daerah tropis Amerika. Ubi jalar dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun di

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman yang berasal dari

I. PENDAHULUAN. Yogurt adalah bahan makanan yang terbuat dari susu yang

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat

III. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembuatan Yoghurt Page 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu ialah cairan hasil sekresi yang keluar dari kelenjar susu (kolostrum) pada

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

Chemistry In Our Daily Life

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan adalah produk fermentasi berbasis susu. Menurut Bahar (2008 :

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Yoghurt merupakan produk yang diperoleh dari fermentasi susu dan atau

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan susu segar sebagai bahan dasarnya, karena total padatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain.

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

LAPORAN AKHIR PKM-P. Oleh:

PENDAHULUAN. mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap seperti laktosa, lemak, protein,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yoghurt merupakan proses fermentasi dari gula susu (laktosa) menjadi asam laktat

TINJAUAN PUSTAKA. energi yang tidak kalah besar dibanding buahnya, begitu juga kandungan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional yang

Susu Fermentasi dan Yogurt

KARAKTERISTIK YOGHURT TERSUBTITUSI SARI BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI STARTER YANG BERBEDA-BEDA

LAPORAN TUGAS AKHIR OPTIMASI PEMBUATAN COCOGURT MENGGUNAKAN FERMENTOR SERTA KULTUR CAMPURAN

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan susu dengan bantuan mikroba untuk menghasilkan berbagai produk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. difermentasi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan

I. PENDAHULUAN. mineral, serta antosianin (Suzuki, dkk., 2004). antikanker, dan antiatherogenik (Indrasari dkk., 2010).

BAB I PENDAHULUAN. permintaan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi meningkat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan

Inovasi Olahan dan Limbah Meningkatkan SDM dan Ekonomi Petani

adalah produk pangan dengan menggunakan bakteri probiotik. Produk pangan Bakteri probiotik merupakan bakteri baik yang dapat memberikan keseimbangan

I. PENDAHULUAN. Diversifikasi produk olahan kelapa yang cukup potensial salah satunya adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat sangat memperhatikan pentingnya pengaruh makanan dan

SUSU FERMENTASI BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peranan Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus dalam Proses Pembuatan Yogurt : Suatu Review

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan nama sapi Grati. Bentuk dan sifat sapi PFH sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi jalar dalam sisitematika (taksonomi) tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang bersifat Gram

BAB I PENDAHULUAN. campuran Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Berbagai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIS MEKANIS BAHAN PENGEMAS B. KARAKTERISASI AWAL YOGURT KACANG HIJAU

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin

I. PENDAHULUAN. (Dendrocalamus asper) dan bambu legi (Gigantochloa ater). Keunggulan dari

BAB I PENDAHULUAN. Allah Subhanahu wa Ta ala menciptakan segala sesuatu tanpa sia-sia,

PENDAHULUAN. Latar Belakang Produk pangan yang memiliki kandungan gizi dan. kesehatan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi sekaligus

Susu merupakan makanan pelengkap dalam diet manusia

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimiawi Susu Kambing Segar

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manfaat bagi proses metabolisme tubuh karena mengandung berbagai

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk fermentasi. Proses fermentasi mampu meningkatkan nilai gizi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dijelaskan dalam firman-nya dalam surat al-baqarah ayat 168 sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia ke arah peningkatan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

I. PENDAHULUAN. Pampekan, merupakan kerabat dekat durian yaitu masuk dalam genus Durio.

Proses Pembuatan Madu

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk semi padat yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EFEKTIVITAS PENAMBAHAN EKSTRAK UBI JALAR UNGU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Jalar Ungu Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman yang berasal dari daerah tropis Amerika. Ubi jalar dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun di pegunungan dengan suhu 27 o C dan lama penyinaran 11-12 jam perhari (Soemartono, 1984). Pada tahun 1960, ubi jalar sudah tersebar ke hampir setiap daerah Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua dan Sumatra. Namun sampai saat ini hanya Papua saja yang memanfaatkan ubi jalar sebagai makanan pokok, walaupun belum menyamai padi dan jagung (Suprapti, 2003). Menurut Suprapti (2003), tanaman ubi jalar memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Susunan tubuh utama terdiri atas batang, daun, bunga, buah, biji, dan umbi. 2) Batang tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu, dan berbuku-buku. 3) Tipe pertumbuhan tegak dan merambat atau menjalar. 4) Panjang batang tipe tegak: 1 m 2 m, sedangkan tipe merambat: 2 m - 3m. Menurut Heyne (1987), tanaman ubi jalar termasuk dalam kingdom plantae, divisio Spermatophyta, subdivisio Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Convolvulacea, genus Ipomea, species Ipomea batatas L. Komposisi ubi jalar sangat tergantung pada varietas dan tingkat kematangan serta lama penyimpanan. Karbohidrat dalam ubi jalar terdiri dari monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Ubi jalar mengandung sekitar 16-40 % bahan kering dan sekitar 70-90% dari bahan kering ini adalah karbohidrat 6

7 yang terdiri dari pati, gula, selulosa, hemiselulosa, dan pektin (Meyer, 1985). Tabel komposisi ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Ubi Jalar ungu (persen berat kering) Komposisi Nilai Air (%) 70,46 Abu (%) 0,84 Pati (%) 12,64 Protein (%) 0,77 Gula reduksi (%) 0,3 Serat kasar (%) 3 Lemak (%) 0,94 Vitamin C (mg/100 mg) 21,43 Antosianin (mg/100 mg) 110,51 Sumber : Suprapta (2003) dalam Arixs (2006) Menurut Juanda dan Cahyono (2000), berdasarkan warna ubi jalar dibedakan menjadi beberapa golongan antara lain ubi jalar putih, ubi jalar kuning, ubi jalar orange, dan ubi jalar ungu. Ubi jalar yang akan digunakan dalam penlitian ini adalah ubi jalar ungu yang bentuknya bisa dilihat pada gambar 1. Gambar 1. Ubi Jalar Ungu (Juanda dan Cahyono, 2000)

