual, maka hubungan berganti-ganti pasangan merupakan faktor khusus yang perlu

diwaspadai. Penelitian di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan tingginya tingkat perilaku berisiko dan kasus HIV/AIDS diantaranya pekerja seks pria dan wanita. Wanita pekerja seksual dan pelanggannya merupakan orang yang sangat berisiko dalam menularkan penyakit HIV/AIDS karena melakukan perilaku seksual yang tidak aman. Menurut teori Green, perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor predisposisi (sosial demografi, pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan pengalaman), faktor pendukung (ketersediaan sumber daya), dan faktor penguat (dukungan keluarga, teman, tokoh masyarakat maupun petugas). Berdasarkan penelitian Kambu (2012) terdapat hubungan antara umur dengan perilaku pencegahan HIV/AIDS. Penelitian lain yang dilakukan Fadhali (2012) menunjukkan bahwa adanya hubungan antara pendidikan dan pengetahuan dengan perilaku pencegahan HIV dan AIDS, yang mana pada umumnya orang yang berpendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan tentang kesehatan lebih tinggi dari orang yang berpendidikan rendah. Penelitian Oppong (2007) tentang studi kondom pada WPS di Ghana menunjukkan bahwa WPS yang belum menikah lebih cenderung untuk konsisten dalam menggunakan kondom dari pada WPS yang berstatus menikah. Penelitian lain yang dilakukan Hutapea dan Sarumpaet (2014) menyatakan bahwa kebanyakan WPS tidak berdaya melindungi diri dari penularan HIV/AIDS dikarenakan tidak mengetahui kebiasaan seksual pelanggannya, tidak dapat menolak keinginan pelanggannya untuk tidak menggunakan kondom, dan memiliki pengetahuan yang kurang mengenai pencegahan HIV/AIDS. Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Lokollo (2009) menyebutkan bahwa beberapa WPS kesulitan di dalam meyakinkan klien untuk menggunakan kondom karena tidak memiliki dukungan dari manajemen dan teman sebaya, memiliki paparan risiko kekerasan yang lebih besar ketika mereka menolak untuk melakukan seks yang tidak aman dengan klien, pengetahuan yang tidak cukup tentang teknik negosiasi kondom dan kurangnya informasi tentang HIV. WPS juga dilaporkan pendapatannya berkurang jika mereka meminta menggunakan kondom dengan klien.

Penelitian Kana (2016), adanya dukungan dari petugas kesehatan dan petugas lainnya sangat berperan dalam mendorong perilaku pencegahan pada WPS. Dengan melakukan kegiatan penyuluhan tentang manfaat kondom secara berkala dan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan memberikan kondom kepada WPS membuat mereka mau melakukan perilaku pencegahan seperti yang dianjurkan. Berdasarkan wawancara awal yang dilakukan dengan pihak Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Padang, KPAK telah memetakan keberadaan WPS di panti pijat, tempat hiburan malam, karaoke, wisma, café, dan tempat lainnya. Setelah dilakukan pemetaan dan negosiasi dengan pihak manajemen, maka KPAK Padang dan LSM Program Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) memulai sebuah program pendampingan bagi kelompok WPS yang bekerja di tempat tersebut. Data dari KPA Kota Padang didapatkan bahwa jumlah WPS yang terjaring meningkat drastis yaitu dari 389 orang pada tahun 2015 menjadi 978 orang pada tahun 2017 yang tersebar di 41 hotspot. Perkembangan HIV/AIDS pada populasi WPS juga mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2016 sebanyak 9,3% WPS menderita HIV/AIDS dan meningkat pada tahun 2017 menjadi 9,8% WPS (KPAK Padang, 2017 dan DKK Padang, 2017). Menurut studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 10 orang WPS, 6 diantaranya memiliki pendidikan terakhir SMA, 2 orang sarjana, 1 orang diploma dan 1 orang berpendidikan SD. Berdasarkan status perkawinan, 6 diantaranya belum menikah, 3 orang cerai hidup, dan 1 orang berstatus menikah namun tidak tinggal bersama pasangannya. Selain menjadi WPS, 6 orang diantaranya berstatus mahasiswi, 2 orang wiraswasta, dan 2 orang lagi merupakan ibu rumah tangga. Lebih dari separuh (7 orang) merupakan penduduk asli Kota Padang. Rata-rata pelanggan yang dilayani dalam sehari berbeda-beda, ada yang sanggup melayani sampai 14 kali dan ada juga yang hanya 1 kali saja. Sementara itu dalam negosiasi penggunaan kondom, lebih dari separuh (6 orang) mengaku selalu menawarkan penggunaan kondom kepada pelanggan dan yang lainnya jarang menawarkan kondom karena takut bayaran kurang dan merasa pelanggannya bersih dari penyakit. Kondom yang digunakan oleh

pelanggan didapatkan WPS secara gratis dari KPAK Padang, dimana mereka selalu meminta kondom dan pelicin kepada petugas lapangan dan LSM PKBI apabila mereka membutuhkannya. Akan tetapi ada juga WPS yang membeli sendiri kondom dengan alasan tidak cocok dan mendesak. WPS merupakan kelompok risiko tinggi dalam penularan HIV/AIDS karena pada umumnya mereka tidak memiliki posisi yang kuat dalam pemakaian kondom dengan pelanggannya. Pelanggan seks komersial juga menjadi salah satu penyebab penyebaran HIV/AIDS disaat melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan kondom. Hubungan seks tanpa menggunakan kondom antara wanita pekerja seksual dengan pelanggannya merupakan cara penularan HIV/AIDS terbesar kedua di Indonesia (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan data dan hasil penelitian sebelumnya, khususnya dalam pencegahan HIV/AIDS pada WPS, diperlukan sebuah kajian untuk mengetahui dan menganalisis faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan HIV/AIDS pada wanita pekerja seksual di Kota Padang. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku pencegahan HIV/AIDS pada wanita pekerja seksual di Kota Padang? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan HIV/AIDS pada wanita pekerja seksual di Kota Padang. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran umum faktor perilaku pencegahan HIV/AIDS pada b. Mengetahui gambaran umum perilaku pencegahan HIV/AIDS pada c. Mengetahui hubungan antara variabel independen dengan perilaku pencegahan HIV/AIDS pada

d. Mengetahui faktor yang paling berhubungan dengan perilaku pencegahan HIV/AIDS pada e. Menganalisis secara mendalam: 1) Ketersediaan kondom pada 2) Sikap pelanggan 3) Dukungan teman sesama WPS terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS pada 4) Dukungan mucikari terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS pada 5) Dukungan petugas terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS pada D. Manfaat Penelitian 1. Aspek Teoritis Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi para akademisi dan pihak-pihak yang membutuhkan, guna pengembangan ilmu kesehatan masyarakat mengenai analisis faktor yang mempengaruhi tindakan pencegahan wanita pekerja seksual. 2. Aspek Praktis a. Diharapkan dapat menjadi masukan untuk program, terutama bagi stakeholder di bidang kesehatan dan sosial untuk menentukan langkah pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di Kota Padang. b. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya, guna pengembangan penelitian terkait faktor yang mempengaruhi perilaku pencegahan HIV/AIDS di Kota Padang.