7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Strain Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam tipe berat pedaging yang lebih muda dan berukuran lebih kecil, dapat tumbuh sangat cepat sehingga dapat dipanen pada umur 4 minggu yang ditujukan untuk menghasilkan daging dan menguntungkan secara ekonomis jika dibesarkan (Amrullah, 2004). Menurut Mulyantini (2011), ayam ras pedaging atau yang disebut juga ayam broiler adalah ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas sebagai penghasil daging. Pertumbuhannya cepat dengan konversi makanan yang irit, dan siap dipotong pada usia yang relatif muda. Strain merupakan sekelompok ayam yang dihasilkan oleh perusahaan pembibitan melalui proses pemuliabiakan untuk tujuan ekonomis tertentu. (Suprijatna, dkk. 2005). Menurut Gordon & Charles (2002), broiler merupakan strain ayam hibrida modern yang berjenis kelamin jantan dan betina, yang memiliki karateristik ekonomis, pertumbuhannya cepat dengan konversi pakan irit, dan siap dipanen di usia muda. Jika ditinjau secara genetis, ayam broiler sengaja diciptakan agar dalam waktu singkat dapat segera dimanfaatkan hasilnya. Banyak jenis strain ayam broiler yang beredar di pasaran yang pada umumnya perbedaan tersebut terletak pada pertumbuhan ayam, konsumsi ransum dan konversi ransum. Berbagai strain yang ada di Indonesia yaitu Hubbard, Cobb, Ross, Lohman dan Hybro (Muwarni, 2010). Banyaknya nama-nama strain ayam pedaging yang ditawarkan oleh pembibit menunjukkan bahwa antara bibit ayam pedaging terdapat perbedaan sesuai dengan perusahaan yang meneluarkannya
8 (Hartono, 2001). Strain yang digunakan pada penelitian ini yaitu strain Super Chick, MB 202 dan CP 707 dan berikut gambaran dari ketiga strain tersebut. a. Strain Super Chick Super Chick atau lebih dikenal oleh peternak sebagai strain SUJ merupakan strain yang diproduksi oleh PT Super Unggas Jaya. PT. Super Unggas Jaya merupakan anak perusahaan dari PT. Cheil Jedang (CJ) yang merupakan perusahaan besar dunia dari Korea Selatan. PT. CJ memiliki beberapa cabang, salah satunya di Indonesia yaitu PT. Cheil Jedang Indonesia (PT. CJI) yang berlokasi di kantor pusat di Menara Jamsostek Jakarta Utara. PT. CJI mempunyai anak perusahaan yaitu PT. Super Unggas Jaya (PT. SUJA). DOC yang dikeluarkan oleh perusahaan pembibit sudah memenuhi standar SNI (2013). Persyaratan yang harus dipenuhi yaitu persyaratan kualitatif dan kuantitatif. Persyaratan kualitatif terdiri dari kondisi fisik sehat, kaki normal dan dapat berdiri tegak, paruh normal, tampak tegar dan aktif, tidak dehidrasi, tidak ada kelainan bentuk dan cacat fisik, perut tidak kembung, sekitar pusar dan dubur kering serta pusar tertutup. Selain itu, warna bulu seragam sesuai dengan warna spesifikasinya, kondisi bulu kering dan mengembang. Sedangkan persyaratan kuantitatif terdiri dari bobot DOC di penetasan per ekor minimum 35 gram. b. Strain MB 202 Strain MB 202 merupakan salah satu strain ayam broiler produksi dari PT Japfa Comfeed Indonesia. PT Japfa Comfeed merupakan perusahaan agri-food terbesar di Indonesia sejak tahun 1975. Strain MB 202 ini memiliki keunggulan seperti berperforma tinggi dan kualitas FCR yang bagus. Berikut tabel target performa strain MB 202 yang ditawarkan perusahaan.
