BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kepercayaan Diri 2.1.1. Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Individu yang percaya diri yakin atas kemampuan individu itu sendiri serta memiliki pengharapan yang realistis, bahkan ketika harapan individu itu tidak terwujud, individu tetap berpikiran positif dan dapat menerimanya. Menurut Thantaway (dalam Kamus Istilah Bimbingan dan Konseling, 2005), percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan. Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri negatif, kurang percaya pada kemampuannya, karena itu sering menutup diri. Lauster (1978) mengatakan bahwa individu yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi akan menjadi pribadi yang optimis. Orang yang percaya diri akan mampu menghargai orang lain karena percaya bahwa orang lain juga mempunyai kemampuan seperti dirinya. Sedangkan individu yang kurang percaya diri akan mengalami kesulitan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain, kurang bertanggung jawab, selalu membandingkan dirinya dan pesimis. Lauster menambah difinisi kepercayaan diri sebagai keyakinan akan kemampuan diri sendiri sehingga seseorang tidak mudah terpengaruh oleh orang lain (Kristanti, 2005). Hal ini dapat berarti bahwa jika kepercayaan diri yang dimiliki oleh individu tersebut merupakan kepercayaan diri yang positif dan baik maka individu tersebut akan merasa yakin dengan kemampuan dirinya sendiri, sehingga tidak memerlukan bantuan dari orang lain dan tidak terpengaruh oleh orang lain dalam setiap tindakan yang dilakukannya untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Kualitas layanan sangat erat hubungannya dengan kepercayaan diri siswa apabila layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan sangat berkualitas sudah pasti tingkat kepercayaan diri siswa akan sangat baik. Apabila kualitas layanan BK memenuhi harapan siswa maka, siswa akan merasa percaya diri dalam melakukan aktifitasnya di sekolah sehingga secara langsung akan meningkatkan kinerja guru bimbingan dan konseling di sekolah. 2.1.2 Ciri-ciri Yang Memiliki Kepercayaan Diri Menurut Lauster (1978) ciri-ciri orang yang memiliki kepercayaan diri yang positif antara lain adalah: 1) Keyakinan akan kemampuan diri, yaitu sikap positif tentang dirinya bahwa mengerti sungguh-sungguh akan apa yang dilakukannya. 2) Optimis, yaitu sikap seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemenangan. 3) Obyektif, yaitu orang yang percaya diri memandang permasalahan atau segala sesuatu sesuai dengan kebenaran semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri. 4) Bertanggung jawab, yaitu kesediaan seseorang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya. 5) Rasional dan realistis yaitu analisa terhadap suatu masalah, suatu hal, suatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan. Menurut Lauster (1978) seseorang yang mempunyai kepercayaan diri positif dapat digambarkan dari empat aspek, yaitu: a. Cinta diri
Orang yang percaya diri, mencintai diri sendiri dan cinta ini bukanlah sesuatu yang dirahasiakan bagi orang lain. Cinta diri sendiri merupakan prilaku seseorang untuk memelihara diri sendiri. b. Pemahaman diri Orang yang percaya diri tidak hanya merenungi, memikirkan perasaan dan prilaku diri sendiri. Orang yang percaya diri selalu berusaha ingin tahu bagaimana pendapat orang lain tentang dirinya sendiri, percaya akan kompetisi atau kemampuan diri sehingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan atau rasa hormat orang lain, berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain yaitu berani menjadi diri sendiri. c. Tujuan hidup yang jelas Orang yang percaya diri selalu tahu tujuan hidupnya, disebabkan mempunyai pikiran yang jelas mengapa melakukan tindakan tertentu dan mengetahui hasil apa yang dapat diharapkannya, tidak terdorong untuk menunjukan sikap konformis dan diterima oleh orang lain atau kelompok, memiliki harapan yang realistis terhadap diri sendiri sehingga ketika harapan tersebut tidak terwujud seseorang tetap mampu melihat sisi positif dari dirinya dan situasi yang terjadi. d. Berpikir positif Orang yang percaya diri biasanya menyenangkan, karena mampu melihat kehidupan dari sisi yang cerah serta mencari pengalaman dan hasil yang bagus, mempunyai pengendalian diri yang baik, memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau kedaan, serta tidak menggantungkan atau mengharap bantuan dari orang lain), mempunyai cara pandang terhadap diri sendiri. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti menekankan bahawa ciri-ciri seseorang yang mempunyai kepercayaan diri yaitu seperti ciri-ciri kepercayaan diri dikemukakan oleh