8 Ubi jalar ungu merupakan bahan pangan yang kaya nutrisi, tetapi selama ini penggunaan ubi jalar sebagai bahan pangan masih terbatas dalam bentuk makanan tradisional, seperti ubi rebus, ubi goreng, kolak, getuk, timus dan keripik. Ubi jalar mempunyai kandungan oligosakarida yang relatif tinggi, yaitu sekitar 2,165% (Reddy dan Salunke, 1989 dikutip Sukardi et al., 2001). 2.1.1 Prebiotik Dalam Ubi Jalar Ungu Menurut Gibson dan Roberfroid 1995 dikutip Gibson dan Fuller(,1998), prebiotik adalah bahan pangan tidak terdigesti yang memberikan efek kesehatan bagi tubuh dengan cara memacu pertumbuhan probiotik (bakteri menguntungkan) dalam usus besar. Oligosakarida pada ubi jalar sebagian besar terdiri dari rafinosa dan stakhiosa yang mempunyai ikatan α galakto-glukosa dan α-galakto-galaktosa yang dapat dilihat pada gambar 2 (Reddy dan Salunke, 1989 cit. Sukardi et al., 2001). Gambar 2. Struktur Kimia Rafinosa, Stakiosa dan Verbaskosa (Reddy dan Salunke, 1989 cit. Sukardi et al., 2001) Meskipun oligosakarida dari kelompok rafinosa ini tidak dapat dicerna, karena mukosa usus mamalia (seperti manusia) tidak mempunyai enzim pencernanya, yaitu α galaktosidase, sehingga oligosakarida tersebut tidak dapat diserap oleh usus kecil dan menimbulkan flatulensi, namun oligosakarida yang

9 tidak dicerna dan diserap dalam usus kecil ini akan difermentasi oleh bakteribakteri yang terdapat dalam usus besar dan selanjutnya akan mengubah komposisi bakteri usus, sehingga bakteri yang menguntungkan (bifidus dan lactobacillus) bertambah jumlahnya atau memberikan efek prebiotik. Beberapa oligosakarida yang telah diketahui mempunyai efek prebiotik adalah : Glukoolisakarida (GOS), Galaktosakarida dan Transgalakto-oligosakarida (TOS), Isomaltooligosakarida (IMO), dan xylo-oligosakarida (Gibson et al., 1999 cit Fooks et al., 1999). Berat kering umbi ubi jalar adalah 16-40% dari berat basah. Sebanyak 75-90% dari berat kering adalah karbohidrat, meliputi unsur pati, gula, selulosa, hemiselulosa dan pektin, sedangkan kandungan oligosakarida pada ubi jalar relatif tinggi, yaitu sekitar 2,165 %. Oligosakarida pada ubi jalar sebagian besar terdiri dari rafinosa dan stakhiosa sehingga potensi ubi jalar sebagai pemberi efek prebiotik melalui pengolahan menjadi susu ubi jalar sangat besar. Ubi jalar ungu bisa ditambahkan ke dalam yoghurt sebagai prebiotik dalam bentuk sari ubi jalar ungu. Sari ubi ungu dibuat dengan menimbang ubi jalar dengan berat tertentu, kemudian dikupas dan dicuci sampai bersih. Setelah itu, ubi jalar ungu diiris kecil-kecil lalu dimasukkan dalam juicer untuk menghasilkan bubur ubi jalar. Bubur ubi jalar dituang dalam beker glass menggunakan corong yang dilapisi kain saring dan didiamkan selama 30 menit kemudian filtratnya diambil. Fitrat ini merupakan ekstrak ubi jalar yang siap digunakan untuk membuat yoghurt.

10 2.2 Yoghurt Yoghurt adalah salah satu hasil olahan susu dengan cara difermentasi sehingga rasanya asam dan manis. Bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus menguraikan laktosa atau gula susu menjadi asam laktat yang menyebabkan menjadi asam. Proses pengasaman dan penggumpalan protein pada yoghurt membuat yoghurt mudah dicerna oleh tubuh. Selain itu, keberadaan asam laktat pada yoghurt juga membuat penyerapan kalsium di dalam tubuh menjadi lebih baik. Komposisi gizinya mirip dengan susu, bahkan lebih lengkap dan jumlahnya relatif lebih banyak, diantaranya mengandung vitamin B kompleks, kalsium, dan protein. Selama proses fermentasi yoghurt berlangsung, terjadi sintesis vitamin B kompleks, khususnya thiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2) dan beberapa asam amino penyusun protein (Hidayat dkk, 2006). Yoghurt mempunyai rasa asam yang sedang, dengan konsistensi lembut dari gel kental dengan citarasa almon. Citarasa yang enak adalah hasil kerjasama protokooperasi antara kedua bakteri yoghurt, yang dipengaruhi oleh suhu inkubasi dan asam yang dihasilkan (Surono, 2004). Dasar fermentasi susu adalah fermentasi komponen gula di dalam susu, terutama laktosa menjadi asam laktat dan asam-asam lain. Asam laktat yang dihasilkan dapat memperbaiki flavor dan menurunkan derajat keasaman susu sehingga hanya sedikit mikroba yang dapat bertahan hidup. Fermentasi susu dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan mikroba perusak susu sehingga masa simpan susu dapat diperpanjang (Winarno et al., 2003). Syarat mutu yoghurt di indonesia menurut SNI 01-2981-2009 bisa dilihat pada tabel 2.

11 Tabel 2. Syarat Mutu Yoghurt SNI 01-2981-2009 No. Kriteria Uji Satuan Yogurt tanpa perlakuan panas setelah fermentasi Yogurt Rendah Lemak Tanpa Lemak Yogurt dengan perlakuan panas setelah fermentasi Yogurt Rendah Lemak Tanpa Lemak 1. Keadaan 1.1 Penampakan - Cairan kental-padat Cairan kental-padat 1.2 Bau - Normal/khas Normal/khas 1.3 Rasa - Asam/khas Asam/khas 1.4 Konsistensi - Homogen Homogen 2. Kadar lemak % b/b Min. 3,0 0,6-2,9 Maks. 0,5 Min. 3,0 3. Total padatan susu bukan lemak % b/b Min. 8,2 Min. 8,2 4. Protein (Nx6,38) % b/b Min. 2,7 Min. 2,7 5. Kadar Abu % b/b Maks. 1,0 Maks. 1,0 6. Keasaman (dihitung sebagai asam laktat) % b/b 0,5-2,0 0,5-2,0 7. Cemaran logam 7.1. Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,3 Maks. 0,3 7.2. Tembaga 0,6-2,9 mg/kg Maks. 20,0 Maks. 20,0 (Cu) 7.3. Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0 7.4. Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03 Maks. 0,03 8. Arsen (As) mg/kg Maks. 0,1 Maks. 0,1 9. Cemaran mikroba 9.1 Bakteri Coliform Koloni/g Maks. 10 Maks. 10 9.2 Salmonella - Negatif/25g Negatif/25g 9.3 Listeria monocytogenes - Negatif/25g Negatif/25g 10. Jumlah bakteri starter Koloni/g 10 7 - Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2009) Maks. 0,5 Menurut Tjahjadi (2000), berdasarkan metode pembuatannya dan struktur fisik koagulum produknya dikenal dua tipe yoghurt yaitu set yoghurt dan stirred yoghurt. Pada set yoghurt inkubasi atau fermentasi umumnya dilakukan dalam kemasan kecil sehingga koagulumnya tidak mengalami perubahan, sedangkan pada stirred Yoghurt, inkubasi dilakukan dalam tangki-tangki besar lalu dikemas

