BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

2015 PENANAMAN NILAI-NILAI KESUND AAN MELALUI PROGRAM TUJUH POE ATIKAN ISTIMEWA D I LINGKUNGAN SEKOLAH KABUPATEN PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Ar-Ruzz Media, 2010) hlm Marno dan M. Idris, Strategi dan Metode Pengajaran, (Yogyakarta:

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang multi culture yang berarti didalamnya

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan Daerah memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengikuti pendidikan di Kota ini. Khusus untuk pendidikan

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa: Negara Indonesia ialah

BAB I PENDAHULUAN. sistem pemerintahan di negara Indonesia khususnya dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,

BAB I PENDAHULUAN. lama bahkan sejak sebelum kemerdekaan, dan mencapai puncaknya PADa era

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintah merupakan salah satu bentuk organisasi non

BAB I PENDAHULUAN. ras, etnis, bahasa dan juga agama yang beragam, karena itulah Indonesia disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga merupakan unit terkecil dalam suatu masyarakat yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan, kepercayaan kepada leluhur

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai. Budaya dan nilai-nilai yang dipandang baik dan dijunjung tinggi oleh

I. PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang

2016 DAMPAK KEBIJAKAN SUMEDANG PUSEUR BUDAYA SUNDA TERHADAP PENANAMAN NILAI-NILAI KESUNDAAN

Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar Dosen : Muhammad Burhan Amin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan pada Bab IV di atas, maka dapat

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pembangunan itu dilaksanakan ditiap-tiap daerah. Dalam. ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara kepulauan terbesar di dunia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratifika Dewi Irianto, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi telah membuat perubahan yang signifikan, semakin

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Melayu, Jawa, Pak-pak, Angkola, Nias dan Simalungun dan sebagainya. Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pada era desentralisasi saat ini, pemberian wewenang dari pemerintah pusat kepada

BAB V KESIMPULAN. transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ekonomi masyarakat senantiasa berawal dari adanya target pemenuhan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah

KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2016/2017. Nomor Soal. Kelas VII Norma 1. Konstitusi dan Proklamasi. Hak Asasi Manusia 6

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang telah ditentukan untuk bisa ditaati dan dilaksanakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup,

BAB I PENDAHULUAN. Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memperkenalkan kebijakan otonomi daerah. Keseriusan pemerintah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuvenalis Anggi Aditya, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah. otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. telah berupaya meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan pendidikan diharapkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indra Jaya, 2014 Kesenian Janeng Pada Acara Khitanan Di Wonoharjo Kabupaten Pangandaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Lampung Tengah sebagai kabupaten di provinsi lampung yang sedang giat

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. implikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang.

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia mempunyai kekayaan budaya dan tradisi lokal yang tidak terhingga banyaknya. Keberagaman etnis, budaya, bahasa dan agama di Indonesia bukanlah realitas yang baru terbentuk, tetapi sudah berlangsung lama sejak zaman kerajaan, penjajahan, hingga kemerdekaan. Setiap budaya mengandung ajaran-ajaran dan nilainilai hidup sesuai dengan adat daerah masing-masing. Budaya dan tradisi yang dianut oleh masyarakat itulah yang biasa disebut sebagai kearifan lokal (local wisdom). Pada era globalisasi sekarang ini, motivasi menggali dan melestarikan kearifan lokal sebagai isu sentral secara umum adalah untuk menemukan kembali identitas bangsa yang bergeser, jika tidak ingin dikatakan hilang dari kehidupan masyarakat, karena proses persilangan dialektis atau karena akulturasi dan transformasi yang telah, sedang, dan akan terus terjadi sebagai sesuatu yang tak terelakkan di era globalisasi seperti sekarang ini. Pengikisan nilai kearifan lokal terjadi dengan berbagai cara. Yang paling berpengaruh dalam regresi nilai kearifan lokal adalah dengan melalui proses akulturasi budaya. Sektor yang paling rentan dalam masuknya budaya-budaya luar yang mempengaruhi hidupnya nilai kearifan lokal yaitu sektor pariwisata. Sektor pariwisata merupakan salah satu andalan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan daerah maupun nasional yaitu sektor pariwisata. Menurut Undang Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Sementara itu Fandeli (1995: 58) memberikan argumen bahwa