Lauster (1978) antara lain keyakinan, optimis, obyektif, bertanggung jawab, rasional dan realistis. 2.1.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri Menurut Tursan Hakim (2002) Percaya diri merupakan suatu keyakinan dan sikap seseorang terhadap kemampuan pada dirinya sendiri, dengan menerima secara apa adanya baik positif maupun negatif yang dibentuk dan dipelajari melalui proses belajar dengan tujuan untuk kebahagiaan dirinya. Rasa percaya diri tidak muncul begitu saja pada diri seseorang, ada proses tertentu didalam pribadinya sehingga terjadilah pembentukan rasa percaya diri. Menurut Hakim (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri yaitu: a. Faktor internal Perasaan dari dalam diri, merupakan cara individu memandang dan menilai dirinya sendiri, terdiri dari: 1) Keadaan fisik Keadaan fisik individu akan berpengaruh terhadap kepercayaan diri. Individu yang memiliki fisik yang kurang sempurna akan menimbulkan perasaan negatif terhadap dirinya sendiri, karena merasa ada yang kurang didalam dirinya dan membandingkannya dengan orang lain. Keadaan ini yang membuat individu merasa kurang percaya diri. 2) Konsep diri Konsep diri adalah gagasan tentang dirinya sendiri. Seorang yang mempunyai rasa rendah diri biasanya mempunyai konsep negatif, sebaliknya bila seseorang percaya diri maka akan mempunyai konsep diri yang positif. 3) Usia
Kepercayaan diri terbentuk dan berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Seorang remaja yang mempunyai rasa kurang percaya diri dikarenakan permasalahan tentang konsep diri pada masa kanak-kanak kurang dapat terselesaikan. 4) Harga diri Harga diri adalah penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri, individu yang mempunyai harga diri yang tinggi akan menilai pribadinya secara rasional yang benar bagi dirinya dan mudah mengadakan hubungan dengan orang lain. Individu yang mempunyai harga diri tinggi akan memandang positif pada dirinya sendiri, percaya pada usahanya dan mudah menerima orang lain. 5) Pengalaman hidup Kepercayaan diri diperoleh dari pengalaman hidup. Pengalaman hidup yang kurang baik pada masa kanak-kanak akan berdampak pada masa pertumbuhan selanjutnya. 6) Kegagalan dan kesuksesan Keberhasilan yang dicapai akan membawa seseorang kepada kegembiraan dan juga membuat pandangan yang positif, sehingga dapat menimbulkan kepercayaan diri disetiap permasalahan yang dihadapi dan dapat dianalisis dengan baik. 7) Peran lingkungan keluarga terhadap terbentuknya kepercayaan diri Jika fungsi keluarga berjalan lancar dan baik, maka besar kemungkinan individu dalam keluarga tersebut mempunyai kepercayaan diri yang baik. Karena keluarga adalah pondasi dalam membentuk karakter individu. b. Faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan persepsi dan reaksi lingkungan terhadap diri individu. Faktor eksternal yang mempengaruhi kepercayaan diri individu, yaitu: 1) Pendidikan Pendidikan mempengaruhi kepercayaan diri seseorang. Anthony (1992) lebih lanjut mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan yang rendah cenderung membuat individu merasa di bawah kekuasaan yang lebih pandai, sebaliknya individu yang pendidikannya lebih tinggi cenderung akan menjadi mandiri dan tidak perlu bergantung pada individu lain. Individu tersebut akan mampu memenuhi keperluan hidup dengan rasa percaya diri dan kekuatannya dengan memperhatikan situasi dari sudut kenyataan. 