PANDUAN TRANSFER PASIEN

dokumen-dokumen yang mirip
PANDUAN RUJUK PASIEN KE RUMAH SAKIT LAIN BAB I DEFINISI

PANDUAN TRANSFER PASIEN

BAB II RUANG LINGKUP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Pengertian Transfer C. Tujuan

TRANSFER PASIEN KE RUMAH SAKIT LAIN UNTUK PINDAH PERAWATAN

Panduan Identifikasi Pasien

Digunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain

CODE BLUE SYSTEM No. Dokumen No. Revisi Halaman 1/4 Disusun oleh Tim Code Blue Rumah Sakit Wakil Direktur Pelayanan dan Pendidikan

PEMINDAHAN PASIEN. Halaman. Nomor Dokumen Revisi RS ASTRINI KABUPATEN WONOGIRI 1/1. Ditetapkan, DIREKTUR RS ASTRINI WONOGIRI.

PANDUAN PENGGUNAAN TROLI EMERGENSI

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

BAB I DEFINISI BAB II RUANG LINGKUP

CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT. Belum Terlaksana

PANDUAN TRANSPORTASI PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WONOSARI

PERAWAT KLINIK I KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI SETUJUI KEMAMPUAN KLINIS N O ASUHAN KEPERAWATAN

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I

DO NOT RESUSCITATE BAB I DEFINISI

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR

KUESIONER PENELITIAN

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB)

APK 1.1. Elemen penilaian APK 1.1.

Ditetapkan Tanggal Terbit

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR)

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR Nomor:000/SK/RSMH/I/2016

PERATURAN DIREKTUR RS ROYAL PROGRESS NOMOR /2012 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS

Pedoman Pelayanan Anastesi

Pedoman Prosedur Sedasi di RSUD UMBU RARA MEHA WAINGAPU

PANDUAN PENUNDAAN PELAYANAN DI RUMAH SAKIT PUPUK KALTIM BONTANG

DAFTAR DOKUMEN APK BERDASARKAN ELEMEN PENILAIAN

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

dalam yang memenuhi standar profesi serta peraturan perundang- undangan. (R) Pedoman Pelayanan

BAB 5 PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH (PAB)

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PENATA ANESTESI

PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG

IV TINDAKAN MEDIK OPERATIF TARIF TINDAKAN MEDIK OPERATIF TERENCANA (ELEKTIF)

I.Pengertian II. Tujuan III. Ruang Lingkup IV. Prinsip

DOKUMEN DAN REKAMAN BAB. VII.

PENANGANAN KEGAWATANDARURATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD

A. `LAPORAN VALID INDIKATOR AREA KLINIS 1. Asesment pasien: Ketidaklengkapan Pengisian Rekam Medik Triase dan Pengkajian IGD

Langkah-langkah Implementasi Bab - KPS KARS

Anestesi Persiapan Pra Bedah

Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian neonatus, yaitu : 1. Hipotermia 2. Asfiksia

- 1 - KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD TAMAN HUSADA BONTANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN RSUD TAMAN HUSADA BONTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN PERAWAT ANESTESI

BAB II PELAYANAN BEDAH OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

SK AKREDITASI BAB I EP NAMA DOKUMEN ADA TDK ADA SK Ka Puskesmas ttg jenis pelayanan yang

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

KATA PENGANTAR. Lamongan, Penyusun

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP

TERAPI OKSIGEN. Oleh : Tim ICU-RSWS. 04/14/16 juliana/icu course/2009 1

Susunan Peneliti. a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring. d. Fakultas : Kedokteran. e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Medical Emergency Response Plan (MERP) / Tanggap Darurat Medis (TDM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang telah nyata terjadi maupun berpotensi untuk terjadi yang mengancam

LAMPIRAN PERATURAN CHIEF EXECUTIVE OFFICER NOMOR : TANGGAL : 12 FEBRUARI 2014 TENTANG : KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN SEDASI 1

Lampiran 1 LEMBAR OBSERVASI

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

Pokja Pediatri Pelatihan Pediatric Basic Live Support 9 10 Maret 2013, Laboratorium Ketrampilan Klinik (Skill Lab)di Ged. Diklat RSUP Dr.

Skala Jawaban I. KUISIONER A : DATA DEMOGRAFI

CRITICAL CARE UNIT. Berfikir kritis bagaimana tanda-tanda shock yang selalu kita hadapi dalam kegawatdaruratan medis di Unit Gawat Darurat

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

KRITERIA PEMULANGAN DAN TINDAK LANJUT PASIEN

mutu pelayanan rumahsakit mengatakan: adakan on the job training yang modern, hilangkan hambatan yang mencegah karyawan untuk menjadi bangga dengan

RUMAH SAKIT UMUM BUNDA

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA NOMOR : 224/RSPH/I-PER/DIR/VI/2017 TENTANG PEDOMAN REKAM MEDIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

C. PERANCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

Tujuan penggunaan ambulance

RINCIAN KEWENANGAN KLINIS (CLINICAL PRIVILEGE) PERAWAT KLINIK III INTENSIVE CARE UNIT

Tabel 1 Lampiran 1 Standar Unit Bedah Sentral Rumah Sakit Tipe C (Depkes, 2007)

panduan praktis Pelayanan Ambulan

PANDUAN TEKNIS PESERTA DIDIK KEDOKTERAN DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN

PEDOMAN PENANGGULANGAN BENCANA (DISASTER PLAN) Di RUMAH SAKIT

RINCIAN KEWENANGAN KLINIS (CLINICAL PRIVILEGE) PERAWAT KLINIK III INTENSIVE CARE UNIT

prioritas area yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: No Prioritas Area Indikator Standart 1. Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa

BAB I PENDAHULUAN. oksigen dalam darah. Salah satu indikator yang sangat penting dalam supply

MANAJEMEN REKAM MEDIS DALAM STANDAR AKREDITASI VERSI 2012

KERANGKA ACUAN PROGRAM PELATIHAN GAWAT DARURAT (TRIASE) DI UPT PUSKESMAS KINTAMANI I

DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS TABA

PANDUAN SKRINING PASIEN RSU BUNDA JEMBRANA

KATA PENGANTAR. Dalam panduan ini diuraikan tentang pengertian dan tatalaksana perencanaan pemulangan pasien di Rumah Sakit Umum Bali Royal