9 Tabel 1. Standar Performa Mingguan MB 202 Umur (Minggu) Berat badan (g/ekor) Konsumsi Pakan Kumulatif (g/ekor) FCR 1 187 165 0,885 2 477 532 1,115 3 926 1.176 1,270 4 1.498 2.120 1,415 5 2.140 3.339 1,560 6 2.801 4.777 1,705 7 3.442 6.371 1,851 Sumber: Brosur PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk c. Strain CP 707 PT Charoen Pokphand berdiri sekitar pada tanggal 7 Januari 1972 dan memiliki kegiatan usaha utama salah satunya di industri makanan ternak, pembibitan dan budidaya ayam ras serta pengolahannya. CP 707 merupakan strain ayam ras yang dihasilkan oleh PT Charoen Pokphand dan berikut standar performa mingguan CP 707
10 Tabel 2. Standar Performa Mingguan CP 707 Minggu Bobot Badan (g/ekor) Pertambahan Bobot Badan (g/ekor) Konsumsi Pakan Kumulatif (g/ekor) FCR 1 175,00 19,10 150,00 0,857 2 486,00 44,40 512,00 1,052 3 932,00 63,70 1167,00 1,252 4 1467,00 76,40 2105,00 1,435 5 2049,00 83,10 3283,00 1,602 6 2643,00 83,60 4604,00 1,748 Sumber: PT Charoen Pokphand Selain standar performa mingguan, kelebihan yang ditawarkan oleh perusahaan yaitu DOC dipelihara selama 30 45 hari sebelum dipanen pada berat rata-rata 1.39 2.45 kg atau setara dengan berat bersih 1.11 1.96 kg daging ayam. 2.2 Usaha Peternakan Ayam Broiler Usaha peternakan berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 940/Kpts/OT.210/10/1997, usaha peternakan adalah suatu usaha pembibitan atau budidaya peternakan dalam bentuk perusahaan peternakan atau peternakan rakyat, yang dilakukan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersil atau sebagai usaha sampingan untuk menghasilkan ternak bibit/ternak potong, telur, susu, serta menggemukkan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkan.
11 Menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan (2005), komoditas unggas mempunyai prospek pasar yang baik karena didukung oleh karakteristik unggas yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia yang sebagian besar muslim, harga relatif murah dengan akses yang mudah diperoleh karena sudah merupakan barang publik. Peternakan broiler merupakan salah satu agroindustri yang berkembang pesat di Indonesia. Agroindustri umumnya mempunyai kontribusi yang signifikan bagi negara berkembang karena tiga alasan, yaitu sebagai sarana transformasi produksi pertanian menjadi produk siap konsumsi, sebagai faktor manufaktur andalan komoditi ekspor dan sebagai penyedia bahan makanan sumber nutrisi bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Ayam broiler merupakan ayam tipe berat pedaging yang lebih muda dan berukuran lebih kecil, dapat tumbuh sangat cepat sehingga dapat dipanen pada umur 4 minggu yang ditujukan untuk menghasilkan daging dan menguntungkan secara ekonomis jika dibesarkan. Faktor-faktor yang mendukung usaha budidaya ayam broiler sebenarnya masih dapat terus dikembangkan, antara lain karena permintaan domestik terhadap ayam broiler masih sangat besar (Anggorodi, 1995). 2.3 Pola Kemitraan Pola kemitraan dilakukan peternak dengan cara menjalin kerjasama atau bermitra dengan perusahaan penyedia sarana produksi, dengan ketentuan peternak diharuskan menjual semua hasil produksinya kepada perusahaan inti sesuai dengan harga kesepakatan yang tertera dalam kontrak yang telah disepakati bersama oleh peternak dan perusahaan yang bersangkutan. Kontrak kerjasama tersebut berisi mengenai, perusahaan berperan sebagai inti dan peternak berperan sebagai plasma (Windarsari, 2012)