12 dalam wadah-wadah kecil sehingga koagulum mengalami kerusakan (pemecahan). Kedua tipe yoghurt ini bersifat semi padat. Drink yoghurt adalah yoghurt dengan dengan viskositas rendah (cair) dengan kadar padatan total 11 % atau kurang dan kadar lemak yang lebih tinggi. Tipe ini temasuk stirred yoghurt. Berdasarkan cita rasanya yoghurt dibedakan menjadi yoghurt polos (plain/natural yoghurt) dimana tipe ini tidak diberi penambahan zat cita rasa serta yoghurt rasa buah (fruit yoghurt) dimana tipe ini diberi penambahan cita rasa alami sepeti buah, sirup buah, gula atau cita rasa sintetis berupa esen, zat pewarna, dan bahan pemanis. 2.2.1 Bahan Baku Yoghurt Dalam proses pembuatan yoghurt dibutuhkan komposisi bahan sebagai berikut : a) Susu Skim Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya yang mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori rendah di dalam makanannya karena hanya mengandung 55 persen dari seluruh energi susu dan skim milk juga digunakan dalam pembuatan keju dengan lemak rendah dan yoghurt (Buckle et al., 1987). Penambahan susu skim berfungsi sebagai sumber laktosa bagi bakteri asam laktat dalam pembuatan yoghurt. Penambahan susu skim bubuk dalam pembuatan minuman fermentasi akan meningkatkan kandungan total padatan menjadi lebih tinggi sehingga akan dihasilkan minuman fermentasi yang lebih baik (Widodo, 2003).

13 b) Bahan Pemanis Bahan pemanis yang digunakan dalam pembuatan yoghurt ubi jalar ungu adalah sukrosa. Sukrosa menurut Tjahjadi (2000) adalah gula yang dapat berasal dari gula tebu atau gula bit. Batas penggunaan bahan pemanis atau gula dalam produk yoghurt adalah 8% karena penggunaan lebih dari 8% dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Rahman et al., 1992). c) Starter Starter adalah kultur mikroba yang diinokulasikan ke dalam medium fermentasi pada saat kultur mikroba tersebut berada pada fase pertumbuhan eksponensial. Medium yang digunakan merupakan faktor yang penting untuk memperoleh starter yang baik (Rahman et al., 1992). Yoghurt dibuat menggunakan dua spesies bakteri yang tumbuh secara mutualisme, yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Kedua spesies bakteri ini jika ditumbuhkan bersama-sama akan menghasilkan asam yang lebih banyak dibandingkan jika tumbuh secara terpisah. Perbandingan yang baik antara bakteri ini untuk memproduksi yoghurt adalah 1:1 (Rahman et al., 1992 dikutip Martha, 2008). Streptococcus thermophilus Streptococcus thermophilus merupakan bakteri asam laktat berbentuk bulat (kokus) dengan koloni berantai yang bersifat homofermentatif. Bakteri ini bersifat gram positif, katalase negatif, anaerob fakultatif, tidak toleran terhadap konsentrasi garam lebih besar dari 6,5%, tidak berspora, bersifat termodurik, dan

14 menyukai suasana mendekati netral dengan ph optimal untuk pertumbuhannya adalah 6,5. Suhu optimal pertumbuhan pada 40-45 0 C, tidak dapat tumbuh pada suhu 15 0 C dan tumbuh optimum pada ph 6,5 namun masih dapat bertahan pada ph 4,2 4,4. S. thermophilus bersifat homofermentatif yaitu memfermentasi laktosa, sukrosa, glukosa, fruktosa, dan produksi utamanya adalah L(+)-asam laktat (Tamime dan Deeth, 1980). Bentuk koloni S. thermophilus bisa dilihat pada pada gambar 3. Gambar 3. Bentuk Sel Streptococcus thermophilus (Wheatcroft, 2005) Lactobacilus bulgaricus Lactobacillus bulgaricus adalah jenis bakteri yang paling penting dari golongan bakteri asam laktat. Bakteri ini mempunyai sifat gram positif, berbentuk batang, berukuran medium atau panjang, tidak tumbuh pada suhu 10 o C, tetapi tumbuh pada suhu 45 o C, reduksi litmus kuat, tidak tahan garam (6,5 %), dan merupakan bakteri termodurik (Rahman et al., 1992). Menurut Buckle et al., (1987). Bakteri ini lebih tahan asam dibandingkan dengan Streptococcus atau Pediococcus, oleh karena itu lebih banyak terdapat pada tahapan terakhir dari fermentasi tipe asam laktat dan mulai berkembang bila ph yoghurt telah menurun

15 sampai kira-kira 4,5, serta sebagai penyebab utama terbentuknya asetaldehida pada yoghurt. Lactobacillus bulgaricus memiliki kemampuan yang besar dalam memfermentasi gula dengan hasil asam laktat lebih dari 50 %, optimum tumbuh pada ph 5, namun bersifat toleran pada ph 3,5 3,8 dan tumbuh pada 43 46 o C dan menghasilkan 2,0 4,0% asam tertitrasi (Nakazawa dan Hosono, 1992). Lactobacillus bulgaricus bersifat anaerobik, yaitu hidup tanpa atau dengan sedikit oksigen. Lactobacillus bulgaricus pada pembuatan yoghurt berperan dalam penurunan ph sampai sekitar 4,0 juga memberikan kontribusi terhadap flavor yoghurt melalui produksi asam laktat, asetaldehid, asam asetat, dan diasetil (Winarno et al., 2003). Pertumbuhan bakteri asam laktat pada susu sangat tergantung pada sistem proteolitik yang menghidrolisis kasein susu menjadi peptida dan asam amino (Thomas dan Mills, 1981 dikutip Surono, 2004). Bentuk sel L. bulgaricus bisa dilihat pada gambar 4. Gambar 4. Bentuk Sel Lactobacillus Bulgaricus (Steele, 2006) 2.2.2 Proses Fermentasi Dalam proses pembuatan yoghurt, susu didiamkan pada suhu inkubasi sesuai kultur starter (Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus) yaitu pada suhu 40 o C-45 o C yang merupakan suhu pertumbuhan optimum untuk

