BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan memang dunia yang tidak pernah bisa habis untuk. diperbincangkan. Karena selama manusia itu ada,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dipersiapkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA PENANAMAN NILAI KEDISIPLINAN TERHADAP HASIL BELAJAR PKN PADA SISWA KELAS IV DI SD NEGERI 1 PAGAR AIR KABUPATEN ACEH BESAR

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua adalah komponen keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah dan ibu, dan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar berlangsung. Para guru dan siswa terlibat secara. Sekolah sebagai ruang lingkup pendidikan perlu menjamin

BE SMART PARENTS PARENTING 911 #01

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR,DAN HIPOTESIS. kewajiban belajar secara sadar dan menaati peraturan yang ada di lingkungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANGTUA DENGAN DISIPLIN SISWA DI SEKOLAH

1. PENDAHULUAN. Pendidikan, sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang sisdiknas No.

BAB I PENDAHULUAN. semua orang, terutama menjadi guru maupun lingkungan masyarakat. Karena

BAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tidak pernah dikenalkan pada aturan maka akan berperilaku tidak disiplin

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan kebutuhannya. Sekolah merupakan salah satu lembaga yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. siswa (Studi Deskriptif Analitis di SMAN 1 CIASEM Kabupaten Subang) dapat

BAB I PENDAHULUAN. tata tertib, peraturan dengan penuh rasa tanggung jawab dan disiplin. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan kegiatan mengoptimalkan perkembangan potensi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan peradaban dan kebudayaan suatu bangsa,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak-anak merupakan buah kasih sayang bagi orang tua, sumber

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan intelektual dan kognitif. Kemampuan intelektual ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. hlm Eva Latipah, Pengantar Psikologi Pendidikan, PT Pustaka Insani Madani, Yogyakarta,

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Dalam Kamus Besar Indonesia (Depdikbud, 1998: 681) nakal adalah suka berbuat

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Pengaruh Kedisiplinan terhadap Prestasi Belajar Siswa di MI se

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam. Dalam (Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003) Selain faktor yang berada dalam diri peserta didik, untuk dapat

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

ETOS KERJA PELATIHAN OPERATOR WHEEL LOADER MODUL : WLO - 01 PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana yang paling strategis karena diharapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

TAHAP-TAHAP KEHIDUPAN / PERKEMBANGAN KELUARGA

keluarga yang lain. Terutama dengan orang tua.. Karena orang tua menyediakan fasilitas belajar siswa,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia, sekaligus dasar

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. dengan hukuman menurut konsep ini, disiplin digunakan hanya bila anak

BAB I PENDAHULUAN. Hukuman adalah menciptakan pribadi anak yang disiplin karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. menetap dari hasil interaksi dan pengalaman lingkungan yang melibatkan proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. empiris yang mendasari perubahan kurikulum adalah fakta di lapangan. menunjukkan bahwa tingkat daya saing manusia Indonesia kurang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Disiplin Kerja. penguasaan diri dengan tujuan menahan impuls yang tidak diinginkan, atau untuk

BAB II KAJIAN TEORI. Kata disiplin itu sendiri berasal dari Bahasa Latin discipline yang berarti

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan belajar dalam keluarga adalah merupakan lingkungan belajar yang pertama bagi anak untuk mendapatkan

BAB IV ANALISIS POLA PENDIDIKAN KEAGAMAAN ANAK DI KELUARGA RIFA IYAH DESA PAESAN KECAMATAN KEDUNGWUNI KABUPATEN PEKALONGAN

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam aspek kehidupan

Membangun Kedisiplinan Melalui Aktivitas Berlatih Di Klub Pembinaan Olahraga Prestasi. Oleh: Danang Wicaksono

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, diantaranya dalam bidang pendidikan seperti tuntutan nilai pelajaran

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MINAT BELAJAR ANAK DI KELOMPOK B TK KARTINI LALUNDU KECAMATAN RIO PAKAVA

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia, sekaligus dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin mengedepankan pendidikan sebagai salah satu tolak ukur dan

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MOTIVASI ANAK UNTUK BERSEKOLAH DI KELURAHAN SUKAGALIH KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia. Hal ini akan terus berubah seiring dengan perubahan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam organisasi, harus diakui dan diterima oleh manajemen. Tenaga kerja adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tajam dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di dunia pendidikan, menyangkut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH DISIPLIN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI SE-DAERAH BINAAN II KECAMATAN PETANAHAN KABUPATEN KEBUMEN

