BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga-lembaga keuangan khususnya perbankan telah lama mewarnai kegiatan perekonomian negara. Di Indonesia perbankan telah mengalami perubahan besar dalam beberapa tahun terakhir. Industri ini menjadi lebih kompetitif karena deregulasi peratuan. Menurut Undang- Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Bank Syariah, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Dalam melakukan aktivitasnya perbankan dituntut untuk menjaga kinerjanya dengan memperhatikan tingkat kesehatan bank. Bank Indonesia sebagai bank sentral telah menerapkan aturan tentang kesehatan bank. Melalui Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kondisi bank yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja bank. Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum juga menyebutkan bank dikatakan sehat apabila bank tersebut memenuhi ketentuan kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas aset, kualitas manajemen, kualitas rentabilitas, likuiditas solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan 1
dengan usaha bank. Kinerja keuangan bank yang baik akan menimbulkan sisi positif bagi bank itu sendiri, ini sangat penting sebagai upaya mengembangkan bank tersebut dan memberikan penilaian bagi para pihak eksternal. Kinerja keuangan adalah gambaran dari pencapaian keberhasilan perusahaan dapat diartikan sebagai hasil yang telah dicapai atas berbagai aktivitas yang telah dilakukan. Menurut (Fahmi, 2012) kinerja keuangan adalah suatu analisi yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunkan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Untuk mengatur keberhasilan suatu perbankan pada umumnya berfokus pada laporan keuangan disamping data-data non keuangan lain yang bersifat sebagai penunjang. Informasi kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas bank dalam menghasilkan arus kas dari sumber dana yang ada. Kinerja perbankan dapat diukur dari laporan keuangan yang dikeluarkan secara periodik. Terdapat rasio keuangan yang dapat menunjukan kinerja keuangan suatu perusahaan, diantaranya adalah rasio profitabilitas. Menurut (Sartono, 2008) Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Profitabilitas merupakan kemampuan bank untuk memperoleh laba secara efektif dan efisien. Dasar penilaian profitabilitas adalah laporan keuangan yang terdiri dari neraca dan laba rugi perusahaan. Rasio Profitabilitas merupakan salah satu indikator untuk mengukur kinerja 2
suatu perusahaan serta keefektifitasan manajemen yang berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari pinjaman dan investasi. Rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja profitabilitas diantaranya Return On Equity (ROE) dan Return On Asset (ROA) (Kasmir, 2012). Dalam usahanya untuk memperoleh keuntungan (profit), perbankan berpotensi menghadapi risiko-risiko yang dapat merugikan bank itu sendiri. Risiko berhubungan dengan ketidakpastian, yang terjadi karena kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang terjadi. Semua lembaga perusahaan memiliki risiko masing-masing, manajemen risiko di terapkan untuk meminimalisir dan menaggulangi risiko yang muncul. Strategi yang dapat diambil antara lain menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu. Kemampuan pengelolaan risiko semakin disadari, ini bertujuan untuk kelangsungan suatu institusi keuangan. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, beberapa Risiko yang sering dialami oleh perbankan antara lain Risiko kredit, Risiko likuiditas, Risiko operasional, dan Risiko pasar. Risiko kredit dapat diukur dengan NPL (Non Performing Loan), menurut (Apriani, 2011) NPL adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan. NPL bertujuan untuk mengetahui kinerja manajemen dalam menggunakan semua aktiva secara efisien. Semakin besar NPL dapat mengindikasikan bahwa kinerja bank tersebut buruk. 3
Dalam (Attar, 2014) dalam penelitiannya menyatakan NPL berpengaruh negatif terhadap ROE, pengaruh negatif yang ditunjukan oleh NPL mengindikasikan bahwa semakin tinggi kredit macet (NPL) maka akan menurunkan pendapatan dan laba bank sehingga ROE pun ikut menurun. Namun penelitian yang dilakukan (Febby, 2016) menyimpulkan bahwa NPL berpengaruh positif terhadap ROE. Risiko likuiditas bank terjadi karena pihak bank tidak mampu untuk memenuhi kewajibanya, indikator yang digunakan untuk Risiko likuiditas adalah LDR (Loan to Deposite Ratio). LDR mencerminkan kemampuan bank dalam menyalurkan dana pihak ketiga pada kredit untuk menghasilkan pendapatan (Wati, 2011), selain itu (Wati, 2011) juga menyatakan bahwa LDR berpengaruh positif terhadap ROE, berbeda dengan penelitian (Attar, 2014) yang menyatakan bahwa LDR tidak berpengaruh terhadap ROE. Risiko operasional dapat menimbulkan kerugian keuangan secara langsung maupun tidak langsung dan kerugian potensial atas hilangnya kesempatan memperoleh keuntungan. Risiko operasional dalam perbankan dapat diproksikan dengan perbandingan biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) dengan profitabilitas. Menurut SEBI No. 12/11/DPNP/2010 BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatannya. Penelitian yang dilakukan (Febby, 2016) dan (Wati, 2011) menyatakan bahwa BOPO berpengaruh negatif signifikan terhadap ROE. 4
