BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membesarkan anak secara legal dan membangun suatu divisi pekerjaan dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkawinan oleh Fowers & Olson (1989) dan Subjective Well-being oleh. sesuai dengan fenomena penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan

PENDAHULUAN. Seorang istri bertugas mendampingi suami dan merawat anak. yang bahagia dan mendapat kepuasan perkawinan.

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dampak perubahan tersebut salah satunya terlihat pada perubahan sistem keluarga dan

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu fase penting dalam. seseorang. Menurut Olson & DeFrain yang dikutip oleh Rini (2009) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

2016 HUBUNGAN ANTARA WORK-FAMILY CONFLICT DENGAN KEPUASAN HIDUP PADA PERAWAT PEREMPUAN BAGIAN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) A KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. serta tanggung jawab sosial untuk pasangan (Seccombe & Warner, 2004). Pada

BAB II TINJAUAN TEORI. dalam perkawinan. Bradbury, Fincham, dan Beach (2000) mengatakan. sehingga pernikahan dapat terus bertahan.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi,

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. dan kepuasan dalam hidup dikaitkan dengan subjective well being.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

memberi-menerima, mencintai-dicintai, menikmati suka-duka, merasakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB II KAJIAN TEORI. 1952; klemer, 1970, (Ardhianita & Andayani, 2004) diperoleh dari suatu hubungan dengan tingkat perbandingan.

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Perkawinan. menyeluruh.sejalan dengan itu Gullota, Adams dan Alexander (dalam

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Endang Pudjiastuti, dan 2 Mira Santi

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian korelasi yang melihat Hubungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kasus perceraian bisa terjadi pada siapa saja, menurut Kepala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika seseorang memasuki tahapan dewasa muda, menurut Erickson

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan/ perkawinan adalah ( ikatan lahir batin antara seorang

Transkripsi:

10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan didefinisikan sebagai hubungan yang diakui secara sosial antara pria dan wanita yang didalamnya terdapat hubungan seksual, hak membesarkan anak secara legal dan membangun suatu divisi pekerjaan dengan pasangan (Rini dan Retnaningsih, 2008). Kepuasan pernikahan merupakan evaluasi subjektif suami atau istri atas kehidupan pernikahannya yang berdasar pada perasaan puas, bahagia, dan pengalaman menyenangkan yang dilakukan bersama pasangan (Olson & Fower, 1993). Aqmalia (2009) mengatakan bahwa kepuasan pernikahan merupakan perasaan positif yang sifatnya subjektif, yang diperoleh pasangan yang menikah terhadap kehidupan pernikahannya, baik secara menyeluruh maupun terhadap aspek-aspek spesifik dari pernikahannya, juga komitmen yang dirasakan seseorang terhadap pernikahannya walaupun adanya konflik, stres, dan perasaan kecewa. Suryani (2008) menyebut kepuasan pernikahan adalah perasaan senang dan bahagia yang dirasakan subjektif oleh pasangan suami istri. Kepuasan pernikahan merupakan penilaian yang bersifat subjektif mengenai kualitas pernikahan, meliputi perasaan bahagia, puas, menyenangkan, dan seberapa besar pasangan merasa kebutuhannya terpenuhi dalam hubungan pernikahan (Hajizah, 2012). 10

