PENERAPAN TERAPI GESTALT UNTUK MENANGANI AD SISWA YANG MENJADI KORBAN BULLYING DI SMPN 26 BANDUNG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TEKNIK KONSELING DALAM TEORI GESTALT

KONSEP DASAR. Manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BULLYING. I. Pendahuluan

Pengembangan Model Bimbingan Kelompok dengan Teknik Sosiodrama untuk Mengatasi Perilaku Bullying

APLIKASI KONSEP-KONSEP PSIKOANALAISIS DALAM KONSELING KELUARGA

BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus

Upaya Mengurangi Perundungan melalui Penguatan Bystanders di SMP B Yogyakarta

BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

KONSEP DIRI SISWA YANG BERASAL DARI KELUARGA BROKEN HOME

PENGARUH BULLYING TERHADAP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 05 KEDIRI

I. PENDAHULUAN. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

Bullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon

PENERAPAN KONSELING KELOMPOK BAGI SISWA YANG BERPERILAKU NEGATIF DALAM PENYESUAIAN DIRI DENGAN LINGKUNGAN KELAS 5 SDN 09 NGRINGO, JATEN, KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara)

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. ini dibuktikan oleh pernyataan Amrullah, Child Protection Program

Menangani Kecemasan pada Korban Perkosaan. membandingkan data teori dengan data yang ada di lapangan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan aksi bullying. Definisi kata kerja to bully dalam Oxford

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

PROFIL PERILAKU BULLYING PESERTA DIDIK DI SEKOLAH (Studi Terhadap Siswa Kelas VIII SMP N 1 Panti Kabupaten Pasaman) ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990)

PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK

BAB IV ANALISIS DATA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK

MODUL VII COGNITIVE THERAPY AARON BECK

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan

Pengertian tersebut didukung oleh Coloroso (2006: 44-45) yang mengemukakan bahwa bullying akan selalu melibatkan ketiga unsur berikut;

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO masa remaja merupakan masa peralihan dari masa. anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja adalah masa perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB IV PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDULLAH NASHIH ULWAN DAN B.F. SKINNER SERTA RELEVANSI PEMIKIRAN KEDUA TOKOH TERSEBUT TENTANG HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI MENGGUNAKAN TEKNIK REINFORCEMENT POSITIF SISWA KELAS 1 SD

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, hubungan sosial mengambil peran yang penting. Mereka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. Guna mencapai tujuan tersebut, diperlukan kondisi belajar yang kondusif

ABSTRAK Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Intervensi Kelompok (pengantar II) Danang Setyo Budi Baskoro, M.Psi

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas.

Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu institusi yang bertugas mendidik

Gordon Emmerson (2007) Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan

RICKY CAHYO PAMUNGKAS A

EFEKTIVITAS PENDEKATAN RATIONAL EMOTIF THERAPY UNTUK MENGATASI KECEMASAN DALAM KOMUNIKASI PADA ANAK TK CEMARA DUA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Bab 5. Ringkasan. Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

CARL ROGERS (CLIENT CENTERED THERAPY)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pada akhir perkuliahan, mahasiswa diwajibkan untuk membuat skripsi. Skripsi adalah

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisis Tentang Proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi

Fenomenologi Intuitif Carl Rogers: Psikolog (Aliran Humanisme) D. Tiala (pengampu kuliah Psikoterapi dan Konseling Lintas Budaya)

BAB V PEMBAHASAN. A. Rangkuman Hasil Seluruh Subyek Hasil penelitian dengan mengunakan metode wawancara, tes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2010). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. fenomena---teori adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena.

Psikologi Konseling Gestalt Therapy and Behavior Therapy

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. suatu masa perubahan, usia bermasalah, saat dimana individu mencari identitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

KONDISI EMOSI PELAKU BULLYING (Studi Kasus Pada Siswa Kelas VIII di SMP DIPONEGORO 1 Jakarta)

BAB I PENDAHULUAN. yang sifatnya menembangkan pola hidup yang menyimpang dari norma. perikehidupan dan perkembangan remaja.