2) Pekerjaan Rogers (dalam Kusuma, 2005) mengemukakan bahwasanya bekerja dapat mengembangkan kreativitas dan kemandirian serta rasa percaya diri. Lebih lanjut dikemukakan bahwa rasa percaya diri dapat muncul dengan melakukan pekerjaan, selain materi yang diperoleh. Kepuasan dan rasa bangga didapat karena mampu mengembangkan kemampuan diri. 3) Lingkungan dan pengalaman hidup Lingkungan disini merupakan lingkungan keluarga dan masyarakat. Dukungan yang baik yang diterima dari lingkungan keluarga seperti anggota kelurga yang saling berinteraksi dengan baik akan memberi rasa nyaman dan percaya diri yang tinggi. Begitu juga dengan lingkungan masyarakat semakin bisa memenuhi norma dan diterima oleh masyarakat, maka semakin mantap kepercayaan dirinya (Centi, 1995). Sedangkan pembentukan kepercayaan diri juga bersumber dari pengalaman pribadi yang dialami seseorang dalam perjalanan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan psikologis merupakan pengalaman yang dialami seseorang selama perjalanan yang buruk pada masa kanak kanak akan menyebabkan individu kurang percaya diri (Drajat, 1995).
4) Dukungan sosial Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya sehingga orang tersebut mengetahui ada orang lain yang memperhatikan, menghargai, merawat, dan memperhatikannya. Dukungan sosial adalah kenyamanan secara fisik dan psikologis yang diberikan orang yang dekat dengan anak berupa sumber emosional, informasional, atau pendampingan untuk meghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi dalam kehidupan seharihari. Bentuk dukungan ini dapat membantu meningkatkan rasa percaya diri seseorang. Keberadaan, kepedulian, kesediaan dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi merupakan bentuk dari dukungan sosial (Khusnia, 2010). Individu yang diakui keberadaannya, dipedulikan lingkungannya, dihargai dan disayangi oleh orang-orang disekitarnya maka akan meningkatkan kepercayaan diri bagi individu. Berdasarkan hal tersebut maka individu yang menerima dukungan sosial yang kuat dapat meningkatkan kepercayaan diri bagi individu itu sendiri, karena dukungan ini ada ketika seseorang memberikan penghargaan positif dan dukungan kepada individu yang sedang tertekan, dorongan atau persetujuan terhadap ide ataupun perasaan individu, ataupun melakukan perbandingan positif antara individu dengan orang lain (Sarafino, 1998). Menurut Loekmono (1983) bahwa rasa percaya diri dipengaruhi dalam hubungannya dengan orang-orang yang dianggap penting, lingkungan dan kehidupan sehari-hari. Natawidjaja (dalam Kusumawati, 2008) untuk meningkatkan kepercayaan diri remaja membutuhkan pihak lain yang dapat dipercaya untuk mendorong keberaniaanya dalam mengambil keputusannya.
Dukungan dari guru juga memberi kontribusi untuk meningkatkan kepercyaan diri siswa, dengan cara guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menyampaikan pendapatnya tentang materi pelajaran yang sudah dijelaskan guru serta guru juga memberikan motivasi kepada siswa untuk tetap berprestasi. 2.1.4 Proses Pembentukan Kepercayaan Diri Percaya diri tidak muncul begitu saja pada diri seseorang, ada proses tertentu didalam pribadi seseorang sehingga terjadilah pembentukan percaya diri, secara garis besar terbentuknya percaya diri yang kuat oleh Thursan Hakim (2002) melalui proses sebagai berikut: a. Terbentuknya kepribadian yang baik yang sesuai dengan proses perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu. Ketika seseorang mendapatkan dukungan sosial sejak awal dari orang-orang terdekatnya, maka akan membuat individu tahu bahwa ia mempunyai kelebihan dalam dirinya. b. Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang dimiliknya melahirkan keyakinan kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihannya. Dengan dukungan sosial dari orang-orang terdekat, maka akan semakin menguatkan keyakinan individu bahwa dirinya memiliki kelebihan untuk dapat melakukan segala sesuatu c. Pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap kelemahan-kelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri atau sulit menyesuaikan diri. Meskipun seseorang tahu bahwa dirinya mempunyai kekurangan, namun apabila orang-orang didekatnya tetap memberikan dukungan maka hal ini akan menimbulkan reaksi positif dalam dirinya. Sehingga menjadi individu yang tidak rendah diri.