12 Menurut Saragih (1998), mengemukakan bahwa syarat yang harus dipenuhi dalam pola kemitraan, yaitu syarat keharusan yang dimanifestasikan dalam wujud kebersamaan yang kuat antara mereka yang bermitra dan syarat kecukupan berupa adanya peluang yang saling menguntungkan bagi pihak-pihak yang bermitra melalui pelaksanaan kemitraan. Untuk meningkatkan daya saing produk perunggasan nasional perlu dikembangkan kemitraan melalui integrasi vertikal, melihat kondisi struktur peternakan nasional masih didominasi oleh peternakan rakyat berskala kecil bahwa koordinasi vertikal lebih sesuai untuk dijalankan karena dapat mengurangi biaya, meningkatkan keuntungan, serta memberikan arus keuntungan yang lebih stabil, pertumbuhan tetap, pemasokan bahan mentah secara tetap atau salah satu kemungkinan memperoleh keuntungan ekonomis lainnya. Kemitraan pertanian dalam Surat Keputusan Menteri pertanian No.940/Kpts/OT.210/10/1997 menerangkan bahwa kemitraan usaha pertanian berdasarkan azas persamaan kedudukan, keselarasan dan peningkatan keterampilan kelompok mitra oleh perusahaan mitra melalui perwujudan sinergi kemitraan yaitu hubungan yang saling memerlukan, memperkuat dan menguntungkan. Saling memerlukan dalam arti perusahaan mitra memerlukan hasil produksi dan kelompok mitra memerlukan pasokan bahan baku dan bimbingan dari perusahaan. Saling memperkuat artinya kelompok mitra maupun perusahaan mitra sama-sama memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis. Saling menguntungkan yaitu baik kelompok mitra dan perusahaan mitra memperoleh peningkatan pendapatan, dan kesinambungan usaha. Lebih lanjut dinyatakan dalam Surat Keputusan Menteri pertanian No.940/Kpts/OT.210/1997 bahwa pola kemitraan usaha pertanian terdiri dari lima macam.
13 a. Pola Inti Plasma, adalah hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra yang didalamnya perusahaan bertindak sebagai inti dan kelompok mitra sebagai plasma. Kelebihan pola ini adalah: a) kepastian saranaproduksi, b) pelayanan/bimbingan, dan c) menampung hasil. Kekurangan pola ini adalah: a) inti menyediakan operasional, dan b) kegagalan dalam panen menjadi kerugian plasma. b. Pola Sub Kontrak, adalah hubungan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra yang didalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan perusahan mitra sebagai bagian dari produksinya. c. Pola Dagang Umum, adalah hubungan kemitraan antara kelompok dengan perusahaan mitra yang didalamnya perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra, atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan mitra. d. Pola Agenan, adalah hubungan kemitraan yang didalamnya kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa perusahaan mitra. 5. Pola KOA (Kerjasama Operasional Agribisnis) adalah hubungan kemitraan yang didalamnya kelompok mitra menyediakan lahan sarana dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra menyediakan modal dan sarana untuk mengusahakan/membudidayakan suatu komoditi pertanian. Manfaat yang dirasakan oleh petani peternak dengan adanya pola kemitraan adalah: (1) jaminan pengadaan sarana produksi oleh perusahaan inti; (2) meningkatkan pengetahuan petani peternak karena mendapatkan bimbingan teknis dan manajemen dari perusahaan inti; (3) jaminan pemasaran hasil dari perusahaan inti; (4) jaminan pendapatan tambahan. Sedangkan manfaat yang dirasakan oleh
14 perusahaan inti adalah terjadinya stabilitas produksi yang menjamin kontinuitas suplai ayam ras pedaging ke pasaran dan menciptakan perluasan pasar terhadap produk sarana produksi yang dihasilkan oleh perusahaan. (Hafsah, 1999) 2.4 Faktor Produksi Pengelolaan usaha memerlukan faktor produksi yang sering disebut korbanan produksi untuk menghasilkan produk (Soekartawi, 1994). Faktor produksi dalam istilah ekonomi sering disebut dengan input. