BAB 1 PENDAHULUAN. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1 4, 5, 6 4, 5, 6

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dengan ambang batas (z-score) antara -3

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui -2 SD di bawah median panjang berdasarkan

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan prevalensi balita gizi pendek menjadi 32% (Kemenkes RI, 2010).

BAB 1 : PENDAHULUAN. terutama dalam masalah gizi. Gizi di Indonesia atau negara berkembang lain memiliki kasus

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara berkembang (FAO, 2006; Sedgh et.al., 2000; WHO, 2016). The

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN. Anak pendek atau stunting adalah kondisi anak yang. gagal mencapai potensi pertumbuhan linear sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI. Hari Anak-Anak Balita 8 April SITUASI BALITA PENDEK

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child

HUBUNGAN STATUS GIZI BERDASARKAN INDEKS ANTROPOMETRI TUNGGAL DAN ANALISIS LANJUT DATA RISKESDAS 2007 YEKTI WIDODO & TIM

BAB I PENDAHULUAN. fisik. Pertumbuhan anak pada usia balita sangat pesat sehingga memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang dimulai sejak janin berada di kandungan sampai anak berusia 2 tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai individu yang berada pada rentang usia tahun (Kemenkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia di masa depan yang

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB 1 : PENDAHULUAN. satu atau beberapa zat gizi tidak terpenuhi, atau zat-zat gizi tersebut hilang dalam jumlah besar

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehari-hari. Makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas kinerja

BAB I PENDAHULUAN. pendek atau stunting. Stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB 1 : PENDAHULUAN. kembang. Gizi buruk menyebabkan 10,9 Juta kematian anak balita didunia setiap tahun. Secara

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa baduta (bawah dua tahun) merupakan Window of opportunity. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. (1) anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya serta dapat menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. utama, pertama asupan makanan dan utilisasi biologik zat gizi (Savitri, 2005).

STUDI DETERMINAN KEJADIAN STUNTED PADA ANAK BALITA PENGUNJUNG POSYANDU WILAYAH KERJA DINKES KOTAPALEMBANG TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. balita/hari (Rahman dkk, 2014). Kematian balita sebagian besar. pneumonia sebagian besar diakibatkan oleh pneumonia berat berkisar

BAB I PENDAHULUAN. besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan rentang 0-5 tahun (Gibney, 2009).

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan syarat mutlak

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kata Kunci : Riwayat Pemberian ASI Eksklusif, Stunting, Anak Usia Bulan

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

World Hunger Organization (WHO), terdapat empat jenis masalah kekurangan. Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA) dan Gangguan Akibat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

Serambi Saintia, Vol. IV, No. 2, Oktober 2016 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

DEA YANDOFA BP

Universitas Andalas Padang

ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GIZI KURANG PADA BALITA DI DESA BANYUANYAR KECAMATAN KALIBARU BANYUWANGI

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan nasional merupakan pembangunan berkelanjutan yang

BAB I PENDAHULUAN. medis maupun pelayanan kesehatan saja (Supariasa dkk, 2012). Menurut

BAB 1 : PENDAHULUAN. keadaan gizi : contohnya gizi baik, gizi buruk, gizi kurang ataupun gizi lebih. Untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang bermutu. Menurut data United Nations Development Program

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK UMUR 1 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAKUAN BARU KOTA JAMBITAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Masyarakat (IPM). IPM terdiri dari tiga aspek yaitu pendidikan,

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. terutama penyakit infeksi. Asupan gizi yang kurang akan menyebabkan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan masalah kesehatan yang banyak ditemukan di negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations Children s Fund (UNICEF), pada tahun 2016 terdapat 22,9 persen, atau hampir satu dari empat anak berusia di bawah lima tahun (balita) mengalami stunting. Lebih dari setengah balita yang mengalami stunting tersebut tinggal di Benua Asia dan lebih dari sepertiga tinggal di Benua Afrika. 1 Menurut Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) 2017, prevalensi stunting di Indonesia menempati peringkat kelima terbesar di dunia. 2 Keadaan pendek (stunting) menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar antropometri penilaian status gizi anak adalah suatu keadaan dimana hasil pengukuran Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) berada di antara -3 Standar Deviasi (SD) sampai -2 SD. Sangat pendek (severe stunting) adalah keadaan dimana hasil pengukuran PB/U atau TB/U di bawah -3 SD. 3 Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi stunting dalam lingkup nasional sebesar 37,2 persen, terdiri dari prevalensi pendek sebesar 18,0 persen dan sangat pendek sebesar 19,2 persen. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi stunting dibandingkan tahun 2010 4, 5, 6 (35,6 persen) dan tahun 2007 (36,8 persen). Prevalensi stunting di Provinsi Sumatera Barat menurut data Riskesdas tahun 2013 sebesar 39,2 persen, terdiri dari prevalensi pendek sebesar 20,8 persen dan sangat pendek sebesar 18,4 persen. Prevalensi stunting tersebut menunjukkan terjadi peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun 2010 (32,7 persen) dan tahun 2007 (26,5 persen). Prevalensi stunting di Provinsi Sumatera Barat berada 4, 5, 6 di atas prevalensi stunting nasional. Stunting dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang berat bila prevalensi stunting berada pada rentang 30-39 persen. Hal ini menempatkan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1

