BAB I PENDAHULUAN. daerah. Oleh karena itu, diperlukan sistem akuntansi daerah yang baik untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan berganti menjadi era Reformasi. Pada era ini, desentralisasi dimulai ketika

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dapat dinilai kurang pesat, pada saat itu yang lebih mendapat perhatian

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan Daerah yaitu dengan menyampaikan laporan

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola pemerintahan yang baik (Good Government Governance)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring perkembangan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, maka

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan sejak tahun 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsinya yang didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah, pengelolaan keuangan sepenuhnya berada di tangan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melalui pembenahan kebijakan dan peraturan perndang-undangan, penyiapan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Indonesia mulai memasuki era reformasi, kondisi pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. menunjukan kualitas yang semakin baik setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006, hal 17). Pemerintah harus mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. tata kelola yang baik diperlukan penguatan sistem dan kelembagaan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance merupakan function of governing. Salah

BAB I PENDAHULUAN. telah direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 menyatakan bahwa setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pergantian pemerintahan dari orde baru kepada orde reformasi yang

dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Sejak diberlakukannya otonomi desantralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang tepat, jelas, dan terukur sesuai dengan prinsip transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Penyajian laporan keuangan di daerah-daerah khususnya di SKPD (Satuan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

BAB I PENDAHULUAN. Keinginan untuk mewujudkan good governance merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah menuntut pemerintah harus memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Selama ini pemerintahan di Indonesia menjadi pusat perhatian bagi

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjalankan pemerintahannya. Pemerintah pusat memberikan kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin maju dan terbukanya sistem informasi dewasa ini, isu-isu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Good governace merupakan function of governing, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan diterapkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut dengan Good Governance. Pemerintahan yang baik merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. berupa laporan keuangan. Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Frilia Dera Waliah, 2015 ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM MENERAPKAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. Akuntanbilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik atau yang biasa disebut Good Government

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang menitik beratkan pada pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melakukan reformasi pengelolaan keuangan dengan. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

BAB I PENDAHULUAN. bersih dan berwibawa. Paradigma baru tersebut mewajibkan setiap satuan kerja

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia semakin pesat

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, peran akuntansi semakin dibutuhkan, tidak saja untuk kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas organisasi-organisasi publik tersebut,

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia serempak. mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. pasti membutuhkan pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia semakin pesat

BAB I PENDAHULUAN. dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan UU No. 33 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Susilawati & Dwi Seftihani (2014) mengungkapkan bahwa perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia semakin pesat terutama dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas dan potensi daerah tersebut. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, pengelolaan keuangan sepenuhnya berada di tangan pemerintah daerah. Oleh karena itu, diperlukan sistem akuntansi daerah yang baik untuk mengelola keuangan secara transparan, efisien, efektif, dan akuntabel. Pemerintah adalah entitas pelapor (Reporting Entity) yang harus membuat laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawabannya karena: (a) Pemerintah menguasai dan mengendalikan sumber-sumber yang signifikan; (b) Penggunaan sumber-sumber tersebut oleh pemerintah dapat berdampak luas terhadap kesejahteraan dan ekonomi rakyat; dan (c) Terdapat pemisahan antara manajemen dan pemilikan sumber-sumber tersebut. Sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan pemerintahan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Daerah dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun 1

2 pemerintah daerah adalah dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Menurut PSAK nomor 1 (revisi 2009) laporan keuangan adalah suatu pengajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan investasi. Laporan keuangan pemerintah yang dihasilkan harus memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Laporan keuangan pemerintah kemudian disampaikan kepada DPR/DPRD dan masyarakat umum setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Adapun komponen laporan keuangan yang disampaikan tersebut meliputi Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL), Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Laporan Keuangan dibuat untuk menyajikan informasi yang relevan, handal dan dapat dipercaya berkenaan dengan posisi keuangan dan seluruh data transaksi yang dicatat oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Begitu juga dengan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dimana pemerintah daerah merupakan lembaga sektor publik yang pertanggungjawabannya bukan