d. Pengalaman didalam menggali berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan yang dimilkinya. Jika seseorang mempunyai banyak pengalaman didalam kehidupannya dan disertai dengan dukungan dari orang-orang terdekat disekelilingnya serta dapat menggunakan segala kelebihan yang ada dalam dirinya, maka akan membuat seseorang percaya diri dalam melakukan segala aspek dalam kehidupannya. 2.2 Gaya Kepemimpinan Guru Bimbingan dan Konseling 2.2.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan (Bahasa Inggris : Leadership Style) diartikan sebagai pola tindak seseorang dari seorang pemimpin sebagai ciri kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan orang-orang yang dipimpinnya (Davis & Newstorm, 1995). Hal ini sejalan dengan pendapat Hersey & Blanchard (dalam Ignatius Onduko. 1994) yang menyatakan bahwa : Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang ditampilkan ketika mencoba mempengaruhi tingkah laku orang lain seperti yang dipersepsikan oleh orang yang akan kita pengaruhi tersebut. Menurut Hersey & Kenneth H. Blanchard (dalam Ignatius Onduko. 1994) pada dasarnya gaya kepemimpinan seseorang terbagi pada dua kecenderungan, yaitu: 1. Berorientasi pada tugas (task behavior) Gaya ini ditandai dengan adanya beberapa hal seperti : pemimpin memberikan petunjuk-petunjuk kepada bawahan, selalu mengadakan pengawasan secara ketat, menyakinkan kepada bawahan bahwa tugas-tugas harus dapat dilaksanakan sesuai dengan keinginan pemimpin dan pemimpin lebih menekankan kepada pelaksanaan tugas daripada pembinaan dan pengembangan bawahan. 2. Berorientasi pada hubungan (relationship behavior)
Sedangkan gaya kepemimpinan ini, sebaliknya ditandai dengan beberapa gejala seperti berikut: pemimpin lebih memberikan motivasi daripada memberikan pengawasan terhadap bawahan, pemimpin melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan, pemimpin lebih bersikap penuh kekeluargaan, percaya, hubungan kerjasama yang saling hormat menghormati diantara sesama anggota kelompok. 2.2.2 Macam-macam Gaya Kepemimpinan Hersey dan Blanchard (1982) membedakan dua kecenderungan tersebut ke dalam empat gaya kepemimpinan, yaitu: Telling, Selling, Participating dan Delegating. 1. Gaya kepemimpinan Telling Gaya kepemimpinan Telling adalah gaya kepemimpinan yang ditandai perilaku pemimpin yang tidak mempercayai bawahannya dan banyak memberikan instruksi kepada bawahan untuk melakukan segala sesuatu yang harus dilakukan tanpa memperhatikan kualitas hubungan antar pribadi dengan bawahannya. Gaya kepemimpinan ini pemimpin hanya memberikan instruksi dan pengarahan yang jelas tentang sebuah tugas. Ciri dari gaya ini adalah: pemimpin memberikan perintah khusus, pengawasan dilakukan secara ketat, pemimpin menerangkan kepada bawahan apa yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakan, kapan harus dilaksanakan pekerjaan itu, dan dimana pekerjaan itu harus dilakukan. 2. Gaya kepemimpinan Selling Gaya kepemimpinan Selling adalah gaya kepemimpinan dimana pemimpin menekankan dua arah serta membantu meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri anggota, tetapi pemimpin tetap memegang tanggung jawab dan mengendalikan pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan ini ditandai dengan tingginya tuntutan
