BAB 1 : PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh penderita pada waktu mereka batuk, bersin, atau pada waktu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi di seluruh dunia setelah HIV. Pada tahun 2014, WHO melaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. jiwa dan diantaranya adalah anak-anak. WHO (2014) mengestimasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

Angka Insidensi T B Tahun 2011 (WHO, 2012)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Tuberculosis menyebabkan 5000 kematian perhari atau hampir 2 juta

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. menyerang paru dan dapat juga menyerang organ tubuh lain (Laban, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. kematian terbesar kedua di dunia setelah Human Immunodeviciency Virus

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. penyakit di seluruh dunia, setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). negatif dan 0,3 juta TB-HIV Positif) (WHO, 2013)

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat secara global. TB Paru menduduki peringkat ke 2 sebagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor risiko..., Helda Suarni, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. telah berjangkit dalam periode waktu lama di tengah-tengah masyarakat Indonesia,

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB dapat disembuhkan dengan pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis.

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikategorikan high burden countries. Kasus baru Tuberkulosis di dunia

BAB I PENDAHULUAN. global.tuberkulosis sebagai peringkat kedua yang menyebabkan kematian dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

I. PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menjangkit jutaan orang tiap tahun dan menjadi salah satu penyebab utama

Transkripsi:

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) Paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu suatu basil aerobik tahan asam yang penularannya terjadi melalui udara yang mengandung basil TB dalam percikan ludah yang dikeluarkan oleh penderita pada waktu mereka batuk, bersin, atau pada waktu bernyanyi. (1, 2) Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan global dan merupakan penyebab kematian utama pada penyakit infeksi mengalahkan Human Immunodeficiency Virus (HIV). (3) Tuberkulosis tidak hanya mengurangi efisiensi fisik, tetapi juga menyebabkan gangguan sosial dan ekonomi yang sangat besar yang menyebabkan serangkaian konsekuensi serius dan menghambat perkembangan dan pembangunan suatu bangsa. Penyakit ini jika tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas maka dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga menyebabkan (3, 4) kematian. World Health Organization (WHO) pada tahun 1993 mengumumkan keadaan darurat global untuk Tuberkulosis dikarenakan peningkatan yang stabil di seluruh dunia. (5) Merujuk pada Global Tuberculosis Report 2017 diperkirakan terdapat 10.4 juta kasus baru TB Paru dan 1.8 juta meninggal karena TB Paru di dunia, dimana 6.7 juta (65%) kasus pada laki-laki, dan 3.6 juta (35%) kasus pada perempuan, serta 1 juta (10%) kasus diantaranya adalah pasien TB dengan HIV Positif. (3) Jika dilihat dari usia pasien TB ini sekitar 75% adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Dari 10.4 juta kasus baru TB hanya 6.1 juta yang

diobati dan 49% diantaranya yang berhasil diobati (success rate). Angka kejadian ini tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Rendahnya angka keberhasilan pengobatan ini dikarenakan adanya kesenjangan dalam diagnosa dan penempatan penderita dalam pengobatan. (6) Sebagian besar kasus baru di dunia terjadi di wilayah Asia Tenggara (45%), Afrika (25%), dan wilayah barat pasifik, sedangkan wilayah Mediterania, Eropa, dan Amerika menyumbangkan jumlah kasus dengan proporsi lebih rendah, yaitu 7%, 3%, dan 3%. Negara-negara penyumbang kasus TB terbanyak didunia diantaranya adalah India, Indonesia, China, Filipina, dan Pakistan yang menyumbang lebih dari 56% kasus baru. (7) Kawasan Asia Tenggara merupakan wilayah yang paling banyak menyumbang kasus TB di dunia, yaitu sebesar 45%. Indonesia merupakan negara yang paling banyak berkontribusi dalam penemuan kasus baru TB di kawasan Asia Tenggara dari tahun ke tahun dibandingkan negara-negara lainnya, serta merupakan salah satu negara dengan persentase keberhasilan pengobatan TB di bawah target dunia.. (3, 5, 6) Upaya pengendalian TB yang dilakukan di Indonesia adalah dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course), yaitu strategi penatalaksanaan TB yang menekankan pentingnya pengawasan untuk memastikan pasien menyelesaikan pengobatan sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh. Tujuan dari DOTS adalah untuk mencapai angka kesembuhan yang tinggi, mencegah putus berobat, mengatasi efek samping obat jika timbul dan mencegah resistensi penderita TB. (7) Indikator yang digunakan dalam pengendalian TB dengan strategi DOTS diantaranya adalah indikator dampak (angka prevalensi, insidensi, dan mortalitas TB), indikator utama (Case Detection Rate (CDR), Case Notification Rate