3 hanya pertanggungjawaban vertical (otoritas yang lebih tinggi) tetapi lebih menekankan pada pertanggungjawaban horizontal (masyarakat) sehingga laporan keuangan pemerintah daerah harus memenuhi transparansi dan akuntabel. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) setiap tahunnya mendapat penilaian berupa Opini dari Badan Pengawas Keuangan (BPK). Ketika BPK memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), artinya dapat dikatakan bahwa laporan keuangan suatu entitas pemerintah daerah tersebut disajikan dan diungkapkan secara wajar dan berkualitas. Terdapat empat opini yang diberikan badan pemeriksa keuangan (BPK) yaitu Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Opini, Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelasan, Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Opini Tidak Wajar (TP), dan Pernyataan Menolak memberi Opini atau Tidak Memberi Pendapat (TMP). Fenomena pelaporan keuangan pemerintah di Indonesia yang terjadi di Pemerintah Kabupaten Bandung Barat (KBB) dimana Pemerintah Kabupaten Bandung Barat ditekankan untuk lebih memperhatikan kualitas laporan keuangan meliputi tata kelola laporan keuangan yang baik, transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan khususnya mengenai pengguna Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal itu terkait belum adanya penyelesaian kasus pengelolaan keuangan dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) yang terjadi setiap tahun di Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. BPK RI memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Bandung Barat tahun anggaran

4 2013. Menurut R. Rita Dewi P. Selaku Kepala Bidang Aset Daerah Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan Asli Daerah Kabupaten Bandung Barat mengemukakan bahwa sampai saat ini masih ada masalah yang terjadi, masalah pertama yaitu ketidakcocokkan data aset yang dilimpahkan dari Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. Ketidak cocok kan ini umumnya soal adanya dana yang tercatat ganda, atau adanya daftar aset yang tercatat, namun sebenarnya tidak ada setelah ditelusuri ke lapangan. Sehingga mengenai total keseluruhan aset yang ada di Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, terutama nominalnya masih belum bisa memberikan data yang pasti, masalah kedua yaitu penyajian persediaan yang tidak memadai, masalah ke tiga yaitu penyajian penyertaan modal pemerintah yang tidak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Berikut data penilaian yang diterima oleh Kabupaten Bandung Barat tahun 2012-2016: Tahun Tabel 1.1 Daftar Opini BPK Atas LKPD kabupaten Bandung Barat Tahun 2012-2016 Opini Badan Pemeriksa Keuangan 2012 Wajar Dengan Pengecualian (WDP) 2013 Wajar Dengan Pengecualian (WDP) 2014 Wajar Dengan Pengecualian (WDP) 2015 Wajar Dengan Pengecualian (WDP) 2016 Wajar Dengan Pengecualian (WDP) Pada tahun 2014 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Bandung Barat (KBB) kembali mendapatkan opini penilaian Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Menurut H. Abubakar selaku Bupati Bandung Barat, opini tersebut diraih kembali karena

5 masih ada beberapa pekerjaan yang harus lebih ditingkatkan lagi. Terutama, menyangkut penata usahaan aset di beberapa SKPD yang hingga kini masih belum ada titik temunya. Menyadari masih adanya kelemahan dalam pemerintah yang dipimpinnya Abubakar menegaskan, akan segera melakukan konsolidasi dan memerintahkan dengan tegas seluruh jajarannya untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi selama ini secepat mungkin. Dia berharap, kedepan Kabupaten Bandung Barat (KBB) bisa meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dari Badan Pemeriksan Keuangan (BPK). (Agus Yulianto, Diakses 08/02/2018) Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pun diraih kembali oleh Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2015. Aa Umbara Sutisna menilai bahwa pengelolaan aset merupakan permasalahan utama Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dalam meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), selama delapan tahun lebih persoalan aset pelimpahan dari Kabupaten Bandung kepada Kabupaten Bandung Barat tak kunjung dapat diselesaikan. Aa menilai, lemahnya kinerja tiap SKPD selama ini terutama menyangkut persoalan aset menjadi salah satu indikator gagalnya Pemerintah Kabupaten Bandung Barat meraih WTP dari BPK RI. Aset yang tersertifikasi masih sedikit dibandingkan dengan aset tanah yang belum tersertifikasi. Padahal Aa mengakui persoalan aset ini sudah bergulir selama 9 tahun lamanya namun penyelesaiannya belum tampak begitu signifikan. (Maryam, Diakses 02/02/2018)