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

GAMBARAN SIKAP PERAWAT DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ANAK USIA BALITA OVERVIEW ATTITUDE OF NURSES IN COMMUNICATION THERAPEUTIC IN CHILDREN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

ABSTRAK. Kata Kunci : Kreativitas, Guru, Metode Pembelajaran

Transkripsi:

PENERAPAN TERAPI GESTALT UNTUK MENANGANI AD SISWA YANG MENJADI KORBAN BULLYING DI SMPN 26 BANDUNG Abdurrachman Fauzi Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung Jln. Ir. H. Juanda No. 367 Telp. 022-2504838 Bandung Babakan Ciamis RT 04/ RW 02 Kecamatan Sumur Bandung Kota Bandung Email: fauzi@grahahipnoterapibandung.com Abstract ABDURRACHMAN FAUZI, Application of Gestalt Therapy to Handle "AD" Student Who Becomes Victim of Bullying at Junior High School (SMPN) 26 Bandung. Guided by Ellya Susilowati, and Ami Maryami. Bullying is one of the issues that can be troubling for students. The impact of bullying can have longterm effects and can disrupt the social functioning of students who become victims. The objectives of the study were to obtain a description of the characteristics of informant, to get an overview of the application of gestalt therapy, to handle bullying experienced by informant, and to find out the need for improvement of gestalt therapy. The research method used is qualitative approach with action research design. Data collection techniques used were indepth interviews, pragmatic observation and documentation study. Primary data source is an informant AD, students of Junior High School (SMPN) 26 Bandung who became the victim of bullying by his schoolmates. The technique to check the validity of the data using triangulation techniques, increasing persistence, membercheck, and using reference materials. The data obtained were analyzed qualitatively. The results showed that the applied of gestalt therapy showed a positive change that the informant AD was rarely daydreaming again and could blend back with his friends which before intervention, AD often stay silent in class at rest and do not want to mingle with school friends and feel hurt to a friend bullying him. The informant AD has forgiven a friend who bullied him and did not dodge it when he met. Keywords: Gestalt, Student, Bullying. 281

Abstrak ABDURRACHMAN FAUZI, Penerapan Terapi Gestalt untuk Menangani AD Siswa yang Menjadi Korban Bullying di SMPN 26 Bandung. Dibimbing oleh Ellya Susilowati, dan Ami Maryami. Bullying merupakan salah satu isu masalah yang bisa meresahkan para siswa. Dampak bullying bisa berefek jangka panjang dan bisa mengganggu keberfungsian sosial siswa yang menjadi korban. Tujuan penelitian adalah mendapatkan gambaran mengenai karakteristik informan, mendapatkan gambaran mengenai penerapan terapi gestalt untuk menangani bullying yang dialami informan, dan mengetahui kebutuhan penyempurnaan terapi gestalt. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan desain penelitian tindakan (action research). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam, observasi pratisipatif dan studi dokumentasi. Sumber data primer adalah informan AD, siswa SMPN 26 Bandung yang menjadi korban bullying oleh teman sekolahnya. Adapun teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik triangulasi, meningkatkan ketekunan, membercheck, dan menggunakan bahan referensi. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi gestalt yang diterapkan menunjukkan perubahan yang positif yaitu AD jarang melamun lagi dan bisa berbaur kembali dengan teman-temannya yang mana sebelum dilakukan intervensi, AD sering berdiam diri di kelas saat istirahat dan tidak mau berbaur dengan teman sekolahnya dan merasa sakit hati kepada teman yang melakukan bullying kepadanya. Informan AD telah memaafkan teman yang melakukan bullying padanya dan tidak menghindar lagi ketika bertemu. Kata Kunci: Gestalt, Siswa, Bullying, PENDAHULUAN Latar Belakang Persoalan hak anak harus mendapat perhatian khusus. Salah satu hak anak yang banyak mendapat perhatian khususnya pada kalangan pemerhati pendidikan adalah hak belajar, tetapi masih banyak anakanak yang tidak mempunyai kesempatan untuk belajar. Terlebih lagi sebagian dari mereka yang mempunyai kesempatan dalam belajar, tidak memiliki rasa aman dalam belajar khususnya di sekolah. Rasa aman dalam belajar seakanakan direnggut dengan adanya kasus kekerasan di sekolah yang menimpa para siswa. 282