(CNR), Success Rate (SR) semua kasus, cakupan penemuan kasus resisten obat, SR pasien TB resisten obat, dan persentase pasien TB HIV), dan indikator operasional. (8) Pada tahun 2015, lebih dari 50% penderita TB di Indonesia tidak memiliki akses ke pelayanan TB. (6) Kasus baru TB Paru BTA positif (+) di Indonesia pada tahun 2016 ditemukan sebanyak 156723 kasus, menurun jika dibandingkan dengan kasus baru TB BTA positif (+) yang ditemukan di tahun 2015 yaitu sebesar 330910 kasus. (9, 10) Angka keberhasilan pengobatan TB di Indonesia tahun 2016 sebesar 75.4% dengan angka kesembuhan 69.3%, menurun jika dibandingkan dengan 85% keberhasilan pengobatan pada tahun 2015 dan angka kesembuhan 78%. (9, 10) Masih rendahnya pencapaian indikator TB di Indonesia menunjukkan bahwa masih lemahnya upaya pengendalian yang telah dilakukan oleh pemerintah. Salah satu penyebab kurang maksimalnya hasil dari DOTS di Indonesia adalah disebabkan oleh keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan. (11) Keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan TB dapat menyebabkan keadaan penyakit menjadi lebih parah, meningkatkan penularan suspek kepada orang lain, meningkatkan kasus TB MDR, (3, 4, 11-14) komplikasi, serta memperburuk prognosis dan menyebabkan kematian. Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi dengan angka keberhasilan pengobatan terendah di Pulau Sumatera tahun 2016 setelah Lampung dan Jambi dengan SR (Success Rate) sebesar 73.1%, angka ini menurun jika (9, 10, dibandingkan dengan pencapaian tahun 2014 dan 2015 yaitu 88.3% dan 77.5%. 15) Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2016, diketahui bahwa Kota Padang menempati urutan pertama dengan jumlah penemuan kasus baru TB Paru BTA positif sebesar 1138 kasus, dengan angka kesembuhan

81.3% yang masih dibawah target (85%). Kota Padang mempunyai 22 puskesmas (16, 17) dengan 7 unit puskesmas rawatan dan 15 puskesmas non rawatan. Keterlambatan pengobatan dapat berasal dari pasien, provider/tenaga kesehatan, atau dari sistem pelayanan kesehatan, yang terjadi mulai pada saat pasien mengalami dan mengeluh adanya gejala TB paru sampai dengan pengobatan anti tuberkulosis diberikan. (11, 12, 18) Keterlambatan ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu katerlambatan pasien (patient delay), keterlambatan provider (provider delay), dan keterlambatan sistem palayanan kesehatan (health system delay), serta gabungan dari (18, 19) semua keterlambatan ini disebut sebagai keterlambatan total (total delay). Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa total keterlambatan pengobatan pada penderita TB lebih banyak disebabkan karena inisiasi menunda/keterlambatan pasien (42%) dibandingkan keterlambatan provider maupun sistem pelayanan kesehatan. (13, 20) Keterlambatan pasien adalah interval waktu antara timbulnya gejala dan kontak pertama pasien dengan penyedia layanan kesehatan, dan (5, 13, 14) waktu >21 hari dianggap sebagai indikasi keterlambatan pasien. Keterlambatan pasien dapat menjelaskan mengapa banyak pasien yang datang ke fasilitas kesehatan dengan penyakit lanjut/parah dan alasan mengapa persentase pasien tuberkulosis yang meninggal relatif tinggi. (13) Beberapa faktor yang mempengaruhi keterlambatan pasien diantaranya adalah tipe TB, area tempat tinggal (Urban/Rural), keinginan pasien untuk berobat, kepercayaan terhadap pengobatan, (5, 19- dukungan sosial, pengetahuan, pekerjaan, stigma, modal sosial dan sebagainya. 21) Penelitian sebelumnya telah banyak mengkaji keterlambatan pengobatan dengan tipetb, area tempat tinggal, pengetahuan, perilaku, dan stigma. Namun,