11 Merujuk pada beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan adalah perasaan subjektif yang dirasakan oleh pasangan suami istri baik itu perasaan puas, senang, bahagia, atas terpenuhinya kebutuhan dalam pernikahan dan tercapainya tujuan yang diinginkan dalam pernikahan. B. Aspek-Aspek Kepuasan Pernikahan Menurut Olson dan Olson (2000), terdapat sepuluh aspek kepuasan yaitu : komunikasi, fleksibilitas, kedekatan, kecocokan kepribadian, resolusi konflik, relasi seksual, kegiatan diwaktu luang, keluarga dan teman, pengolaan keuangan, dan keyakinan spiritual. Diantara sepuluh aspek tersebut, lima aspek yang lebih menonjol adalah komunikasi, fleksibilitas, kedekatan, kecocokan kepribadian, dan resolusi konflik dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Komunikasi Komunikasi merupakan aspek yang paling penting, karena berkaitan dengan hampir semua aspek dalam hubungan pasangan. Hasil dari semua diskusi dan pengambilan keputusan di keluarga, yang mencakup keuangan, anak, karir, agama bahkan dalam setiap pengungkapan perasaan, hasrat, dan kebutuhan akan tergantung pada gaya, pola, dan keterampilan berkomunikasi.kesalahpahaman dalam komunikasi dapat menimbulkan konflik, yang sering terjadi karena menggunakan gaya komunikasi negatif.

12 2. Fleksibilitas Fleksibilitas pasangan merefleksikan kemampuan pasangan untuk berubah dan beradaptasi saat diperlukan. Hal ini berkaitan dengan tugas dan peran yang muncul dalam relasi suami istri (rolerelationship). Misalnya dalam hal kepemimpinan dan kekuasaan, serta kemampuan bertukar tanggungjawab dan mengubah peran. Dalam relasi suami istri diperlukan adanya kejelasan dalam pembagian peran yang menjadi tanggung jawab suami dan menjadi tanggungjawab istri. Namun demikian, pembagiaan peran tersebut semestinya tidak bersifat kaku dan dapat disesuaikan melalui kesepakatan yang dibuat bersama berdasarkan situasi yang dihadapi oleh pasangna suami istri. 3. Kedekatan Kedekatan pasangan menggambarkan tingkat kedekatan emosi yang dirasakan pasangan dan kemampuan menyeimbangkan antara keterpisahan dan kenbersamaan. Hal ini mencakup kesediaan untuk saling membantu, pemanfaatan waktu luang bersama, dan pengungkapan perasaan dekat secara emosi. Pentingnya kedekatan dan kebersamaan tidak mengharuskan pasangan untuk selalu bersama-sama. Kedekatan yang berlebihan sama halnya dengan tiadanya kedekatan, juga kurang sehat bagi pasangan. Pasangan yang terperangkap dalam ketidakseimbangan antara keterpisahan dan kebersamaan akan mengalami banyak masalah. 4. Kecocokan kepribadian Kecocokan kepribadian berarti bahwa sifat atau perilaku pribadi salah satu pasangan tidak berdampak atau dipersepsi secara negatif oleh yang

13 lainnya. Kecocokan kepribadian tidak ditentukan berapa banyak kesamaan sifat pribadi dan hobi. Perbedaan sifat dan kesenangan tidak akan menjadi masalah selama ada penerimaan dan pengertian. 5. Resolusi konflik Aspek resolusi konflik berkaitan dengan sikap, perasaan, dan keyakinan individu terhadap keberadaan dan penyelesaian konflik dalam relasi berpasangan. Hal ini mencakup keterbukaan pasangna untuk mengenali dan menyelesaikan masalah, strategi dan proses yang dilakukan untuk mengakhiri pertengkaran. Terdapat suatu pandangan umum yang salah kaprah yang menganggap konflik pasangan adalah suatu masalah sehingga harus dihindari. Kunci kepuasan atau kebahagiaan pasangan bukanlah menghindari konflik melainkan bagaimana cara yang ditempuh dalam menyelesaikan konflik. Strategi resolusi konflik pasangan dapat dibedakan menjadi yang destruktif dan konstruktif. Dua hal yang seringkali membuat resolusi konflik tidak efektif adalah tindakan menyalahkan orang dan mengungkit persoalan yang telah lalu yang disebut dengan resolusi konflik destruktif. Adapun resolusi konflik yang konstruktif dapat dilakukan dengan : (a) menentukan pokok permasalahan, (b) mendiskusikan sumbangan masing-masing pada permasalahan yang muncul, (c) mendiskusikan jalan keluar untuk menyelesaikan masalah, dan (d) menentukan dan menghargai peran masingmasing terhadap penyelesaian masalah (Lestari, 2012). 6. Relasi seksual