6 Pada tahun 2016 Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, Bupati Drs. H. Abubakar, M.Si yang baru saja menerima hasil Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2016 dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) harus puas mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian. Ini kelima kalinya Pemkab Bandung Barat mendapatkan opini WDP. Sejumlah alasan penyebab gagalnya Pemkab meraih opini WTP pada LKPD tahun lalu masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya, yakni soal pengelolaan aset. Selain itu, masalah lainnya, yaitu pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah di tingkat SD dan SMP serta piutang Pajak Bumi dan Bangunan. Seperti diketahui, menjelang 10 tahun usianya, Pemkab Bandung Barat masih memiliki ribuan aset yang belum memiliki sertifikat. Data Badan Keuangan dan Aset Daerah KBB, dari 1.444 bidang, baru 26 bidang saja yang sudah memiliki sertifikat. Sejumlah aset tersebut sebagian besar merupakan limpahan dari daerah induk, yakni Kabupaten Bandung Barat. Kepemilikan aset daerah saat ini hanya berpegang kepada surat pelimpahan aset dari Kabupaten Bandung Barat. (Cecep Wijaya Sari, Diakses 31/01/2018) Kesimpulannya selama ini Pemerintah Kabupaten Bandung Barat selalu mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), masalah setiap tahunnya sama yaitu terkait dengan pengelolaan aset yang tak kunjung dapat diselesaikan. Permasalahan selanjutnya yang berkaitan dengan kualitas laporan keuangan yaitu yang terjadi di Pemprov DKI Jakarta untuk keempat kalinya

7 mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP) dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LPH) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI atas Laporan Keuangan Daerah (LKPD) Pemprov DKI Jakarta. Berdasarkan pemeriksaan atas laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta 2016 termasuk implementasi rencana aksi tindak lanjut oleh Pemprov DKI Jakarta, maka BPK memberikan opini atas LKPD 2016 sama seperti opini tahun lalu yaitu WDP. Sejumlah alasan Pemprov DKI Jakarta mendapat WDP karena sistem informasi aset yang belum mendukung pencatatan aset sesuai standar akuntansi, inventarisasi aset yang belum selesai, data kartu inventaris barang yang dinilai tidak informatif dan tidak valid. "Hasil pemeriksaan itu akan menjadi perhatian serius bagi saya dan jajaran untuk melaksanan langkah-langkah perbaikan guna meningkatkan kualitas tata kelola keuangan," ujar Djarot. (David Oliver Purba, Diakses 11/04/2018) Kesimpulannya selama ini Pemprov DKI Jakarta selalu mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LPH) atas Lapora Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), masalah setiap tahunnya sama yaitu terkait pengelolaan aset yang tidak kunjung menemui titik temu. Masih banyaknya fenomena laporan keuangan pemerintah yang belum menyajikan data-data yang sesuai dengan peraturan dan masih banyak penyimpangan-penyimpangan yang berhasil ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam pelaksanaan audit laporan keuangan pemerintah membuat tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good

8 Governance Government) meningkat. Hal itu juga yang telah mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menerapkan akuntabilitas publik. Untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara atau daerah, penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah harus memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Pernyataan tersebut diatur dalam UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan Negara, PP No.24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Permendagri No.13 tahun 2006. Akan tetapi data di lapangan menunjukan keadaan yang sebaliknya. Hal ini berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan bahwa masih banyak opini Wajar Dengan Pengecualian dan Tidak Memperoleh Opini. Hal ini menunjukkan bahwa efektivitas Sistem Pelaporan Informasi pemerintah daerah masih belum optimal. Tabel 1.2 Perkembangan Opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2012-2016 Tahun Opini WTP % WDP% TMP% TW% 2012 23% 61% 15% 1% 2013 30% 59% 9% 2% 2014 47% 46% 6% 1% 2015 58% 35% 6% 1% 2016 70% 26% 4% 0% Sumber: www.bpk.go.id IHPS I 2017 BPK telah melakukan audit atas LKPD selama lima tahun, dari tahun 2012-2016. Didukung oleh data dari BPK yang menyatakan bahwa persentase LKPD dari tahun 2012-2016 mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP)

