BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Penyakit kusta adalah penyakit kronis pada manusia yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae) yang menyerang saraf tepi, tetapi bisa juga menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata otot, tulang, dan testis, kecuali susunan saraf pusat. 1,2 Sampai saat ini penyakit kusta masih merupakan salah satu masalah kesehatan bukan hanya dari segi medis tetapi juga sampai dengan masalah psiko-sosial pada masyarakat. Sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 menurut data dari World Health Organization (WHO) pada berbagai negara terjadi peningkatan penderita baru seperti pada Republik Demokrasi Kongo, Indonesia dan Filipina. Pada tahun 2007, prevalensi kusta didunia dicatat pada awal tahun sebagai kasus yang aktif sebanyak 224.717 orang. Pada tahun 2006 jumlah penderita kusta baru yang terdaftar di Indonesia adalah 17.682 orang. Penyakit kusta merupakan penyakit pada manusia yang dapat merusak saraf tepi sehingga menimbulkan kecacatan pada tangan, kaki, wajah dan beberapa kasus pada mata. 1,2 Strategi untuk menegakkan diagnosis secara dini dan penatalaksanaan secara tepat dapat membantu dalam mencegah kecacatan yang serius pada penderita kusta serta transmisi dari penyakit, sebagaimana penderita kusta yang belum diobati merupakan sumber dari penularan penyakit. 3,4,5 Diagnosis kusta dapat ditegakkan berdasarkan tanda-tanda kardinal, yaitu: adanya lesi yang mengalami mati rasa, penebalan saraf perifer, dan pemeriksaan bakteriologis yang positif. Berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis, pasien-pasien kusta dapat diklasifikasikan sebagai multibasiler (MB) dengan pemeriksaan bakteriologis positif 2,3
(dijumpai basil tahan asam) dan pausibasiler (PB) dengan pemeriksaan bakteriologis negatif (tidak dijumpai basil tahan asam) menurut WHO, 1988. Pada stadium awal dari penyakit kusta, tanda-tanda kardinal tampaknya kurang memuaskan untuk diagnosis kusta maka dari itu perlu adanya pemeriksaan tambahan untuk mengkonfirmasi diagnosis dari kusta. 5,6,7 Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan histopatologi, inokulasi pada binatang percobaan, pemeriksaan serologi, dan polymerase chain reaction (PCR). Masing-masing pemeriksaan diatas memiliki kelebihan dan kekurangan, baik dari segi biaya, waktu, teknis, sensitivitas, spesifisitas dan sebagainya. 3,7 Beberapa pemeriksaan serologi telah dikembangkan untuk diagnosis kusta. Terdapat dua prinsip pemeriksaan serologi pada kusta, yang pertama berdasarkan dari respon antibodi terhadap phenolic glycolipid-1 (PGL1) dan yang kedua berdasarkan dari respon antibodi terhadap antigen 35kDa. Phenolic glycolipid adalah senyawa biokimiawi berbentuk lapisan transparan terdiri dari suatu bahan glikolipid. Phenolic glycolipid merupakan antigen spesifik untuk M. leprae dan tidak ditemukan pada mikroba lainnya. Dikenal PGL-1, PGL-2, PGL-3, namun hanya PGL-1 saja yang dianggap penting untuk pemeriksaan serologi. Determinan antigenik PGL- 1 terletak pada specific terminal trisaccharide, dimana 3,6-di-o-methyl glucose terminal dianggap bagian yang imuno-dominan. Trisaccharide ini telah berhasil disintesis dan dapat berikatan dengan sample carrier protein yang digunakan pada studi seroepidemiologik pada beberapa penelitian. 7,8,9 Antigen PGL-1 ini dapat menstimulasi timbulnya respon humoral berupa pembentukan antibodi, khususnya IgM dan IgG. Antigen ini dapat ditemukan pada semua jaringan yang terinfeksi M. leprae, dan bertahan lama setelah organisme tersebut mati. Antibodi anti PGL-1 juga dapat ditemukan di dalam serum dan urin penderita kusta tipe lepromatosa, dimana antibodi anti PGL-1 ini titernya meningkat pada penderita multibasiler 1,2,3 5,7,8,9
