BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tempat dimana sebagian besar waktu dilaluinya (Prawitasari, 2012). Bagi kebanyakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, karena banyakdari kaum laki-laki maupun perempuan, tua

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa program studi lain di sektor non-medis (Navas, 2012), dimana

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Prestasi Akademik dalam Layanan Bimbingan Belajar. Pengertian bimbingan menurut Crow dan Crow (Prayitno, 2004) adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI A. BURNOUT

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

BAB I PENDAHULUAN. Stres tidak dapat dipisahkan dari setiap aspek kehidupan. Stres dapat

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress/Coping Stress MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas tinggi. Perkembangan masyarakat dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. masa-masa yang amat penting dalam kehidupan seseorang khususnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kebahagiaan seperti misalnya dalam keluarga tersebut terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. pada individu seperti dampak fisik, sosial, intelektual, psikologis dan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya

BAB II KAJIAN TEORI. Mahasiswa adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi bangsa Indonesia, pendidikan adalah hal yang sangat penting. Cita-cita untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. gunakan dalam menghadapi situasi stressfull (dalam Smet, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1,

BAB 1 PENDAHULUAN. Stres adalah realita kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari. Stres

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melakukan. pembangunan pada berbagai bidang. Dalam melaksanakan pembangunan dan

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker,

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Dalam pendidikan formal dan non- formal proses belajar menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang ditandai dengan berbagai problematika, seperti perubahan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. penyebab stres pada mahasiswa dapat bersumber dari kehidupan akademisnya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. cerminan dari peradaban manusia dan merupakan sesuatu yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB I. Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang tersebar begitu luas dimana

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2006) coping adalah suatu

BAB III METODE PENELITIAN

Metode Penelitian Populasi dan Sampel

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB V PEMBAHASAN. kelompok berdasarkan atribut khas seperti ras, kesukubangsaan, agama, atau

BAB I PENDAHULUAN. pada pembangunan di sektor ekonomi. Agar dapat bersaing antar bangsa, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu di dunia ini melewati fase-fase perkembangan dalam

L1. Aktivis Gereja. Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODE PENELITIAN. dihimpun hanya berdasarkan stres dan strategi penanggulangan stres pada

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami tahap perkembangan dari masa bayi

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penelitian. Dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik.

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. ada di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB-UB). Jika

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

PERBEDAAN TOLERANSI TERHADAP STRES PADA REMAJA BERTIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT DI KELAS XI SMA ASSALAAM SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang. kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia yang memiliki luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kedaulatan Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia saat ini telah memasuki era reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak dan masa dewasa (Wong dkk, 2001). Menurut Erik Erikson (Feist &

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN PENGGUNAAN STRATEGI COPING PADA MAHASISWA YANG SEDANG MENYUSUN SKRIPSI DI JURUSAN BK ANGKATAN 2008 FIP UNJ

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. maupun eksternal. Secara internal, kedaulatan NKRI dinyatakan dengan keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Ketika berinteraksi, individu dihadapkan pada tuntutan-tuntutan, baik dari

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia sangat beragam tergantung di mana dia berada, terutama saat dia tumbuh berkembang sampai menjadi mahasiwa, pendidikan formal menjadi tempat dimana sebagian besar waktu dilaluinya (Prawitasari, 2012). Bagi kebanyakan individu di negara maju, lulus dari sekolah melanjutkan kuliah merupakan aspek penting dalam transisi menuju dewasa (Bowman, dalam Santrock, 2002). Dalam fase atau tahap perkembangannya mahasiswa digolongkan sebagai remaja akhir dan dewasa awal, yaitu usia 18-21 tahun dan 22-24 tahun (Monks, at. al 2006). Hurlock, (dalam Asiyah, 2013) menyataka bahwa dewasa awal merupakan masa peralihan dari ketergantungan ke masa kemandirian baik dari segi ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri dan pandangan tentang masa depan yang lebih realistis. Prayor (dalam Satrock, 2002) berpendapat bahwa mahasiswa masa kini mengalami stress yang lebih besar dan merasa lebih depresi dari masa sebelumnya. Penyebab stres yang disebut sebagai stressor bagi mahasiswa bisa bersumber dari kehidupan akademiknya, terutama dari tuntutan eksternal dan tuntutan dari harapannya sendiri (Safaria, 2006). Tuntutan eksternal bisa bersumber dari tugas-tugas kuliah, beban pelajaran, tuntutan orang tuanya untuk berhasil di kuliahnya dan penyesuaian sosial di lingkungan kampusnya, sedangkan tuntutan akademik juga termasuk kompetisi 1