9 semakin meningkat, wajar dengan pengecualian (WDP) tidak memiliki banyak perubahan, tidak memberikan pendapat (TMP) menurun dari tahun ke tahun, bahkan opini tidak wajar (TW) terjadi kenaikan. Kondisi ini cukup memprihatinkan, mengingat ketentuan agar pemerintah daerah (pemda) membuat laporan keuangan secara komprehensif telah diatur dalam UU No 25 tahun 1999 tentang Keuangan Daerah, UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan Negara, PP No.24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Permendagri No.13 tahun 2006. Padahal jika dibuat dengan kaidah yang benar, laporan keuangan juga dapat dijadikan sebagai dasar yang objektif bagi pemerintah daerah dalam membuat perencanaan pembangunan di masa yang akan datang. (www.bpk.go.id) Kualitas laporan keuangan dapat dikatakan baik, apabila informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dapat dipahami, dan memenuhi kebutuhann pemakainya dalam pengambilan keputusan, bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material serta dapat diandalkan, sehingga laporan keuangan tersebut dapat dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya. Laporan keuangan adalah produk yang dihasilkan oleh disiplin ilmu akuntansi, sehingga untuk menghasilkan laporan keuangan diperlukan orangorang yang berkompeten. Kompetensi sumber daya manusia sangat diperlukan agar laporan keuangan yang dihasilkan dapat memenuhi karakteristik kualitatif laporan keuangan. Sehingga laporan keuangan yang dihasilkan dapat berkualitas dan bermanfaat dalam hal pengambilan keputusan. Sumber daya manusia adalah faktor penting demi terciptanya laporan keuangan yang berkualitas. Keberhasilan

10 suatu entitas bukan hanya dipengaruhi oleh sumber daya manusia yang dimilikinya melainkan kompetensi sumber daya manusia yang dimilikinya. Dalam hal ini kompetensi sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat penting untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan entitas yang bersangkutan. (Kadek Desiana Wati, Nyoman Trisna Herawati & Ni Kadek Sinarwati : 2014). Sumber Daya Manusia (SDM) sangat berperan penting pada organisasi pemerintah. Sumber daya manusia adalah pengelola dan memiliki tanggung jawab terhadap pengelolaan keuangan Negara (Luh Kadek&Ni Luh Gede: 2015). Oleh karena itu, dalam organisasi pemerintahan sangat dibutuhkan SDM yang kompeten dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Dalam mengelola keuangan daerah, pemerintah daerah menggunakan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Keuangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan yang bertujuan untuk memberikan informasi dalam pertanggungjawaban penggunaan dana. Pada dasarnya Pemerintah Daerah telah berupaya untuk menyusun laporan keuangan dengan menggunakan sistem akuntansi keuangan daerah yang diharapkan mampu mewujudkan tercapainya transparansi dan akuntabilitas. Pengembangan sebuah sistem yang tepat untuk dapat di implementasikan di daerah menghasilkan suatu sistem akuntansi keuangan daerah yang diharapkan dapat mengganti sistem akuntansi. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh (Mahmudi, 2016:27), menyatakan bahwa sistem akuntansi

11 pemerintah daerah disusun dalam rangka menjamin bahwa siklus akuntansi bisa berjalan dengan baik tanpa ada gangguan dan masalah, sebab apabila ada masalah dalam satu bagian saja dari siklus akuntansi tersebut bisa berakibat laporan keuangan yang dihasilkan kurang berkualitas. Untuk dapat menerapkan sistem akuntansi keuangan daerah secara baik harus dipenuhi beberapa hal yang merupakan syarat penerapan sistem akuntansi keuangan daerah. Dengan demikian, dalam sistem akuntansi keuangan daerah terdapat serangkaian prosedur yang saling berhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang menyeluruh yang ditujukan untuk menghasilkan informasi dalam bentuk laporan keuangan yang akan digunakan baik pihak internal maupun pihak eksternal pemerintah daerah untuk mengambil keputusan ekonomi. Di era reformasi pengelolaan keuangan daerah sudah mengalami berbagai perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut merupakan rangkaian bagaimana suatu Pemerintah Daerah dapat menciptakan good governance dan clean goverment dengan melakukan tata kelola pemerintahan dengan baik. Keberhasilan dari suatu pembangunan di daerah tidak terlepas dari aspek pengelolaan keuangan daerah yang di kelola dengan manajemen yang baik pula. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh As Syifa Nurillah (2014) yang berjudul Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia, Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD), Pemanfaatan Teknologi Informasi, Dan Sistem Pengendalian Intern Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris Pada Skpd Kota