masih jarang yang menghubungkan dukungan sosial dan modal sosial dengan keterlambatan dalam pengobatan TB. Dukungan sosial merupakan dukungan emosional yang berasal dari teman, anggota keluarga, bahkan pemberi perawatan kesehatan yang membantu individu ketika suatu masalah muncul, sehingga individu tersebut akan tahu bahwa ada orang (22, 23) lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya. Dukungan sosial dapat mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan terbukti dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit dan kesehatan emosi. (24) Dukungan sosial khususnya dari keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB Paru. Dukungan sosial yang kuat dari anggota keluarga, teman, atau kerabat memiliki potensi untuk secara positif mempengaruhi perilaku pencarian informasi kesehatan seseorang serta memperbaiki hasil kesehatannya. Penelitian sebelumnya mengenai Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Tingkat Kesembuhan Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Umbulharjo II Yogyakarta menyimpulkan bahwa dukungan sosial keluarga merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi tingkat kesembuhan penderita TB Paru. (25) Penelitian lainnya mengenai Prevalence and Determinants of Appropriate Health Seeking Behaviour among known Diabetics : Results from a Community based survey, menyatakan bahwa pentingnya dukungan keluarga dalam mempromosikan perilaku pencarian kesehatan yang tepat diantara penderita diabetes, serta terdapat hubungan yang signifikan dengan perilaku mencari layanan kesehatan yang tepat. (26) Fujiwara dan Karawachi (Murti, 2010) mendefisikan modal sosial sebagai sumber-sumber daya yang diakses oleh individu-individu dan kelompok-kelompok dalam sebuah struktur sosial, yang memudahkan kerjasama, tindakan kolektif, dan

terpeliharanya norma-norma. (27) Social capital atau modal sosial merujuk kepada norma sosial, relationships/hubungan, jaringan, dan nilai-nilai yang mempengaruhi fungsi dan perkembangan masyarakat. (21) Konsep kunci dari modal sosial adalah bahwa modal sosial bukan merupakan sebuah karakteristik individu atau sifat kepribadian, melainkan suatu sumberdaya yang terletak di dalam jejaring dan kelompok-kelompok orang. Sumberdaya tersebut berguna untuk produksi kesehatan jika dimanfaatkan. (27) Di Indonesia modal sosial termanifestasi kedalam budaya seperti gotong royong, musyawarah dan mufakat di masyarakat yang digunakan untuk mengetahui permasalahan kesehatan yang dirasakan bersama. (28) Modal sosial membantu meningkatkan komunikasi, informasi dan interaksi antara permintaan dan penawaran dalam sistem kesehatan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan modal sosial seperti kepercayaaan, tindakan kolektif dan pemungutan suara adalah prediktor kuat dalam pencarian layanan kesehatan. (29) Dalam penelitian sebelumnya oleh P. R. Deshmukh, dkk tentang Social Capital and Adverse Treatment Outcomes of Tuberculosis menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara modal sosial dan hasil pengobatan TB Paru. (21) Penelitian lain oleh Reviono, dkk menyatakan terdapat korelasi positif antara modal sosial dengan pencapaian Case Detection Rate (CDR) TB Paru. (30) Modal sosial sejatinya tidak bisa bertahan dengan sendirinya secara alamiah, tetapi harus selalu diupayakan untuk dipertahankan dan ditingkatkan melalui keteladanan tokoh masyarakat, tokoh agama, perangkat desa, kader kesehatan, serta petugas kesehatan selalu mengajak masyarakat dalam setiap kegiatan bersama, memberikan motivasi untuk terus meningkatkan kemandirian masyarakat di bidang kesehatan. (28)