pariwisata adalah keseluruhan kegiatan, proses dan kaitan-kaitan yang berhubungan dengan perjalanan dan persinggahan dari orang-orang di luar tempat tinggalnya serta tidak dengan maksud mencari nafkah. Sektor pariwisata adalah salah satu sektor yang memiliki peranan cukup besar dalam proses pembangunan dan pengembangan sebuah wilayah yaitu dalam memberikan kontribusi bagi pendapatan suatu daerah maupun bagi masyarakat. Dengan adanya kontribusi yang diberikan dari sektor pariwisata, pemerintah daerah mempunyai tambahan pemasukan kas daerah. Bahkan di beberapa daerah didapati bahwa industri pariwisata mampu mengangkat daerah tersebut dari keterbelakangan dan menjadikannya sebagai sumber pendapatan utama. Dengan diundangkannya Undang-undang No. 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang, maka berbagai kewenangan serta pembiayaan kini dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan lebih nyata dan riil. Mulai saat itu pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang besar untuk merencanakan, merumuskan, melaksanakan, serta mengevaluasi kebijakan dan program pembangunan yang sesuai yang kebutuhan masyarakat. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka provinsi, kabupaten atau kota madya berperan sentral dalam perumusan kebijakan daerah, maka sumber-sumber yang ada di daerah perlu di optimalkan. Pemerintah daerah tidak lagi sekedar sebagai pelaksana operasional kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dan ditentukan oleh pusat, seperti pada masa Orde Baru, tetapi lebih dari itu diharapkan dapat menjadi agen penggerak pembangunan di tingkat daerah. Dengan kata lain daerah diberi hak dan wewenang untuk menggali sumber-sumber pendapatan daerahnya sendiri. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 285 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 yang mengatur sumber-sumber pendapatan daerah, yang terdiri atas: 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu terdiri dari: a. Pajak daerah;

b. Retribusi daerah; c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. 2. Pendapatan transfer; dan 3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah Pemekaran wilayah yang sudah berlangsung sejak tahun 1999 sampai sekarang terus berlanjut dan semakin tinggi keinginan wilayah-wilayah untuk memekarkan diri. Permintaan dari suatu daerah bukan hanya tingkat kabupaten, akan tetapi desa-desa juga turut menginginkan adanya pemekaran. Pemekaran dalam prosesnya merupakan sebuah bentuk demokratisasi yang tidak dapat dipungkiri didalamnya terdapat kepentingan-kepentingan elite politik. Kecenderungan elit politik dalam memperjuangkan pemekaran suatu wilayah hal ini mungkin pengaruh dari wilayah-wilayah lain yang sudah mendapat mandat untuk pembentukan daerah otonom baru, begitu puladengan pemekaran kabupaten Ciamis.Semangat pemekaran muncul dari wilayah pengandaran, yang sebelumnya terlebih dahulu memekarkan diri dari kabupaten Ciamis adalah wilayah Banjar Patroman. Kabupaten Pangandaran merupakan sebuah wilayah yang pendapatan asli daerahnya sebagian besar didapat dari sektor pariwisata, dengan progres perkembangan yang cukup baik bila dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Provinsi Jawa Barat. Dengan pesatnya perkembangan sektor pariwisata di Kabupaten Pangandaran yang begitu pesat, maka pemerintah daerah kabupaten pangandaran juga harus cepat tanggap dengan dampak perkembanganpariwisata itu sendiri terhadap pola kehidupan, kebiasaan dan budaya masyarakat Kabupaten Pangandaran. Dengan banyaknya para wisatawan baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang berkunjung ke Kabupaten Pangandaran, maka sedikit banyak akan mempengaruhi pola kehidupan, kebiasaan dan budaya masyarakat Pangandaran. Dengan lebih intensnya masyarakat Kabupaten Pangandaran bersosialisasi dan berkomunikasi dengan wisatawan yang berasal dari luar wilayah Kabupaten Pangandaran, sudah barang tentu akan menyebabkan akulturasi budaya antara budaya atau nilai kearifan

