BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. pembagiaan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan indonesia

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. peraturan sebagai tujuan, dan bukan sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,61 persen.

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. bentuk penerapan prinsip-prinsip good governance.dalam rangka pengaplikasian

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pusat kegiatan perekonomian, agar kegiatan sektor riil meningkat

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum bagi yang dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Nomor No.12 tahun 2008 (revisi UU no.32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional didasarkan pada prinsip otonomi daerah dalam pengelolaan sumber daya. Prinsip otonomi daerah memberikan kewenangan yang luas dan tanggung jawab yang nyata pada pemerintah daerah secara proposional. Dengan pengaturan, pembiayaan, dan pemanfaatan sumber daya nasional, baik yang berupa uang maupun sumber daya alam, pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat mengembangkan suatu sistem perimbangan keuangan pusat dan daerahyang adil. Sistem ini dilaksanakan untuk mencerminkan pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang jelas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara transparan. Kriteria keberhasilan pelaksanaan sistem ini adalah tertampungnya aspirasi semua warga dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam proses pertanggungjawaban eksplorasi sumber daya yang ada dan pengembangan sumber-sumber pembiayaan (Bastian, 2011) Otonomi daerah atau disebut desentralisasi fiskal mengharuskan pemerintahan daerah dan masyarakat bersama-sama membangun daerahnya sendiri. Otonomi daerah adalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya dalam pemanfaatan potensi-potensi di daerahnya. Pembentukan desentralisasi fiskal 1

ini bertujuan meningkatkan dan meratakan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kemandirian daerah, mengelola daerahnya, mengurangi subsidi pemerintahan dan melakukan pembangunan yang merata untuk setiap daerah. Terdapat beberapa faktor dalam keberhasilan pelaksanaan desentralisasi fiskal, yaitu sumber daya manusia yang berkualitas sebagai penyelenggara pemerintahan daerah, keuangan daerah yang dikelola dengan baik, teknologi yang memadai, dan manajemen yang baik dalam mengelola daerah serta menjalankan kebijakan sesuai dengan peraturan berlaku (Kaho, 2002). Dalam TAP MPR NOMOR XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab di daerah secara proposional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan memperhatikan keanekaragaman daerah. Pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya alam nasional antara pusat dan daerah dilaksanakan secara adil untuk kemakmuran masyarakat daerah dan bangsa secara keseluruhan, pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara efektif dan efisien, bertanggung jawab, transparan, terbuka, dan dilaksanakan dengan memberikan kesempatan yang luas kepada usaha kecil, menengah dan 2

koperasi. Perimbangan keuangan pusat dan daerah dilaksanakan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografis, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah. Pemerintah daerah berwenang mengelola sumber daya nasional dan bertanggungjawab memelihara kelestarian lingkungan. Dalam Undang-Undang No 22 tahun 1994 tentang daerah kemudian direvisi dengan UU No 32 tahun 2004 lalu diperbarui menjadi UU No 23 Tahun 2014, daerah diberi kewenangan yang lebih luas untuk mengurus rumah tangganya dengan mengurangi peran pemerintah pusat. Pemerintah daerah mempunyai hak dan kewenangan yang lebih luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang berkembang didaerahnya. Dalam Undang-Undang No 33 Tahun 2004 diterangkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah, pemerintah pusat akan mentransfer dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil dari pajak maupun bukan pajak. Dimana disamping dana perimbangan tersebut pemerintah daerah memiliki sumber pendapatan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah, Pinjaman daerah, maupun penerimaan lain yang sah. Tujuan pemerintah pusat adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah dan menjamin tercapaianya standar pelayanan publik diseluruh negeri. Menurut (Mudrajat, 2004) ada tiga masalah pokok yang harus diperhatikan dalam mengukur pembanguanan suatu negara atau daerah, yaitu 3