menyelesaikan tugas tetapi pemimpin juga sangat memperhatikan kualitas hubungan dengan bawahannya. Ciri dari gaya selling ini adalah: tinggi tugas dan tinggi hubungan, pemimpin menerangkan keputusan, pemimpin memberikan kesempatan untuk penjelasan, pemimpin masih banyak melakukan banyak pengarahan, pemimpin melakukan komunikasi dua arah. 3. Gaya kepemimpinan Participating Gaya kepemimpinan Participating, adalah gaya kepemimpinan dimana pemimpin dan anggota berbagi pengambilan keputusan dan pemimpin tidak banyak atau hanya memberikan perintah secara langsung. Gaya ini ditandai dengan perilaku pemimpin yang lebih banyak memfokuskan perhatian pada kualitas hubungan dan kurang memperhatikan penyelesaian tugas-tugas. Gaya ini ditandai dengan ciri tinggi hubungan dan rendah tugas, dimana pemimpin dan bawahan saling memberikan gagasan dan membuat keputusan. 4. Gaya Kepemimpinan Delegating Gaya kepemimpinan Delegating adalah gaya kepemimpinan dimana pemimpin tidak memperhatikan tugas dan hubungan dengan bawahan. Gaya kepemimpinan ini ditandai dengan tingkat kepercayaan yang tinggi dari pemimpin kepada bawahan untuk melakukan tugas sendiri dengan sedikit pengarahan dan sedikit sekali kualitas hubungan antar personalnya. Ciri dari gaya ini adalah mempunyai hubungan dan tugas rendah, pemimpin melimpahkan pembuatan keputusan dan pelaksanaan kepada bawahan, dimana seorang pemimpin membutuhkan visi dan target yang jelas dari apa yang didelegasikan. Kurang intensifnya delegating bisa membuat penafsiran dan pelaksanaan berbeda dari apa yang diinginkan. Karena itu, jika ingin memakai gaya seperti ini, seorang pemimpin harus bisa mengkomukasikan visi dan targetnya secara jelas, sehingga para bawahannya bisa melihat dari hasil kerjanya.
Menurut Hersey & Blanchard Gaya kepemimpinan Selling dan Participating, adalah gaya kepemimpinan yang secara teoritis mampu mengembangkan kreativitas bawahan, karena gaya kepemimpinan tersebut lebih berorientasi pada hubungan. Guru BK yang cenderung menggunakan gaya tersebut akan berusaha memberikan rasa aman secara psikologis kepada siswa, memperhatikan perasaan dan kebutuhan siswa. Gaya kepemimpinan Telling yang dengan ciri banyak memberikan instruksi dan tidak memperhatikan kualitas hubungan kepada orang-orang yang dipimpin secara teoritis akan menghambat perkembangan kreativitas. Demikian juga dengan gaya kepemimpinan Delegating yang digunakan guru BK secara teoritis berhubungan secara negatif, karena mempunyai ciri rendah hubungan dan rendah tugas, artinya dalam menerapkan gaya kepemimpinan Delegating guru BK sedikit sekali memberikan tuntunan dan arahan kepada siswa demikian juga dengan perhatian kepada hubungan antar pribadi tidak terlalu menjadi perhatian. 2.2.3 Kriteria Keberhasilan Pemimpin Untuk mengetahui apakah seorang pemimpin berhasil dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, Mulyasa (2004) mengemukakan beberapa kriteria, yaitu: 1. Dinamika organisasi. 2. Pengaruh atau kewibawaan pemimpin. 3. Sikap bawahan terhadap atasan. Dari ketiga hal tersebut penulis uraikan sebagai berikut: 1. Dinamika Organisasi
Organisasi berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan yang dalam kaitan dengan kepemimpinan seseorang dalam memimpin organisasi dapat dilihat dari berbagai indikasi sebagai berikut (Mulyana, 2004): 1. Penampilan Kelompok. 2. Pencapaian Tujuan Kelompok. 3. Berlangsungnya Hidup Kelompok. 4. Pertumbuhan Kelompok. 5. Kesiagaan Kelompok. 6. Kemampuan Menyelesaikan Krisis. 2. Pengaruh Pemimpin Pengaruh atau kewibawaan pemimpin sangat menentukan keberhasilan. Seorang pemimpin yang berhasil, dapat dilihat melalui berbagai kriteria (Mulyasa 2004), yaitu: 1. Apakah pemimpin mampu meningkatkan rasa kebersamaan kelompok, kerja sama antar anggota, motivasi bawahan, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan pemecahan konflik di antara bawahan. 