BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri dengan seminimal mungkin campur tangan dari pemerintah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. dengan ditetapkannya UU No. 22 Tahun 1999 (revisi menjadi UU No. 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi keuangan daerah yang diawali dengan bergulirnya UU Nomor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya rezim orde baru pada tahun 1998 terjadi perubahan di

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. yang membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi hubungan pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik baik di pusat maupun di

EVALUASI PELAKSANAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) PROVINSI JAWA BARAT

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, peran akuntansi semakin dibutuhkan, tidak saja untuk kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

APBD BANTEN 2013 CAPAI RP6.052 TRILIUN

BAB I PENDAHULUAN. daerah, karenanya pembangunan lebih diarahkan ke daerah-daerah, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggung jawaban pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah, pengelolaan keuangan sepenuhnya berada di tangan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS DANA ALOKASI KHUSUS FISIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017 (Lembaran Negara Republik Indon

BAB I PENDAHULUAN. pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dengan sedikit bantuan dari pemerintah pusat. Pemerintah daerah mempunyai hak dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. penting. Otonomi daerah yang dilaksanakan akan sejalan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

Frequently Asked Questions (FAQ)

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - TAHUN ANGGARAN TRIWULAN III

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitan. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Frequently Asked Questions (FAQ)

DANA BAGI HASIL YANG BERSUMBER DARI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertanggungjawaban tersebut dituangkan dalam laporan keuangan yang di

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.

KEPATUHAN PADA PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DALAM RANGKA SINERGITAS PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentang Otonomi Daerah, yang dimulai dilaksanakan secara efektif

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

SIKLUS ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 32 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG KESEHATAN TAHUN 2014

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 23 Tahun 2014, memberi kewenangan yang luas kepada pemerintahan daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan seminimal mungkin campur tangan dari pemerintah pusat. Pemerintah daerah, sanitasi, prasarana pemerintah, kelautan dan perikanan, pertanian, lingkungan hidup, keluarga berencana, kehutanan, sarana dan prasarana pedesaan, serta perdagangan. Daerah penerima DAK wajib menyediakan dana pendamping untuk menandai kegiatan fisik sekurang-kurangnya 10% dari nilai DAK yang telah diterimanya. Dana Pendamping harus dianggarkan di dalam APBD tahun berjalan, alasannya karena DAK tidak dapat digunakan untuk membiayai belanja administrasi umum, biaya persiapan proyek fisik, biaya pelatihan, biaya penelitian dan biaya umum lain yang sejenis. Dana Pendamping yang didapatkan dari Pemerintah Pusat maka digunakan oleh Pemerintah Daerah secara efektif dan efisien untuk meningkatkan pelayanan kepada publik/masyarakat untuk digunakan sebagai pemacu peningkatan belanja modal. Pemerintah Provinsi Jawa Barat siap melakukan penghematan jika wacana pengurangan dana alokasi umum (DAU) sebesar 3%-4% oleh pemerintah pusat direalisasikan. Gubernur Jabar mengakui pengurangan DAU membuat pihaknya 1

cemas mengingat beban anggaran provinsi pada APBD Perubahan 2017 dan APBD 2018 cukup berat. Langkah penghematan dilakukan karena pada 2016 lalu pihaknya berhasil menutup kekurangan anggaran meski saat itu DAU dikurangi hingga mencapai Rp400 miliar. Sektor pendapatan yang disumbang Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) tersebut mencapai Rp395 miliar sementara sisanya ditutup dari retribusi dan penghematan lelang. Meskipun belum ada hitungan pastinya, naiknya tunjangan ini menambah beban pengeluaran besar pada 2018 mendatang. Sebelumnya diberitakan bahwa Realisasi penyerapan anggaran APBD Jabar hingga Juli 2017 terhitung masih rendah yakni di angka Rp12,79 triliun. Sekretaris Daerah Jabar mengatakan bahwa serapan sampai 7 Juli lalu tersebut masih berkisar 37,78% dari total anggaran di APBD 2017 sebesar Rp33,85 triliun (Karniwa, 2017). Angka ini terbilang masih rendah mengingat lelang dan kontrak ada yang sudah memasuki pembayaran dimana, target penyerapan idealnya 45% di triwulan I, jadi ada defiasi 8% (Khoer, 2017). Penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) menjadi salah satu penyokong pembangunan dari pemerintah pusat ke daerah. Tercatat, dari alokasi Rp 3,2 triliun, penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dari rekening Kas Umum Negara ke Kas Umum Daerah milik pemda Jawa Barat sampai dengan 13 November mencapai Rp 2,3 triliun atau (73,26 persen). Dari penyaluran tersebut, penyerapan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Dinas terkait baru mencapai 1.64 triliun (68,69 persen). Penyaluran DAK Fisik tahun 2017 tahap 4, dapat dilakukan pada Oktober Desember sebesar selisih penerimaan dengan kebutuhan penyelesaian kegiatan. Diketahui DAK adalah 2