Terjadinya kasus kekerasan di sekolah atau yang seringkali disebut dengan istilah bullying begitu meresahkan para siswa. Mereka merasa tidak aman karena bisa saja menjadi korban bullying selanjutnya di sekolah. Hasil penelitian yang dilakukan peneliti di SMPN 26 Bandung, peneliti menemukan siswa AD yang mendapatkan perlakuan bullying secara verbal dan psikis sehingga menjadi tidak bersemangat sekolah, merasa sakit hati, terlihat murung, sering berdiam diri di kelas ketika istirahat, dan menghindar jika bertemu dengan teman yang melakukan bullying kepadanya. Berdasarkan hal tersebut, apabila AD tidak ditangani lebih lanjut, maka dikhawatirkan kondisinya menjadi lebih parah. Setelah peneliti melakukan kajian yang mendalam maka salah satu pilihan alternatif yang dapat digunakan untuk menangani masalah AD yang belum terselesaikan tersebut adalah dengan menerapkan terapi gestalt dengan teknik empty chair. Terapi gestalt sangat tepat digunakan untuk menangani dampak bullying yang dialami oleh informan AD mengingat sasaran utama terapi gestalt adalah memperkuat penyadaran (awarness) informan AD yang akan meningkatkan arti kehidupan yang secara penuh, disini dan sekarang (here and now). Penyadaran tersebut meliputi pengetahuannya terhadap lingkungan di sekitar AD, tanggung jawab terhadap pilihan-pilihannya, pengetahuan terhadap diri sendiri dan kemampuan berhubungan dengan lingkungan. Melalui penerapan terapi gestalt, AD dapat menerima dirinya sendiri dan bertanggung jawab dengan kondisinya saat ini sehingga AD tidak lagi perlu menghindar lagi dari teman-temannya dan berbaur kembali dengan teman-temannya dan lebih bersemangat untuk sekolah sehingga dampak bullying yang dirasakan AD sudah tidak mempengaruhi dan mengganggu kehidupannya lagi. TINJAUAN PUSTAKA Terapi Gestalt Terapi gestalt adalah terapi yang didasari oleh aliran psikoanalisis, fenomenologis, dan eksistensialisme, serta psikologi gestalt yang mengutamakan pada tanggung jawab diri dan keutuhan atau totalitas organisme seorang individu. Individu bukanlah organisme yang terpotong-potong 283

pada bagian tertentu dalam menjalani kehidupannya. Terapi ini dikembangkan oleh Frederich Perls yang menekankan pada prinsip kesadaran, perluasan kesadaran dan pemulihan kesadaran pada diri klien tentang here and now. Fokus utamanya adalah pada apa dan bagaimananya tingkah laku dan pada unfinished business dari masa lampau yang menghambat kemampuan individu untuk dapat berfungsi secara efektif. Tujuan utama terapi Gestalt adalah membantu klien agar berani menghadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa klien haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/ orang lain menjadi percaya pada diri, dapat berbuatlebih banyak untuk meningkatkan kebermaknaan hidupnya. Pandangan terapi gestalt adalah tidak memikirkan masa depan, karena menurut pandangan ini akan dapat menimbulkan kecemasan. Pandangan gestalt juga tidak banyak melibatkan peristiwa-peristiwa dimasa lalu, karena masa lalu akan menghambat proses pembentukan pribadi dan dianggap telah berlalu. Namun demikian, masa lampau itu penting apabila dengan cara tertentu berkaitan dengan tema-tema yang signifikan yang terdapat pada fungsi individu saat sekarang. Ketika proses terapi sedang berlangsung, klien diarahakan agar berada di masa lampau dan menghidupkan kembali perasaanperasaan masa lampaunya dan dibawa ke saat sekarang dengan mengalaminya seolah-olah masa lampau itu hadir pada saat sekarang. Apabila masa lampau memiliki kaitan yang signifikan dengan sikapsikap atau tingkah laku individu sekarang, maka masa lampau itu ditangani dengan membawanya ke saat sekarang sebanyak mungkin. Dalam terapi gestalt juga terdapat konsep unfinished business atau urusan yang tidak selesai, yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian dan sakit hati, kecemasan, rasa berdosa dan rasa diabaikan. Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingataningatan dan fantasi tertentu. Urusan yang tidak selesai akan bertahan sampai ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan itu. Polster dan Polster dalam Gerald Correy dalam 284