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dalam usaha peternakan ayam broiler adalah DOC, pakan, vaksin dan obat, tenaga kerja, gas, batu bara, listrik, dan sekam. a. DOC Bibit memegang peranan penting untuk menghasilkan produk, baik jumlah maupun mutu produk. Ketersediaan bibit harus senantiasa ada untuk menjamin kelangsungan produksi. Tidak hanya itu, kontinuitas pasokan bibit juga harus dijaga dan dikontrol. Guna menjaga kelangsungan produksi ternak, sebaiknya usaha peternakan memiliki pemasok bibit ternak tetap. Seperti usaha peternakan ayam ras pedaging, diperlukan pasokan DOC secara kontinu untuk setiap periode produksi (Rahardi dan Hartono, 2003). Biaya DOC tersebut merupakan biaya terbesar kedua setelah biaya pakan. Selain itu, keteresediaan, mutu dan kontinuitas bibit sangat mempengaruhi kelangsungan produksi ternak yang akan dilakukan. Peternak ayam ras pedaging harus memiliki pemasok bibit ternak tetap, sehingga kelangsungan produksi ternak tetap terjaga (Rahardi dan Hartono, 2003)
15 b. Pakan Pakan adalah campuran beberapa bahan pakan yang mengandung nutrient yang lengkap dan disusun dengan cara tertentu untuk memenuhi kebutuhan zat gizi unggas yang mengkonsumsinya (Mulyantini, 2010). Menurut Rahardi dan Hartono (2003), pakan merupakan sapronak penting dalam produksi ternak. Diperkirakan biaya pakan dapat mencapai 60-70 persen dari total biaya produksi. Pengelolaan pakan meliputi jenis pakan, kualitas pakan, waktu pemberian, dan konsentrasi pakan yang diberikan ternak. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan adalah tercukupinya kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Kebutuhan zat tersebut bagi ternak sangat dibutuhkan untuk perkembangan, pertumbuhan, dan kebutuhan aktivitas. Pemberian pakan dilakukan secara teratur dengan jumlah yang sesuai kebutuhan ternak. Kelebihan atau kekurangan akan berdampak kurang baik pada ternak dan berdampak pada efisiensi dalam produksi (Rahardi dan Hartono, 2003). c. Vaksin, obat-obatan Mulyantini (2010), menyatakan bahwa manajemen pengendalian penyakit merupakan salah satu manajemen yang sangat penting dalam pemeliharaan ternak untuk mendapatkan produksi yang optimal dan secara ekonomi dapat menguntungkan. Kegagalan dalam mengendalikan penyakit, akan menyebabkan kerugian karena peternak harus mengeluarkan biaya untuk pengobatan dan wabah penyakit dalam kandang sehingga menyebabkan produksi ternak menurun bahkan kematian. Manajemen kesehatan unggas yang efektif, harus bertujuan untuk: 1. Mencegah terjadinya penyakit dan parasit 2. Mengenal gejala timbulnya penyakit
16 3. Mengobati penyakit sesegera mungkin sebelum penyakit berkembang serius atau menyebar ke kelompok lainnya. d. Tenaga Kerja Menurut Rahardi dan Hartono (2003), tenaga kerja dalam usaha peternakan dapat berasal dari tenaga kerja sendiri dan tenaga kerja dari luar. Tenaga kerja sendiri, terdiri dari tenaga kerja diri sendiri (peternak) dan keluarga, seperti istri dan anak atau anggota keluarga lainnya. Tenaga kerja dari luar merupakan tenaga kerja yang secara sengaja diambil dari luar dengan memberikan kompensasi upah atau gaji. Kebutuhan akan tenaga kerja untuk peternakan, terutama peternakan ayam broiler, tidak lah banyak. Bila peternakan dikelola secara manual (tanpa alat-alat otomatis), untuk 2.000 ayam broiler masih mampu dipegang oleh satu pria dewasa sebagai anak kandang yang berperan dalam melalukan tugas seharihari (Rasyaf, 2008). e. Kandang dan Peralatan Kandang Kandang adalah bangunan yang dapat digunakan untuk melindungi ternak mulai dari awal, masa produksi hingga dipasarkan (Mulyantini, 2011). Menurut Rahardi dan Hartono (2003), dalam usaha peternakan komersial, kandang menjadi salah satu faktor produksi yang harus diperhatikan dengan baik. Kandang pada dasarnya berfungsi untuk mempermudah tata laksana pemeliharaan dan pengontrolan ternak. Konstruksi kandang harus mendukung kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan ternak, seperti kebutuhan cahaya, suhu, dan sirkulasi udara tercukupi.
