BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan pokok penduduk Indonesia adalah beras. Beras merupakan makanan sumber energi yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi. Sebagai sumber utama makanan berkarbohidrat, beras berperan penting dalam penyediaan energi dan nutrisi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistika pada tahun 2014 mencatat konsumsi beras penduduk Indonesia 114 kg/kapita/tahun. Konsumsi beras penduduk Indonesia merupakan yang paling tinggi dibandingkan dengan negara lain seperti Cina sekitar 90-100 kg/kapita/tahun, Malaysia 90 kg/kapita/tahun, Jepang 70 kg/kapita/tahun, dan konsumsi beras dunia 60 kg/kapita/tahun. Tingginya konsumsi beras berakibat pada tingginya impor beras. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Juni 2015, pemerintah Indonesia mengimpor beras sebanyak 49.539.110 Kg atau sekitar 49.539 ton. Ketergantungan pola konsumsi penduduk Indonesia pada beras yang berakibat pada tingginya impor beras menimbulkan permasalahan yang menyebabkan pemalsuan beras misalnya beras plastik dan kasus pemalsuan kualitas beras dengan penambahan zat pemutih (klorin). Dalam studi pendahuluan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang pangan dan pertanian 2015-2019, pada tahun 2011 dan 2012 konsumsi rata-rata beras nasional per kapita per tahun mengalami penurunan 1
2 dari sekitar 139,15 kg/kapita/tahun, pada tahun 2010 menjadi sekitar 137,1 kg/kapita/tahun di tahun 2011 dan turun lagi menjadi sekitar 135,01 kg/kapita/tahun pada tahun 2012. Penurunan konsumsi rata-rata beras per kapita per tahun ini terkait dengan perubahan gaya hidup masyarakat yang cenderung mengurangi konsumsi nasi dan beralih ke produk pangan olahan berbasis terigu seperti roti, mie, biskuit, dan lain-lain. Program diversifikasi pangan yang tengah digalakkan Kementerian Pertanian (Kementan) untuk mengurangi ketergantungan konsumsi beras padi dan tepung terigu memunculkan inovasi baru, yakni beras analog. Indonesia memiliki sumber pangan lokal seperti jagung, sorgum, ubi kayu (singkong), ubi jalar, dan lain- lain. Pangan lokal bila difokuskan bisa diolah menjadi sumber karbohidrat sehingga mampu menekan permintaan terhadap beras dari padi dan tepung terigu. Beras analog merupakan salah satu bentuk solusi yang dapat dikembangkan dalam mengatasi ketersediaan pangan baik dalam hal penggunaan sumber pangan baru ataupun untuk penganekaragaman. Beras analog merupakan tiruan dari beras yang terbuat dari bahan-bahan seperti umbi-umbian dan serealia yang bentuk mirip seperti beras (Samad, 2003). Dengan karakteristik produk yang memiliki bentuk butiran menyerupai beras dan dikonsumsi layaknya nasi serta mempunyai komposisi gizi sesuai kebutuhan, beras analog mempunyai prospek yang sangat baik sebagai produk substansi beras konvensional yang mendukung program diversifikasi pangan (Budijanto 2012). Kehadiran beras analog akan mendorong percepatan penganekaragaman konsumsi pangan sekaligus menurunkan tingkat konsumsi beras 1,5% per tahun (Sibuea, 2015).
3 Indonesia dalam perdagangan dunia pada tahun 2011 menduduki urutan ke tujuh terbesar sebagai eksportir ubi jalar dunia. Produktivitas ubi jalar Indonesia 13,93 ton per hektar, di atas rata-rata produktivitas dunia. Pada tahun 2013, total produksi ubi jalar Sumatera Utara sebesar 75.652 ton, Kabupaten Simalungun menyumbangkan 21.962 ton, dari lahan panen seluas 1.808 hektare atau 56,75% dari yang ditargetkan. Ubi jalar merupakan salah satu tanaman yang mempunyai potensi besar di Indonesia karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan penghasil karbohidrat, selain itu juga merupakan sumber vitamin dan mineral. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang berasa manis dan indeks glikemik lebih rendah dibanding beras, sehingga baik dikonsumsi sebagai pengganti beras. Ubi jalar kuning kaya antioksidan betakaroten (provitamin A) dan vitamin C (Murdiati dan Amaliah, 2013). Ubi jalar dapat diproses menjadi tepung yang biasa diolah menjadi aneka produk makanan yang mempunyai nilai tambah tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat para ahli pangan bahwa pemanfaatan bahan pangan berkarbohidrat tinggi dalam bentuk tepung lebih menguntungkan, karena lebih fleksibel, mudah di campur, dapat diperkaya zat gizinya (fortifikasi), ruang tempat lebih efisien, daya tahan simpan lebih lama dan sesuai dengan tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Winarno, 2000). Tepung ubi jalar dapat diolah menjadi beras analog misalnya pada pengembangan beras ubi jalar (Bebilar) yang dilakukan oleh Posman Sibuea (2008) dengan bahan baku utama ubi jalar, yang dicetak sedemikian rupa sehingga memiliki butiran menyerupai beras.