bukunya Konseling dan Psikoterapi (2009, hal 122) beberapa pengaruh dari urusan yang tidak selesai adalah: "Arah-arah yang tak selesai itu mencari penyelesaian dan apabila arah-arah tersebut memperoleh cukup kekuatan, maka individu disulitkan oleh pikiran yang tak berkesudahan, tingkah laku kompulsif, kehati-hatian, energi yang menekan dan banyak perilaku mengalahkan diri."salah satu yang menjadi sumber dan menjadi bentuk dari urusan yang tak selesai adalah rasa dendam. Perls dalam Gerald Correy (2009, hal 123) menyatakan bahwa : "Rasa sesal atau dendam paling sering menjadi sumber dan menjadi bentuk urusan tak selesai yang paling buruk. Rasa sesal menjadikan individu terpaku, yakni dia tidak bisa mendekati atau terlibat dalam komunikasi yang otentik sampai dia mengungkapkan rasa sesalnya itu." Prosedur pelaksanan terapi sangat dibutuhkan dalam pencapaian tujuan terapi secara optimal. Seperti yang telah diuraikan pada penjelasan di atas, bahwa tujuan dari terapi gestalt adalah membawa klien agar menjalani hidup lebih penuh, membantu klien menemukan pusat dirinya dan menyadarkannya bahwa dirinya memiliki potensi yang dapat dikembangkan bahkan dirinya dapat melakukan banyak hal yang positif. Pengertian Bullying Bullying didefinisikan sebagai kekerasan fisik dan psikologis jangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok, terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan dirinya dalam situasi di mana ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang itu atau membuat dia tertekan (Wicaksana, 2008). Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja terjadi berulangulang untuk menyerang seorang target atau korban yang lemah, mudah dihina dan tidak bisa membela diri sendiri (SEJIWA, 2008). Menurut Black dan Jackson (2007, dalam Margaretha 2010) Bullying merupakan perilaku agresif tipe proaktif yang didalamnya terdapat aspek kesengajaan untuk mendominasi, menyakiti, atau menyingkirkan, adanya ketidakseimbangan kekuatan baik secara fisik, usia, kemampuan kognitif, keterampilan, maupun status sosial, serta dilakukan secara 285