16 campuran kultur tersebut (Tamime dan Robinson, 2000). Selama proses inkubasi tersebut terjadi proses fermentasi asam laktat. Fermentasi laktat dalam industri pangan adalah fermentasi yang dilakukan oleh sekelompok bakteri yang disebut bakteri asam laktat (Fardiaz, 1992). Dalam prosesnya akan terjadi perubahan biokimia pada produk fermentasi, meliputi perombakan laktosa, pembentukan asam laktat, hidrolisis protein susu dan pembentukan tekstur produk fermentasi, pembentukan komponen flavor. Proses pembentukan asam laktat pada pembuatan yoghurt disajikan pada gambar 5. Laktosa ß-galaktosidase Galaktosa + Glukosa Glukosa + Galaktosa-6-P Glukosa Piruvat Asam Laktat CH3CHOHCOOH Asetaldehida + CO2 Gambar 5. Diagram Alir Pembentukan Asam Laktat Pada Pembuatan Yoghurt (Helferich dan Westhoff, 1980) 1). Perombakan Laktosa Pada proses pembentukan produk fermentasi, laktosa akan mengalami penurunan 20-50% dari semula. Karbohidrat susu (laktosa) merupakan substrat utama yang dirombak selama proses fermentasi (Fardiaz, 1989). laktosa tidak

17 secara langsung digunakan dalam proses fermentasi oleh bakteri asam laktat, tetapi dipecah menjadi glukosa dan galaktosa. Laktosa dirombak oleh enzim laktase yang dihasilkan oleh starter. Glukosa selanjutnya akan diubah terlebih dahulu menjadi asam piruvat melalui jalur glikolisis, sedangkan galaktosa akan diubah menjadi glukosa-1-fosfat dengan menggunakan enzim galaktokinase dan enzim epimerase (Rasic dan Kurmann, 1978). 2). Pembentukan Asam Laktat Asam laktat merupakan produk utama yang dihasilkan dari perombakan laktosa oleh bakteri homofermentatif. Bakteri homofermentatif menghasilkan lebih dari 85% asam laktat sebagai produk metabolitnya (Surono, 2004). Laktosa atau gula susu dirombak oleh enzim laktase seperi β-d-galaktosidase dan β-dfosfogalaktosidase yang dihasilkan oleh kultur starter Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus menjadi glukosa dan galaktosa. Metabolisme terjadi melalui jalur glikolisis yang merupakan urutan reaksi oksidasi glukosa menjadi asam piruvat yang pada gilirannya menjadi asam laktat melalui enzim laktase dehidrogenase (Helferrich dan Westhoff, 1980). Asam laktat memberikan rasa asam dan menyumbangkan citarasa yang khas dari yoghurt (Tamime dan Deeth, 1980). 3). Denaturasi Protein dan Pembentukan Tekstur Protein yang berasal dari susu harus didekomposisi terlebih dahulu oleh bakteri yoghurt agar dapat dimanfaatkan sebagai nutrisi. Dekomposisi protein pada proses fermentasi yoghurt terjadi melalui 2 tahap yaitu hidrolisis protein menjadi polipeptida dengan menggunakan enzim proteinase dan hidrolisis

18 polipeptida menjadi asam amino dengan menggunakan enzim peptidase (Surono, 2004). Streptococcus thermophillus mempunyai aktivitas peptidase lebih tinggi dibandingkan Lactobacillus bulgaricus, tetapi aktivitas proteinasenya terbatas, sedangkan kemampuan untuk menghidrolisis kasein dengan aktivitas proteinasse jauh lebih tinggi pada Lactobacillus sp. Kadar protein terlarut maksimal yang dihasilkan oleh kerjasama antara bakteri Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus pada perbandingan 1:1 adalah 70% (Tamime dan Robinson, 2000) Kemampuan proteolitik bakteri asam laktat sangat tergantung pada spesies dan strain. Aktivitas proteolitik tertinggi dimiliki oleh Lactobacillus helveticus, Lactobacillus bulgaricus, dan Lactobacillus acidophillus dari kelompok Thermobacteria. Streptococcus thermophillus, Lactobacillus bulgaricus, dan Lactobacillus acidophillus bekerja dalam menghasilkan protein terlarut. Lactobacillus bulgaricus dan Lactobacillus acidophillus menghidrolisis protein menjadi polipeptida dan peptida-peptida kemudian dilanjutkan oleh enzim-enzim amino peptidase dari Streptococcus thermophillus menjadi asam-asam amino bebas (Surono, 2004). Aktivitas bakteri dalam merombak laktosa menjadi asam laktat menyebabkan turunnya ph atau meningkatkan keasaman susu. Pada ph isoelektrik (4,6-4,7) kasein atau protein susu menjadi tidak stabil dan terjadi denaturasi atau modifikasi struktur sekunder, tersier, dan kuartener terhadap molekul protein tanpa terjadi perubahan pada ikatan kovalen (Winarno, 2003).

19 Akibat produksi asam laktat dan ph isoelektrik menyebabkan terjadi denaturasi protein, sehingga protein yang terdenaturasi tersebut akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul protein bagian dalam yang bersifat hidrofobik berbalik keluar sedangkan bagian luar yang bersifat hidrofilik terlipat kedalam. Pelipatan atau pembalikan terjadi pada ph isoelektrik dan akhirnya protein akan menggumpal dan mengendap, viskositas akan bertambah karena molekul protein mengembang dan menjadi asimetrik (Winarno, 2003). 4). Pembentukan Komponen Flavor Cita rasa merupakan salah satu sifat organoleptik yang dinilai tidak hanya dari tanggapan terhadap rasa saja tetapi juga tanggapan terhadap komponen yoghurt (Tamime dan Robinson, 1989). Komponen flavor pada yoghurt dibagi menjadi empat kategori utama, yaitu : asam-asam non-volatil (asam piruvat), asam-asam volatil (asam asetat, asam propionat atau butirat dan asam format), komponen-komponen karbonil (aseton, asetaldehid, asetoin dan diasetil) dan komponen lainnya seperti asam amino (Tamime dan Robinson, 1989). Senyawa asam volatil berperan sebagai penyeimbang komponen aroma pada produk yoghurt, terbentuk akibat aktivitas metabolisme dari kedua jenis bakteri yoghurt. Asam volatil yang terbentuk selama fernentasi adalah asam asetat, asam format, asam kaprilat, asam butirat, dan asam propionate (Rasic & Kurmann, 1978). Senyawa karbonil yang terbentuk terdiri dari asetaldehid, diasetil, asetoin (asetilmetil-karbinol), aseton dan butanon-2. Asetaldehid merupakan komponen senyawa karbonil paling banyak terbentuk dan merupakan komponen utama