12 Depok). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Kompetensi Sumber Daya Manusia, Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD), Kompetensi Sumber Daya Manusia dan penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah memiliki efek positif yang signifikan terhadap Kualitas Laporan Keuangan Meskipun penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya, akan tetapi terdapat perbedaan pada indikator, dimensi, lokasi yang diteliti, dan waktu pelaksanaan penelitiannya. Berdasarkan uraian singkat yang telah dikemukakan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian skripsi dengan judul : PENGARUH KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA DAN PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH (SAKD) TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN (Survey pada PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT). 1.2 Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah Penelitian 1.2.1 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis mengemukakan beberapa identifikasi masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimana mengidentifikasi pengelolaan kompetensi sumber daya manusia pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat. 2. Bagaimana mengidentifikasi pengelolaan penerapan sistem akuntansi keungan daerah (SAKD) pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat.

13 3. Bagaimana mengidentifikasi pengelolaan kualitas laporan keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat. 4. Bagaimana mengidentifikasi pengelolaan kompetensi sumber daya manusia terhadap kualitas laporan keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat. 5. Bagaimana mengidentifikasi pengelolaan penerapan sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD) terhadap kualitas laporan keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat. 6. Bagaimana mengidentifikasi pengelolaan kompetensi sumber daya manusia dan penerapan sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD) terhadap kualitas laporan keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat. 1.2.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka permasalahan yang dapat diidentifikasi dan menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini agar dapat mencapai sasaran dalam penyusunan, penulisan membatasi masalahmasalah yang akan dikemukakan sebagai berikut 1. Bagaimana kompetensi sumber daya manusia pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat 2. Bagaimana penerapan sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD) pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat 3. Bagaimana kualitas laporan keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat

14 4. Seberapa besar pengaruh kompetensi sumber daya manusia terhadap kualitas laporan keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat 5. Seberapa besar pengaruh penerapan sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD) terhadap kualitas laporan keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat 6. Seberapa besar pengaruh kompetensi sumber daya manusia dan penerapan sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD) terhadap kualitas laporan keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam memenuhi ujian sarjana ekonomi program studi akuntansi. Dan untuk mengumpulkan data, menganalisis, mengetahui, dan menjelaskan mengenai pengaruh kompetensi sumber daya manusia dan penerapan sistem akuntansi keuangan Daerah terhadap kualitas laporan keuangan. 1.3.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana kompetensi sumber daya manusia pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat. 2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD) pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat.

15 3. Untuk mengetahui bagaimana kualitas laporan keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat. 4. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi sumber daya manusia terhadap kualitas laporan keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat. 5. Untuk mengetahui pengaruh penerapan sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD) terhadap kualitas laporan keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat. 6. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi sumber daya manusia dan penerapan sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD) terhadap kualitas laporan keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini lakukan guna memberikan manfaat bagi berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penelitian ini antara lain : 1.4.1 Kegunaan Teoritis/Akademik Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan dan kemajuan di bidang akuntansi. 1.4.2 Kegunaan Praktis/Empiris 1. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi penulis, mengenai pengaruh kompetensi sumber daya

16 manusia dan penerapan sistem informasi akuntansi terhadap kualitas laporan keuangan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat. 2. Bagi Perusahaan/Instansi Sebagai salah satu sumbang pikiran dan alat penilaian agar memiliki kompetensi sumber daya manusia yang baik dan penerapan sistem akuntansi keuangan daerah dapat berjalan dengan baik. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui seberapa besar pengaruh kompetensi sumber daya manusia dan penerapan sistem akuntansi keuangan Daerah terhadap kualitas laporan keuangan (survey pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat). 3. Bagi Instansi Pendidikan Dapat digunakan sebagai alat pertimbangan,acuan, dan refernsi tambahan untuk penelitian-penelitian selanjutnya mengenai pengaruh kompetensi sumber daya manusia dan penerapan sistem akuntansi keuangan Daerah terhadap kualitas laporan keuangan dengan mengacu pada penelitian yang lebih baik. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data sehubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis akan melakukan penelitian pada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. Yang beralamat Jl. Raya Padalarang Cisarua Km. 2 Desa Mekarsari Kecamatan Ngamprah Kab Bandung Barat 40552 Jawa Barat- Indonesia.