2 perkuliahan dan meningkatnya kompleksitas materi perkuliahan yang semakin lamasemakin sulit (Heiman, & Kariv, dalam Safaria, 2006). Sejalan dengan hal tersebut, Saam dan Wahyuni (2013) juga menguraikan bahwa penyebab stress yang dialami mahasiswa sangat beragam, dintaranya adalah tidak bisa mengatur waktu, uang bulanan habis sebelum waktunya, bermasalah dengan teman, tugas yang terlalu banyak menumpuk dan nilai ujian jelek. Menurut penelitian Jung (dalam Annisa, 2016) masalah akademis menunjukkan presentase yang paling besar dibandingkan masalah yang lainnya. Berbagai permasalahan yang dialami individu (dalam hal ini adalah mahasiswa), maka individu akan berusaha mencari jalan keluar dari masalahnya atau setidaknya berusaha menyesuaikan diri terhadap situasi yang terjadi, hal itu dikenal dengan strategi coping (Sarafino, 1990). Weiten (dalam Sofah & Endang 2010) menjelaskan terdapat dua kemungkinan respon perilaku yang muncul dalam penyelesaian masalah sebagai proses adaptasi. Pertama adalah respon menghadapi (fight), kedua adalah respon menghindar (flight). Kedua respon tersebut akan memunculkan jenis strategi penanggulangan (coping strategy) yang berbeda. Coping tersebutlah yang mengarahkan individu pada usaha aktif untuk menguasai, mengurangi atau menoleransi tuntutan yang disebabkan oleh stress. Strategi coping merupakan suatu proses dimana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara tuntutan sistuasi yang menekan dengan kemampuan mereka dalam memenuhi tuntutan tersebut (Lazarus & Folkman, dalam Sarafino, 1990). Strategi coping juga didefinisikan sebagai pikiran dan perilaku yang

3 digunakan untuk mengatur tuntutan internal maupun eksternal dari situasi yang menekan (Taylor, 2006) Lebih lanjut Folkman dan Lazarus (dalam Sarafino, 1990) menggolongkan dua strategi coping yang biasanya digunakan oleh individu. Pertama yaitu problem focused coping (PFC) dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi yang menimbulkan stres. Kedua yaitu emotional focused coping (EFC) yang mana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosi dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan. Keduanya ini merupakan jenis strategi coping dalam individu, bukan berarti individu hanya memiliki satu jenis strategi koping saja namun hal ini terkait manakah yang paling menonjol pada individu. Menurut Taylor (dalam Smet, 1994) terdapat beberapa bentuk strategi coping berbeda, diantaranya; (a) confrontive coping, (b) seeking social support, (c) planfull problem solving, dikaitkan dengan problem focused coping. Strategi coping lainnya lebih memfokuskan pada emotional focused coping, yaitu: (d) self control, (e) distancing, (f) positif reappraisal, (g) accepting responsibility, (h) escape/avoidance. Lazarus dan Folkman (dalam Jatmika, 2012) menyatakan adanya kesesuaian antara situasi dan strategi coping. Problem focused coping lebih adaptif dalam situasi yang dapat diubah sedangkang emotional focused coping lebih tepat ketika situasi di luar kontrol. Sarafia (2006) menjabarkan ketika individu berhasil mengendalikan situasi yang dinilai menekan, maka dampak negative bisa dikurangi secara maksimal. Apabila tidak mampu mengendalikan situasi yang menekan akan memunculkan

