BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya peraturan tentang pengelolaan keuangan daerah. Peraturan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentang Otonomi Daerah, yang dimulai dilaksanakan secara efektif

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE TAHUN 2013 SEMESTER I

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

LAPORAN MONITORING REALISASI APBD DAN DANA IDLE - TAHUN ANGGARAN TRIWULAN III

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

Disusun Oleh : NPM : Pembimbing : Dr. Emmy Indrayani

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

RINGKASAN PENERAPAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF DI TINGKAT DESA

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia telah memasuki era reformasi yang baru dan tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh seluruh masyarakat Indonesia dengan diberlakukannya peraturan tentang pengelolaan keuangan daerah. Peraturan tentang pengelolaan keuangan daerah tidak lepas dari adanya kebijakan otonomi daerah yang menekankan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kebijakan tersebut tercatat dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi yang luas serta perkembangan keuangan yang lebih adil, proporsional dan transparan menjadi salah satu tuntutan daerah dan masyarakat. Berkaitan dengan hal ini, peranan Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangan daerah sangat menentukan berhasil tidaknya menciptakan kemandirian yang selalu didambakan. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat akan mentransfer dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Disamping Dana Perimbangan tersebut, Pemerintah Daerah mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan 1

2 Asli Daerah (PAD), pembiayaan,dan lain-lain pendapatan daerah. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah dan semua dana disalurkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menurut Undang- Undang No. 17/2003 merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah dalam bentuk peraturan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Didalam APBD terdapat rincian jumlah pendapatan, belanja, surplus/defisit, pembiayaan daerah. Dengan adanya APBD, pemerintah memiliki gambaran mengenai pendapatan dan sumber pendapatan yang akan diperoleh Pemerintah Daerah dalam satu tahun. APBD merupakan inti dari keuangan Pemerintah Daerah serta salah satu informasi yang dihasilkan dalam menjalankan pemerintahan. APBD memiliki unsur-unsur seperti (1) Rencana kegiatan daerah dan uraian secara rinci (2) Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut dan adanya biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran yang akan dilaksanakan (3) Jenis kegiatan dan proyek dituangkan dalam bentuk angka dan (4) Periode anggaran yaitu biasanya satu tahun (Halim,2004:15-16). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan

3 keuangan daerah diarahkan untuk peningkatkan Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber utama pendapatan daerah yang dipergunakan oleh daerah dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhan, guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi). UU No. 33 tahun 2004 Pasal 35 menjelaskan tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, mengatakan bahwa hasil penghitungan DAU per-provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Dana Alokasi Umum adalah sejumlah dana yang dialokasikan Pemerintah Pusat ke setiap daerah setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. Penelitian yang dilakukan oleh Bambang Prakosa (2004) menguji DAU dan PAD terhadap Prediksi Belanja Daerah (Studi Empirik di Wilayah Propinsi Jawa Tengah dan DIY) menunjukkan bahwa PAD berpengaruh positif terhadap alokasi belanja daerah. Pemerintah Daerah yang memiliki PAD tinggi maka pengeluaran untuk alokasi belanja daerahnya juga semakin tinggi. Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap alokasi belanja daerah. Pemerintah Daerah yang memiliki DAU tinggi maka pengeluaran untuk alokasi belanja daerahnya juga semakin tinggi. Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria

4 umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang berasal dari penerimaan umum APBD. Kriteria khusus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus dan karakteristik daerah. Kriteria teknis disusun berdasarkan indikator-indikator kegiatan khusus yang akan didanai dari DAK. Belanja Daerah dalam PP No.58 Tahun 2005 adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran. Belanja daerah dipergunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Urusan wajib adalah urusan yang sangat mendasar berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar kepada masyarakat yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Sedangkan urusan pilihan adalah urusan pemerintah yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai kondisi, kekhasan, dan potensi keunggulan daerah. Pasal 171 ayat (2) UU No. 36/2009 tentang Kesehatan, menjelaskan dalam rangka peningkatan pelayanan bidang kesehatan, Pemerintah Daerah secara konsisten dan berkesinambungan harus mengalokasikan anggaran urusan kesehatan minimal 10% dari total belanja APBD diluar gaji dan tunjangan.