Pemahaman yang baik tentang perilaku pencarian layanan kesehatan dapat mengurangi keterlambatan pengobatan, serta meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan dan memperbaiki strategi promkes dalam berbagai konteks. Secara tidak langsung, dukungan sosial dan modal sosial memiliki efek terhadap perilaku mencari layanan kesehatan yang mempengaruhi keterlambatan diagnosis dan pengobatan terhadap suatu penyakit. (31) Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa keterlambatan pengobatan TB lebih banyak disebabkan karena keterlambatan pasien dibandingkan keterlambatan provider ataupun sistem pelayanan kesehatan. Peneliti sebelumnya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara dukungan sosial dan modal sosial dengan penemuan kasus dan tingkat kesembuhan TB, akan tetapi belum ada yang menghubungkan dukungan sosial dan modal sosial dengan keterlambatan pasien dalam pengobatan TB. Penelitian ini dilakukan di Kota Padang karena berdasarkan hasil diskusi dengan beberapa pasien diketahui bahwa stigma terhadap TB di masyarakat masih tinggi, dimana masyarakat cenderung mengucilkan penderita TB, sehingga banyak masyarakat yang merasakan gejala TB tidak langsung melakukan pengobatan karena malu jika diketahui oleh orang lain, dari kondisi ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan dukungan sosial dan social capital dengan keterlambatan pasien pada pengobatan tuberkulosis paru di Kota Padang. 1.2 Perumusan Masalah Peningkatan kasus insiden TB paru BTA (+) dari tahun 2015 sampai 2017, rendahnya cakupan penemuan pasien baru TB paru BTA (+), serta rendahnya angka keberhasilan pengobatan TB paru BTA (+) menggambarkan bahwa pencapaian

program TB paru di Kota Padang masih belum berhasil. Salah satu indikator penting dalam pengendalian TB di masyarakat adalah dengan melakukan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat bagi pasien, keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan pasien merupakan salah satu penyebab tingginya tingkat penularan, persentase pasien TB relatif meningkat serta banyaknya pasien yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan penyakit lanjut/parah. Berdasarkan fakta tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada hubungan antara dukungan sosial dan social capital dengan keterlambatan pasien pada pengobatan Tuberkulosis Paru di Kota Padang. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dan social capital dengan keterlambatan pasien pada pengobatan tuberkulosis paru di Kota Padang. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran keterlambatan pasien pada pengobatan TB Paru di Kota Padang. 2. Mengetahui distribusi frekuensi dukungan sosial pada pasien TB Paru di Kota Padang. 3. Mengetahui distribusi frekuensi social capital/modal sosial pada pasien TB Paru di Kota Padang. 4. Mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan keterlambatan pasien pada pengobatan TB Paru di Kota Padang. 5. Mengetahui hubungan antara social capital/modal sosial dengan keterlambatan pasien pada pengobatan TB Paru di Kota Padang.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Aspek Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi para akademis dan pengembangan ilmu kesehatan masyarakat dalam teori dan literatur tentang TB Paru. 1.4.2 Aspek Praktis 1. Sebagai bahan masukan dan informasi yang penting bagi pengembangan penanggulangan program TB di Kota Padang. 2. Bagi peneliti sendiri agar menambah wawasan dan dapat menemukan serta memecahkan permasalahan terutama di bidang penanggulangan program TB Paru. 3. Bagi masyarakat Kota Padang sebagai informasi mengenai hubungan dukungan sosial dan social capital/modal sosial dengan keterlambatan pasien dalam pengobatan TB Paru melalui kegiatan penyuluhan oleh tenaga kesehatan di Kota Padang. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial (dukungan instrumental, dukungan informasi, dan dukungan emosional) dan modal sosial dengan keterlambatan pasien pada pengobatan TB Paru di Kota Padang. Penelitian ini merupakan penelitian payung yang beranggotakan 5 orang yang dilakukan di wilayah kerja puskesmas se-kota Padang dengan rancangan penelitian Cross Sectional.