4 dampak negatif. Dampak negatif secara kognitif seperti kesulitan konsentrasi, sulit mengingat pelajaran, sulit memahami bahan pelajaran. Dampak secara emosional antara lain sulit memotivasi diri, munculnya perasaan cemas, sedih, kemarahan, frustasi dan afek negatif lainnya. Dampak negatif secara fisiologis antara lain gangguan kesehatan, daya tahan tubuh yang menurun terhadap penyakit, sering pusing, badan terasa lesu dan lemah, kesulitan tidur nyenyak. Dampak perilaku yang muncul antara lain menunda-nunda penyelesaian tugas kuliah, malas kuliah, penyalahgunaan obat dan alkohol, dan terlibat dalam kegiatan mencari kesenangan beresiko yang berlebihan (Heiman. & Kariv;Rice,; Spangenberg, & Theron, dalam Safaria, 2006). Sementara itu dalam penyelesaian masalah yang dihadapi oleh mahasiswa, maka mahasiswa dituntut memiliki kemampuan mengatasi dan menyelesaikan permasalahan atau disebut dengan problem focused coping (Sujono, 2014). Mahasiswa yang memiliki kecenderungan menggunakan strategi emotional focused coping secara terus-menerus, dalam menghadapi suatu masalah yang menimbulkan stress tidak menghadapi masalah tersebut secara langsung, tetapi melakukan hal-hal yang dapat membuat afeksi mereka nyaman, seperti mengatur perasaan mereka melakukan penghindaran terhadap masalah, baik dengan kognisi maupun perilakunya (Sarafino, 1990; Taylor, 2006), padahal jenis coping ini memiliki resiko lebih besar untuk mengalami tekanan psikologis, karena akan cenderung melakukan perilaku maladaptive (Berker, 2009).

5 Namun demikian dalam kenyataannya masih banyak mahasiswa yang juga menggunakaan emosional focused coping. Hal ini berkaitan dengan hasil penelitian Rizky (2014) yang menyatakan bahwa dari 107 sample penelitian terdapat penggunaan strategi coping cenderung menggunakan Problem Focused Coping sebanyak 68 mahasiswa atau 63, 6%, dan Emotional Focused Coping sebanyak 39 atau 36,4%. Penelitian yang dilakukan Wijayanti (2013) menunjukkan secara umum dari 140 mahasiswa yang diteliti strategi coping yang umumnya dilakukan untuk menghadapi stres sebanyak 58,6% menggunakan coping positif seperti bertanya dan mencari informasi dari orang lain (seeking social support), serta perencanaan (planfull problem solving). Menrut Taylor (dalam Smet, 1994) kedua bentuk tersebut termasuk dalam problem focused coping. adapun 60,7% mahasiswa mengatasi masalah dengan terburu-buru dan kurang dapat berpikir dengan tenang (self control), menghindari masalah yang ada (avoidance), kedua bentuk tersebut menurut Taylor (dalam Smet, 1994) termasuk dalam bentuk emotional cosused coping. Guna memperdalam fakta yang ada, dilakukan wawancara pada tanggal 26 Juli 2017 kepada 7 orang mahasiswa di kampus Universitas Mercu Buana Yogyakarta, dihasilkan bahwa 4 diantara 7 mahasiswa lebih memilih menggunakan Problem Focused Coping dengan meminta bantuan orang lain dalam menghadapi masalahnya, serta merencanakan apa yang harus dilakukan, sedangkan 3 lainnya menggunakan Emotional Focused Coping yang banyak mereka lakukan diantaranya menjauhi dan menghindari hal ataupun orang yang dianggapnya menyebabkan masalah. berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa upaya untuk