14 Relasi seksual merupakan barometer emosi dalam suatu hubungan yang dapat mencerminkan kepuasan pasangan terhadap aspek-aspek lain dalam hubungan. Suatu relasi seksual yang baik, sering kali merupakan akibat dari relasi emosi yang baik antara pasangan. Kualitas relasi seksual merupakan kekuatan penting bagi kebahagiaan pasangan, maka kualitas tersebut perlu dijaga atau ditingkatkan melalui komunikasi seksualitas antara pasangan. Komunikasi seksualitas akan membantu pasangan untuk saling memahami, perspektif masing-masing terhadap kebutuhan dan ketertarikan seksual. Dalam komunikasi seksual, komunikasi nonverbal dapat membantu untuk menunjukkan afeksi terhadap pasangan. 7. Kegiatan diwaktu luang Pemanfaatan waktu luang menjadi sarana untuk melakukan aktivitas jeda (time out) dari rutinitas, baik rutinitas kerja maupun rutinitas pekerjaan rumah tangga. rutinitas, apalagi dengan tingkat stres yang tinggi, biasanya akan menimbulkan kejenuhan yang dapat menyebabkan berkembangnya emosi negatif. Kegiatan time out dapat berfungsi seperti mengisi ulang batrai yang habis, yaitu untuk memberi energi dan semangat yang baru. Pemanfaatan waktu luang ini dapat dilakukan sendiri, bersama anggota keluarga yang lain, atau dengan sahabat. 8. Keluarga dan teman Keluarga dan teman merupakan konteks yang penting bagi pasangan dalam membangun relasi yang berkualitas. Keluarga sebagai family of origin banyak mempengaruhi kepribadian, selain itu keterlibatan orang tua dapat memperkuat atau memperlemah kualitas relasi pasangan. Teman seringkali

15 menjadi penyangga bagi pasangan ketika sedang menghadapi persoalan, yakni sebagai tempat meminta pertimbangan dan bantuan. 9. Pengelolaan keuangan Persoalan ekonomi sering menjadi salah satu pemicu utama perceraian. Walaupun demikian, persoalan pokoknya bukanlah pada besaran pendapatan keluarga, karena masih banyak keluarga yang mampu bertahan dengan pendapatan yang rendah. Pengelolaan keuangan merupakan pokok dari persoalan ekonomi yang dapat berupa perbedaan pasangan dalam hal pembelanjaan dan penghematan uang, perbedaan pandangan tentang makna uang, dan kurangnya perencanaan untuk menabung. Keseimbangan antara pendapatan dan belanja keluarga harus menjadi tanggung jawab bersama. 10. Keyakinan spiritual Spiritualitas dan keimanan merupakan dimensi yang paling kuat bagi pengalaman manusia. Keyakinan spiritual memberi landasan bagi nilai-nilai yang dipegang dan perilaku sebagai individu dan pasangan. Spiritualitas merujuk pada kualitas batin yang dirasakan individu dalam hubungannya dengan tuhan, makhluk lain, dan nurani. Keyakinan spiritual sering menjadi sandaran ketika seseorang mengalami kesulitan dan kepahitan hidup. Masalah spiritual dapat menjadi sumber masalah bagi pasangan dalam hal perbedaan praktek keagamaan, tidak diintegrasikannya keyakinan spiritual dalam relasi pasangan, dan kurangnya diskusi dalam soal-soal keagamaan. Sebaliknya, keyakinan spiritual dapat menjadi pondasi terpenting bagi kebahagiaan