17 f. Listrik Penggunaan listrik dalam usaha peternakan ayam ras pedaging ini tujuannya sebagai pencahayaan. Pengaturan cahaya lampu dimalam hari sangat menunjang pemeliharaan ayam ras pedaging didaerah tropis, terutama untuk makan di malam hari, karena pengaturan cahaya akan membantu meningkatkan penampilan ayam Di daerah tropis, suhu siang hari cukup tinggi sehingga mengganggu konsumsi pakan. Untuk mengejar konsumsi pakan, ayam harus diberi kesempatan makan pada malam hari. Tata letak lampu yang benar dan cahaya lampu yang cukup dalam kandang membantu meningkatkan konsumsi pakan. Biaya pemakaian listrik tidak terlalu mempengaruhi input usaha dibidang peternakan ayam Girinsonta (1997). Menurut Fadillah (2004), intensitas cahaya pada malam hari yang diperlukan dari lampu harus setara dengan satu lampu bohlam 150 watt untuk luas lantai 93 m². g. Pemanas Ayam memerlukan alat pemanas tambahan (brooder) untuk memberi kehangatan agar dapat menunjang keberhasilan pemeliharaan. Anak ayam yang baru menetas tidak dapat mengatur suhu tubuhnya secara sempurna. Ayam tidak dapat mempertahankan suhu tubuh yang konstan sampai umur antara 1-2 minggu. Ketika umur 2 minggu sampai dipasarkan, ayam tidak membutuhkan lagi alat pemanas buatan namun tetap digunakan pada keadaan dingin khususnya saat musim penghujan serta suhu lingkungan diusahakan tetap 21 C. Alat pemanas bisa dari lampu pijar, petromaks atau lampu kap (Mulyantini, 2010).
18 2.5 Biaya Produksi Menurut Soekartawi (1995), biaya usahaternak diklasifikasikam menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap ini umumnya didefinisikan biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Besarnya biaya tetap tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan. Penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel disebut dengan biaya total. Biaya tetap ialah biaya yang jumlah totalnya tetap konstan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan atau aktifitas sampai dengan tingkatan tertentu (Sutojo, 2000). Menurut Syamsudin (2002), biaya tetap meliputi biaya penyusutan, upah tenaga kerja, pajak maupun sewa tanah atau bangunan dan lainlain. Biaya tidak tetap atau biaya operasi adalah biaya yang dikeluarkan sepanjang waktu produksi dan besarnya selalu berubah tergantung kepada besar kecilnya produksi (Kadarsan, 1995). Menurut Soekartawi (2006) biaya variabel adalah biaya yang berubah-ubah mengikuti besar kecilnya volume produksi, misalnya pengeluaran untuk sarana produksi biaya pengadaan bibit, pupuk, obatobatan, pakan dan lain sebagainya. 2.6 Pendapatan Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dengan total biaya (Umar, 2001). Kadarsan (1995) menyatakan bahwa pendapatan adalah selisih antara penerimaan total perusahaan dengan pengeluaran. Untuk menganalisis pendapatan diperlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan pengeluaran dan penerimaan dalam jangka waktu tertentu. Pendapatan (π) menurut Soekartawi (2003) adalah
19 selisih antara penerimaan atau total revenue (TR) dan semua biaya atau total cost (TC). Sehingga diperoleh rumus π = TR TC. 2.7 Penerimaan Penerimaan akan diperoleh dari suatu proses produksi dengan mengalikan jumlah hasil produksi dengan harga produk yang berlaku pada saat itu (Riyanto, 2010). Menurut Kadarsan (1995) penerimaan adalah nilai hasil dari output atau produksi karena perusahaan telah menjual atau menyerahkan sejumlah barang atau jasa kepada pihak pembeli. Selanjutnya dikatakan penerimaan perusahaan bersumber dari penjualan hasil usaha, seperti panen tanaman dan barang olahannya serta panen dari peternak dan barang olahannya. Semua hasil agribisnis yang dipakai untuk konsumsi keluarga harus dihitung dan dimasukkan sebagai penerimaan perusahaan walaupun akhirnya dipakai pemilik perusahaan secara pribadi. Tujuan pencatatan penerimaan ini adalah untuk memperlihatkan sejelas mungkin berapa besar penerimaan dari penjualan hasil operasional dan penerimaan lain-lain di perusahaan tersebut.