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia

PANDUANTRIASE RUMAH SAKIT

Standar Pelayanan Kesehatan Dasar di Lingkungan Sekretariat Negara STANDAR PELAYANAN KESEHATAN DASAR DI LINGKUNGAN SEKRETARIAT NEGARA

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

BAB 1 PENDAHULUAN. yang memengaruhi status kesehatan yaitu pelayanan kesehatan, perilaku,

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta dalam menghadapi bencana, dapat

BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

PRAKTIKUM 6 PEREKAMAN EKG, INFUS PUMP DAN PEMANTAUAN CVP

Tatalaksana Sindroma Koroner Akut pada Fase Pre-Hospital

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MONITORING HEMODINAMIK RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik, penurunan kualitas

100% 100% (2/2) 100% 100% (4142) (4162) (269) (307) (307) (269) (278) (263) (265) (264) 0% (638) 12 mnt. (578) 10 mnt

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen

BAB 7 PENUTUP. belum semuanya mengikuti pelatihan kegawatdaruratan. Untuk staf. administrasi IGD, rekam medik dan brankar man belum bertugas 24 jam.

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

Transkripsi:

PANDUAN TRANSFER PASIEN I. Latar Belakang Transfer pasien dapat dilakukan apabila kondisi pasien layak untuk di transfer. Prinsip dalam melakukan transfer pasien adalah memastikan keselamatan dan keamanan pasien saat menjalani transfer. Pelaksanaan transfer pasien dapat dilakukan intra Rumah Sakit atau antar Rumah Sakit. Transfer pasien dimulai dengan melakukan koordinasi dan komunikasi pra transportasi pasien, menentukan SDM yang akan mendampingi pasien, menyiapkan peralatan yang disertakan saat transfer dan monitoring pasien selama transfer. Transfer pasien hanya boleh dilakukan oleh staf medis dan staf keperawatan yang kompeten serta petugas profesional lainnya yang sudah terlatih. II. Pengertian Transfer Transfer pasien adalah memindahkan pasien dari satu ruangan keruang perawatan/ ruang tindakan lain didalam Rumah Sakit (intra Rumah Sakit) atau memindahkan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain (antar Rumah Sakit). III. Tujuan Tujuan dari manajemen transfer pasien adalah: - Agar pelayanan transfer pasien dilaksanakan secara profesional dan berdedikasi tinggi. - Agar proses transfer/ pemindahan pasien berlangsung dengan aman dan lancar serta pelaksanaannya sangat memperhatikan keselamatan pasien serta sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. IV. Ruang Lingkup Transfer pasien didalam Rumah Sakit terdiri dari: - Transfer pasien dari IGD ke IRNA, ICU, Kamar Operasi - Transfer pasien dari IRJ ke IRNA, ICU, Kamar Operasi - Transfer pasien dari IRNA ke ICU, Kamar Operasi - Transfer pasien dari ICU ke IRNA, Kamar Operasi - Transfer pasien dari Kamar Operasi ke IRNA, ICU - Transfer pasien dari IGD, IRNA, ICU ke Ruang Radiologi. Transfer pasien antar Rumah Sakit terdiri dari: - Transfer pasien dari RSI IBNU SINA PADANG ke RS lain atau sebaliknya - Transfer pasien dari RSI IBNU SINA PADANG ke rumah pasien atau sebaliknya V. Pengaturan Transfer 1

1. RSI IBNU SINA PADANG memiliki suatu tim transfer yang terdiri dari dokter senior (dr ICU), DPJP, dr IGD/dr ruangan, perawat yang kompeten dalam merawat pasien kritis (perawat ICU), petugas medis, dan petugas ambulans. Tim ini yang berwenang untuk memutuskan metode transer mana yang akan dipilih. 2. Berikut adalah metode transfer yang ada di RSI IBNU SINA PADANG a. Layanan Antar-Jemput Pasien: merupakan layanan / jasa umum khusus untuk pasien RSI IBNU SINA PADANG dengan tim transfer dari petugas IGD, di mana tim tersebut akan mengambil / menjemput pasien dari rumah/ Rumah Sakit jejaring untuk dibawa ke RSI IBNU SINA PADANG b. Tim transfer local: RSI IBNU SINA PADANG memiliki tim transfernya sendiri dan mengirimkan sendiri pasiennya ke Rumah Sakit lain, tetapi bila tim transfer dan faslitas transfer di RSI IBNU SINA PADANG sedang tidak siap, maka transfer dilakukan dengan menggunakan jasa tim transfer dari ambulance gawat darurat 118/ 119 3. RSI IBNU SINA PADANG mempunyai sistem resusitasi, stabilisasi, dan transfer untuk pasien-pasien dengan sakit berat / kritis tanpa terkecuali. 4. Dokter senior / spesialis (DPJP/ dr ICU) yang bertanggung jawab dalam tim transfer pasien harus siap sedia 24 jam untuk mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan transfer pasien sakit berat / kritis antar-rumah Sakit. VI. Keputusan Melakukan Transfer 1. Lakukan pendekatan yang sistematis dalam proses transfer pasien. 2. Awali dengan pengambilan keputusan untuk melakukan transfer, kemudian lakukan stabilisasi pre-transfer dan manajemen transfer. 3. Hal ini mencakup tahapan: evaluasi, komunikasi, dokumentasi / pencatatan, pemantauan, penatalaksanaan, penyerahan pasien antar ruangan dalam Rumah Sakit maupun ke Rumah Sakit rujukan / penerima, dan kembali ke RSI IBNU SINA PADANG 4. Tahapan yang penting dalam menerapkan proses transfer yang aman: edukasi dan persiapan. 5. Pengambilan keputusan untuk melakukan transfer harus dipertimbangkan dengan matang karena transfer berpotensi mengekspos pasien dan personel Rumah Sakit akan risiko bahaya tambahan, serta menambah kecemasan keluarga dan kerabat pasien. 6. Pertimbangkan risiko dan keuntungan dilakukannya transfer. Jika risikonya lebih besar, sebaiknya jangan melakukan transfer. 7. Dalam transfer pasien, diperlukan personel yang terlatih dan kompeten, peralatan dan kendaraan khusus. 8. Pengambil keputusan harus melibatkan DPJP/ dokter senior (biasanya seorang konsultan) dan dokter ruangan. 9. Dokumentasi pengambilan keputusan harus mencantumkan nama dokter yang mengambil keputusan (berikut gelar dan biodata detailnya), tanggal dan waktu diambilnya keputusan, serta alasan yang mendasari. 2