Provinsi Sumatera Barat memiliki masalah kesehatan masyarakat yang berat dalam kasus balita stunting. 4 Data Riskesdas Provinsi Sumatera Barat tahun 2013 menunjukkan prevalensi stunting paling tinggi berada pada anak dengan rentang usia 24-59 bulan dibandingkan anak dengan rentang usia 0-23 bulan. Prevalensi stunting pada anak kelompok usia 24-35 bulan sebesar 45,7 persen, kelompok usia 36-47 bulan sebesar 45,3 persen, dan kelompok usia 48-59 bulan sebesar 35,4 persen. 7 Penelitian Ramli, et al. (2009) menunjukkan prevalensi stunting dan severe stunting lebih tinggi pada anak usia 24-59 bulan, yaitu sebesar 50 persen (stunting) dan 24 persen (severe stunting). 8 Masalah kurang gizi dan stunting merupakan dua masalah gizi yang belum dapat diselesaikan. 9 Terdapat beberapa program pemerintah dalam menyelesaikan masalah kurang gizi dan stunting. Perbaikan gizi dan penurunan angka prevalensi stunting pada anak bawah dua tahun (baduta) dari 32,9 persen pada tahun 2013 menjadi 28,0 persen pada tahun 2019 menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional seperti yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019. 10 Penurunan prevalensi kejadian balita pendek (stunting) juga merupakan salah satu prioritas pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019. 11 Masalah kurang gizi dan stunting merupakan dua masalah yang saling berhubungan. Stunting pada anak merupakan dampak dari defisiensi nutrien selama seribu hari pertama kehidupan. Hal ini menimbulkan gangguan perkembangan fisik anak yang irreversible, sehingga menyebabkan penurunan kemampuan kognitif dan motorik serta penurunan performa kerja. Anak stunting memiliki rerata skor Intelligence Quotient (IQ) sebelas poin lebih rendah dibandingkan rerata skor IQ pada anak normal. Gangguan tumbuh kembang pada anak akibat kekurangan gizi bila tidak mendapatkan intervensi sejak dini akan 11, 12 berlanjut hingga dewasa. Stunting pada balita perlu mendapatkan perhatian khusus karena dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan fisik, perkembangan mental, dan status kesehatan pada anak. Studi-studi terkini menunjukkan anak yang mengalami stunting berkaitan dengan prestasi di sekolah yang buruk, tingkat pendidikan yang Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2

rendah, dan pendapatan yang rendah saat dewasa. Anak yang mengalami stunting memiliki kemungkinan lebih besar tumbuh menjadi individu dewasa yang tidak sehat dan miskin. Stunting pada anak juga berhubungan dengan peningkatan kerentanan anak terhadap penyakit, baik penyakit menular maupun Penyakit Tidak Menular (PTM) serta peningkatan risiko overweight dan obesitas. Keadaan overweight dan obesitas jangka panjang dapat meningkatkan risiko penyakit degeneratif. Oleh karena itu, kasus stunting pada anak dapat dijadikan prediktor rendahnya kualitas sumber daya manusia suatu negara. Keadaan stunting yang menyebabkan buruknya kemampuan kognitif, rendahnya produktivitas, serta meningkatnya risiko penyakit mengakibatkan kerugian jangka panjang bagi 12, 13 ekonomi Indonesia. Stunting pada anak merupakan manifestasi jangka panjang dari faktor konsumsi diet berkualitas rendah, morbiditas, penyakit infeksi berulang, dan faktor lingkungan. 14 Menurut penelitian Ibrahim, et al. (2014), tingkat asupan energi dan protein yang kurang memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan. 15 Penelitian Neldawati (2006) mendapatkan hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit infeksi dengan indeks status gizi TB/U pada balita. 16 Penelitian Anisa (2012) menunjukkan bahwa Berat Badan Lahir (BBL) anak dan pendapatan per kapita keluarga merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita. 17 Menurut penelitian Rohmatun (2014), balita yang tidak diberikan ASI eksklusif memiliki risiko stunting 2,1 kali dibandingkan balita yang diberikan ASI eksklusif. 18 Penelitian Sinaga (2016) mendapatkan bahwa status imunisasi dasar anak yang tidak lengkap merupakan faktor risiko kejadian stunting pada balita. 19 Penelitian yang dilakukan Rahayu dan Khairiyati (2014) menunjukkan hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian stunting. 20 Menurut penelitian Ni mah dan Nadhiroh (2015), pengetahuan ibu tentang gizi memiliki hubungan yang bermakna dengan indeks status gizi TB/U pada balita. 21 Penelitian Oktarina dan Sudiarti (2013) mendapatkan bahwa stunting cenderung terjadi pada balita yang berasal dari keluarga dengan jumlah Anggota Rumah Tangga (ART) yang banyak. 22 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3