2. Apakah pemimpin menaruh perhatian terhadap efisiensi tenaga ahli yang tersedia, pengaturan kegiatan, akumulasi dari berbagai sumber dan kesediaan kelompok untuk menghadapi perubahan dan krisis. 3. Apakah pemimpin mampu meningkatkan kualitas kerja, menciptakan rasa percaya diri bawahan dan menghasilkan kecakapan bawahan dan memberi sumbangan terhadap pertumbuhan kejiwaan dan perkembangan bawahan. 3. Sikap Bawahan Terhadap Atasan Bawahan dalam kehidupan organisasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seorang pemimpin. Sebab kepemimpinan itu sendiri merupakan proses interaksi antara pemimpin dan
bawahan dalam mencapai tujuan. Oleh sebab itu keberhasilan seorang pemimpin dapat diukur dari sikap bawahan terhadap pemimpin itu sendiri, melalui indikasi berikut (Mulyasa, 2004): 1. Apakah bawahan merasa puas terhadap pemimpin dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan hal-hal yang diharapkan bawahan. 2. Apakah bawahan merasa senang terhadap atasan, menghormati dan kagum padanya. 3. Apakah bawahan mempunyai rasa tanggung jawab besar untuk melaksanakan perintah atau sebaliknya melawan, atau bawahan tidak memperhatikan/menyabot perintah atasan. Ada beberapa gejala sikap bawahan terhadap kepemimpinan atasan, yaitu: 1) Ketidak hadiran atau absensi. 2) Perbuatan semaunya. 3) Kesedihan. 4) Keluhan terhadap atasan. 5) Permintaan pindah. 6) Pemogokan. 7) Sikap lambat. 8) Kejadian yang sengaja menyabot peralatan dan fasilitas pelayanan. 9) Sikap permusuhan terhadap atasan. 2.3. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Sebelum melakukan penelitian ini penulis melakukan pengkajian terhadap hasil penelitian pendahulu yang relevan sebagai berikut:
Penilitian ini mengacu pada penelitian Giyono (2013) pengaruh gaya kepemimpinan guru BK terhadap kepuasan atas layanan bimbingan konseling sebesar rxy = 0.728 dan p=0,000<0,01 berarti ada hubungan yang signifikan gaya kepemimpinan guru BK terhadap kepuasan atas layanan dan bimbingan konseling SMP Negeri 09 Salatiga. Silla, Onensius (2005) Penelitiannya yang berjudul hubungan gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru pada SMP N sekota Soe Kabupaten timur tengah selatan menemukan hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru. Aloysius Aditya Pamrayogi (2013) tentang Hubungan Antara Pemanfaatan Layanan Bimbingan Konseling dengan Kepercayaan Diri Pada Siswa Kelas IX D SMP Negeri 4 Batang yang menyatakan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien kerelasi sebesar rxy = 0,506 dan p = 0,000< 0,050 berarti ada hubungan yang signifikan dengan pemanfaatan layangan bibmbingan dan konseling dengan kepercayaan diri siswa. 2.4. Kerangka Berfikir Berlandaskan landasan teori dan kajian berbagai penelitian yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya penulis cenderung berpendapat bahwa gaya kepemimpinan guru BK berpengaruh signifikan terhadap kepercayaan diri siswa, gaya kepemimpinan guru Bimbingan dan Konseling memberi sumbangan efektif terhadap kepercayaan diri siswa, apabila gaya kepemimpinan yang diterapkan guru BK ini tepat maka kepercayaan diri siswa akan sangat baik. 2.5. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Ada pengaruh yang signifikan antara persepsi gaya kepemimpinan guru Bimbingan dan Konseling terhadap kepercayaan diri siswa kelas XI SMK N 1 Kupang.