1) apa yang terjadi pada tingkat kemiskinan, 2) apa yang terjadi terhadap pengangguran, 3) apa yang terjadi terhadap ketimpangan dalam berbagai bidang. Ketiga masalah pokok tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Tingginya tingkat kemiskinan dikarenakan banyaknya penganggruran yang kemudian berdampak pada ketimpangan dalam berbagai bidang. Dengan kata lain, bila salah satu dari tiga hal tersebut mengalami gangguan atau goncangan, maka dua hal lainnya juga mengalami dampaknya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2012) pengangguran masih merupakan masalah yang cukup besar bagi indonesia yang belum terpecahkan secara tuntas. Sehingga dengan demikian program penanggulangan kemiskinan baik di Indonesia pada umumnya maupun di Provinsi Jawa Tengah pada khususnya tetap merupakan salah satu program yang cukup mendesak dilakukan. Jumlah angkatan kerja di Indonesia sebanyak 118,04 juta orang dan dari jumlah tersebut 7,24 juta orang pengangguran atau 6,14 persen, dari Provinsi Jawa Tengah terdapat 17,09 juta orang angkatan kerja dan dari jumlah tersebut 960.000 orang pengangguran atau 5,63 persen. Pada tahun 2013 jumlah angkatan kerja di Indonesia sebanyak 118,19 juta orang dan dari jumlah tersebut 7,39 juta orang pengangguran atau 6,25 persen. Dari Provinsi Jawa Tengah 16,99 juta orang angkatan kerja dan dari jumlah tersebut 1,02 juta orang pengangguran 6,02 persen. PAD yang diterima pemerintah daerah menggambarkan tingkat kesiapan daerah mengelola daerahnya. Semakin tinggi PAD semakin besar 4

anggaran belanja terutama dala pengalokasian belanja untuk kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat menjadi salah satu indikator bahwa tingkat pengangguran telah menurun yang juga secara langsung dapat mempengaruhi kemiskinan, semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah maka semakin rendah tingkat kemiskinan masyarakat yang berpengaruh terhadap lapangan kerja yang tersedia dan berkurangnya pengangguran. Menurut (Santosa, 2013) menyatakan bahwa PAD memiliki pengaruh terhadap penurunan angka pengangguran. Semakin baik daerah mengelola potensi daerahnya makan semakin tinggi pendapatan yang diterima sehingga daerah tersebut juga meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dan mengurangi penduduk miskin yang ada dan membuka lapangan kerja yang lebih luas. Peningkatan transfer dana dari pusat berupa Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBH) kepada pemerintah daerah diharapkan juga mampu menurunkan jumlah pengangguran di daerah. Besarnya alokasi Dana perimbangan untuk setiap daerah berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan daerah tersebut dilihat dari jumlah penduduk, indeks pembangunan manusia, indeks kemahalan konstruksi dan pendapatan domestik bruto. Artinya jika suatu pemerintahan daerah menerima DAU, DAK, DBH besar maka ada kecukupan dana yang bisa digunakan untuk pembangunan manusianya seperti pengurangan pengangguran dan pengentasan kemiskinan. Dengan melaksanakan programprogram yang bisa mengurangi tingkat pengangguran maupun kemiskinan melalui UMKM, pemberdayaan angkatan kerja, pembinaan generasi muda dan 5

bantuan langsung berupa modal kerja dengan program ini maka akan dapat mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Jika jumlah pengangguran dan kemiskinan menurun, maka otonomi daerah sudah terlaksanakan dengan baik, dimana otonomi daerah memang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat daerah (Santosa, 2013) Setiap daerah memiliki PAD berbeda-beda karena potensi yang dimiliki setiap daerah berbeda-beda. Semakin tingginya PAD suatu daerah dapat mengurangi tingkat ketergantungan daerah terhadap DAU, DAK dan DBH yang diberikan oleh pemerintah pusat. PAD merupakan sumber penerimaan yang murni dari daerah, yang merupakan modal utama bagi daerah sebagai biaya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai total pengeluaran daerah, namun proporsi PAD terhadap total penerimaan daerah tetap merupakan indikasi kemandirian keuangan suatu pemerintahan daerah (Adriani dan Yasa, 2015). Semakin banyaknya PAD yang diterima suatu daerah maka daerah akan semakin banyak mempunyai dana yang bisa dimanfaatkan untuk program-program yang menunjang penurunan pengangguran. Pengaruh PAD terhadap penurunan jumlah pengangguran di daerah dapat dilihat sebagai keberhasilan PAD sebagai cermin dari produktivitas dan pendapatan akibat kemunculan usaha baru (ekstensifikasi) atau pula dapat terjadi perkembangan secara intensifikasi yang menyerap banyak tenaga kerja (Santosa, 2013). 6