10. Terdapat 3 alasan untuk melakukan transfer pasien keluar RSI IBNU SINA YARSI PADANG, yaitu: a. Transfer untuk penanganan dan perawatan spesialistik lebih lanjut Ini merupakan situasi emergensi di mana sangat diperlukan transfer yang efisien untuk tatalaksana pasien lebih lanjut, yang tidak dapat disediakan RSI IBNU SINA YARSI PADANG Pasien harus stabil dan teresusitasi dengan baik sebelum ditransfer. Saat menghubungi jasa ambulan, pasien dapat dikategorikan sebagai tipe transfer gawat darurat, (misalnya ruptur aneurisma aorta. juga dapat dikategorikan sebagai tipe transfer gawat, misalnya pasien dengan kebutuhan hemodialisa. b. Transfer antar Rumah Sakit untuk alasan non-medis (misalnya karena ruangan penuh, fasilitas kurang mendukung, jumlah petugas Rumah Sakit tidak adekuat) Idealnya, pasien sebaiknya tidak ditransfer jika bukan untuk kepentingan mereka. Terdapat beberapa kondisi di mana permintaan / kebutuhan akan tempat tidur/ ruang rawat inap melebihi suplai sehingga diputuskanlah tindakan untuk mentransfer pasien ke unit / Rumah Sakit lain. Pengambilan keputusan haruslah mempertimbangkan aspek etika, apakah akan mentransfer pasien stabil yang telah berada / dirawat di unit intensif Rumah Sakit atau mentransfer pasien baru yang membutuhkan perawatan intensif tetapi kondisinya tidak stabil. Saat menghubungi jasa ambulan, pasien ini dapat dikategorikan sebagai tipe transfer gawat. c. Repatriasi / Pemulangan Kembali Transfer hanya boleh dilakukan jika pasien telah stabil dan kondisinya dinilai cukup baik untuk menjalani transfer oleh DPJP/ dokter senior / konsultan yang merawatnya. Pertimbangan akan risiko dan keuntungan dilakukannya transfer harus dipikirkan dengan matang dan dicatat. Jika telah diputuskan untuk melakukan repatriasi, transfer pasien ini haruslah menjadi prioritas di Rumah Sakit penerima dan biasanya lebih diutamakan dibandingkan penerimaan pasien elektif ke unit ruang rawat. Hal ini juga membantu menjaga hubungan baik antar-rumah Sakit. Saat menghubungi jasa ambulan, pasien ini biasanya dikategorikan sebagai tipe transfer elektif. 11. Saat keputusan transfer telah diambil, dokter yang bertanggung jawab/ dokter ruangan akan menghubungi unit / Rumah Sakit yang dituju. 12. Dalam mentransfer pasien antar Rumah Sakit, tim transfer RSI IBNU SINA YARSI PADANG (DPJP/ PPJP/ dr ruangan) akan menghubungi Rumah Sakit yang dituju dan melakukan negosiasi dengan unit yang dituju. Jika unit tersebut setuju untuk menerima 3

pasien rujukan, tim transfer RSI IBNU SINA YARSI PADANG harus memastikan tersedianya peralatan medis yang memadai di Rumah Sakit yang dituju. 13. Keputusan final untuk melakukan transfer ke luar RSI IBNU SINA YARSI PADANG dipegang oleh dokter senior/ DPJP/ konsultan Rumah Sakit yang dituju. 14. Beritahukan kepada pasien (jika kondisinya memungkinkan) dan keluarga mengenai perlunya dilakukan transfer antar Rumah Sakit, dan mintalah persetujuan tindakan transfer. 15. Proses pengaturan transfer ini harus dicatat dalam status rekam medis pasien yang meliputi: nama, jabatan, dan detail kontak personel yang membuat kesepakatan baik di Rumah Sakit yang merujuk dan Rumah Sakit penerima; tanggal dan waktu dilakukannya komunikasi antar-rumah Sakit; serta saran-saran / hasil negosiasi kedua belah pihak. 16. Personel tim transfer harus mengikuti pelatihan transfer; memiliki kompetensi yang sesuai; berpengalaman; mempunyai peralatan yang memadai; dapat bekerjasama dengan jasa pelayanan ambulan, protokol dan panduan Rumah Sakit, serta pihak-pihak lainnya yang terkait; dan juga memastikan proses transfer berlangsung dengan aman dan lancar tanpa mengganggu pekerjaan lain di Rumah Sakit yang merujuk 17. Pusat layanan ambulan harus diberitahu sesegera mungkin jika keputusan untuk melakukan transfer telah dibuat, bahkan bila waktu pastinya belum diputuskan. Hal ini memungkinkan layanan ambulan untuk merencanakan pengerahan petugas dengan lebih efisien. VII. Stabilisasi sebelum transfer 1. Meskipun berpotensi memberikan risiko tambahan terhadap pasien, transfer yang aman dapat dilakukan bahkan pada pasien yang sakit berat / kritis. 2. Transfer sebaiknya tidak dilakukan bila kondisi pasien belum stabil. 3. Hipovolemia adalah kondisi yang sulit ditoleransi oleh pasien akibat adanya akselerasi dan deselerasi selama transfer berlangsung, sehingga hipovolemia harus sepenuhnya dikoreksi sebelum transfer. 4. Unit/ Rumah Sakit yang dituju untuk transfer harus memastikan bahwa ada prosedur / pengaturan transfer pasien yang memadai. 5. Perlu waktu hingga beberapa jam mulai dari setelah pengambilan keputusan dibuat hingga pasien ditransfer ke unit/ Rumah Sakit lain. 6. Hal yang penting untuk dilakukan sebelum transfer: Amankan patensi jalan napas Beberapa pasien mungkin membutuhkan intubasi atau trakeostomi dengan pemantauan end-tidal carbondioxide yang adekuat. Analisis gas darah harus dilakukan pada pasien yang menggunakan ventilator portabel selama minimal 15 menit. Terdapat jalur / akses vena yang adekuat (minimal 2 kanula perifer atau sentral) Pengukuran tekanan darah invasif yang kontinu / terus-menerus merupakan teknik terbaik untuk memantau tekanan darah pasien selama proses transfer berlangsung. 4