Kemudian NIM (Net Interest Margin) mencerminkan Risiko pasar yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar, dan hal tersebut akan merugikan bank. Net Interest Margin menunjukan kemampuan bank dalam menghasilkan pendapatan dari bunga dengan melihat kinerja bank dalam menyalurkan kredit, mengingat pendapatan operasional bank sangat tergantung dari selisih bunga dari kredit yang disalurkan (Pamularsih, 2014). Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh (Attar, 2014), dalam penelitiannya tentang Pengaruh Penerapan Manajemen Risiko Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2007-2011. Rasio atau variabel yang digunakan adalah penerapan manajemen Risiko kredit diproksi dengan NPL, penerapan manajemen Risiko likuiditas diproksi dengan LDR, penerapan manajemen Risiko operasional diproksi dengan BOPO dimana variabel ini merupakan variabel independen. Sedangkan untuk variabel dependen menggunakan kinerja keuangan baik diproksi menggunakan ROA maupun ROE. Hasil dari penelitian (Attar, 2014) adalah menunjukan penerapan manajemen Risiko (kredit, likuiditas, operasional) secara simultan berpengaruh terhadap kinerja keuangan perbankan yang terdaftar di BEI. Sedangkan secara parsial hanya penerapan manajemen Risiko likuiditas yang tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perbankan yang terdafatar di BEI. Perbedaan penelitian ini dengan dengan penelitian (Attar, 2014) terletak pada penggunaaan variabel diamana rasio profitabilitas yang 5
digunakan peneliti hanya ROE dan untuk variabel independen menggunakan risiko kredit (NPL), risiko likuiditas (LDR), risiko operasional (BOPO), dan risiko pasar (NIM). Agar penelitian ini tidak meluas dan mencapai sasaran yang diharapkan maka penelitian ini memfokuskan penerapan risiko kredit (NPL), risiko likuiditas (LDR), risiko operasional (BOPO), dan risiko pasar (NIM). Sementara itu periode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pebankan yang terdaftar di BEI pada tahun 2013-2015. Alasan penelitian terhadap faktor-faktor manajemn risiko yang mempengaruhi kinerja perbankan yang diukur dengan NPL, LDR, BOPO dan NIM adalah sangat penting, karena dalam menjalankan usahanya bank harus memegang prinsip kehati-hatian, sehingga berbagai risiko yang berpotensi merugikan bank dapat diantisipasi sejak awal dan dicarikan cara penanggulangannya. Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka peneliti mengambil judul Pengaruh Penerapan Manajemen Risiko Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2012-2015. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah : 1. Apakah penerapan manajemen Risiko kredit yang di proksi dengan NPL berpengaruh terhadap kinerja keuangan perbankan? 2. Apakah penerapan manajemen Risiko likuiditas yang di proksi dengan LDR berpengaruh terhadap kinerja keuangan perbankan? 6
3. Apakah penerapan manajemen Risiko operasional yang di proksi dengan BOPO berpengaruh terhadap kinerja keuangan perbankan? 4. Apakah penerapan manajemen Risiko pasar yang di proksi dengan NIM berpengaruh terhadap kinerja keuangan perbankan? 5. Apakah secara simultan penerapan manajemen risiko berpengaruh terhadap kinerja keuangan perbankan? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui penerapan manajemen risiko secara simultan berpengaruh terhadap kinerja keuangan perbankan. b. Untuk mengetahui penerapan manajemen Risiko yang di produksi oleh NPL, LDR, BOPO, dan NIM berpengaruh terhadap kinerja keuangan perbankan. 2. Manfaat dari penelitian ini adalah : a. Bagi Perbankan Hasil penelitian diharapkan dapat meberikan manfaat bagi perbankan, agar dapat meminimalisir pengaruh risiko kinerja keuangan perbankan. b. Bagi Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dan pandangan mengenai penerapan manajemen risiko terhadap kinerja keuangan perbankan. 7
c. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai pengaruh penerapan manajemen risiko terhadap kinerja keuangan perbankan dan untuk memenuhi syarat mencapai drajat Sarjana Ekonomi S1. d. Bagi Investor Dapat memberikan masukan mengenai prospek perbankan sebelum menggunakan modal sendiri serta diharapkan dapat memberikan informasi dalam menilai aktivitas yang dilakukan oleh perbankan. 8