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Orang tua adalah komponen keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan sah yang dapat membentuk sebuah keluarga kecil, dimana kedudukan dan fungsi suatu keluarga dalam kehidupan sangatlah penting. Menurut Gunarso (2000:151) orang tua adalah dua individu yang berbeda memasuki kehidupan bersama dengan membawa pandangan, pendapat dan kebiasaan sehari-hari. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan orang tua. Setiap orang tua mempunyai ciri perlakuan yang diterapkan pada anak yang disebut sebagai pola asuh. Menurut Gunarso (2000:44) bahwa pola asuh merupakan sikap mendidik, membina dan memberikan pelakuan terhadap anak dan tidak lain merupakan metode atau cara yang dipilih pendidik dalam mendidik anak-anaknya yang meliputi bagaimana pendidik memperlakukan anak didiknya. Kohn dalam Casmini (2007:47) menyatakan bahwa pengasuhan merupakan cara orang tua berinteraksi dengan anak yang meliputi pemberian aturan, hadiah, hukuman, dan pemberian perhatian, serta tanggapan terhadap perilaku anak. Sedangkan menurut Wibowo (2012:112) bahwa pola asuh adalah pola interaksi antara anak dengan orang tua, yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum, dan lain-lain) dan kebutuhan nonfisik seperti perhatian, empati, kasih sayang, dan sebagainya (Wibowo, 2012:112). Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan pola asuh orang tua adalah cara yang digunakan orang tua dalam mengasuh anak yang ditunjukkan melalui pemenuhan kebutuhan anak, mendidik, membimbing, mengawasi, serta mendisiplinkan anak melalui penguatan positif berupa hadiah maupun negatif yang ditunjukkan dengan hukuman. 6

2.1.2 Tipe-tipe Pola Asuh Orang Tua Thoha (dalam Krisantia dkk, 2013:3) mengemukakan ada tiga tipe pola asuh orang tua yaitu: a. Demokratis Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung kepada orang tua. Orang tua sedikit member kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya, anak didengar pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri. Anak diberi kesempatan untuk mengembangkan kontrol internalnya sehingga sedikit demi sedikit berlatih untuk bertanggung jawab kepada diri sendiri. Anak dilibatkan dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam mengatur hidupnya. b. Otoriter Pola otoriter merupakan suatu bentuk pengasuhan orang tua yang pada umumnya sangat ketat dan kaku ketika berinteraksi dengan anaknya. Orang tua yang berpola asuh otoriter menekankan adanya kepatuhan seorang anak terhadap peraturan yang mereka buat tanpa banyak basa basi, tanpa penjelasan kepada anaknya mengenai sebab dan tujuan diberlakukannya peraturan tersebut, cenderung menghukum anaknya yang melanggar peraturan atau menyalahi norma yang berlaku. Orang tua yang demikian yakin bahwa cara yang keras merupakan cara yang terbaik dalam mendidik anaknya. Orang tua demikian sulit menerima pandangan anaknya, tidak mau memberi kesempatan kepada anaknya untuk mengatur diri mereka sendiri, serta selalu mengharapkan anaknya untuk mematuhi semua peraturannya. c. Permissive Pola pengasuhan ini, dimana orang tua sangat terlibat dengan anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol mereka. Orang tua seperti ini membiarkan anak melakukan apa yang ia inginkan. Hasilnya anak tidak pernah belajar mengendalikan perilakunya sendiri dan selalu berharap mendapatkan 7

keinginannya. Beberapa orang tua sengaja membesarkan anak mereka dengan cara ini karena mereka percaya bahwa kombinasi antara keterlibatan yang hangat dan sedikit batasan akan menghasilkan anak yang kreatif dan percaya diri. Namun, anak yang memiliki orang tua yang selalu menurutinya jarang belajar menghormati orang lain dan mengalami kesulitan untuk mengendalikan perilakunya. Mereka mungkin mendominasi, egosentris, tidak menuruti aturan, dan kesulitan dalam hubungan dengan teman sebaya. Tidak berbeda jauh, menurut Baumrind (dalam Casmini, 2007:48) bahwa terdapat tiga tipe pola asuh orang tua sebagai berikut: 1. Pola asuh authoritarian Pola asuh authoritarian memiliki ciri-ciri: orang tua dalam bertindak kepada anaknya tegas, suka menghukum, kurang memiliki kasih sayang, kurang simpatik. Orang tua tipe authoritarian sering memaksa anak untuk patuh terhadap aturan-aturan, berusaha membentuk perilaku yang sesuai dengan orang tua serta mengekang keinginan anak. Anak tidak didorong untuk mandiri, jarang memberi pujian, hak anak sangat dibatasi namun dituntut untuk mempunyai tanggung jawab seperti orang dewasa. Kesimpulan ciri-ciri dari pola asuh otoriter yaitu: orang tua memberi nilai tinggi pada kepatuhan, cenderung lebih suka menghukum dan penuh disiplin, orang tua meminta anak harus menerima segala sesuatu tanpa pertanyaan, anak diberi aturan dan standar yang tetap oleh orang tua, serta tidak mendorong tingkah laku anak secara bebas dan membatasi otonomi anak. 2. Pola asuh authoritative Pola asuh authoritative mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: hak dan kewajiban anak dan orang tua seimbang serta saling melengkapi satu sama lain, orang tua sedikit demi sedikit mengajarkan anak untuk bertanggung jawab dan menentukan tingkah lakunya sendiri menuju kedewasaan. Anak diberi kejelasan alasan dalam bertindak serta didorong untuk saling membantu. Orang tua cenderung tegas namun tetap hangat dan penuh perhatian. Sikap yang ditunjukkan orang tua yaitu 8