berulang-ulang oleh satu atau beberapa anak terhadap anak lain. Sementara itu Elliot (2005) mendefinisikan bullying sebagai tindakan yang dilakukan seseorang secara sengaja membuat orang lain takut atau terancam. Bullying menyebabkan korban merasa takut, terancam atau setidak-tidaknya tidak bahagia. Olweus mendefenisikan bullying adalah perilaku negatif seseorang atau lebih kepada korban bullying yang dilakukan secara berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu bullying juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterima korban (Krahe, 2005). Menurut uraian dari berbagai ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa bullying adalah penggunaan agresi dengan tujuan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun secara mental serta dilakukan secara berulang. Perilaku bullying dapat berupa tindakan fisik, verbal, serta emosional/psikologis. Dalam hal ini korban bullying tidak mampu membela atau mempertahankan dirinya sendiri karena lemah secara fisik atau mental. Praktik Pekerjaan Sosial dalam Menangani Bullying Masalah bullying merupakan salah satu masalah sosial yang perlu mendapat perhatian dan penanganan dari berbagai pihak. Apalagi dampak bullying yang diterima oleh korban tidak bisa hilang begitu saja dan tentunya akan membekas dan berpengaruh terhadap perkembangan korban bullying. Profesi pekerjaan sosial merupakan salah satu profesi yang memungkinkan memberikan pelayanan dan pertolongan terhadap masalah yang dialami oleh siswa yang menjadi korban bullying. Beberapa bentuk intervensi yang sering digunakan dalam pendekatan pekerjaan sosial klinis (individu) yang bisa digunakan untuk menangani masalah bullying adalah: 1) Dengan pendekatan psikososial untuk mencapai keberfungsian sosial klien. Teknikteknik yang dapat digunakan dalam intervensi ini adalah terapi gestalt dengan teknik nourishment dan empty chair, 2) Menitikberatkan pada individu (direct intervention), yang memandang perlunya penyembuhan langsung sebagai 286

penyediaan cara yang sistematis tetapi luwes, seperti layanan konseling, wawancara terapeutik dan pemberian terapi yang sesuai dengan permasalahan klien, 3) Implementasi perspektif kekuatan (strength perspective). Pekerja sosial perlu menciptakan kondisi yang positif atau mendukung, dimana pekerja sosial perlu untuk menumbuhkan kesadaran diri klien. Sebab pendekatan ini memandang bahwa klienlah yang memiliki solusi dalam pemecahan masalahnya. Dengan adanya kesadaran dalam diri klien tentang apa yang dirasakan dan kekuatan yang dimilikinya, maka akan mempermudah dalam penyelesaian masalah, sehingga klien dapat mengetahui dan secara sadar menyelidiki kebutuhankebutuhannya, menemukan cara untuk memenuhinya dan konsekuensi dari pilihan tersebut. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai penerapan Terapi Gestalt untuk menangani bullying yang dialami informan, mengetahui kebutuhan penyempurnaan terapi gestalt untuk menangani bullying yang dialami informan, mendapatkan penyempurnaan program penanganan korban bullying yang dialami informan secara efektif dan efisien. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi konflik antara top dog dan under dog yang ada dalam diri informan. Top dog dan under dog merupakan kiasan untuk menggambarkan konflik internal dalam dirinya dimana top dog menggambarkan konflik internal dalam dirinya dan top dog menggambarkan apa yang wajib atau seharusnya dilakukan. Sedangkan under dog menggambarkan penolakan atau pemberontakan terhadap introyeksi tersebut. Dengan membawa konflik internal ke permukaan kesadaran informan ini, diharapkan ia menjadi mampu mencapai keseimbangan dalam memahami perasaannya sendiri. Metode Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif. Metode kualitatif dipilih mengingat permasalahan yang diteliti masih sangat jarang dibahas dan bersifat kompleks. Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk menggali permasalahan secara mendalam, dengan demikian dapat menemukan suatu pola yang dapat digunakan 287