20 pembentuk flavor yoghurt. Asetaldehid terbentuk akibat adanya perombakan laktosa. Selama proses fermentasi bakteri Lactobacillus bulgaricus lebih berperan dalam pembentukan komponen asetaldehid dibandingkan Streptococcus thermophillus karena menghasilkan enzim threonin aldolase yang dapat memecah threonin menjadi asetaldehid (Surono, 2004). Diasetil dan asetoin (asetilmetil-karbinol) terdapat dalam jumlah yang sangat kecil dalam produk yoghurt dan umumnya kandungan asetoin lebih tinggi dibandingkan kandungan diasetil. Komponen diasetil dan asetoin berperan dalam membentuk flavor dan aroma khas produk fermentasi. Komponen diasetil akan memberikan rasa manis, citarasa mentega dan mempunyai daya antimikroba terhadap bakteri gram negatif (Surono, 2004). 2.2.3 Proses Pembuatan Yoghurt Bahan dasar pembuatan yoghurt adalah susu yang telah dipasteurisasi. Meskipun susu dari berbagai jenis binatang dapat digunakan dalam pembuatan yoghurt, kebanyakan industri yang memproduksi yoghurt menggunakan susu sapi, baik susu full cream maupun susu skim. Menurut Mansyah (2004), tahap-tahap pembuatan yoghurt meliputi : 1) Standarisasi Komponen Susu Standarisasi komponen susu meliputi standardisasi terhadap kandungan lemak dan padatan bukan lemak. Standardisasi komponen susu dilakukan untuk memastikan batas-batas tingkat komponen susu yang diisyaratkan dalam pembuatan yoghurt dan untuk memenuhi kesukaan konsumen. Kandungan lemak

21 pada pembuatan yoghurt berbeda-beda di setiap negara dari yang terendah sebesar 0,1 % sampai tertinggi 10 % (Tamime dan Robinson, 1985). Seperti halnya kandungan lemak susu, persentase padatan bukan lemak (terutama laktosa, protein, dan mineral) dalam susu untuk pembuatan yoghurt juga berbeda-beda di setiap negara sesuai standar yang diberlakukan, tergantung pada karakteristik fisik, kimia, dan cita rasa yoghurt yang dikehendaki. Di Indonesia, batas kandungan minimal padatan bukan lemak susu untuk pembuatan yoghurt sesuai dengan syarat mutu yoghurt (Badan Standardisasi Nasional, 2009) minimal adalah 8,2%. 2) Homogenisasi Homogenisasi adalah suatu proses pengecilan ukuran globula lemak susu atau produk susu hingga mencapai kira-kira 1/10 ukuran asalnya. Homogenisasi dapat dilakukan dengan menekan produk di bawah tekanan tinggi (Stevenson dan Miller, 1962 dikutip Mansyah, 2004). Menurut Buckle et al., (1987), homogenisasi unsur-unsur sebelum pasteurisasi dapat meningkatkan konsistensi dan stabilitas fisik dengan menghasilkan dadi susu yang seragam dan kuat. Homogenisasi susu menyebabkan sebagian dari partikel-partikel kasein bersatu dengan butiran lemak. 3) Pasteurisasi Pasteurisasi pada susu dilakukan untuk mencegah penularan penyakit dan mencegah kerusakan akibat mikroorganisme dan enzim. Kondisi pasteurisasi dimaksudkan untuk memberikan perlindungan maksimum terhadap penyakit yang dibawa oleh susu, dengan mengurangi seminim mungkin kehilangan zat gizinya, dan sementara itu mempertahankan semaksimal mungkin cita rasa segar (Buckle et al., 1987). Menurut Tamime dan Robinson (2000), pasteurisasi dapat

22 meningkatkan konsentrasi padatan susu. Selain itu pasteurisasi juga dilakukan untuk menciptakan kondisi optimum untuk pertumbuhan starter yoghurt. Perlakuan pasteurisasi susu dalam pembuatan yoghurt berbeda-beda. Pemanasan pada susu pada suhu 80 85 o C selama 30 menit dianggap telah optimal (Vernam dan Sutherland, 1994). 4) Inokulasi dan Inkubasi Susu yang telah dipasteurisasi didinginkan sampai suhu 45 o C. Tujuan pendinginan ini adalah untuk menciptakan kondisi optimum bagi pertumbuhan starter yoghurt. Inokulasi starter dilakukan sebanyak 2 5% (Dewipadma, 1978 dikutip Basriman, 1988). Inkubasi atau fermentasi yogut dapat dilakukan pada suhu ruang ataupun suhu 45 o C. Namun, menurut Surono (2004), suhu fermentasi optimum adalah 42 45 o C selama 3 6 jam. Menurut Tamime dan Robinson (2000), semakin rendahnya suhu inkubasi menyebabkan lambatnya pembentukan asam. Pada suhu inkubasi 30 o C atau suhu ruang, fermentasi yoghurt dapat berlangsung selama 18-24 jam tegantung pada konsentrasi starter yang ditambahkan. 5) Pendinginan dan Pengemasan Penyimpanan bertujuan untuk mengontrol aktivitas starter dan enzim yang dikandungnya. Pendinginan koagulum dilakukan segera setelah tercapai keasaman yang dikehendaki. Pendinginan terbaik untuk mengontrol produksi asam adalah pada suhu 5 o C (Tamime dan Robinson, 1989). Pendinginan dapat disertai dengan perlakuan pengemasan untuk mencegah kontaminasi dan memperpanjang masa simpan yoghurt. Cara pengemasan dilakukan sesuai dengan tipe yoghurt yang

23 dikehendaki (set yoghurt atau stirred yoghurt) (Mansyah, 2004). Tahapan pembuatan yoghurt secara umum dapat dilihat pada gambar 6. Susu Homogenisasi Pasteurisasi T = 80 o C, t = 30 menit Starte Inokulasi Inkubasi T = 42 o C, t = 5 Jam Pendinginan (T = 5 o C) Yoghurt. Gambar 6. Diagram Proses Pembuatan Yoghurt Secara Umum (Mansyah, 2004) 2.3 Probiotik Probiotik didefinisikan sebagai bakteri hidup yang mempunyai kemampuan terapeutik pada manusia dan hewan yang bekerja dengan cara memperbaiki keseimbangan bakteri dalam saluran pencernaan dan probiotik dapat merangsang fungsi antibiotik dalam sistem kekebalan tubuh serta meningkatkan daya tahan tubuh itu sendiri (Gibson dan Fuller, 1999). Mikroorganisme probiotik tidak dapat berpengaruh terhadap lingkungannya selama populasinya tidak mencapai 10 6 hingga 10 8 CFU per gram dalam saluran usus (Walstra et al., 2006).