6 menyelesaikan permasalahan atau mengurangi stressor yang dihadapi setiap orang adalah berbeda-beda, ada yang lebih cenderung menggunakan bentuk Problem Focused Coping daripada Emotional Focused Coping. Coping yang efektif untuk dilaksanakan adalah coping yang membantu seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya (Lazarus dalam Davison, 2004). Pada dasarnya coping bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan emosi, mempertahankan self image yang positif, mengurangi tekanan lingkungan atau menyesuaikan diri terhadap kejadian negatif sehingga mereka masih tetap mampu membuat hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Coping yang efektif akan menghasilkan coping yang positif, sehingga secara psikologis berfungsi lebih optimal untuk melanjutkan kegiatan yang semestinya dilakukan (Taylor, 2006). Pentingnya mengetahui strategi coping manakah yang dominan pada mahasiswa berguna untuk membentuk karakter mahasiswa yang tangguh, guna mencapai pendewasaan diri dan meningkatkan ketahanan diri agar mampu menghadapi konflik yang lebih besar dari kehidupan dimasa dating (Sofah & Endang, 2010). Perlu diketahui bahwa proses coping tidak serta merta muncul dengan sendirinya, hal ini disebabkan adanya faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi coping. Sesuai dengan penjabaran Lazarus (dalam Taylor, 2006) terdapat faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi proses coping. Faktor eksternal yang mempengaruhi coping antara lain sumber penghasilan seperti uang dan waktu, dukungan sosial, dan juga tekanan dari luar. Faktor internal yang

7 mempengaruhi coping yaitu gaya koping yang biasanya digunakan dan faktor kepribadian yang mempengaruhi pemilihan strategi coping. Kemampuan individu untuk melakukan strategi coping, pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adalah kreativitas, tipe kepribadian dan gaya belajar (Budi & Niken, 2013). McCrae dan Costa (1986) mengungkapkan bahwa coping merupakan tindakan yang sejalan dengan kepribadian yang dimiliki. Lebih lanjut dinyatakan bahwa kepribadian dan perbedaan-perbedaan individual mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk menggunakan coping tertentu ketika dihadapkan dengan situasi yang menekan. Variabel kepribadian dianggap sebagai mediator dari pengaruh lingkungan terhadap coping dan disebutkan bahwa variabel kepribadian bekerja dengan cara mempengaruhi penilaian dari tuntutan lingkungan atau proses coping. Kepribadian menurut Eysenck (dalam Alwisol, 2004) merupakan keseluruhan pola tingkah laku aktual maupun potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan dan lingkungan. Gordon W Allport (Alwisol :2004) menjelaskan bahwa kepribadian adalah organisasi yang dinamis yang ada dalam diri seseorang sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas didalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Salah satu pengklasifikasian tipe kepribadian yang popular adalah yang dikemukankan oleh Eysenck, menurut Eysenck kepribadian dapat digolongkan menjadi tipe kepribadian ekstrovert dan tipe kepribadian introvert dan setiap tipe kepribadian tersebut mempunyai ciri-ciri atau karakteristik masing-masing

8 dan mereka akan berperilaku sesuai dengan karakteristik tipe kepribadian masingmasing (Putri, 2013). Kepribadian individu, secara sederhana dibedakan menjadi dua kutub berdasarkan arah energi psikis dalam diri individu, yaitu kepribadian ekstrovert dan introvert (Suryabrata, 2013). Kepribadian ekstrovert menurut Eysenck (dalam Alwisol,2004) mempunyai ciri sosiabel, lincah, aktif, asertif, mencari sensasi, riang, dominan, bersemangat, dan berani. Sebaliknya kepribadian introver mempunyai sifat tidak sosial, pendiam, ragu, banyak pikiran, sedih, penurut, pesimis, penakut. Menurut Abidin dan Suyasa (2003) kedua tipe tersebut masing-masing memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri yang sangat berpengaruh terhadap perasaan, pikiran, minat serta sikap mereka. Antara ekstrovert dan introvert kadang-kadang mengelola konflik dengan cara yang berbeda karena keduanya memiliki orientasi yang berbeda. Sejalan dengan pendapata Taylor, (2006) bahwa kepribadian mempengaruhi seseorang terhadap stres dan coping yang digunakan. Gallaghar (dalam Posella, 2006) menemukan bahwa pada kenyataannya, coping berhubungan dengan kepribadian, yaitu ada perbedaan perilaku coping pada individu ekstrovert dan introvert. Individu ekstrovert memiliki sosiabilitas yang tinggi, membutuhkan orang lain, tidak menyukai aktivitas sendiri, ketika menyelesaikan suatu masalah individu ekstrovert perlu membicarakan masalah tersebut dengan orang lain (Kaufman, 1994). Sementara itu menurut Taylor (dalam Smet, 1994) salah satu bentuk strategi coping adalah seeking social support yang berarti usaha untuk membuat kenyamanan emosional dan bantuan informasi dari orang lain. Berdasrkan pendapat Kaufman