Setiyawati dan Hamzah (2007) melakukan penelitian mengenai analisis pengaruh PAD, DAU, DAK, dan Belanja Pembangunan terhadap pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan pengangguran. Hasil penelitian menunjukan bahwa PAD berpengaruh signifikan negatif terhadap pengangguran, Dana Alokasi Umum berpengaruh negatif terhadap pengangguran, dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh negatif terhadap pengangguran. Santosa (2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan daerah terhadap pertumbuhan, pengangguran dan kemiskinan di 33 provinsi di Indonesia. Hasil penelitian menunjukan bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh negatif terhadap pengangguran, Dana Alokasi Umum berpengaruh negatif terhadap pengangguran, sedangkan Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi hasil berpengaruh positif terhadap pengangguran. Adriani dan Yasa (2015) melakukan penelitian mengenai analisis pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan terhadap tingkat pengangguran melalui belanja tidak langsung. Hasil penelitian menunjukanbahwa PAD berpengaruh positif terhadap tingkat pengangguran, sedangkan Dana Perimbangan berpengaruh positif terhadap tingkat pengangguran. Suwandika dan Yasa (2015) melakukan penelitian mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Investasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran. Hasil penelitian menunjukan bahwa Pendapatan Asli 7

Daerah berpengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran, sedangkan Investasi berpengaruh positif terhadap tingkat pengangguran. Panjaitan (2015) melakukan penelitian mengenai pengaruh dana alokasi umum dan pendaptaan asli daerah terhadap belanja, pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan pada kabupaten/kota di pulau madura. Hasil penelitian menunjukan bahwa DAU berpengaruh positif signifikan terhadap belanja daerah dan PAD tidak berpengaruh terhadap belanja daerah, DAU berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi akan tetapi PAD tidak berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah kabupaten/kota di pulau madura dan DAU dan PAD tidak berpengaruh terhadap penurunan tingkat pengangguran serta tingkat kemiskinan daerah kabupaten/kota di pulau Madura. Dirga dan Aswitari (2017) melakukan penelitian mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi dan investasi terhadap pengangguran di Provinsi Bali. Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi dan inflasi tidak berpengaruh terhadap pengangguran, investasi berpengaruh signifikan negatif terhadap pengangguran. Dari hasil penelitian diatas masih ditemukan hasil yang berbeda-beda mengenai pengaruh PAD dan Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBH) terhadap tingkat pengangguran. Dengan adanya ketidakkonsistenan maka peneliti tertarik untuk menguji kembali penelitian tersebut. Penelitian ini mereplikasi pada penelitian Adriani dan Yasa (2015) yang meneliti mengenai analisis pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana 8

Perimbangan terhadap tingkat pengangguran melalui belanja tidak langsung. Alasan peneliti mereplikasi penelitian ini karena peneliti tertarik dengan variabel pengangguran serta variabel-variabel independen yang digunakan dalam penelitian tersebut. Peneliti mengurangi variabel belanja tidak langsung karena variabel belanja tidak langsung merupakan variabel moderating, sedangkan penelitian peneliti tidak menggunakan variabel moderating. Karena variabel moderating adalah variabel yang dapat memperkuat atau memperlemah hubungan antara satu variabel dengan variabel lain. Peneliti menambahkan variabel investasi sebagai variabel independen karena dengan adanya investasi maka kegiatan produksi akan dapat berjalan dengan lancar. Investasi yang dilakukan oleh investor akan berpengaruh terhadap kesempatan bekerja yang tercipta di masyarakat. Investasi yang ditanamkan akan dialokasikan untuk membeli faktor-faktor produksi, salah satunya adalah tenaga kerja, sehingga investasi akan mampu menciptakan kesempatan kerja baru sehingga masalah pengangguran dapat teratasi. Faktor yang dapat menentukan minat para investor untuk berinvestasi di suatu daerah selain potensi sumber daya alam yang menarik ialah kondisi lingkungan sekitar seperti infrastruktur, pendidikan dan angka korupsi suatu daerah (Dirga & Aswitari, 2017). Berdasarkan data realisasi investasi PMDN Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) periode tahun 2010-2015, provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010 mengalami nilai investasi sebesar 795,4 miliar rupiah atau mendapatkan 40 proyek. Dan pada tahun 2015 nilai investasi yang tertanam di 9