24 Salah satu kelompok bakteri yang telah banyak digunakan sebagai probiotik adalah bakteri asam laktat. Banyak spesies bakteri yang digunakan dalam industri fermentasi susu, tidak semua bakteri tersebut dapat bersifat sebagai probiotik. Syarat yang harus dipenuhi antara lain : 1) Mempunyai viabilitas yang tinggi sehingga tetap hidup, tumbuh dan aktif dalam sistem pencernaan. 2) Berasal dari genus bakteri yang aman untuk di konsumsi. 3) Tahan terhadap asam dan kondisi anaerob. 4) Mampu tumbuh dengan cepat dan menempel pada dinding saluran pencernaan. 5) Mampu menghambat bakteri patogen (Roberfroid, 2000). Prinsip dasar kerja probiotik adalah pemanfaatan kemampuan mikroorganisme dalam memecah atau menguraikan rantai panjang karbohidrat, protein, dan lemak yang menyusun dari asupan yang diberikan. Kemampuan ini diperoleh karena adanya enzim-enzim khusus yang dimiliki oleh mikroba untuk memecah ikatan tersebut (Feliatra, et al., 2004). Sejumlah keuntungan yang diberikan dari penggunaan bakteri probiotik antara lain yaitu (Çaglar et al., 2005, Wahlqvist, 2002, Schrezenmeir & Vrese, 2001): a) Meningkatkan kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit yang mudah menular. b) Mengurangi laktosa intoleran. c) Pencegahan penyakit usus, diare, radang lambung, infeksi vaginal dan urogenital.

25 d) Mengurangi tekanan darah dan mengatur hipertensi, konsentrasi serum kolestrol. e) Mengurangi alergi, infeksi pernapasan. f) Memberi ketahanan untuk kemoterapi kanker dan mengurangi kerusakan kanker kolon. g) Menghalangi bakteri yang secara langsung ataupun tidak langsung mengkonversi pro karsinogen penyebab kanker. h) Mengubah motilitas koloni dan dan waktu perpindahannya. Mekanisme probiotik dalam memperbaiki dan menstimulir sistem imun adalah dengan meningkatkan aktifitas makrofag, menigkatkan kandungan antibodi, mefasilitasi transport antigen, dan membantu perbaikan mukosa (Sarale, 2000 dikutip Surono, 2004). Bakteri probiotik yang sudah melalui uji klinis antara lain Lactobacillus acidophilus, Bifidobacterium sp., dan Lactobacillus casei Shirota strain (Winarno, et al., 2003). Bakteri probiotik yang akan digunakan dalam pembuatan yoghurt sinbiotik ini adalah Lactobacillus acidophillus. Lactobacillus acidophilus berbentuk rantai dan bersifat homofermentatif, ditemukan dalam usus manusia, sehingga bakteri ini dapat dikategorikan sebagai probiotik. Bakteri ini tergolong gram positif dan tidak membentuk spora. Menurut Tamime dan Robinson (2000), Lactobacillus acidophilus merupakan Lactobacili yang bersifat obligat homofermentatif dan non-motil. Suhu optimum pertumbuhannya yaitu 35-45 0 C, tidak tumbuh pada suhu kurang dari 15 0 C dan ph optimum untuk pertumbuhannya yaitu 5,5-6,0. Lactobacillus acidophilus dapat memproduksi

26 asam laktat sebanyak 0,3-1,9%. Bentuk sel Lactobacillus acidophilus dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Bentuk Sel Lactobacillus acidophilus (Modler, 2005) Menurut Kanbe dalam Nakazawa dan Hosono (1992), kerja fisiologis Lactobacillus acidophilus adalah meningkatkan mikroflora usus karena Lactobacillus acidophilus dapat hidup dalam saluran pencernaan. Lactobacillus acidophilus memiliki beberapa efek bagi tubuh manusia. Bakteri ini dapat meningkatkan metabolisme protein, meningkatkan metabolisme vitamin B1, B2, B6, B12, asam nikotinat, dan asam folat, memiliki aktivitas antimikroba, mencegah konstipasi, serta mampu menekan terjadinya kanker kolon karena aktifitas enzimnya mampu menurunkan produksi zat karsinogen dan mencegah pengembangan kanker di dalam pencernaan. Lactobacillus acidophilus dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dalam saluran pencernaan, mengendalikan kadar serum kolesterol yang diduga mampu menurunkan kolesterol, meningkatkan kemampuan cerna laktosa serta mengurangi resiko sakit perut dan diare (Gilliland, 1989 dikutip Paramita, 2008).

27 2.4 Sinbiotik Sinbiotik merupakan probiotik dan prebiotik yang dikombinasikan dalam produk makanan. Probiotik merupakan mikroorganisme non patogen yang hidup sebagai mikroflora pencernaan yang dapat memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan manusia, sedangkan prebiotik merupakan substrat atau bahan makanan bagi bakteri probiotik dimana substrat ini akan membantu meningkatkan pertumbuhan dan keaktifan satu atau lebih bakteri probiotik yang berada dalam satu kolon sehingga diperoleh kondisi fisiologis dan metabolik yang dapat memberikan perlindungan pada kesehatan saluran pencernaan (Collins dan Gibson, 1999). Minuman sinbiotik yaitu minuman yang mengandung prebiotik dan probiotik. Mekanisme kerja prebiotik dan probiotik dalam meningkatkan daya tahan usus antara lain dengan cara mengubah lingkungan saluran usus baik ph ataupun kadar oksigennya, berkompetisi dengan bakteri jahat hingga mengurangi kesempatan untuk bakteri jahat berkembang biak. Penggunaan sinbiotik memungkinkan untuk mengontrol jumlah mikroflora baik di dalam saluran pencernaan. Kombinasi yang baik antara prebiotik dan probiotik dapat meningkatkan jumlah bakteri baik (probiotik) yang mampu bertahan hidup dalam saluran pencernaan dengan melakukan fermentasi terhadap substrat (Collins dan Gibson, 1999). Manfaat produk sinbiotik telah banyak diungkapkan. Salah satu yang terpenting adalah kemampuannya untuk mengatasi diare yang disebabkan bakteri patogen dan menjaga keseimbangan mikroflora saluran pencernaan. Menurut Collins dan Gibson (1999) mekanisme penting dari pengaruh sinbiotik adalah