dalam menyusun suatu model pendekatan yang bersifat komprehensif dalam penyelesaian masalah yang dihadapi. Penelitian kualitatif juga digunakan untuk memperoleh data dan kejelasan masalah yang bersifat holistik dan tidak secara parsial. Penggunaan metode penelitian kualitatif dapat menggambarkan kompleksitas permasalahan dan jenis kebutuhan yang dirasakan oleh siswa yang menjadi korban bullying. Mengingat penggunaan metode kualitatif berkaitan dengan permasalahan yang belum jelas, kompleks dan holistik, dinamis serta penuh makna, maka tidak memungkinkan untuk memperoleh data jika menggunakan metode kuantitatif. Disain penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan atau action research. Penelitian tindakan merupakan upaya menguji cobakan ide-ide ke dalam praktik untuk memperbaiki atau mengubah sesuatu agar memperoleh dampak nyata dari situasi (Kemmis: 1983 dalam Nurul Zuriah: 2006). Dengan demikian penelitian tindakan menekankan kepada kegiatan/praktek dalam aksi mikro dengan harapan kegiatan tersebut mampu memperbaiki atau mengubah program yang sudah dilaksanakan untuk memperoleh dampak nyata dari hasil yang dimaksud. ANALISIS MASALAH YANG DIALAMI INFORMAN Masalah yang dihadapi AD adalah AD mengalami bullying oleh teman sekolahnya dengan cara diejek nama ayahnya dan dihina pekerjaannya yang menyebabkan AD menjadi minder dan tidak mau bergaul dengan teman-temannya. Padahal pada masa remaja adalah masa seorang membangun identitasnya. Jika dibiarkan Hal ini juga memicu ketidakmatangan secara emosional dalam diri AD. Dia akan tumbuh menjadi sosok yang penakut, pemurung, tidak percaya diri. Masalah yang dihadapi oleh AD, menurut peneliti bersumber dari ketidakmampuan AD dalam mengatasi berbagai gangguan yang diterimanya dari sekolahnya. Hal ini dimulai saat teman sekolah AD melihat AD menarik delman. AD menarik delman didasarkan kepada keinginannya untuk membantu ekonomi keluarga dan membantu ayahnya yang tidak bisa menarik delman secara maksimal karena sakit stroke yang menimpanya. 288

Sebelumnya AD bukanlah anak yang pemurung dan banyak berdiam diri. Saat teman-teman AD melihatnya menarik delman sepulang sekolah, mereka mengolok-olok AD sehingga temanteman sekolahnya yang lain menjadi tahu dan hal ini menjadi bahan bullying teman-temannya kepada AD. AD merasa sakit hati karena tidak sekali ataupun dua kali teman sekolah AD melakukan bullying kepadanya. AD beranggapan bahwa segala gangguan dan tindakan bullying temannya kepadanya akan dibalas oleh Tuhan sehingga cukup mendiamkan saja karena nanti pelaku bullying akan berhenti melakukan bullying dengan sendirinya. Namun anggapan tersebut menurut peneliti malah membuat AD merasa tidak berdaya untuk mengatasi perlakuan bullying yang diterimanya. Mendiamkan perlakuan buruk yang diterimanya bukan cara yang baik dalam mengatasi hal tersebut. Namun ini merupakan tindakan menghindar sebagai bentuk ketidakmampuan AD dalam mengatasi tindakan bullying yang diterimanya. Tindakan bullying yang diterimanya tidak akan terlalu terasa dampaknya jika dilakukan hanya 1 kali. Namun ketika hal tersebut dilakukan berulang-ulang dan dilakukan oleh beberapa orang, tentunya akan membekas dalam diri AD dan mempengaruhi kondisi emosional AD dan inilah yang terjadi pada saat ini. AD menjadi tidak percaya diri, minder dan pemurung yang tentunya membuat AD merasa sakit hati atas tindakan bullying yang dilakukan teman-temannya. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi gestalt yang diterapkan menunjukkan perubahan yang positif yaitu AD jarang melamun lagi dan bisa berbaur kembali dengan temantemannya yang mana sebelum dilakukan intervensi, AD sering berdiam diri di kelas saat istirahat dan tidak mau berbaur dengan teman sekolahnya dan merasa sakit hati kepada teman yang melakukan bullying kepadanya. Informan AD telah memaafkan teman yang melakukan bullying padanya dan tidak menghindar lagi ketika bertemu. Teknik nourishment yang dilakukan mampu melepaskan perasaan kesal, sedih dan sakit hati yang dirasakan AD. Dia dituntun untuk memahami perasaan- 289