Jawa Tengah 15.410,7 miliar rupiah atau mendapatkan total proyek sebesar 873. Ini artinya Provinsi Jawa Tengah sangat berpotensi mengalami kenaikkan investasi lagi untuk tahun berikutnya yang juga dapat menciptakan kesempatan kerja dan lapangan kerja baru. Peneliti memilih variabel independen Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Investasi karena pendapatan besar suatu daerah mencakup Pendapatan Asli daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH). Dengan hal itu maka PAD, DAU, DAK, dan DBH mempunyai peran dan kontribusi yang besar terhadap penerimaan suatu daerah yang bisa digunakan untuk membiayai pelaksanaan program-program pemberdayaan pengangguran. Sedangkan investasi mencakup investasi pemerintah atau pun swasta, peneliti memilih variabel ini karena dengan investasi yang besar yang dapat membuka atau menciptakan kesempatan kerja dalam masyarakat, adanya kesempatan kerja baru akan menyebabkan berkurangnya jumlah pengangguran. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dengan dihilangkannya variabel moderating belanja tidak langsung dan menambahkan variabel independen investasi kemudian tahun penelitian yang berbeda dengan menggunakan tahun 2012-2015 sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan tahun 2007-2013 dan ruang lingkup penelitian meneliti di ruang lingkup Provinsi Jawa Tengah sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan ruang lingkup penelitian di Provinsi Bali. 10

Penelitian ini penting dilakukan karena untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pendapatan dari PAD, Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBH) dan Investasi dapat berperan dalam upaya pemberdayaan pengangguran dan membuka kesempatan kerja di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012-2015. Sehingga dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan berkontribusi bagi upaya pengurangan pengangguran karena bisa dijadikan sebagai referensi atau bahan acuan oleh pemerintah dalam merumuskan anggaran yang akan difokuskan untuk program-program pemberdayaan pengangguran. B. Rumusan Masalah 1. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh negatif signifikan terhadap Tingkat Pengangguran? 2. Apakah Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh negatif signifikan terhadap Tingkat Pengangguran? 3. Apakah Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh negatif signifikan terhadap Tingkat Pengangguran? 4. Apakah Dana Bagi Hasil (DBH) berpengaruh negatif signifikan terhadap Tingkat Pengangguran? 5. Apakah Investasi berpengaruh negatif signifikan terhadap Tingkat Pengangguran? 11

C. Batasan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan, penelitian ini dibatasi pada data PAD, DAU, DAK, DBH, dan Investasi yang ada di APBD seluruh Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012-2015. D. Tujuan Penelitian 1. Menguji apakah PAD berpengaruh negatif signifikan terhadap Tingkat Pengangguran. 2. Menguji apakah DAU berpengaruh negatif signifikan terhadap Tingkat Pengangguran. 3. Menguji apakah DAK berpengaruh negatif signifikan terhadap Tingkat Pengangguran. 4. Menguji apakah DBH berpengaruh negatif singnifikan terhadap Tingkat Pengangguran. 5. Menguji apakah investasi berpengaruh negatif signifikan terhadap Tingkat Pengangguran. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihal antara lain sebagai berikut: 1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan kesempatan bagi peneliti untuk bisa menambah wawasan dan pengetahuan tentang analisis pengaruh 12

PAD, Dana Perimbangan (DAU, DAK, DBH) dan investasi terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012-2015. 2. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan akan mampu berkontribusi dalam perkembangan ilmu akuntansi terutam bidang akuntansi sektor publik. 3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sebagai salah satu acuan atau referensi dalam upaya pemberdayaan pengangguran dan menciptakan kesempatan kerja oleh pemerintah Provinsi Jawa Tengah. 4. Bagi calon peneliti, penelitian ini bisa dijadikan sebagai acuan untuk penelitian yang akan datnag dan diharapkan bagi calon peneliti untuk bisa mengembangkan baik dari jumlah variabelnya ataupun kerangka pemikirannya. 13