Jika terdapat pneumotoraks, selang drainase dada (Water-Sealed Drainage-WSD) harus terpasang dan tidak boleh diklem. Pasang kateter urin dan nasogastric tube (NGT), jika diperlukan. Pemberian terapi /tatalaksana tidak boleh ditunda saat menunggu pelaksanaan transfer 7. Unit/ Rumah Sakit yang dituju dapat memberikan saran mengenai penanganan segera/ resusitasi yang perlu dilakukan terhadap pasien pada situasi-situasi khusus, namun tanggung jawab tetap pada tim transfer. 8. Tim transfer harus familiar dengan peralatan yang ada dan secara independen menilai kondisi pasien. 9. Seluruh peralatan dan obat-obatan harus dicek ulang oleh petugas transfer. 10. Gunakanlah daftar persiapan transfer pasien (lampiran 1) untuk memastikan bahwa semua persiapan yang diperlukan telah lengkap dan tidak ada yang terlewat. VIII. Pendampingan Pasien Selama Transfer 1. Pasien dengan sakit berat / kritis harus didampingi oleh minimal 2 orang tenaga medis. 2. Kebutuhan akan jumlah tenaga medis / petugas yang mendampingi pasien bergantung pada kondisi / situasi klinis dari tiap kasus (tingkat / derajat beratnya penyakit / kondisi pasien). 3. Dokter senior (dr ICU/ dr Anesthesi), bertugas untuk membuat keputusan dalam menentukan siapa saja yang harus mendampingi pasien selama transfer berlangsung. 4. Sebelum melakukan transfer, petugas yang mendampingi harus paham dan mengerti akan kondisi pasien dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan dengan proses transfer. 5. Berikut ini adalah pasien-pasien yang tidak memerlukan dampingan dr ICU/ dr Anestesi selama proses transfer antar-rumah Sakit berlangsung. a. Pasien yang dapat mempertahankan patensi jalan napasnya dengan baik dan tidak membutuhkan bantuan ventilator / oksigenasi b. Pasien dengan perintah Do Not Resuscitate (DNR) c. Pasien yang ditransfer untuk tindakan manajemen definitif akut di mana intervensi anestesi tidak akan mempengaruhi hasil. 6. Berikut adalah panduan perlu atau tidaknya dilakukan transfer berdasarkan tingkat/ derajat kebutuhan perawatan pasien kritis. (keputusan harus dibuat oleh dokter ICU/ DPJP) a. Derajat 0: Pasien yang dapat terpenuhi kebutuhannya dengan ruang rawat biasa di unit/rumah Sakit yang dituju; biasanya tidak perlu didampingi oleh dokter, perawat, atau paramedis (selama transfer). b. Derajat 1: 5

Pasien dengan risiko perburukan kondisi, atau pasien yang sebelumnya menjalani perawatan di High Care Unit (HCU); di mana membutuhkan perawatan di ruang rawat biasa dengan saran dan dukungan tambahan dari tim perawatan kritis; dapat didampingi oleh perawat, petugas ambulan, dan atau dokter (selama transfer). c. Derajat 2: Pasien yang membutuhkan observasi / intervensi lebih ketat, termasuk penanganan kegagalan satu sistem organ atau perawatan pasca-operasi, dan pasien yang sebelumnya dirawat di HCU; harus didampingi oleh petugas yang kompeten, terlatih, dan berpengalaman (biasanya dokter dan perawat / paramedis lainnya). d. Derajat 3: Pasien yang membutuhkan bantuan pernapasan lanjut (advanced respiratory support) atau bantuan pernapasan dasar (basic respiratory support) dengan dukungan / bantuan pada minimal 2 sistem organ, termasuk pasien-pasien yang membutuhkan penanganan kegagalan multi-organ; harus didampingi oleh petugas yang kompeten, terlatih, dan berpengalaman (biasanya dokter anestesi dan perawat ruang intensif / IGD atau paramedis lainnya). 7. Saat Dr ICU/ DPJP di RSI IBNU SINA YARSI PADANG tidak dapat menjamin terlaksananya bantuan / dukungan anestesiologi yang aman selama proses transfer; pengambilan keputusan haruslah mempertimbangkan prioritas dan risiko terkait transfer. 8. Semua petugas yang tergabung dalam tim transfer untuk pasien dengan sakit berat /kritis harus kompeten, terlatih, dan berpengalaman. 9. Petugas yang mendampingi harus membawa telepon genggam selama transfer berlangsung yang berisi nomor telphon RSI IBNU SINA YARSI PADANG dan Rumah Sakit tujuan. 10. Keselamatan adalah parameter yang penting selama proses transfer. IX. Kompetensi Pendamping Pasien dan Peralatan yang harus Dibawa Selama Transfer 1. Kompetensi SDM untuk transfer intra RSI IBNU SINA YARSI PADANG Pasien Petugas Pendamping (minimal) keterampilan yang dibutuhkan Derajat 0 Petugas ambulan Bantuan hidup dasar Peralatan Utama Derajat 0,5 Petugas ambulan Bantuan hidup dasar 6

(orang tua/delirium Derajat 1 Perawat/Petugas yang berpengalaman (sesuai dengan kebutuhan pasien) Bantuan hidup dasar Pelatihan tabung gas Pemberian obat-obatan Kenal akan tanda deteriorasi Keterampilan trakeostomi dan suction Oksigen Suction Tiang infus portabel Pompa infus dengan baterai Oksimetri denyut Derajat 2 Perawat / dokter dan petugas ambulan Bantuan hidup dasar Pelatihan tabung gas Pemberian obat-obatan Kenal akan tanda deteriorasi Keterampilan trakeostomi dan suction Dua tahun pengalaman dalam perawatan intensif (oksigenasi, sungkup pernapasan, defibrillator, monitor) Oksigen Suction Tiang infus portabel Pompa infus dengan baterai Oksimetri denyut Monitor EKG dan tekanan darah Defibrillator Derajat 3 Dokter, perawat, Dan petugas ambulan Standar kompetensi dokter harus di atas standar minimal Dokter: Dokter umum yang punya sertifikat pelatihan ACLS Keterampilan bantuan hidup dasar dan lanjut Keterampilan menangani permasalahan jalan napas dan pernapasan, minimal level ST 3 atau sederajat. Harus mengikuti pelatihan untuk transfer pasien dengan sakit berat / kritis Monitor ICU portabel yang lengkap Ventilator dan peralatan transfer yang memenuhi standar minimal. Perawat: Mempunyai sertifikat 7