memberikan kebebasan atau kelonggaran, namun masih dalam batas-batas normatif. Orang tua yang menerapkan pola asuh authoritative mempunyai ciriciri: bersikap hangat namun tegas, mengatur standar agar anak dapat melaksanakan sesuatu serta memberikan harapan yang konsisten terhadap kemampuan dan kebutuhan anak, memberi kesempatan kepada anak untuk dapat mengembangkan diri namun harus bertanggung jawab, serta menghadapi anak secara rasional. 3. Pola asuh permissive Pola asuh permissive memiliki ciri-ciri antara lain: orang tua memberikan kebebasan kepada anak seluas mungkin, ibu memberikan kasih sayang dan bapak bersikap sangat longgar. Anak tidak dituntut untuk belajar bertanggung jawab serta diberi hak seperti orang dewasa. Orang tua memberikan kebebasan seluasluasnya untuk mengatur dirinya sendiri. Penerapan aturan dan kontrol terhadap anak diberikan secara minimal sehingga anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol internalnya sendiri. Dalam penelitian ini, penggolongan tipe-tipe pola asuh orang tua yang digunakan adalah mengacu pada Baumrind (dalam Casmini, 2007:48) dimana terdapat tiga tipe pola asuh orang tua yaitu: pola asuh authoritarian, permissive, dan authoritative. 2.2 Kedisiplinan Belajar 2.2.1 Pengertian Kedisiplinan Belajar Kedisiplinan belajar merupakan gabungan dari kata dasar disiplin dan belajar. Moenir (2010:94) memberikan definisi disiplin adalah suatu bentuk ketaatan terhadap aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang telah ditetapkan. Menurut Malayu (2002:193) disiplin adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah pengendalian diri seseorang terhadap bentuk-bentuk aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang telah diterapkan oleh 9

orang yang bersangkutan maupun berasal dari luar serta bentuk kesadaran akan tugas dan tanggung jawabnya. Sehubungan dengan belajar, menurut Slameto (2010:2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Sugihartono (2007:74) belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Menurut Wina (2009:112) belajar adalah proses mental yang terjadi di dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan prilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri karena adanya interaksi dengan lingkungan yang disadari. Selanjutnya berdasarkan pengertian disiplin dan belajar maka dapat diartikan kedisiplinan belajar yaitu tindakan yang menunjukkan ketaatan dan kepatuhan terhadap aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis dalam kegiatan mencari pengetahuan dan kecakapan baru. Kedisiplinan belajar juga diartikan sebagai serangkaian perilaku seseorang yang menunjukan ketaatan dan kepatuhan terhadap peraturan, tata tertib norma kehidupan yang berlaku karena didorong adanya kesadaran dari dalam dirinya untuk melaksanakan tujuan belajar yang diinginkan. Kedisiplinan belajar untuk siswa dapat dibedakan menjadi kedisiplinan belajar di sekolah dan di rumah, meliputi aspek waktu dan perbuatan. Aspek waktu dan perbuatan juga diperlukan dalam kedisiplinan mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah. Narwanti (2011:66) menyebutkan bahwa disiplin dalam pencapaian pembelajaran ditunjukkan dengan hadir tepat waktu, mengikuti seluruh kegiatan 10