dana yang bersumber dari APBN dan dialokasikan kepada daerah dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai Prioritas Nasional. Tujuannya yang pertama yaitu membantu daerah tertentu dalam mendanai penyediaan sarana dan prasarana pelayanan dasar publik. Kedua, mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran prioritas nasional. Termasuk mengatasi ketimpangan pelayanan publik antar daerah dalam mencapai SPM. Penggunaan DAK Fisik Penugasan dimaksudkan untuk mendanai kegiatan dalam rangka pencapaian sasaran prioritas nasional dalam Rencana Kerja Pemerintah dengan menu terbatas dan lokasi yang ditentukan. Dari hasil Rapat Koordinasi dengan Pemda di Wilayah Provinsi Jawa Barat dan Pemantauan serta Evaluasi terkait penyaluran DAK Fisik tahun 2017 di wilayah Provinsi Jawa Barat sampai dengan 8 September, masih terdapat kendala dalam penyaluran DAK Fisik dengan mekanisme dan kebijakan baru. Faktor utama karena, tidak terpenuhinya minimal penyerapan. Kedua, tidak dipenuhinya daftar kontrak. Sebanyak empat kabupaten/kota yang tidak berhasil menyelesaikan kontraknya sampai dengan 31 Agustus yaitu Kabupaten Sukabumi, Bandung dan Sumedang. Ketiga, tidak diuploadnya daftar kontrak sampai dengan batas waktu 31 Agustus. Meskipun telah dikontrakkan sebayak 184 kotrak dengan nilai total Rp 31.23 miliar pada sebelas pemda. Antara lain, Kabupaten Garut, Ciamis, Bandung, Majalengka, Sumedang, Kota Tasikmalaya, Banjar, Bandung, Bogor dan Bekasi. Kontrak terbanyak yang tidak di-upload sebanyak 90 kontrak senilai Rp 75,13 miliar. Keempat, tidak dipenuhinya datadata yang harus diupload. Meskipun telah menyelesaian lelang dan menginput 3

data kontra. Pada kasus ini Pemda hanya meng-upload jumlah uang tanpa disertai tanggal dan atau nomor kontrak. Hal ini bisa mengacu ada masih kurangnya pemahaman Pemda terhadap peraturan penyaluran DAK Fisik Tahun 2017. Kekurangpahaman ini tidak di-update. Sehingga Pemda masih terbawa dengan pola lama penyaluran DAK Fisik yang cenderung longgar. Termasuk mengandalkan adanya dispensasi. Kurangnya peran monitoring dan pengawasan pejabat Pemda dalam proses pelaksanaan penyaluran DAK Fisik di wilayahnya. Proses penyaluran DAK Fisik hanya mengandalkan pelaksana dan operator. Faktor lain juga terjadi karena perubahan susunan organisasi dan tata kerja di pemda. Berbagai faktor kendala maupun akar masalah pada pengelolaan DAK Fisik di Jawa Barat, perlu komitmen kuat untuk meminimalkan timbulnya permasalahan di waktu yang akan datang. Upaya tersebut diupayakan dengan meningkatkan pemahaman dan kompetensi, baik terkait kebijakan maupun teknis penyaluran dan tata kelola DAK melalui diklat/bimtek Penyaluran dan pengelolaan DAK Fisik (Admin, 2017). Hubungan antara surplus anggaran terhadap belanja modal didasari pada asumsi adanya hubungan penerimaan mempengaruhi pengeluaran. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan bahwa penganggaran belanja modal harus didasarkan pada keyakinan adanya sumber penerimaan untuk mendanai belanja tersebut. Hal ini membentuk pemahaman pada pemerintah daerah bahwa apabila ingin mengetahui belanja modal, maka perubahan atas komponenkomponen yang menjadi sumber penerimaan harus dipastikan dulu. Semua hal 4

tersebut harus diimbangi dengan sejauh mana instrumen atau sistem pengelolaan keuangan daerah mampu memberikan nuansa manajemen keuangan yang lebih adil, rasional, transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab. Pelaksanaan pemerintahan yang bertanggung jawab dan transparan akan mewujudkan terciptanya good governance. Good Governance, menurut Word Bank (Sedarmayanti, 2009) merupakan suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, dan menjalankan disiplin anggaran. Pengalokasian dana investasi merupakan suatu aktivitas pendanaan, dimana pendapatan yang diperoleh Pemerintah Daerah digunakan untuk membiayai sejumlah kegiatan yang manfaatnya dapat dirasakan dalam jangka panjang. Salah satu bentuk pengalokasian dana investasi dalam sistem pemerintahan adalah belanja modal. Sisa anggaran tahun sebelumnya merupakan sumber pembiayaan penting bagi pemerintah daerah, terutama pada awal tahun anggaran berikutnya. Hal ini disebabkan belum dapat terealisasinya pendapatan pada awal tahun anggaran. Besaran sisa anggaran tahun sebelumnya yang ditetapkan untuk tahun anggaran berjalan biasanya belum pasti atau masih dalam bentuk ramalan (forecast). Perubahan atas anggaran penerimaan pembiayaan terjadi ketika asumsi yang dipakai pada saat penyusunan APBD untuk sisa anggaran harus direvisi. Ketika angka realisasi surplus/defisit tidak sama dengan anggaran yang ditetapkan dalam APBD untuk tahun t-1, maka diperlukan penyesuaian dalam anggaran penerimaan 5