pelatihan ICU dasar dan lanjut, dan mahir ICU Keterampilan bantuan hidup dasar dan lanjut Harus mengikuti pelatihan untuk transfer pasien dengan sakit berat / kritis (lengkapnya lihat Lampiran 1) TRANSFER INTRA-RUMAH SAKIT 1. Standar: pemantauan minimal, pelatihan, dan petugas yang berpengalaman; diaplikasikan pada transfer intra- dan antar-rumah Sakit 2. Sebelum transfer, lakukan analisis mengenai risiko dan keuntungannya. 3. Sediakan kapasitas cadangan oksigen dan daya baterai yang cukup untuk mengantisipasi kejadian emergensi. 4. Peralatan listrik harus tepasang ke sumber daya (stop kontak) dan oksigen sentral digunakan selama perawatan di unit tujuan. 5. Petugas yang mentransfer pasien ke ruang pemeriksaaan radiologi harus paham akan bahaya potensial yang ada. 6. Semua peralatan yang digunakan pada pasien tidak boleh melebihi level pasien 2. Kompetensi SDM untuk transfer antar Rumah Sakit Pasien Petugas Pendamping (minimal) keterampilan yang dibutuhkan Derajat 0 petugas ambulan Bantuan hidup dasar (BHD) Derajat 0,5 (orang tua/delirium petugas ambulan dan paramedis Bantuan hidup dasar Kendaraan HDS/ Peralatan Utama Dan jenis kendaraan Kendaraan High Dependency Service (HDS)/ Ambulan Kendaraan HDS/ Ambulan Derajat 1 Petugas ambulan dan Bantuan hidup dasar Pemberian oksigen 8 Kendaraan HDS/ Ambulan

Derajat 2 perawat Dokter, perawat,dan petugas ambulans Pemberian obatobatan Kenal akan tanda deteriorasi Keterampilan perawatan trakeostomi dan suction Bantuan hidup dasar Pemberian oksigen Pemberian obatobatan Kenal akan tanda deteriorasi Keterampilan perawatan trakeostomi dan suction Penggunaan alat pernapasan Bantuan hidup lanjut Penggunaan kantong pernapasan (bag-valve mask) Penggunaan defibrillator Penggunaan monitor intensif Oksigen Suction Tiang infus portabel Infus pump dengan baterai Oksimetri Ambulans Semua peralatan di atas, ditambah; Monitor EKG dan tekanan darah Defibrillator bila diperlukan Derajat 3 Dokter, perawat, dan petugas ambulan Dokter: dokter dasar dan lan umum yang dinas di ICU dan mempunyai sertifikat ACLS Keterampilan menangani permasalahan jalan napas dan pernapasan, minimal level ST 3 atau sederajat. Harus mengikuti 9 Ambulans lengkap/ AGD 118 Monitor ICU portabel yang lengkap Ventilator dan peralatan transfer yang memenuhi standar minimal.

pelatihan untuk transfer pasien dengan sakit berat / kritis Perawat: Minimal 2 tahun bekerja di ICU Keterampilan bantuan hidup dasar dan lanjut Harus mengikuti pelatihan untuk transfer pasien dengan sakit berat / kritis (lengkapnya lihat Lampiran 1) X. PEMANTAUAN, OBAT-OBATAN, DAN PERALATAN SELAMA TRANSFER PASIEN KRITIS 1. Pasien dengan kebutuhan perawatan kritis memerlukan pemantauan selama proses transfer. 2. Standar pelayanan dan pemantauan pasien selama transfer setidaknya harus sebaik pelayanan di RSI IBNU SINA YARSI PADANG/ RS tujuan. 3. Peralatan pemantauan harus tersedia dan berfungsi dengan baik sebelum transfer dilakukan. Standar minimal untuk transfer pasien antara lain: a. Kehadiran petugas yang kompeten secara kontinu selama transfer b. EKG kontinu c. Pemantauan tekanan darah (non-invasif) d. Saturasi oksigen (oksimetri denyut) e. Terpasangnya jalur intravena f. Terkadang memerlukan akses ke vena sentral g. Peralatan untuk memantau cardiac output 10

h. Pemantauan end-tidal carbon dioxide pada pasien dengan ventilator i. Mempertahankan dan mengamankan jalan napas j. Pemantauan temperatur pasien secara terus-menerus (untuk mencegah terjadinya hipotermia atau hipertermia) 4. Pengukuran tekanan darah non-invasif intermiten, sensitif terhadap gerakan dan tidak dapat diandalkan pada mobil yang bergerak. Selain itu juga cukup menghabiskan baterai monitor. 5. Pengukuran tekanan darah invasif yang kontinu (melalui kanula arteri) disarankan. 6. Idealnya, semua pasien derajat 3 harus dipantau pengukuran tekanan darah secara invasif selama transfer (wajib pada pasien dengan cedera otak akut; pasien dengan tekanan darah tidak stabil atau berpotensi menjadi tidak stabil; atau pada pasien dengan inotropik). 7. Kateterisasi vena sentral tidak wajib tetapi membantu memantau filling status (status volume pembuluh darah) pasien sebelum transfer. Akses vena sentral diperlukan dalam pemberian obat inotropic dan vasopressor. 8. Pemantauan tekanan intracranial mungkin diperlukan pada pasien-pasien tertentu. 9. Pada pasien dengan pemasangan ventilator, lakukan pemantauan suplai oksigen, tekanan pernapasan (airway pressure), dan pengaturan ventilator. 10. Tim transfer yang terlibat harus memastikan ketersediaan obat-obatan yang diperlukan, antara lain: (sebaiknya obat-obatan ini sudah disiapkan di dalam jarum suntik) a. Obat resusitasi dasar: epinefrin, anti-aritmia b. Obat sedasi c. Analgesik d. Relaksans otot e. Obat inotropik 11. Hindari penggunaan tiang dengan selang infus yang terlalu banyak agar akses terhadap pasien tidak terhalang dan stabilitas brankar terjaga dengan baik. 12. Semua infus harus diberikan melalui syringe pumps. 13. Penggunaan tabung oksigen tambahan harus aman dan terpasang dengan baik. 14. Petugas transfer harus familiar dengan seluruh peralatan yang ada di ambulans. 15. Pertahankan temperature pasien, lindungi telinga dan mata pasien selama transfer. 16. Seluruh peralatan harus kokoh, tahan lama, dan ringan. 17. Peralatan listrik harus dapat berfungsi dengan menggunakan baterai (saat tidak disambungkan dengan stop kontak/listrik). 18. Baterai tambahan harus dibawa (untuk mengantisipasi terjadinya mati listrik) 19. Monitor yang portabel harus mempunyai layar yang jernih dan terang dan dapat memperlihatkan elektrokardiogram (EKG), saturasi oksigen arteri, pengukuran tekanan darah (non-invasif), kapnografi, dan temperatur. 11