9 (1994) dan Taylor (dalam Smet, 1994) maka individu ekstrovert memungkinkan menggunakan bentuk strategi coping jenis seeking social support. Selain itu individu ekstrovert suka melakukan tindakan bahaya secara tiba-tiba, berani mengambil resiko, impulsive, cenderung agresif (Eysenk & Wilson, dalam Retnowati & Haryati 2001). Menurut Taylor (dalam Smet, 1994) bentuk strategi coping lainnya adalah confrontive coping yang berarti usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara agresif, tingkat kemarahan yang tinggi, dan pengambilan resiko. Berdasarkan pendapat Eysenk dan Wilson (dalam Retnowati & Haryati 2001) serta Taylor (dalam Smet, 1994) maka individu ekstrovert juga memungkinkan menggunakan bentuk strategi coping jenis convrontive coping. Berdasarkan penjelasan tersebut maka individu ekstrovert memungkinkan menggunakan coping seeking social support dan confrontive coping yang mana menurut Taylor (dalam Smet, 1994) kedua hal tersebut termasuk bentuk coping dari problem focused coping. Individu introvert tidak merasa perlu mengungkapkan permasalahan yang dialami dan cenderung memendamnya serta lebih memilih menghindari permasalahan (Kaufman, 1994). Taylor (dalam Smet, 1994) menyebutkan salah satu bentuk coping adalah avoidance coping yang berarti usaha mengatasi situasi menekan atau menghindari. Menurut pendapat Kaufman (1994) dan Taylor (dalam Smet, 1994) maka memungkinkan untuk individu introvert menggunakan bentuk strategi coping jenis avoidan coping dalam mengatasi situasi yang menekan. Nata dan Denny (2008) menguraikan bahwa individu introvert cenderung berfikir panjang, mempertimbangkan tindakan yang akan dilakukan, dan bisanya hanya memendam

10 masalah yang sedang dialami. Taylor (dalam Smet, 1994) menyebutkan bentuk lain dari coping adalah self control yaitu usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi yang menekan. Berdasarkan pendapat Nata dan Deni (2008) serta Taylor (dalam Smet, 1994) maka individu introvert memungkinkan menggunakan bentuk strategi coping jenis self control dalam menghadapi situasi yang menekan. Kedua bentuk coping tersebut, yaitu avoidance coping dan self control yang menurut Taylor (dalam Smet 1994) merupakan bentuk dari emotional focused coping. Maka dari itu individu introvert dalam menghadapi permasalahannya cenderung menggunakan emosional focused coping. Baoyong (dalam Posella, 2006) juga menjelaskan bahwa ekstrovert berkorelasi positif dengan problem focused coping, sedangkan introvert berkorelasi dengan emotional focused coping, serta bertujuan mengurangi stres. Dari penjelasan yang sudah diuraikan, ingin diketahui apakah terdapat perbedaan penggunaan strategi coping (problem focused coping dan emotional focused coping) ditinjau dari tipe kepribadian (ekstrovert dan introvert). B. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Sesuai uraian yang dijabarkan, tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan penggunaan strategi coping ditinjau dari tipe kepribadian pada mahasiswa Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, secara teoritis dapat menambah wawasan dan pengetahuan terutama tentang strategi coping mengahadapi permasalahan atau stress yang dialami mahasiswa. Secara praktis, apabila hipotesis

11 dalam penelitian diterima bahwa individu ekstrovert cenderung menggunakan problem focused coping dan introvert cenderung menggunakan emotional focused coping, sehingga bagi individu yang memiliki kecenderungan introvert perlu diberikan pelatihan menggunakan problem focused coping (sebagai langkah prefentif).