pembelajaran, mengikuti prosedur kegiatan pembelajaran, serta menyelesaikan tugas tepat waktu. 2.2.3 Fungsi dan Pentingnya Kedisiplinan Belajar Kedisiplinan belajar yang diterapkan berulang-ulang akan memberikan kebiasaan yang baik bagi siswa. Adapun fungsi dari kedisiplinan belajar bagi kehidupan siswa maupun orang-orang disekitarnya menurut Tu u (2004:38) adalah sebagai berikut: 1. Menata kehidupan bersama Disiplin mengatur tata kehidupan manusia, dalam kelompok tertentu atau dalam masyarakat. Hubungan antara satu dengan yang lainnya akan menjadi baik dan lancar dengan adanya disiplin. 2. Membangun kepribadian Lingkungan yang berdisiplin baik akan sangat berpengaruh pada kepribadian seseorang. Apalagi seorang siswa yang sedang tumbuh kepribadiannya, tentu lingkungan sekolah yang tertib, teratur, tenang, tenteram, sangat berperan dalam membangun kepribadian yang baik. 3. Melatih kepribadian Disiplin berfungsi untuk melatih kepribadian siswa. Siswa harus berada pada lingkungan yang baik untuk berlatih membiasakan diri bersikap disiplin. Lingkungan yang dimaksud ialah lingkungan dimana terdapat individu-individu yang memiliki sikap disiplin dan dijadikan tauladan oleh siswa. Siswa yang sudah terbiasa mentaati peraturan yang ada dilingkungannya, maka siswa tersebut telah melatih kepribadiannya untuk menjadi siswa yang disiplin dan bertanggung jawab atas tugas-tugas yang diberikan. 4. Pemaksaan Disiplin dapat berfungsi sebagai pemaksaan kepada seseorang untuk mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku di lingkungan itu. Pemaksaan ini berdampak positif, karena dengan dipaksanya seseorang untuk berperilaku disiplin, akan 11

membuat orang tersebut terlatih mengikuti aturan-aturan yang ada di lingkungannya. Bentuk pemaksaan yang ada disekolah yaitu siswa yang tidak mengikuti aturan yang ada disekolah dan bersikap tidak disiplin akan diberikan hukuman atau sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. 5. Hukuman Sanksi disiplin berupa hukuman tidak boleh dilihat hanya sebagai cara untuk menakut-nakuti atau untuk mengancam supaya orang tidak berani berbuat salah. Ancaman atau hukuman sangat penting karena dapat memberi dorongan dan kekuatan bagi siswa untuk mentaati dan mematuhinya. 6. Mencipta lingkungan kondusif Peraturan sekolah yang dirancang dan diimplementasikan dengan baik, memberi pengaruh bagi terciptanya sekolah sebagai lingkungan pendidikan yang kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Perilaku disiplin sangatlah diperlukan oleh siapapun, dimanapun dan kapanpun, begitu juga siswa yang harus disiplin dalam mentaati tata tertib sekolah, ketaatan dalam belajar, disiplin dalam mengerjakan tugas dan disiplin dalam belajar di rumah sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Adapun pentingnya kedisiplinan belajar menurut Tu u (2004:37) adalah sebagai berikut: 1. Dengan disiplin yang muncul karena kesadaran diri, siswa berhasil dalam belajarnya. Sebaliknya siswa yang kerap kali melanggar ketentuan sekolah pada umumnya akan terganggu optimalisasi potensi dan prestasinya. 2. Tanpa disiplin yang baik, suasana sekolah dan kelas menjadi kurang kondisif bagi kegiatan pembelajaran. 3. Orang tua senantiasa berharap di sekolah anak-anak dibiasakan dengan normanorma, nilai kehidupan, dan disiplin. Dengan demikian anak-anaknya dapat menjadi individu yang teratur, tertib dan disiplin. 4. Disiplin merupakan jalan bagi siswa untuk sukses dalam belajar dan kelak ketika bekerja. Kesadaran akan pentingnya norma, aturan, kepatuhan, dan ketaatan merupakan prasyarat kesuksesan seseorang. 12