pembiayaan pada tahun t, setidaknya untuk mengkoreksi penerimaan yang bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA). Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS, DAN SURPLUS ANGGARAN TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat). 1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian 1.2.1 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis dapat mengidentifikasi pokok permasalah sebagai berikut: 1. Permasalahan yang banyak dihadapi mengenai pengalokasian anggaraan belanja modal yang masih belum stabil terjadi di Pemerintah Daerah sektor publik di wilayah Jawa Barat 2. Sumber daya yang masih terbatas yang membuat Pemerintah Daerah harus lebih dapat mengalokasikan penerimaan yang telah diperoleh untuk belanja daerah. 3. Rendahnya serapan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibeberapa wilayah Jawa Barat. 4. Rendahnya serapan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), yang belum menutupi target minimum. 6

1.2.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan beberapa masalah dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana Pendapatan Asli Daerah pada Pemerintahan Daerah Jawa Barat. 2. Bagaimana Dana Alokasi Umum pada Pemerintahan Daerah Jawa Barat. 3. Bagaimana Dana Alokasi Khusus pada Pemerintahan Daerah Jawa Barat. 4. Bagaimana Surplus Anggaran pada Pemerintahan Daerah Jawa Barat. 5. Seberapa besar pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap keputusan belanja modal di Pemerintahan Daerah Jawa Barat. 6. Seberapa besar pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap keputusan belanja modal di Pemerintahan Daerah Jawa Barat. 7. Seberapa besar pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap keputusan belanja modal di Pemerintahan Daerah Jawa Barat. 8. Seberapa besar pengaruh Surplus Anggaran terhadap keputusan belanja modal di Pemerintahan Daerah Jawa Barat. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 7

1. Untuk mengetahui bagaimana Pendapatan Asli Daerah pada keputusan belanja modal. 2. Untuk mengetahui bagaimana Dana Alokasi Umum pada keputusan belanja modal. 3. Untuk mengetahui bagaimana Dana Alokasi Khusus pada keputusan belanja modal. 4. Untuk mengetahui bagaimana Surplus Anggaran pada keputusan belanja modal. 5. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap keputusan belanja modal di Pemerintahan Daerah Jawa Barat. 6. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap keputusan belanja modal di Pemerintahan Daerah Jawa Barat. 7. Untuk mengetahui seberapa besar Dana Alokasi Khusus terhadap keputusan belanja modal di Pemerintahan Daerah Jawa Barat. 8. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pembiayaan Surplus Anggaran terhadap keputusan belanja modal di Pemerintahan Daerah Jawa Barat. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memeberikan informasi yang dapat dipercaya dan memberikan manfaat yang berguna bagi semua pihak yang berkepentingan. 1.4.1 Kegunaan Praktis 8

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan. Adapun manfaat atau kegunaan yang dapat diperoleh antara lain: 1. Bagi Penulis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai metode penelitian yang menyangkut masalah Standar Akuntansi Pemerintahan Sektor Publik secara umum tentang beberapa hal yang mempengaruhi belanja modal wilayah Jawa Barat. b. Hasil penelitian ini juga melatih kemampuan teknis analitis yang telah diperoleh selama mengikuti perkuliahan dalam melakukan pendekatan terhadap suatu masalah, sehingga dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan mendalam berkaitan dengan masalah yang diteliti. c. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian sidang dan untuk meraih gelar sarjana (S1) pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan pemikiran dalam penelitian lebih lanjut serta dapat menjadi bahan referensi khususnya bagi pihak-pihak lain yang akan meneliti dengan kajian yang sama. 3. Bagi Pemerintah Daerah 9

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dalam pengambilan keputusan, untuk menganalisis pengaruh apa saja yang mempengaruhi belanja modal pada wilayah Jawa Barat. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghimpun informasi sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah guna meningkatkan kinerja. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat memeberikan kontribusi dalam proses penyelenggaraan pemerintah yang baik. 4. Bagi Pembaca Hasil penelitian ini diharapkan dapat memeberikan gambaran kepada para pembaca mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Surplus Anggaran dalam keputusan belanja modal wilayah Jawa Barat. 1.4.2 Kegunaan Teoristis Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menambah wawasan pembaca tentang pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Surplus Anggaran dalam keputusan belanja modal wilayah Jawa Barat, serta sebagai bahan pembanding antara teori dan praktik nyata dipemerintah daerah yang selanjutnya sebagai referensi untuk penelitian ini dapat berguna untuk menambah pengetahuan bagi para mahasiswa, khususnya 10

mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bianis Universitas Pasundan. 1.5 Lokasi Penelitian Data yang digunakan penulis adalah data sekunder, maka penulis mengambil data dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Barat yang beralamat di Jalan Moch. Toha No. 164, Pelindung Hewan, Astana Anyar, Kota Bandung, Jawa Barat 40252. 11