16 pasangan. Hal ini dapat terjadi bila pasangan menyadari bahwa keimanan memberikan makna dalam hidup. C. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan Terdapat beberapa tokoh yang mengemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan. Salah satu diantaranya adalah Duvall dan Miller (1985). Duvall dan Miller mengatakan bahwa kepuasan pernikahan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu latar belakang (background caharacteristic) dan keadaan saat ini (current caharacteristic). Yang dimaksud dengan faktor latar belakang adalah karakteristik yang dimiliki oleh pasangan sebelum menikah yaitu kondisi pernikahan orang tua, kehidupan masa kanak-kanak, penerapan disiplin orang tua, pendidikan seks, tingkat pendidikan, dan masa perkenalan sebelum menikah. Sementara itu, yang dimaksud dengan faktor keadaan saat ini adalah karakteristik yang dimiliki pasangan selama menjalani pernikahan meliputi ekspresi kasih sayang, kepercayaan, kesetaraan, hubungan seksual, komunikasi, kehidupan sosial, pendapatan dan tempat tinggal. Menurut Duvall dan Miller (1985), faktor latar belakang merupakan suatu hal yang sudah terjadi di masa lalu dan tidak dapat diubah, sedangkan faktor masa kini lebih mendasari tingkat kepuasan pernikahan (dalam Hajizah, 2012). Pernikahan merupakan salah satu faktor demografi yang menjadi prediktor subjective well-being. Status pernikahan salah satu faktor yang berkorelasi terhadap subjective well-being, orang yang sudah menikah dilaporkan lebih

17 bahagia daripada orang yang lajang atau janda (Myers & Diener, 1995). Bagi orang yang sudah menikah, kepuasan pernikahan menentukan tingkat subjective well-being mereka (Proulx, Helms, & Buehler, 2007). Semua orang menginginkan kebahagian dalam hidup. Salah satu yang bisa membuat orang merasa bahagia adalah tingkat kepuasan pernikahannya. Kepuasan pernikahan yang rendah bisa menimbulkan dampak negatif. Hubungan pernikahan dapat berakhir dengan perceraian jika individu tidak merasa puas dengan pernikahannya (Gager & Sanchez, 2003; Karney & Bradbury, 1995). Status pernikahan sendiri kurang menjelaskan hubungan dengan subjective wellbeing. Dalam beberapa penelitian menunjukkan kepuasan pernikahan mempengaruhi subjective well-being (Diener et al., 2000). Secara tidak langsung kepuasan pernikahan berhubungan dengan life satisfaction yaitu apakah kehidupannya sesuai harapan atau tidak. Life satisfaction sendiri adalah bagian dari subjective well-being. Orang yang puas dalam pernikahan akan mempunyai hubungan hangat di dalam keluarganya, mempunyai rasa kebersamaan, bisa menerima dan menyelesaikan konflik, serta merasa saling melengkapi satu sama lain. Diener (2009) mengungkapkan bahwa subjective well-being merupakan evaluasi seseorang mengenai kehidupan termasuk konsep-konsep seperti kepuasan hidup, emosi menyenangkan, fulfilment, kepuasan terhadap area-area seperti pernikahan dan pekerjaan. Orang yang mempunyai subjective well-being tinggi akan merasa puas atau bahagia dalam hidupnya. Subjective well-being mempunyai dua dimensi yaitu dimensi kognitif dan afektif. Dimensi kognitif

18 dalam subjective well-being terdiri dari kepuasan hidup. Dimensi afektif sendiri terdiri dari afek positif dan afek negatif. Dengan demikian kepuasan pernikahan berkaitan dengan subjective well-being seseorang. Jika seseorang mempunyai kepuasan pernikahan yang tinggi maka ia mempunyai tingkat subjective wellbeing yang tinggi juga. Diener (2009) menyatakan bahwa kepuasan/domain satisfaction individu di berbagai bidang kehidupan berkaitan dengan diri sendiri, keluarga, kelompok teman sebaya, kesehatan, keuangan, pekerjaan, dan waktu luang, artinya dimensi ini memiliki gambaran yang multifacet. Dan hal ini sangat bergantung pada budaya dan bagaimana kehidupan seseorang itu terbentuk.

19