5 Tabel 1.1 Persentase Bidang Kesehatan Terhadap Total Belanja Daerah No Provinsi 2015 Provinsi 2016 1 Prov. Aceh 11% Prov. Aceh 11% 2 Prov. Sumatera Utara 5% Prov. Sumatera Utara 3% 3 Prov. Sumatera Barat 11% Prov. Sumatera Barat 14% 4 Prov. Riau 8% Prov. Riau 8% 5 Prov. Jambi 10% Prov. Jambi 11% 6 Prov. Sumatera Selatan 6% Prov. Sumatera Selatan 4% 7 Prov. Bengkulu 14% Prov. Bengkulu 16% 8 Prov. Lampung 8% Prov. Lampung 10% 9 Prov. Jawa Barat 4% Prov. Jawa Barat 15% 10 Prov. Jawa Tengah 11% Prov. Jawa Tengah 23% 11 Prov. DI Yogyakarta 5% Prov. DI Yogyakarta 5% 12 Prov. Jawa Timur 12% Prov. Jawa Timur 22% 13 Prov. Kalimantan Barat 11% Prov. Kalimantan Barat 8% 14 Prov. Kalimantan Tengah 9% Prov. Kalimantan Tengah 7% 15 Prov. Kalimantan Selatan 18% Prov. Kalimantan Selatan 19% 16 Prov. Kalimantan Timur 9% Prov. Kalimantan Timur 15% 17 Prov. Sulawesi Utara 8% Prov. Sulawesi Utara 17% 18 Prov. Sulawesi Tengah 8% Prov. Sulawesi Tengah 10% 19 Prov. Sulawesi Tenggara 8% Prov. Sulawesi Tenggara 9% 20 Prov. Bali 10% Prov. Bali 8% 21 Prov. NTB 11% Prov. NTB 10% 22 Prov. NTT 8% Prov. NTT 9% 23 Prov. Maluku 10% Prov. Maluku 10% 24 Prov. Papua 6% Prov. Papua 10% 25 Prov. Maluku Utara 8% Prov. Maluku Utara 13% 26 Prov. Banten 4% Prov. Banten 3% 27 Prov. Gorontalo 10% Prov. Gorontalo 10% 28 Prov. Kepulauan Riau 8% Prov. Kepulauan Riau 8% 29 Prov. Papua Barat 8% Prov. Papua Barat 13% 30 Prov. Kalimantan Utara 13% Prov. Kalimantan Utara 25% (Olahan Data : www.djpk.depkeu.go.id) Dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa alokasi belanja daerah bidang kesehatan dari 30 Provinsi, pada tahun 2015 banyak daerah yang tidak mencapai target 10% porsi bidang kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah, sedangkan pada tahun 2016 terjadi peningkatan.

6 Banyak peneliti yang melakukan penelitian tentang pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Daerah pada daerah Jawa dan Sumatra. Pada penelitian ini, penulis mengambil sampel penelitian di daerah Jawa Timur karena daerah Jawa Timur memiliki APBD fungsi tertinggi ketiga se-indonesia (didasarkan laporan keuangan pada website Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Tahun 2015-2016). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Laksono dan Subowo (2014), bahwa Pajak Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif terhadap Belanja Daerah. Sedangkan Retribusi Daerah tidak berpengaruh terhadap Belanja Daerah. Dalam penelitian ini penulis ingin membuktikan seberapa besar pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Bidang yang berhubungan langsung dengan publik, yaitu Belanja Bidang Kesehatan sehingga penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Alokasi Umum (Dau), Dan Dana Alokasi Khusus (Dak) Terhadap Alokasi Belanja Daerah Bidang Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 1.2. Rumusan Masalah Perumusan masalah berdasarkan pengamatan yang terdapat pada latar belakang masalah diatas adalah : 1. Apakah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap alokasi Belanja Daerah Bidang Kesehatan Provinsi Jawa Timur? 2. Apakah Dana Alokasi Umum berpengaruh signifikan terhadap alokasi Belanja Daerah Bidang Kesehatan Provinsi Jawa Timur?

7 3. Apakah Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap alokasi Belanja Daerah Bidang Kesehatan Provinsi Jawa Timur? 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang ada, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh PAD, DAU, dan DAK terhadap alokasi Belanja Daerah Bidang Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 1.4. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagi Peneliti dapat menambah wawasan dan memperluas pengetahuan mengenai belanja daerah khususnya bidang kesehatan serta dapat memberikan bukti empiris mengenai pengaruh PAD, DAU dan DAK terhadap alokasi Belanja Daerah Bidang Kesehatan pada Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Timur. 2. Bagi Pemerintah Daerah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan mengenai peningkatan Belanja Daerah Bidang Kesehatan. 3. Bagi Pembaca diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca dalam pemenuhan informasi dan referensi atau bahan kajian dalam menambah ilmu pengetahuan khususnya tentang Belanja Daerah Bidang Kesehatan.

8 1.5. Kontribusi Penelitian Kontribusi penelitian ini merupakan pengembangan yang di lakukan oleh Laksono dan Subowo (2014) tentang pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah,Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Daerah studi kasus Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah dan DIY Tahun 2011-2012, yang menyimpulkan bahwa Pajak Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif terhadap Belanja Daerah. Sedangkan retribusi daerah tidak berpengaruh terhadap Belanja Daerah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu merubah dua variabel independen dari penelitian terdahulu menjadi Pendapatan Asli Daerah serta variable dependen yaitu Belanja Daerah Bidang Kesehatan. Sampel yang digunakan adalah Kabupaten dan Kota di Jawa Timur pada tahun 2015-2016.