4 Beras analog pada penelitian ini berbahan dasar ubi jalar, tepung mocaf, tepung jagung, tepung kedelai, dan di kombinasikan dengan tepung tulang sapi sebagai pengayaan kalsium yang terdapat pada tulang sapi. Tulang merupakan salah satu hasil ikutan (by product) dari pemotongan ternak yang sampai saat ini belum termanfaatkan secara maksimal karena sebagian besar masyarakat masih menganggapnya sebagai limbah ternak. Kalsium merupakan mineral makro dimana 99% terdapat ditulang dan gigi. Fungsi utama kalsium adalah pembentukan tulang dan gigi. Kalsium juga memegang peranan penting pada pembekuan darah, transmisi impuls saraf, kontraksi otot, dan metabolisme sel. Menurut Perwitasari (2008) tulang sapi mengandung 58,30 % Ca3(PO4)2 kalsium fosfat; 7,07 % CaCO3 atau kalsium karbonat; 2,09% Mg3(PO4)2 atau magnesium fosfat; 1,96% CaF2 atau kalsium fluorida dan 4,62% kolagen. Kalsium karbonat mempunyai bioavailabilitas yang tinggi sehingga akan menghasilkan kualitas tulang dan gigi yang baik. Dalam bidang medis kalsium karbonat banyak digunakan sebagai suplemen kalsium atau antasida pada lambung. Kemudian kalsium fosfat merupakan sumber mineral yang memiliki nilai biologis yang sangat baik sebagai sumber kalsium dan fosfor. Metode pembuatan beras analog meliputi formulasi bahan, pencampuran bahan, pengadonan, pembutiran, penyangraian, dan pengeringan. Bentuk beras menjadi penting karena pola mengkonsumsi nasi (berupa butiran) sudah menjadi sebuah tradisi atau kebiasaan yang sangat sulit digantikan pada pola makan masyarakat Indonesia. Beras analog yang dihasilkan kemudian dianalisis
5 karakteristik dan kandungan gizinya serta dilakukan uji hedonik untuk menilai tingkat kesukaan terhadap masyarakat umum. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian, maka perumusan masalah, yaitu : 1. Bagaimana proses dalam pembuatan beras analog berbasis tepung komposit yang terdiri atas tepung ubi jalar kuning, tepung mocaf, tepung jagung, tepung kedelai dan tepung tulang sapi? 2. Bagaimana karakteristik beras analog berbasis tepung komposit yang terdiri atas tepung ubi jalar kuning, tepung mocaf, tepung jagung, tepung kedelai, dan tepung tulang sapi? 3. Bagaimana daya terima beras analog berbasis tepung komposit yang terdiri atas tepung ubi jalar kuning, tepung mocaf, tepung jagung, tepung kedelai, dan tepung tulang sapi? 4. Bagaimana kandungan gizi pada beras analog berbasis tepung komposit yang terdiri atas tepung ubi jalar kuning, tepung mocaf, tepung jagung, tepung kedelai, dan tepung tulang sapi? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji proses dalam pembuatan beras analog berbasis tepung komposit dari tepung ubi jalar kuning, tepung mocaf, tepung jagung, tepung kedelai dan tulang sapi serta karakteristik dan kandungan gizi serta daya terima beras analog tersebut terhadap masyarakat umum.
6 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Diversifikasi pangan dengan pemanfaatan bahan pangan lokal dan tulang sapi. 2. Ketahanan pangan dengan mengembangkan produk lokal seperti beras analog. 3. Memberikan informasi nilai gizi dan proses pembuatan beras analog dari tepung komposit dari tepung ubi jalar kuning, tepung mocaf, tepung jagung, tepung kedelai dan tulang sapi. 4. Dapat mengetahui karakteristik beras analog berbasis tepung komposit dari tepung ubi jalar kuning, tepung mocaf, tepung jagung, tepung kedelai dan tepung tulang sapi.