20. Pengukuran tekanan darah non-invasif pada monitor portabel dapat dengan cepat menguras baterai dan tidak dapat diandalkan saat terdapat pergerakan ekternal / vibrasi (getaran). 21. Alarm dari alat harus terlihat jelas dan terdengar dengan cukup keras. 22. Ventilator mekanik yang portabel harus mempunyai (minimal): a. alarm yang berbunyi jika terjadi tekanan tinggi atau terlepasnya alat dari tubuh pasien b. mampu menyediakan tekanan akhir ekspirasi positif (positive end expiratory pressure) dan berbagai macam konsentrasi oksigen inspirasi c. pengukuran rasio inspirasi : ekspirasi, frekuensi pernapasan per-menit, dan volume tidal. d. Mampu menyediakan ventilasi tekanan terkendali (pressure-controlled ventilation) dan pemberian tekanan positif berkelanjutan (continuous positive airway pressure) 23. Semua peralatan harus terstandarisasi sehingga terwujudnya suatu proses transfer yang lancar dan tidak adanya penundaan dalam pemberian terapi / obat-obatan. 24. Catatlah status pasien, tanda vital, pengukuran pada monitor, tatalaksana yang diberikan, dan informasi klinis lainnya yang terkait. Pencatatan ini harus dilengkapi selama transfer. 25. Pasien harus dipantau secara terus-menerus selama transfer dan dicatat di lembar pemantauan. 26. Monitor, ventilator, dan pompa harus terlihat sepanjang waktu oleh petugas dan harus dalam posisi aman di bawah level pasien. 27. Peralatan pada transportasi udara: Pasien RSI IBNU SINA YARSI PADANG dalam kondisi kritis yang memerlukan transfer melalui udara maka: a. Diperlukan suatu alat yang dapat membawa pasien yang terfiksasi pada lantai pesawat terbang. b. Penyediaan Oksigen dan peralatan yang dibutuhkan dalam pesawat (koordinasi dengan petugas transportasi udara) c. Tidak boleh menggunakan peralatan yang mengandung merkuri. d. Semua peralatan yang diperlukan untuk mempertahankan jalan napas dan pemberian cairan harus tersedia dan mudah diakses. e. Harus tersedia alat kejut jantung (defibrillator) (koordinasi dengan petugas transportasi udara), hanya petugas yang ahli di bidangnya yang diizinkan untuk menggunakan alat ini di pesawat. f. Penggunaan peralatan lainnya, seperti syringe pumps, harus sesuai dengan indikasi dan penting untuk diingat bahwa terdapat keterbatasan area di dalam pesawat untuk memastikan alat terpasang dengan aman. g. Pasien dan peralatan harus dipastikan aman dan terfiksasi menggunakan sabuk pengaman. 12

h. Alat yang terpasang pada pasien harus dalam posisi aman dan berada di sisi kiri pasien. i. Brankar pasien harus difiksasi dengan kuat di lantai pesawat sebelum keberangkatan. j. Pastikan baterai peralatan terisi penuh dan bawa juga baterai cadangan karena tidak ada suplai listrik tambahan di pesawat kecuali untuk menyelamatkan nyawa (resusitasi) k. Telepon genggam harus di-nonaktifkan saat pesawat mengudara. XI. Pemilihan Metode Transfer antar RS untuk Pasien Kritis 1. Pemilihan metode transfer harus mempertimbangkan sejumlah komponen penting seperti di bawah ini. a. Derajat urgensi untuk melakukan transfer b. Kondisi pasien c. Faktor geografik d. Kondisi cuaca e. Arus lalu lintas f. Ketersediaan / availabilitas g. Area untuk mendarat di tempat tujuan h. Jarak tempuh 2. Pilihan kendaraan untuk transfer pasien antara lain: a. Jasa Ambulan Gawat Darurat i. Siap sedia dalam 24 jam ii. Perjalanan darat iii. Durabilitas: dengan pertimbangan petugas dan peralatan yang dibutuhkan dan lamanya waktu yang diperlukan. iv. Kontak: pusat ambulan:, Ambulan 118 XII. Alat transportasi untuk transfer pasien antar Rumah Sakit 1. Gunakan mobil ambulan RSI IBNU SINA YARSI PADANG/ AGD 118. Mobil dilengkap soket listrik 12 V, suplai oksigen, monitor, dan peralatan lainnya 2. Sebelum melakukan transfer, pastikan kebutuhan-kebutuhan untuk mentransfer pasien terpenuhi (seperti suplai oksigen, baterai cadangan, dll). 3. Standar Peralatan di Ambulan a. Suplai oksigen b. Ventilator c. Jarum suntik d. Suction e. Baterai cadangan f. Syringe / infusion pumps (tinggi pompa sebaiknya tidak melebihi posisi pasien g. Alat penghangat ruangan portabel (untuk mempertahankan temperatur pasien) 13