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan Belajar Siswa Setiap manusia mempunyai tingkat kedisiplinan yang berbeda-beda. Terdapat manusia dengan tingkat kedisiplinan tinggi, sedang, maupun rendah. Unaradjan (2003: 27) menyebutkan bahwa disiplin dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: 1. Faktor Intern Faktor intern merupakan unsur yang berasal dari dalam diri manusia. Keadaan fisik dan psikis merupakan aspek yang mempengaruhi pembentukan disiplin diri. a) Keadaan Fisik Individu yang sehat secara fisik akan dapat menyelesaikan tugas dengan baik. Fisik yang sehat akan meningkatkan kesadaran diri sehingga individu akan mentaati peraturan secara bertanggung jawab. b) Keadaan Psikis Keadaan fisik mempunyai kaitan dengan keadaan psikis individu. Penghayatan norma keluarga dan masyarakat dapat dilakukan bagi individu yang sehat secara psikis atau mental. Terdapat beberapa sifat yang dapat menjadi penghalang pembentukan disiplin diri, yaitu perfeksionisme dan perasaan rendah diri. 2. Faktor Ekstern Faktor ekstern yang dimaksud adalam unsur yang berasal dari luar pribadi. Unsur tersebut meliputi keadaan keluarga, keadaan sekolah, dan keadaan masyarakat. a) Keadaan keluarga Keadaan keluarga sangat berperan terhadap perkembangan pribadi anak serta faktor pendukung atau penghambat dalam pembinaan disiplin. Keluarga yang baik adalah keluarga yang menerapkan dan menghayati norma moral dan agama dalam mengasuh anak. Orang tua berperan penting dalam menanamkan disiplin dalam keluarga. Orang tua tidak hanya mengajarkan disiplin, namun juga memberikan contoh yang baik sebagai teladan bagi anak. Menurut Arnasiwi (2013:3) bahwa anak menjadikan orang tua sebagai model atau 13

contoh dalam kehidupan sehari-hari. Pola asuh orang tua sangat berpengaruh bagi kedisiplinan anak, termasuk kedisiplinan belajar. b) Sekolah Penanaman disiplin di sekolah bergantung dengan ada tidaknya sarana dan prasarana yang mendukung. Contoh pihak pendukung perkembangan disiplin anak yaitu guru. Guru yang dapat membina kedisiplinan anak secara umum harus memiliki aspek kualifikasi personal dan profesional. c) Masyarakat Masyarakat merupakan lingkungan yang lebih luar daripada keluarga dan sekolah. Disiplin diri sulit terbentuk dalam masyarakat yang menekankan ketaatan utuh serta loyalitas penuh terhadap atasan atau pemimpin. 2.3 Indikator Kedisiplinan Belajar Menurut Moenir (2010:96) bahwa indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat disiplin belajar siswa berdasarkan ketentuan disiplin waktu dan disiplin perbuatan, yaitu: 1. Disiplin waktu, meliputi: (a) tepat waktu dalam belajar, mencakup datang dan pulang sekolah tepat waktu, mulai dari selesai belajar di rumah dan di sekolah tepat waktu, (b) tidak meninggalkan kelas/membolos saat pelajaran, (c) menyelesaikan tugas sesuai waktu yang ditetapkan. 2. Disiplin perbuatan, meliputi: (a) patuh dan tidak menentang peraturan yang berlaku, (b) tidak malas belajar, (c) tidak menyuruh orang lain bekerja demi dirinya, (d) tidak suka berbohong, (e) tingkah laku menyenangkan, mencakup tidak mencontek, tidak membuat keributan, dan tidak mengganggu orang lian yang sedang belajar. Sementara itu, menurut Arnasiwi (2013: 45) bahwa indikator kedisiplinan belajar terbagi menjadi kedisiplinan belajar saat di rumah, kedisiplinan belajar saat di sekolah, serta kedisiplinan belajar saat mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah. 14

2.4 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan Penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian ini telah dilakukan sebelumnya. Seperti misalnya Arnasiwi (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Kedisiplinan Belajar Siswa Kelas V Sekolah Dasar menemukan bahwa terdapat perbedaan kedisiplinan belajar siswa yang mengalami kecenderungan pola asuh authoritarian, authoritative, dan permissive. Tingkat kedisiplinan belajar siswa yang mengalami pola asuh authoritative lebih baik daripada siswa yang mengalami pola asuh authoritarian dan permissive. Ingsih (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Perbedaan Kedisiplinan Belajar Siswa di SMA ditinjau dari Pola Asuh Orang Tua menemukan bahwa ada perbedaan kedisiplinan belajar siswa di SMA ditinjau dari pola asuh orang tua. Setianingsih (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Perbedaan Kedisiplinan belajar Siswa ditinjau dari Pola Asuh Orang Tua menemukan bahwa ada perbedaan kedisiplinan belajar ditinjau dari pola asuh orangtua. Kedisiplinan belajar anak yang menerima pola asuh otoriter lebih tinggi dari pada anak yang menerima pola asuh demokratis dan permisif. 2.5 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian (Azwar, 2012:49). Berdasarkan rumusan masalah dan kajian teori, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: terdapat perbedaan kedisiplinan belajar siswa yang ditinjau dari pola asuh orang tua. 15