BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae (M. leprae) yang menyerang saraf tepi, tetapi bisa juga menyerang 1,2

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. World Health Organization (WHO) pada berbagai negara terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi, namun sebagian kecil memperlihatkan gejala dan mempunyai

NASKAH PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN / ORANGTUA/KELUARGA CALON SUBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium

TESIS AHMAD FAJAR

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh masih kurangnya pengetahuan/pengertian, kepercayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

Etiology dan Faktor Resiko

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang

Tingginya prevalensi kusta di Kabupaten Blora juga didukung oleh angka penemuan kasus baru yang cenderung meningkat dari tahun 2007 sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis menular dan menahun yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. hanya dari segi medis namun juga psikososial, sedangkan bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit

BAB I PENDAHULUAN. tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab. yang penting di dunia sehingga pada tahun 1992 World Health

dan menjadi dasar demi terwujudnya masyarakat yang sehat jasmani dan rohani.

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

PROFIL PENDERITA MORBUS HANSEN (MH) DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

Prevalensi pre_treatment

BAB I Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kusta merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih mendapatkan

TESIS. Oleh KHAIRINA NIM :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

Penemuan Kasus Infeksi Kusta Subklinis pada Anak melalui Deteksi Kadar Antibodi (IgM) anti PGL-1

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Masa tunas dari

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KECACATAN PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN NGAWI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

Darah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIVnya.

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007).

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. Kata kunci: Cysticercus cellulosae, crude antigen, ELISA

BAB I PENDAHULUAN. kusta (Mycobacterium leprae) yang awalnya menyerang saraf tepi, dan selanjutnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman kusta Mycobacterium leprae (M. leprae) yang dapat menyerang

METODE PENELITIAN Waktu, Tempat dan Desain Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengambilan Data

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan infeksi kronis granulomatous yang mengenai kulit, syaraf tepi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua di dunia yang sampai saat

I. PENDAHULUAN. Penyakit kusta (morbus Hansen) merupakan penyakit infeksi kronis menahun

Klasifikasi penyakit kusta

repository.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi genital non spesifik (IGNS) merupakan penyakit infeksi menular

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang

BAB I PENDAHULUAN. kusta maupun cacat yang ditimbulkannya. kusta disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. penderitanya dan menghasilkan kerentanan terhadap berbagai infeksi. sel T CD4 yang rendah (Cabada, 2015; WHO, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bakteri Micobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Tuberkulosis disebarkan

Hepatitis Marker. oleh. dr.ricke L SpPK(K)/

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae, ditemukan pertama kali oleh sarjana dari Norwegia GH

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN

TEAM BASED LEARNING MODUL SIFILIS PRIMER. Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH :

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan penyumbang kusta nomor 4 terbesar di dunia setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebiasaan mengadakan hubungan seksual bebas mungkin dapat dianggap sebagai

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan,

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kulit, selanjutnya dapat mengenai organ atau sistem lain seperti mata, mukosa

Penyakit Virus Ebola

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Virus hepatitis B (VHB) merupakan virus yang dapat. menyebabkan infeksi kronis pada penderitanya (Brooks et

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Penyakit kusta adalah penyakit kronis pada manusia yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae) yang menyerang saraf tepi, tetapi bisa juga menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata otot, tulang, dan testis, kecuali susunan saraf pusat. 1,2 Sampai saat ini penyakit kusta masih merupakan salah satu masalah kesehatan bukan hanya dari segi medis tetapi juga sampai dengan masalah psiko-sosial pada masyarakat. Sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 menurut data dari World Health Organization (WHO) pada berbagai negara terjadi peningkatan penderita baru seperti pada Republik Demokrasi Kongo, Indonesia dan Filipina. Pada tahun 2007, prevalensi kusta didunia dicatat pada awal tahun sebagai kasus yang aktif sebanyak 224.717 orang. Pada tahun 2006 jumlah penderita kusta baru yang terdaftar di Indonesia adalah 17.682 orang. Penyakit kusta merupakan penyakit pada manusia yang dapat merusak saraf tepi sehingga menimbulkan kecacatan pada tangan, kaki, wajah dan beberapa kasus pada mata. 1,2 Strategi untuk menegakkan diagnosis secara dini dan penatalaksanaan secara tepat dapat membantu dalam mencegah kecacatan yang serius pada penderita kusta serta transmisi dari penyakit, sebagaimana penderita kusta yang belum diobati merupakan sumber dari penularan penyakit. 3,4,5 Diagnosis kusta dapat ditegakkan berdasarkan tanda-tanda kardinal, yaitu: adanya lesi yang mengalami mati rasa, penebalan saraf perifer, dan pemeriksaan bakteriologis yang positif. Berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis, pasien-pasien kusta dapat diklasifikasikan sebagai multibasiler (MB) dengan pemeriksaan bakteriologis positif 2,3