budaya lokal asli masyarakat pangandaran dengan budaya luar. Pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positif memang diakui sangat bermanfaat bagi masyarakat Kabupaten Pangandaran, seperti: dengan adanya para wisatawan yang berbeda latar belakang dan tempat asal, terutama dari kota-kota besar ataupun luar negeri akan sangat mempengaruhi perkembangan kehidupan masyarakat Kabupaten Pangandaran dari segi tekhnologi. Adanya sisi positif akan di iringi dengan sisi negatif dengan terjadinya proses akulturasi budaya antara budaya lokal dengan budaya luar yang di bawa oleh para wisatawan. Nilai-nilai negatif tersebut seperti: pergeseran moral (gaya hidup dan cara berpakaian), mengikisnya kecintaan terhadap budaya lokal dari Kabupaten Pangandaran itu sendiri. Pada dasarnya mayoritas masyarakat yang mendiami wilayah Kabupaten Pangandaran berasal dari suku sunda yang memang suku asli penduduk di daerah Jawa Barat. Masyarakat Pangandaran sangat menjaga dan menanamkan kearifan budaya lokal yang memiliki banyak nilai estetika,etika dan norma-norma yang berlaku didalamnya. Dengan banyaknya para pendatang yang membawa nilai-nilai budaya luar sangat dikhawatirkan terutama dampak negatif dari pengaruh budaya luar tersebut. Gaya hidup masyarakat Sunda yang berada di Kabupaten Pangandaran sendiri lambat laun mulai berubah, mengikuti trend yang sedang berlaku dari pengaruh akulturasi budaya tersebut. Cara berpakaian, berbahasa, berperilaku dan memperlakukan orang lain pun sudah berbeda. Dari segi berpakaian sebagai warga yang identik dengan budaya ke timuran, orang sunda memiliki norma yang terhormat dalam berpakaian, wanita layaknya berpakaian tertutup, atau mungkin berpakaian sopan, begitu juga dengan pria. Namun yang terjadi saat ini, banyak wanita di tatar Sunda, khususnya di Kabupaten Pangandaran yang mulai meniru gaya berpakaian masyarakat kawasan barat. Hal ini tentu menjadi kekhawatiran tersendiri dan harus bisa dicegah,dan diminimalisir sesegera mungkin, salah satunya dengan sebuah perhatian dari Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran dengan sebuah kebijakan pelestarian kearifan lokal setempat. Dari segi bahasa, Bahasa Sunda merupakan bahasa lokal masyarakat Sunda yang dikembangkan dari asal muasal keturunan masyarakat Sunda itu sendiri. Untuk itu

Bahasa Sunda sangatlah penting untuk dilestarikan. Dari segi perilaku masyarakat Sunda dikenal ramah dan mudah bergaul dengan siapapun. Dengan pergeseran zaman dan akulturasi budaya hal tersebut sudah mulai pudar, untuk itu maka sudah selayaknya pemerintah daerah kabupaten pangandaran membentuk sebuah kebijakan untuk membentengi dan melestarikan nilai-nilai kearifan lokal setempat agar tidak tergerus oleh budaya-budaya luar yang dibawa oleh para wisatawan yang berkunjung ke tempat pariwisata yang berada di wilayah kabupaten pangandaran Penerbitan sebuah kebijakan pariwisata yang inovatif dan kreatif serta berlandaskan nilai-nilai kearifan lokal setempat sangat dibutuhkan, agar nilai-nilai budaya kearifan lokal setempat tidak hilang dan justru menjadi nilai lebih bagi perkembangan pariwisata yang dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Pangandaran. Dari penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai Analisis Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran dari Sektor Pariwisata Pasca Pemekaran (Ditinjau dari Pendekatan Pendidikan Kewarganegaraan). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diajukan suatu rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perhatian dan kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran terhadap nilai-nilai kearifan lokal setempat dalam kaitannya dengan perkembangan pariwisata dan pembentukan karakter masyarakat. 2. Bagaimana pengaruh akulturasi budaya yang dibawa oleh wisatawan terhadap kearifan lokal yang menjadi dasar pembentukan karakter dan kebiasaan masyarakat Kabupaten Pangandaran? 3. Bagaimana strategi Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran dalam mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal dalam kebijakan pariwisata?

C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui perhatian dan kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran terhadap nilai-nilai kearifan lokal setempat dalam kaitannya dengan perkembangan pariwisata dan pembentukan karakter masyarakat; 2. Untuk mengetahui pengaruh akulturasi budaya yang dibawa oleh wisatawan terhadap kearifan lokal yang menjadi dasar pembentukan karakter dan kebiasaan masyarakat Kabupaten Pangandaran; 3. Untuk mengetahui strategi Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran dalam mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal dalam kebijakan pariwisata. D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khususnya pada bidang kajian Pendidikan Kewarganegaraan yang didalamnya dipelajari mengenai Kebijakan Publik dan kearifan lokal, juga dapat menjadi acuan bagi penelitian sejenis di masa yang akan datang. 2. Secara Praktis a. Bagi Universitas Pendidikan Indonesia Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah koleksi bacaan sehingga dapat digunakan sebagai sasaran acuan dalam meningkatkan dan menambah wawasan. b. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran Penelitian ini dapat menjadi acuan dalam pengembangan dan pengelolaan sektor pariwisata yang di integrasikan dengan nilai-nilai kearifan lokal.