perasaannya yang sangat menyakitkan serta tidak menyenangkan yang ada di dalam dirinya dan selalu mengikuti hidupnya untuk kemudian dilepaskan dan dibuang jauh-jauh sebagai masa lalu. Saat informan AD mengekspresikan perasaan positifnya melalui pengalamanpengalaman yang menyenangkan serta memberikan kebahagiaan bagi dirinya. Hal tersebut kemudian disimpan sebagai dukungan internal yang selanjutnya dapat membantu AD pada proses kesadaran bahwa dirinya merasa terbuka dan dapat menerima keberadaan serta situasi yang dihadapinya saat ini tanpa mempersalahkan siapapun dan memaafkan apa yang telah terjadi. Pada teknik empty chair, AD telah mampu mengungkapkan perasaannya tentang konflik intrapsikis yang dialaminya melalui pengungkapan perasaan dan emosi (katarsis). Adanya proses membawa konflik internal ke permukaan kesadarannya, AD menjadi mampu mencapai keseimbangan dalam memahami perasaannya sendiri yang menggnaggu kehidupannya. Hal ini membantunya agar bisa berhubungan dengan perasaan atau sisi lain dari kepribadian yang diingkarinya untuk menjadi pribadi yang otonom. Berdasarkan hasil penelitian, AD sudah merasa lega, karena tidak lagi merasakan kesal, dan benci serta sudah bisa memaafkan orang yang melakukan bullying kepadanya. Hal ini menandakan bahwa terapi gestalt bisa membantu informan AD dalam merasakan kembali konflik-konflik dalam dirinya dan mengembangkan kesadaran baru bagi dirinya sehingga informan bisa belajar menerima dan mengintegrasikan aspek-aspek yang ada dalam diri informan. Kelebihan-kelebihan lain dalam terapi gestalt adalah bisa menangani masa lalu informan dengan membawa kembali aspekaspek masa lampau informan yang relevan dengan saat sekarang. Selain itu, informan bisa mengungkapkan perasaan-perasaannya langsung dan menghindari gambaran abstrak tentang masalah-masalah yang dialami informan. Dalam melakukan penerapan terapi gestalt kepada informan AD, peneliti merasakan adanya kekurangan yang tentunya jika disempurnakan, akan menambah efektivitas dalam membantu informan AD. Kekurangan- 290

kekurangan tersebut, diantaranya adalah dalam terapi gestalt, seseorang diberi pemahaman dan kesadaran untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Namun di sisi lain, seseorang juga bertanggung jawab kepada dan untuk orang lain. Tingkah laku seseorang memiliki pengaruh terhadap perasaanperasaan orang lain. Tindakan seseorang bisa berdampak bagi orang lain. Karenanya, seseorang untuk sebagian, bertanggung jawab kepada orang lain. Terapi gestalt menekankan tanggung jawab atas diri sendiri tetapi mengabaikan tanggung jawab kita kepada orang lain. Selain itu, terapi gestalt cenderung kurang memperhatikan faktor kognitif. Baik fungsi afektif maupun fungsi kognitif, keduanya sangatlah penting dalam terapi. Dalam terapi gestalt hanya menyisakan sedikit peluang bagi informan untuk memperhatikan faktor kognitifnya. Kekurangan lainnya adalah informan dapat terjadi saling bereaksi negatif terhadap sejumlah teknik gestalt karena dianggap dirinya masih kecil atau orang bodoh. Dalam hal ini terapis atau pekerja sosial sepantasnya berpijak pada kerangka yang layak sehingga teknik-teknik tidak nampak sebagai rekayasa semata. Dalam rangka penyempurnaan terapi gestalt dan untuk mengatasi dampak bullying yang dialami informan AD, peneliti memperbaiki hubungan kembali antara informan AD dengan teman yang dulu melakukan bullying kepadanya. Hal ini juga untuk menunjukkan keberhasilan terapi gestalt yang telah dilakukan AD menyetujui rencana peneliti setelah mendapatkan pemahaman dan kesadaran yang baru terhadap pengalamannya dalam mendapatkan perlakuan bullying. KESIMPULAN Penerapan terapi gestalt dalam penelitian ini dilakukan dalam tiga sesi yaitu pada sesi pertama penguatan kesadaran (awareness) dan pengungkapan perasaan yang dirasakan saat ini (here and now), sesi kedua menggali konflik intrapsikis (antara top dog dan under dog), dan sesi ketiga menggali urusan yang tidak selesai (unfinished business). Pelaksanaan terapi yang telah dilakukan dalam tiga sesi di atas telah berhasil mencapai tujuan utama terapi gestalt yaitu penguatan kesadaran (awareness), dimana peneliti berhasil membantu 291