(dijumpai basil tahan asam) dan pausibasiler (PB) dengan pemeriksaan bakteriologis negatif (tidak dijumpai basil tahan asam) menurut WHO, 1988. Pada stadium awal dari penyakit kusta, tanda-tanda kardinal tampaknya kurang memuaskan untuk diagnosis kusta maka dari itu perlu adanya pemeriksaan tambahan untuk mengkonfirmasi diagnosis dari kusta. 5,6,7 Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan histopatologi, inokulasi pada binatang percobaan, pemeriksaan serologi, dan polymerase chain reaction (PCR). Masing-masing pemeriksaan diatas memiliki kelebihan dan kekurangan, baik dari segi biaya, waktu, teknis, sensitivitas, spesifisitas dan sebagainya. 3,7 Beberapa pemeriksaan serologi telah dikembangkan untuk diagnosis kusta. Terdapat dua prinsip pemeriksaan serologi pada kusta, yang pertama berdasarkan dari respon antibodi terhadap phenolic glycolipid-1 (PGL1) dan yang kedua berdasarkan dari respon antibodi terhadap antigen 35kDa. Phenolic glycolipid adalah senyawa biokimiawi berbentuk lapisan transparan terdiri dari suatu bahan glikolipid. Phenolic glycolipid merupakan antigen spesifik untuk M. leprae dan tidak ditemukan pada mikroba lainnya. Dikenal PGL-1, PGL-2, PGL-3, namun hanya PGL-1 saja yang dianggap penting untuk pemeriksaan serologi. Determinan antigenik PGL- 1 terletak pada specific terminal trisaccharide, dimana 3,6-di-o-methyl glucose terminal dianggap bagian yang imuno-dominan. Trisaccharide ini telah berhasil disintesis dan dapat berikatan dengan sample carrier protein yang digunakan pada studi seroepidemiologik pada beberapa penelitian. 7,8,9 Antigen PGL-1 ini dapat menstimulasi timbulnya respon humoral berupa pembentukan antibodi, khususnya IgM dan IgG. Antigen ini dapat ditemukan pada semua jaringan yang terinfeksi M. leprae, dan bertahan lama setelah organisme tersebut mati. Antibodi anti PGL-1 juga dapat ditemukan di dalam serum dan urin penderita kusta tipe lepromatosa, dimana antibodi anti PGL-1 ini titernya meningkat pada penderita multibasiler 1,2,3 5,7,8,9

sehingga dapat dimanfaatkan dalam pemeriksaan serologi kusta sebagai tes diagnostik untuk tipe multibasiler dini. Akan tetapi sayangnya pada kusta tipe pausibasiler antibodi ini sangat sedikit sehingga sulit terdeteksi pada uji serologi. Banyak penelitian yang telah dilakukan dengan pemeriksaan serologi untuk mengukur kadar antibodi pada manusia terhadap PGL-1 pada beberapa tahun terakhir. Kebanyakan pengukuran ini menerapkan metode enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) untuk mendeteksi antibodi terhadap PGL-1. Penelitian akhir-akhir ini bertujuan mengulas pemeriksaan serologi dalam mendeteksi antibodi IgM terhadap PGL-1, dalam aplikasinya sebagai pemeriksaan pelengkap untuk diagnosis dan klasifikasi dari penderita kusta untuk tujuan pengawasan penderita, kemajuan pengobatan, identifikasi resiko terjadinya relaps dan seleksi dari individu kontak serumah yang mempunyai resiko paling tinggi untuk menderita penyakit kusta. Salah satu kendala studi serologi kusta berskala besar adalah mendapatkan sampel darah secara mudah dan tanpa perlakuan khusus. Pengumpulan darah lewat pungsi vena mediana kubiti untuk pemeriksaan serologi memiliki beberapa masalah pada prakteknya, terutama jika sampel darah harus dikirim ke laboratorium yang memiliki fasilitas untuk melakukan pemeriksaan antibodi anti PGL-1 dengan metode ELISA. Pada metode pengumpulan darah lewat pungsi vena mediana kubiti perlu dilakukan sentrifugasi, dan cara penyimpanannya serta pengiriman sampel darah yang tidak mudah. Penelitian yang dilakukan oleh Timmori dkk pada tahun 1999 adalah penelitian pertama yang menggunakan kertas saring dengan metode finger prick untuk mendapatkan sampel darah untuk pemeriksaan ELISA dalam mendeteksi antibodi IgM terhadap PGL-1. 3-7 Di Indonesia pernah dilakukan penelitian oleh Edy Syahputra dkk pada tahun 2004 dalam mengukur kadar antibodi anti PGL-1 pada penderita kusta baru tipe multibasiler dan tipe pausibasiler yang membandingkan metode pemeriksaan sampel darah finger prick 4,7,9 8,9