Berdasarkan data Riskesdas 2013, Kota Padang merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Barat yang tengah menghadapi masalah kesehatan masyarakat yang berat dalam kasus balita stunting. Hal ini disebabkan prevalensi stunting di Kota Padang berada pada rentang 30-39 persen, yaitu sebesar 33,7 persen. 7 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Andalas merupakan satusatunya Puskesmas yang berada di Kecamatan Padang Timur. Wilayah kerja Puskesmas Andalas masih menghadapi berbagai masalah terkait kesehatan anak. Menurut Profil Kesehatan Kota Padang tahun 2016, jumlah kasus Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan gizi buruk pada balita di Kota Padang tahun 2016 paling tinggi terdapat di wilayah kerja Puskesmas Andalas. Selama tahun 2016, dilaporkan sebanyak 44 kasus BBLR dan 18 kasus gizi buruk. Kasus diare dan pneumonia pada balita juga tinggi di wilayah kerja Puskesmas Andalas. Dilaporkan sebanyak 649 kasus diare dan 386 kasus pneumonia pada balita selama tahun 2016. Jumlah tersebut menempati peringkat paling tinggi ketiga jumlah kasus diare dan pneumonia pada balita di Kota Padang pada tahun 2016. Persentase bayi yang diberi ASI eksklusif pada tahun 2016 juga rendah di Kecamatan Padang Timur, yaitu sebesar 57,12 persen. Persentase tersebut menempatkan Kecamatan Padang Timur sebagai kecamatan paling rendah dalam persentase anak yang mendapatkan ASI eksklusif se-kota Padang. 23 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dari penelitian ini adalah apa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang tahun 2018? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di wilayah kerja Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4

1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Mengetahui gambaran kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang tahun 2. Mengetahui hubungan antara faktor tingkat asupan energi dengan 3. Mengetahui hubungan antara faktor tingkat asupan protein dengan 4. Mengetahui hubungan antara faktor riwayat durasi penyakit infeksi 5. Mengetahui hubungan antara faktor riwayat frekuensi penyakit infeksi 6. Mengetahui hubungan antara faktor berat badan lahir dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang tahun 7. Mengetahui hubungan antara faktor status pemberian ASI eksklusif 8. Mengetahui hubungan antara faktor status kelengkapan imunisasi dasar dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang tahun Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5

9. Mengetahui hubungan antara faktor tingkat pendidikan ibu dengan 10. Mengetahui hubungan antara faktor tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang tahun 11. Mengetahui hubungan antara faktor tingkat pendapatan keluarga 12. Mengetahui hubungan antara faktor jumlah anggota rumah tangga 13. Mengetahui faktor yang memiliki hubungan paling dominan dengan 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti 1. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran. 2. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang tahun 3. Meningkatkan kemampuan berpikir secara analitik dan sistematik dalam mengidentifikasi masalah kesehatan di masyarakat. 1.4.2 Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan 1. Memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6

2. Menjadi bahan pembanding dan masukan terhadap penelitian sejenis atau penelitian lanjutan. 1.4.3 Manfaat Bagi Pemerintah Penelitian ini dapat memberikan rekomendasi/ masukan bagi pemerintah atau pihak pengambil kebijakan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang tahun 1.4.4 Manfaat Bagi Peneliti Lain Peneliti lain dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan masukan untuk penelitian sejenis atau penelitian lanjutan. 1.4.5 Manfaat Bagi Masyarakat Masyarakat mendapatkan informasi mengenai stunting dan faktor faktor yang meningkatkan risiko stunting pada anak. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7