informan untuk sadar terhadap aspek afektif yang dirasakan saat ini, terhadap sensasi emosi yang dialami, terhadap kondisi lingkungan, dan untuk sepenuhnya mengalami dan merasakan setiap situasi di saat ini serta tidak meninggalkan urusan yang belum selesai. Melalui penerapan terapi gestalt ini, informan AD berhasil mengungkapkan/mengekspresikan perasaan-perasaan terpendam seperti rasa sakit hati, kecewa, sedih yang berasal dari dampak bullying yang diterimanya di masa lampau. Adanya konflik dalam pikiran informan dan adanya urusan yang belum selesai ditangani dengan membawa konflik dan urusan yang belum selesai di masa lalu ke masa kini dan sekarang, berusaha dihadapi informan di saat ini dan sekarang. Konflik intrapsikis atau pertentangan antara top dog dan under dog yang berhasil diungkapkan yaitu bullying yang dilakukan oleh teman sekolahnya dan urusan yang tidak selesai (unfinished business) yaitu perasaan kecewa karena selalu menjadi pemain cadangan dalam tim futsal di sekolahnya. Setelah perasaan terpendam muncul, berkaitan dengan konflik atau urusan yang belum selesai, diselesaikan oleh informan sendiri dimana peneliti terlibat dalam dialog dengan informan untuk mengeksplorasi emosi atau perasaan yang terpendam, sehingga perasaan sakit hati, sedih dan kecewa menjadi berkurang. Informan didorong untuk langsung mengalami perasaannya saat ini dan sekarang, terhadap urusan yang tidak selesai dan konflik-konflik yang dia alami di masa lampau. Meskipun hanya membicarakannya, lambat-laun informan bisa memperluas kesadarannya terhadap kehidupannya, sehingga dapat meningkatkan tanggung jawab terhadap diri sendiri dan memperbaiki hubungannya dengan lingkungannya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa terapi gestalt dapat digunakan untuk menangani informan AD yang terkena dampak bullying yang dilakukan oleh teman sekolahnya. Menurut hasil pengamatan pada saat sebelum terapi menunjukkan, AD merasa sakit hati dengan ejekan dari temannya, menjadi minder, suka melamun dan lebih banyak diam menyendiri. AD jarang mau bergabung dengan teman-teman dari 292

kelas lainnya ketika istirahat dan sering berdiam diri di kelas ketika istirahat sekolah. Setelah terapi, informan AD menunjukkan perubahan dengan tidak merasa sedih dan sakit hati lagi atas perlakuan bullying yang sempat diterimanya. AD jarang melamun lagi dan sudah bisa berbaur dengan teman-teman dari kelas lainnya ketika istirahat sekolah. DAFTAR PUSTAKA: Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung :Refika Aditama. Elliot, M. (2005). Wise Guides Bullying. New York: Hodder Children s Books. Krahe, B. (2005). Perilaku Agresif - Buku Panduan Psikologi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Margaretha, P (2010). Study Deskriftif Tentang Bullying Pada Sekolah Menengah Atas Dan Kejuruan Di Salatiga. Skripsi : Salatiga : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Tidak Dipublikasikan Wicaksana, I. (2008). Mereka Bilang Aku Sakit Jiwa.Yogjakarta: Kanisius. Yayasan Semi Jiwa Amini (SEJIWA). 2008. Bullying, Mengatasi Kekerasan di Sekolahdan Lingkungan Sekitar Anak. Jakarta : PT Grasindo 293