h. Alat kejut jantung (defibrillator) 4. Tim transfer/ SDM pendamping dapat memberi saran mengenai kecepatan ambulan yang diperlukan, dengan mempertimbangkan kondisi klinis pasien. 5. Keputusan untuk menggunakan sirene diserahkan kepada supir ambulans. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi transfer yang lancar dan segera dengan akselerasi dan deselerasi yang minimal. 6. Pendampingan oleh polisi dapat dipertimbangkan pada area yang sangat padat penduduknya 7. Petugas harus tetap duduk selama transfer dan menggunakan sabuk pengaman. 8. Jika terdapat kegawatdaruratan medis dan pasien membutuhkan intervensi segera, berhentikan ambulan di tempat yang aman dan lakukan tindakan yang diperlukan. 9. Jika petugas diperlukan untuk turun dari kendaraan / ambulan, gunakanlah pakaian yang jelas terlihat oleh pengguna jalan lainnya. XIII. Dokumentasi dan Penyerahan pasien transfer antar Rumah Sakit 1. Lakukan pencatatan yang jelas dan lengkap dalam semua tahapan transfer, dan harus mencakup: a. detail kondisi pasien b. alasan melakukan transfer c. nama konsultan yang merujuk dan menerima rujukan d. status klinis pre-transfer e. detail tanda vital, pemeriksaan fisik, dan terapi yang diberikan selama transfer berlangsung 2. Pencatatan harus terstandarisasi antar-rumah Sakit jejaring dan diterapkan untuk transfer intra- dan antar-rumah Sakit. 3. Rekam medis harus mengandung: a. resume singkat mengenai kondisi klinis pasien sebelum, selama, dan setelah transfer; termasuk kondisi medis yang terkait, faktor lingkungan, dan terapi yang diberikan. b. Data untuk proses audit. Tim transfer harus mempunyai salinan datanya. 4. Harus ada prosedur untuk menyelidiki masalah-masalah yang terjadi selama proses transfer, termasuk penundaan transportasi. 5. Tim transfer harus memperoleh informasi yang jelas mengenai lokasi Rumah Sakit yang dituju sebelum mentransfer pasien. 6. Saat tiba di Rumah Sakit tujuan, harus ada proses serah-terima pasien antara tim transfer dengan pihak Rumah Sakit yang menerima (paramedis dan perawat) yang akan bertanggungjawab terhadap perawatan pasien selanjutnya. 14

7. Proses serah-terima pasien harus mencakup pemberian informasi (baik secara verbal maupun tertulis) mengenai riwayat penyakit pasien, tanda vital, hasil pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi), terapi, dan kondisi klinis selama transfer berlangsung. 8. Hasil pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan yang lainnya harus dideskripsikan dan diserahkan kepada petugas Rumah Sakit tujuan. 9. Setelah menyerahkan pasien, tim transfer dibebastugaskan dari kewajiban merawat pasien. 10. Perlu penyediaan pakaian, sejumlah peralatan yang dapat dibawa, dan sejumlah uang untuk memfasilitasi mekanisme perjalanan kembali tim transfer. XIV. Komunikasi dalam Transfer Pasien Antar Rumah Sakit 1. Pasien (jika memungkinkan) dan keluarganya harus diberitahu mengenai alasan transfer dan lokasi Rumah Sakit tujuan. Berikanlah nomor telepon Rumah Sakit tujuan dan jelaskan cara untuk menuju ke RS tersebut. 2. Pastikan bahwa Rumah Sakit tujuan dapat dan setuju untuk menerima pasien sebelum dilakukan transfer. 3. Kontak pertama harus dilakukan oleh konsultan/ dokter penanggung jawab di kedua Rumah Sakit, untuk mendiskusikan mengenai kebutuhan medis pasien. 4. Untuk kontak selanjutnya, tunjuklah satu orang lainnya (biasanya perawat senior). Bertugas sebagai komunikator utama sampai transfer selesai dilakukan. a. Jika selama transfer terjadi pergantian jaga perawat yang ditunjuk, berikan penjelasan mengenai kondisi pasien yang ditransfer dan lakukan penyerahan tanggung jawab kepada perawat yang menggantikan. b. Komunikator utama harus menghubungi pelayanan ambulan, jika ingin menggunakan jasanya dan harus menjadi kontak satu-satunya untuk diskusi selanjutnya antara Rumah Sakit dengan layanan ambulans. c. Harus memberikan informasi terbaru mengenai kebutuhan perawatan pasien kepada Rumah Sakit tujuan. 5. Tim transfer harus berkomunikasi dengan Rumah Sakit asal dan tujuan mengenai penanganan medis yang diperlukan dan memberikan update perkembangannya. XV. Audit dan Jaminan Mutu 1. Buatlah catatan yang jelas dan lengkap selama transfer. 2. Dokumentasi ini akan digunakan sebagai acuan data dasar dan sarana audit 3. RSI IBNU SINA YARSI PADANG bertanggung jawab untuk menjaga berlangsungnya proses pelaporan insidens yang terjadi dalam transfer dengan menggunakan protokol standar RSI IBNU SINA YARSI PADANG 4. Data audit akan ditinjau ulang secara teratur oleh RSI IBNU SINA YARSI PADANG 15

LAMPIRAN 1 KOMPETENSI UNTUK TRANSFER PASIEN DENGAN SAKIT BERAT / KRITIS DERAJAT 3 INTRA- DAN ANTAR-RUMAH SAKIT Semua pasien sakit berat / kritis derajat 3 didampingi oleh 2 orang selama transfer. Satu orang adalah dokter, biasanya spesialis anestesi yang sudah terlatih dalam penanganan jalan napas. Satu orang lagi adalah perawat atau dokter umum. Terdapat standar keterampilan minimal untuk melakukan transfer pasien. Berikut adalah kompetensi yang diperlukan. Dokter Harus memiliki: 1. Minimal 6 bulan pengalaman mengenai perawatan pasien intensif dan bekerja di ICU 2. Keterampilan bantuan hidup dasar dan lanjut 16

3. Keterampilan menangani permasalahan jalan napas dan pernapasan, minimal level ST atau sederajat. 4. Harus mengikuti pelatihan untuk transfer pasien dengan sakit berat / kritis Perawat Harus memiliki: 1. Minimal 1 tahun bekerja di ICU 2. Keterampilan bantuan hidup dasar dan lanjut 3. Harus mengikuti pelatihan untuk transfer pasien dengan sakit berat / kritis Peralatan 1. Ventilator Dokter harus: a. Memiliki pengetahuan yang cukup terhadap fungsi dan jenis ventilator yang digunakan b. Mampu mengganti baterai c. Mampu mengganti tabung oksigen dan menghitung kebutuhan oksigen pasien Perawat harus: a. mampu mengganti tabung oksigen b. mampu mengganti baterai 2. Pompa Dokter dan perawat harus: a. Mampu mengganti baterai b. Mampu mengoperasikan jarum suntik / syringe pumps c. Mampu mengatur kecepatan infus dan memberikan bolus cairan / obat 3. Monitor Dokter dan perawat harus dapat: a. Mendeteksi adanya gelombang yang invasive b. Melakukan pemantauan invasive c. Mengoperasikan EKG d. Mengoperasikan kapnografi e. Mengoperasikan oksimetri denyut 4. Kantong peralatan medis untuk transfer (transfer bag) Dokter dan perawat harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai isi kantong peralatan medis. 5. Troli transfer Dokter dan perawat harus mengetahui cara mengoperasikan troli dan mengamankan pasien serta peralatan di dalamnya. 6. Sistem bidai untuk transfer via udara Dokter dan perawat harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai cara mengoperasikan sistem ini. Pengangkutan Pasien 17