dengan menggunakan kertas saring dengan pemeriksaan serum darah yang diambil dari vena kubiti tanpa kertas saring. 10 Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian pada pos kesehatan yang tidak memiliki fasilitas pemeriksaan serologi kadar antibodi anti PGL-1 dengan metode ELISA untuk membandingkan pemeriksaan sampel serum darah dari vena kubiti dengan pemeriksaan sampel darah dari finger prick dengan kertas saring untuk mendeteksi antibodi IgM terhadap PGL-1 pada penderita kusta tipe multibasiler dan tipe pausibasiler. 1.2 Rumusan masalah Apakah pemeriksaan tes serologi kadar antibodi IgM anti PGL-1 dengan metode ELISA dari sampel darah finger prick dengan kertas saring memberikan hasil yang sama bila dibandingkan dengan sampel serum darah yang diambil dari vena kubiti tanpa kertas saring pada penderita kusta tipe multibasiler dan tipe pausibasiler? 1.3 Hipotesis Tidak ada perbedaan antara nilai kadar antibodi IgM anti PGL-1 dengan metode ELISA dari sampel darah finger prick dengan kertas saring dibandingkan dengan sampel serum darah yang diambil dari vena kubiti tanpa kertas saring pada penderita kusta tipe multibasiler dan tipe pausibasiler. 1.4 Tujuan penelitian 1.4.1 Tujuan umum : Untuk mengetahui perbedaan nilai kadar antibodi IgM anti PGL-1 dengan metode ELISA dari sampel darah finger prick dengan kertas saring

dibandingkan dengan sampel serum darah yang diambil dari vena kubiti tanpa kertas saring. 1.4.2 Tujuan khusus : A. Mengetahui nilai kadar antibodi IgM anti PGL-1 pada penderita kusta tipe multibasiler dan tipe pausibasiler dengan sampel serum darah yang diambil dari vena kubiti tanpa kertas saring. B. Mengetahui nilai kadar antibodi IgM anti PGL-1 pada penderita kusta tipe multibasiler dan tipe pausibasiler dari sampel darah finger prick dengan kertas saring. 1.5 Manfaat penelitian 1.5.1 Dengan cara mengumpulkan sampel darah pada kertas saring memudahkan pos kesehatan didaerah untuk mengambil sampel darah dan mengirimkannya ke laboratorium pusat untuk pemeriksaan antibodi IgM anti PGL-1 pada penderita kusta tipe multibasiler dan pausibasiler. 1.5.2 Hasil penelitian ini dapat memberikan tehnik pemeriksaan yang lebih mudah dan lebih sederhana dibandingkan dengan pemeriksaan dari sampel serum darah vena kubiti untuk mendeteksi antibodi IgM anti PGL-1 pada penderita kusta tipe multibasiler dan pausibasiler.

1.6 Kerangka teori Penyakit kusta Mycobacterium leprae Kapsul Membran sel Dinding sel Sitoplasma Inti sel Phthioceroldimycoserasate (PDIM) Phenolic glycolipid (PGL) PGL-1 PGL-2 PGL-3 Antigenik (spesifik terhadap M. leprae) Respon humoral (IgG & IgM) Antibodi anti PGL-1 Pemeriksaan serologi 1.7 Kerangka konsep Pemeriksaan kadar antibodi anti PGL-1 dengan metode ELISA dari serum darah vena kubiti tanpa kertas saring Pemeriksaan kadar antibodi anti PGL-1 dengan metode ELISA dari darah finger prick dengan kertas saring Kadar antibodi anti PGL-1 dengan metode ELISA pada penderita kusta