sehingga dapat dimanfaatkan dalam pemeriksaan serologi kusta sebagai tes diagnostik untuk tipe multibasiler dini. Akan tetapi sayangnya pada kusta tipe pausibasiler antibodi ini sangat sedikit sehingga sulit terdeteksi pada uji serologi. Banyak penelitian yang telah dilakukan dengan pemeriksaan serologi untuk mengukur kadar antibodi pada manusia terhadap PGL-1 pada beberapa tahun terakhir. Kebanyakan pengukuran ini menerapkan metode enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) untuk mendeteksi antibodi terhadap PGL-1. Penelitian akhir-akhir ini bertujuan mengulas pemeriksaan serologi dalam mendeteksi antibodi IgM terhadap PGL-1, dalam aplikasinya sebagai pemeriksaan pelengkap untuk diagnosis dan klasifikasi dari penderita kusta untuk tujuan pengawasan penderita, kemajuan pengobatan, identifikasi resiko terjadinya relaps dan seleksi dari individu kontak serumah yang mempunyai resiko paling tinggi untuk menderita penyakit kusta. Salah satu kendala studi serologi kusta berskala besar adalah mendapatkan sampel darah secara mudah dan tanpa perlakuan khusus. Pengumpulan darah lewat pungsi vena mediana kubiti untuk pemeriksaan serologi memiliki beberapa masalah pada prakteknya, terutama jika sampel darah harus dikirim ke laboratorium yang memiliki fasilitas untuk melakukan pemeriksaan antibodi anti PGL-1 dengan metode ELISA. Pada metode pengumpulan darah lewat pungsi vena mediana kubiti perlu dilakukan sentrifugasi, dan cara penyimpanannya serta pengiriman sampel darah yang tidak mudah. Penelitian yang dilakukan oleh Timmori dkk pada tahun 1999 adalah penelitian pertama yang menggunakan kertas saring dengan metode finger prick untuk mendapatkan sampel darah untuk pemeriksaan ELISA dalam mendeteksi antibodi IgM terhadap PGL-1. 3-7 Di Indonesia pernah dilakukan penelitian oleh Edy Syahputra dkk pada tahun 2004 dalam mengukur kadar antibodi anti PGL-1 pada penderita kusta baru tipe multibasiler dan tipe pausibasiler yang membandingkan metode pemeriksaan sampel darah finger prick 4,7,9 8,9
dengan menggunakan kertas saring dengan pemeriksaan serum darah yang diambil dari vena kubiti tanpa kertas saring. 10 Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian pada pos kesehatan yang tidak memiliki fasilitas pemeriksaan serologi kadar antibodi anti PGL-1 dengan metode ELISA untuk membandingkan pemeriksaan sampel serum darah dari vena kubiti dengan pemeriksaan sampel darah dari finger prick dengan kertas saring untuk mendeteksi antibodi IgM terhadap PGL-1 pada penderita kusta tipe multibasiler dan tipe pausibasiler. 1.2 Rumusan masalah Apakah pemeriksaan tes serologi kadar antibodi IgM anti PGL-1 dengan metode ELISA dari sampel darah finger prick dengan kertas saring memberikan hasil yang sama bila dibandingkan dengan sampel serum darah yang diambil dari vena kubiti tanpa kertas saring pada penderita kusta tipe multibasiler dan tipe pausibasiler? 1.3 Hipotesis Tidak ada perbedaan antara nilai kadar antibodi IgM anti PGL-1 dengan metode ELISA dari sampel darah finger prick dengan kertas saring dibandingkan dengan sampel serum darah yang diambil dari vena kubiti tanpa kertas saring pada penderita kusta tipe multibasiler dan tipe pausibasiler. 1.4 Tujuan penelitian 1.4.1 Tujuan umum : Untuk mengetahui perbedaan nilai kadar antibodi IgM anti PGL-1 dengan metode ELISA dari sampel darah finger prick dengan kertas saring
dibandingkan dengan sampel serum darah yang diambil dari vena kubiti tanpa kertas saring. 1.4.2 Tujuan khusus : A. Mengetahui nilai kadar antibodi IgM anti PGL-1 pada penderita kusta tipe multibasiler dan tipe pausibasiler dengan sampel serum darah yang diambil dari vena kubiti tanpa kertas saring. B. Mengetahui nilai kadar antibodi IgM anti PGL-1 pada penderita kusta tipe multibasiler dan tipe pausibasiler dari sampel darah finger prick dengan kertas saring. 1.5 Manfaat penelitian 1.5.1 Dengan cara mengumpulkan sampel darah pada kertas saring memudahkan pos kesehatan didaerah untuk mengambil sampel darah dan mengirimkannya ke laboratorium pusat untuk pemeriksaan antibodi IgM anti PGL-1 pada penderita kusta tipe multibasiler dan pausibasiler. 1.5.2 Hasil penelitian ini dapat memberikan tehnik pemeriksaan yang lebih mudah dan lebih sederhana dibandingkan dengan pemeriksaan dari sampel serum darah vena kubiti untuk mendeteksi antibodi IgM anti PGL-1 pada penderita kusta tipe multibasiler dan pausibasiler.
1.6 Kerangka teori Penyakit kusta Mycobacterium leprae Kapsul Membran sel Dinding sel Sitoplasma Inti sel Phthioceroldimycoserasate (PDIM) Phenolic glycolipid (PGL) PGL-1 PGL-2 PGL-3 Antigenik (spesifik terhadap M. leprae) Respon humoral (IgG & IgM) Antibodi anti PGL-1 Pemeriksaan serologi 1.7 Kerangka konsep Pemeriksaan kadar antibodi anti PGL-1 dengan metode ELISA dari serum darah vena kubiti tanpa kertas saring Pemeriksaan kadar antibodi anti PGL-1 dengan metode ELISA dari darah finger prick dengan kertas saring Kadar antibodi anti PGL-1 dengan metode ELISA pada penderita kusta