Dokter dan perawat harus dapat mendemonstrasikancara mengangkut pasien dengan aman. Komunikasi dan Panduan Dokter dan perawat harus dapat: 1. Mendemonstrasikan cara berkomunikasi dengan Rumah Sakit tujuan dan pusat layanan ambulans. 2. Membaca dan memahami kebijakan transfer setempat dan nasional 3. Memiliki pengetahuan mengenai struktur kendali dan pemberian perintah untuk transfer Transfer Dokter dan perawat harus mempunyai pengetahuan yang cukup akan risiko yang dapat terjadi selama melakukan transfer pada pasien dengan sakit berat / kritis via menggunakan kendaraan yang bergerak (baik pada transportasi darat maupun udara), dan waspada akan bahaya yang mungkin terjadi kepada petugas dan atau pasien. Penyerahan Pasien Dokter dan perawat harus mengetahui prosedur serah-terima pasien di Rumah Sakit tujuan. Orientasi Dokter dan perawat telah mengetahui kondisi di dalam kendaraan transportasi yang akan digunakan (ambulans atau pesawat) sebelum melakukan transfer. Panduan Pemantauan Minimal Dokter harus memiliki pengetahuan mengenai panduan pemantauan minimal. LAMPIRAN 2 PERALATAN TRANSFER MINIMAL UNTUK ANTAR RUMAH SAKIT 1. Manajemen jalan napas / oksigenasi (dewasa dan anak) a. Sistem bag-valve dewasa dan anak dengan reservoir oksigen b. Sungkup dewasa dan anak c. Penghubung sistem bag-valve dengan endotracheal (ETT)/ tracheostomy tube d. Monitor end-tidal carbon dioxide (dewasa dan anak) e. Laringoskop Miller f. Stilet / mandrin ETT (dewasa dan anak) g. Forceps Magil (dewasa dan anak) h. Selang ETT (5.0, 5.5, 6.0, 6.5, 7.0, 7.5, 8.0) i. Pegangan laringoskop (dewasa dan anak) 18

j. Baterai cadangan dan bola lampu laringoskop k. Nasopharyngeal airways (NPA) / Oropharyngeal airways (OPA) l. Pisau bedah (scalpel) m. Alat krikotiroidotomi n. Pelumas / gel o. Nasal kanul (dewasa dan anak) 2. Lem perekat 3. Nebulizer 4. Kapas alkohol 5. Brankar (dewasa dan anak) 6. Jarum untuk bone marrow (sum-sum tulang belakang) untuk infus pada anak 7. Pengukur tekanan darah 8. Winged needle 9. Telepon genggam 10. Gel / bantalan elektroda defibrillator 11. Stik gula darah sewaktu (GDS) 12. Monitor EKG / defibrillator 13. Elektroda EKG 14. Senter dengan baterai cadangan 15. Pompa infus (infusion pumps) 16. Selang infus 17. Three-way 18. Kateter intravena 19. Cairan infus (normal saline-ns, ringer laktat-rl, dekstrosa 5%) 20. Spuit 21. Klem Kelley 22. Oksimetri denyut 23. Nasogastric tube (NGT) 24. Tali penahan untuk ekstremitas 25. Stetoskop 26. Suction 27. Kassa 28. Tourniquet 29. Gunting 30. Tambahan: a. Alat imobilisasi spinal b. Ventilator portabel 19

LAMPIRAN 3 OBAT-OBATAN TRANSFER MINIMAL ANTAR RUMAH SAKIT (Bila diperlukan) 1. Adenosine, 6mg/2ml 2. Albuterol, 2,5mg/2ml 3. Amiodaron, 150mg/3ml 4. Atropine, 1mg/10ml 5. Kalsium klorida, 1g/10ml 6. Catacaine/hurricaine spray 7. Dekstrosa 25%, 10ml 8. Dekstrosa 50%, 50ml 9. Digoksin, 0,5mg/2ml 20

10. Diltiazem, 25mg/5ml 11. Difenhidramin, 50mg/1ml 12. Dopamine, 200mg/5ml 13. Epinefrin, 1mg/10ml (1:10.000) 14. Epinefrin, 1mg/1ml (1:1.000) 15. Fosfenitoin, 750mg/10ml 16. Furosemide, 100mg/10ml 17. Glucagon, 1mg (vial) 18. Heparin, 1.000 U/1ml 19. Isoproterenol, 1mg/5ml 20. Labetalol, 40mg/8ml 21. Lidokain, 100mg/10ml 22. Lidokain, 2g/10ml 23. Manitol, 50g/50ml 24. MgSO4, 1g/2ml 25. Metilprednisolon, 125mg/2ml 26. Metoprolol, 5mg/5ml 27. Nalokson, 2mg/2ml 28. Nitrogliserin IV, 50mg/10ml 29. Nitrogliserin tablet, 0,4mg 30. Nitroprusid, 50mg/2ml 31. Normal Saline NS, 30 ml untuk injeksi 32. Fenobarbital, 65mg/ml atau 130mg/ml 33. KCl, 20 meq/10ml 34. Prokainamid, 1.000mg/10ml 35. Natrium bikarbonat, 5mEq/10ml 36. Natrium bikarbonat, 50mEq/50ml 37. Akua bidestilata, 30ml untuk injeksi 38. Terbutalin, 1mg/1ml 39. Verapamil, 5mg/2ml Obat-obatan berikut ini ditambahkan ke tas emergency segera sebelum transfer sesuai dengan indikasi pasien: 1. Analgesik narkose (morfin, fentanil) 2. Sedasi / hypnosis (lorazepam, midazolam, propofol, etomidat, ketamin) 3. Agen neuromuscular blocker (suksinilkolin, pankuronium, atrakurium, rokuronium) 4. Prostaglandin E1 5. Surfaktan paru 21

22