28 melalui pengaruhnya terhadap mikroflora usus besar. Konsumsi sinbiotik diharapkan dapat meningkatkan jumlah bakteri yang menguntungkan, seperti Bifidobacteria dan Lactobacillus dan menurunkan bakteri merugikan penyebab diare. 2.5 Pendugaan Umur Simpan Menurut Syarief et al. (1989), secara garis besar umur simpan dapat ditentukan dengan menggunakan metode konvensional (extended storage studies, ESS) dan metode akselerasi kondisi penyimpanan (ASS atau ASLT). Umur simpan produk pangan dapat diduga kemudian ditetapkan waktu kedaluwarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan, yaitu ESS dan ASS atau ASLT (Floros dan Gnanasekharan 1993). Penentuan umur simpan produk dengan ESS, yang juga sering disebut sebagai metode konvensional, adalah penentuan tanggal kedaluwarsa dengan cara menyimpan satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya (usable quality) hingga mencapai tingkat mutu kedaluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun pada awal penemuan dan penggunaan metode ini dianggap memerlukan waktu yang panjang dan analisis parameter mutu yang relatif banyak serta mahal. Dewasa ini metode ESS sering digunakan untuk produk yang mempunyai masa kedaluwarsa kurang dari 3 bulan (Floros dan Gnanasekharan 1993). Metode konvensional biasanya digunakan untuk mengukur umur simpan produk pangan yang telah siap edar atau produk yang masih dalam tahap penelitian. Pengukuran umur simpan dengan metode konvensional dilakukan

29 dengan cara menyimpan beberapa bungkusan produk yang memiliki berat serta tanggal produksi yang sama pada beberapa desikator atau ruangan yang telah dikondisikan dengan kelembapan yang seragam. Pengamatan dilakukan terhadap parameter titik kritis dan atau kadar air (Floros dan Gnanasekharan 1993). Penentuan umur simpan produk dengan metode konvensional dapat dilakukan dengan menganalisis kadar air suatu bahan, memplot kadar air tersebut pada grafik kemudian menarik titik tersebut sesuai dengan kadar air kritis produk. Perpotongan antara garis hasil pengukuran kadar air dan kadar air kritis ditarik garis ke bawah sehingga dapat diketahui nilai umur simpan produk. Selain berdasarkan hasil analisis kadar air, kadar air kritis dapat ditentukan berdasarkan mutu fisik produk (Arpah 2001). Penentuan umur simpan produk dengan metode ASS atau sering disebut dengan ASLT dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang dapat mempercepat proses penurunan mutu (usable quality) produk pangan. Salah satu keuntungan metode ASS yaitu waktu pengujian relatif singkat (3 4 bulan), namun ketepatan dan akurasinya tinggi (Arpah 2001). Kesempurnaan model secara teoritis ditentukan oleh kedekatan hasil yang diperoleh (dari metode ASS) dengan nilai ESS. Hal ini diterjemahkan dengan menetapkan asumsi-asumsi yang mendukung model. Variasi hasil prediksi antara model yang satu dengan yang lain pada produk yang sama dapat terjadi akibat ketidak- sempurnaan model dalam mendiskripsikan sistem, yang terdiri atas produk, bahan pengemas, dan lingkungan (Arpah 2001). Penentuan umur simpan produk dengan metode akselerasi dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan kadar air kritis dengan teori difusi

30 dengan menggunakan perubahan kadar air dan aktivitas air sebagai kriteria kedaluwarsa, dan pendekatan semiempiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu dengan teori kinetika yang pada umumnya menggunakan ordo nol atau satu untuk produk pangan. Model persamaan matematika pada pendekatan kadar air diturunkan dari hukum difusi Fick unidireksional. Terdapat empat model matematika yang sering digunakan, yaitu model Heiss dan Eichner (1971), model Rudolf (1986), model Labuza (1982), dan model waktu paruh (Syarief et al. 1989). Tahapan penentuan umur simpan dengan ASS meliputi penetapan parameter kriteria kedaluwarsa, pemilihan jenis dan tipe pengemas, penentuan suhu untuk pengujian, prakiraan waktu dan frekuensi pengambilan contoh, plotting data sesuai ordo reaksi, analisis sesuai suhu penyimpanan, dan analisis pendugaan umur simpan sesuai batas akhir penurunan mutu yang dapat ditolerir. Penentuan umur simpan dengan AAS perlu mempertimbangkan faktor teknis dan ekonomis dalam distribusi produk yang di dalamnya mencakup keputusan manajemen yang bertanggung jawab. 2.5 Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) Metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) dilakukan dengan cara menyimpan produk pangan pada lingkungan ekstrim, sehingga menyebabkan produk pangan yang disimpan cepat rusak, baik pada suhu atau kelembaban ruang penyimpanan yang lebih tinggi. Salah satu keuntungan metode ASS (Accelerated Storage Studies) atau metode akselerasi ini adalah waktu yang relatif singkat (3-4 bulan), namun memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi.

31 Pendekatan metode ASLT dapat dilakukan dengan model kadar air kritis. Menurut Kusnandar (2006) dikutip Nugroho (2007), model kadar air kritis biasanya digunakan untuk produk yang mudah rusak karena penyerapan air dari lingkungan selama penyimpanan. Selain model kadar air kritis, metode ASLT dapat dilakukan dengan model Arrhenius. Model Arrhenius banyak digunakan untuk pendugaan umur simpan bahan pangan yang mudah rusak oleh reaksi kimia, seperti oksidasi lemak, reaksi Maillard, denaturasi protein, serta yang sensitif terhadap suhu (Ristiani, 2014). Model Arrhenius banyak digunakan oleh industri pangan karena dapat memberikan kerusakan produk pangan secara tepat dengan waktu yang relatif singkat. Model Arrhenius menggunakan teori kinetika yang pada umumnya menggunakan ordo nol atau satu untuk produk pangan. Model persamaan matematika pada pendekatan kadar air diturunkan dari hukum difusi Fick unidireksional. Terdapat empat model matematika yang sering digunakan, yaitu model Heiss dan Eichner (1971), model Rudolf (1986), model Labuza (1982), dan model paruh waktu (Syarief dan Halid, 1993). Menurut Syarief dan Halid (1993), dalam penentuan umur simpan, metode Arrhenius sangat baik untuk diterapkan dalam penyimpanan produk pada suhu penyimpanan yang relatif stabil dari waktu ke waktu. Selanjutnya laju penurunan mutu ditentukan dengan persamaan Arrhenius berdasarkan persamaan. 儰 窈 ˮ t 窈 Keterangan: KT = laju reaksi pada suhu (T)

32 A0 = konstanta laju kinetik pre-eksponensial Ea = energi aktivasi (Joule/g mol) R = tetapan gas konstan (8.315 J/g mol o K) T = temperature penyimpanan ( o K) B = konstanta eksponensial Interpretasi Ea (energi aktivasi) dapat memberikan gambaran mengenai besarnya pengaruh temperatur terhadap reaksi. Nilai Ea diperoleh dari slope grafik garis lurus hubungan ln K dengan (1/T). Dengan demikian, energi aktivasi yang besar mempunyai arti bahwa nilai ln K berubah cukup besar dengan hanya perubahan beberapa derajat dari temperatur. Dengan demikian, nilai slope akan besar (Arpah, 2001). Lebih lanjut, besarnya nilai energi aktivasi dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu : 1) Kecil (Ea 2-15 kkal/mol), kerusakan produk diakibatkan karena kerusakan karatenoid, klorofil, atau oksidasi asam lemak. 2) Sedang (Ea 15-30 kkal/mol), kerusakan produk diakibatkan karena kerusakan vitamin, kerusakan pigmen yang larut air, dan reaksi Mailard. 3) Besar (Ea 50-100 kkal/mol), kerusakan produk diakibatkan karena denaturasi enzim, inaktivasi mikroba dan sporanya. Reaksi kimia pada umumnya dipengaruhi oleh suhu. Oleh sebab itu model Arrhenius mensimulasikan percepatan kerusakan produk pada kondisi penyimpanan suhu tinggi di atas suhu penyimpanan normal. Laju reaksi kimia yang dapat memicu kerusakan produk pangan umumnya mengikuti laju reaksi ordo 0 dan ordo 1 (Kusnandar, 2006 dikutip Wahyuningrum, 2010). Pada reaksi ordo nol, laju perubahan A menjadi B dinyatakan sebagai berikut:

33 dengan mengintegralkan kedua ruas persamaan diatas, diperoleh persamaan sebagai berikut: ㄱ ㄱ Dimana: C0 = nilai mutu awal Ct = nilai mutu pada masa akhir shelf life K = konstanta laju reaksi Menurut Labuza (1982) dan penelitian Hariyadi dan Andarwulan (2006), tipe kerusakan pangan yang mengikuti model reaksi ordo nol adalah perubahan kadar air seperti degradasi enzimatis (misalnya pada buah dan sayuran segar serta beberapa pangan beku), reaksi kecoklatan non-enzimatis (misalnya pada bijibijian kering dan produk susu kering) dan reaksi oksidasi lemak (misalnya peningkatan ketengikan pada snack, makanan kering dan pangan beku). Jika pada reaksi ordo nol, persentase penurunan mutu bersifat konstan pada suhu tetap, maka pada reaksi ordo satu penurunan mutu terjadi secara eksponensial. Pada reaksi ordo satu, laju perubahan A menjadi B dinyatakan sebagai berikut: dengan integrasi, diperoleh persamaan sebagai berikut: ㄱ ln ㄱ h

34 Dimana: C0 = nilai mutu yang tersisa setelah waktu t Ct = nilai mutu pada akhir masa shelf life K = konstanta laju reaksi ordo-1 (first order) Tipe kerusakan bahan pangan yang termasuk dalam rekasi ordo satu diantaranya (1) ketengikan (misalnya pada minyak salad dan sayuran kering); (2) pertumbuhan mikroorganisme (misal pada ikan dan daging, serta kematian mikoorganisme akibat perlakuan panas); (3) produksi off flavor oleh mikroba; (4) kerusakan vitamin dalam makanan kaleng dan makanan kering; dan (5) kehilangan mutu protein (makanan kering) (Labuza, 1982 dan Hariyadi dan Andrawulan, 2006). Konstanta laju reaksi kimia (k), baik ordo nol maupun ordo satu dapat dipengaruhi oleh suhu. Secara umum reaksi kimia lebih cepat terjadi pada suhu tinggi. Oleh sebab itu konstanta laju reaksi kimia (k) akan semakin besar pada suhu yang lebih tinggi. Penentuan umur simpan dengan pendekatan Arrhenius dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu penetapan parameter kriteria kadaluarsa, pemilihan jenis dan tipe pengemas, penentuan suhu untuk pengujian, prakiraan waktu dan frekuensi pengambilan contoh, plotting data sesuai ordo reaksi, analisis sesuai suhu penyimpanan, dan analisis pendugaan umur simpan sesuai batas akhir penurunan mutu yang dapat ditolerir (Kusnandar, 2004 dikutip Ristiani, 2014). Menurut Herawati, 2008 dikutip Ramadhani, 2015, penentuan umur simpan dengan AAS perlu mempertimbangkan faktor teknis dan ekonomis dalam

35 distribusi produk yang di dalamnya mencakup keputusan manajemen yang bertanggung jawab. Perubahan indikator mutu disebabkan adanya pengaruh dari faktor lingkungan, seperti suhu, kelembaban, dan tekanan udara atau karena faktor komposisi produk pangan tersebut. Suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perubahan mutu makanan, semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia di dalam bahan pangan akan semakin cepat. Oleh karena itu faktor suhu harus selalu diperhitungkan dalam menduga kecepatan penurunan mutu,. Penggunaan suhu inkubasi untuk mengetahui umur simpan produk dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Suhu Percobaan Penyimpanan ( C) yang Dianjurkan untuk Menguji Masa Kadaluarsa Makanan Jenis makanan beku Jenis makanan kering semi basah Makanan yang diolah secara termal -40 (kontrol) 0 (kontrol) 5 (kontrol) -15 Suhu kamar Suhu kamar -10 30 30-5 35 35 40 40 45 (jika diperlukan) Sumber : Syarief dan Halid, 1993 Model Q10 merupakan pemanfaatan lebih lanjut dari model Arrhenius. Model ini dipakai untuk menduga berapa besar perubahan laju reaksi oksidasi atau laju penurunan mutu produk makanan jika produk tersebut disimpan pada suhusuhu tertentu (Ristiani, 2014). Model Q10 dapat digunakan untuk menduga masa kadaluarsa produk makanan tertentu yang disimpan pada berbagai suhu (Syarief dan Halid, 1993). Q10 disebut juga dengan istilah faktor percepatan reaksi yang dirumuskan sebagai berikut: t t 儰 窈 ˮ 儰 窈 ˮ h h

36 Model Arrhenius dilakukan dengan menyimpan produk pangan dengan kemasan pada suhu penyimpanan ekstrim. Percobaan dengan metode Arrhenius bertujuan untuk menentukan konstanta laju reaksi (k) pada beberapa suhu penyimpanan ekstrim, yang selanjutnya dilakukan ekstrapolasi untuk menghitung konstanta laju reaksi (k) pada suhu penyimpanan yang diinginkan melalui persamaan Arrhenius. Dari persamaan tersebut dapat ditentukan nilai k (konstanta penurunan mutu) pada suhu penyimpanan umur simpan, kemudian dihitung umur simpan sesuai dengan ordo reaksinya (Wahyuningrum, 2010).