1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Industri Fashion Perkembangan industri fashion sudah tidak dapat dipungkiri lagi menjadi salah satu pendukung gaya hidup masyarakat. Li dan Kambele (2012) mengatakan bahwa gaya hidup merujuk pada perilaku manusia sehari-hari dimana setiap jenis gaya hidup ditandai dengan sebuah keunikan yang didasarkan pada berbagai kegiatan, minat dan opini. Peminat fashion dapat berasal dari berbagai kalangan, baik remaja, dewasa ataupun berdasarkan jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan. Setiap kalangan ingin tampil berbeda dan menarik, baik untuk pergaulan sehari-hari maupun untuk keseharian pakaian dalam kerjanya. Fashion dapat melambangkan jiwa pemakainya dan mode juga bermanfaat untuk mengekspresikan identitas tertentu (Barnard, 2009). Fashion juga membuat diri menjadi nyaman dan lebih percaya diri dengan menggunakan pakaian yang sesuai dan sedang menjadi tren. Persaingan yang ketat antar pelaku usaha di industri fashion juga memberikan pengaruh terhadap perkembangan industri fashion. Kepopuleran fashion juga terjadi di Indonesia, dimana industri fashion merupakan salah satu industri kreatif yang memberikan kontribusi besar bagi Indonesia (Gareta, 2015). Industri fashion Indonesia saat ini telah melesat menjadi salah satu primadona di subsektor industri kreatif (Essra, 2016). Dengan total kontribusi sektor ekonomi kreatif yang mencapai 641,8 triliun rupiah terhadap PDB, di dalamnya 1
2 terdapat subsektor fashion yang menyumbang sebesar 28,29% atau setara dengan 181,5 triliun rupiah (Hartono, 2015). Subsektor fashion juga menyerap tenaga kerja paling banyak di antara subsektor industri kreatif lain, yaitu 3.838.756 orang dari 1.107.956 unit usaha (Siregar, 2015). Selain itu, industri fashion juga menunjukkan laju pertumbuhan ekspor tertinggi di antara subsektor industri kreatif (9,51%), atau sebesar 76,78 triliun rupiah terhadap ekspor Indonesia (Hartono, 2015). Dengan melihat perkembangan fashion pada sektor industri kreatif, dapat disimpulkan bahwa peluang bisnis pada bidang industri ini menjadi sangat menjanjikan. 1.1.2 Industri Batik dan Perkembangannya di Indonesia Sebagai salah satu warisan budaya Indonesia, batik terhitung memiliki nilai seni yang cukup tinggi. Batik juga memberikan kontribusi nilai ekonomi sebesar 3,1 miliar dollar AS atau setara dengan 41 triliun rupiah sepanjang tahun 2015 (Julianto, 2016). Melihat data yang ada, industri batik di Indonesia dapat dikatakan sedang berkembang pesat, hal ini juga diperkuat oleh tingginya angka perkembangan Industri Kecil Menengah (IKM) yaitu hingga mencapai 8% (Hartanto, 2017). Dalam beberapa tahun terakhir, busana batik menjadi semakin berkembang di kalangan masyarakat umum. Instansi pemerintah, perusahaan swasta dan sekolah juga turut melestarikan budaya batik dengan mewajibkan penggunaan busana batik pada hari-hari tertentu. Batik juga merupakan salah satu pendukung pada industri kreatif, khususnya pada industri fashion. Selain menjadi salah satu kebanggaan warisan nusantara, batik
3 juga merupakan bentuk dari sebuah karya seni yang diwujudkan dalam motif kain, kayu dan dekorasi tertentu (Poerwanto dan Sukirno, 2012). Batik telah berhasil memasuki pasar yang begitu luas dengan berbagai macam inovasi yang kini menjadi suatu tren di kalangan masyarakat. Di era saat ini, tidak hanya orang tua saja yang mengenakan batik, kini pengguna batik juga diramaikan oleh kalangan remaja hingga dewasa. Batik yang sebelumnya hanya digunakan dalam acara resmi atau tradisional, kini berkembang juga ke ranah baju informal, seperti kaos atau baju, kemeja, dress, celana panjang, celana pendek, dan lain - lain (Kirana, 2015). Keberadaan batik semakin diakui di dunia internasional. Pada tanggal 2 Oktober 2009, UNESCO menetapkan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia. Hal yang membanggakan ini direspon oleh pemerintah dengan menjadikan tanggal 2 Oktober sebagai hari peringatan batik nasional (Suryanto, 2009). Hal tersebut memberikan pengaruh baik bagi industri batik di Indonesia. Perkembangan batik di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan, terbukti dari nilai ekspor batik yang terus meningkat. Pada akhir tahun 2015, nilai ekspor batik meningkat sebesar 6.3% dibandingkan tahun sebelumnya. Pasar ekspor utama batik seperti Jepang, Amerika Serikat, Eropa adalah kunci dari peningkatan ekspor batik Indonesia (Setkab, 2016). Seiring perkembangannya, batik kini menjadi sebuah tren di Indonesia (Fadil, 2016). Berdasarkan survei yang dilakukan penulis terhadap 298 responden, seluruhnya dari berbagai kalangan pernah menggunakan batik. Survei ini merepresentasikan target market yang dituju oleh inovatik.co.id dengan didasarkan pada :
4 Tabel 1.1 Responden Usia 21-29 Pada Survei I Respon Jumlah Responden Persentase < 21 tahun 8 orang 7.8% 21-29 tahun 71 orang 69.6% 30-39 tahun 16 orang 15.7% 40-49 tahun 0 orang 0% >49 tahun 7 orang 6.9% Total 102 orang 100% Sumber : Survei Penulis (2017) Tabel 1.2 Responden Usia 21-29 Pada Survei II Respon Jumlah Responden Persentase < 21 tahun 27 orang 13.8% 21-29 tahun 139 orang 70.9% 30-39 tahun 17 orang 8.7% 40-50 tahun 11 orang 5.6% >50 tahun 2 orang 1% Total 196 orang 100% Sumber : Survei Penulis (2017) Tabel 1.1. dan 1.2 menunjukkan bahwa 69.6% responden survei pertama dan 70.9% responden survei kedua berada pada rentang usia 21-29 tahun, yang merupakan target market inovatik.co.id. Berdasarkan survei dari Nielsen (2014) rentang usia 21-29 tahun termasuk dalam generasi Y, khususnya generasi younger millennials.
5 Tabel 1.3 Cross Tabulations Survei I antara Rata-rata Pengeluaran per Bulan dan Umur Rata-rata pengeluaran per bulan Umur Count of Rata-rata pengerluaran per bulan > 6.000.000 21 29 tahun 8 0 2.000.000 21 29 tahun 27 2.000.001 4.000.000 21 29 tahun 25 4.000.001 6.000.000 21 29 tahun 11 Grand Total 71 % Pengeluaran 0 4.000.000 73% Sumber : Survei Penulis (2017) Tabel 1.4 Cross Tabulations Survei II antara Rata-rata Pengeluaran per Bulan dengan Umur Rata-rata pengeluaran per bulan Umur Count of Rata-rata pengerluaran per bulan > 10.000.000 21 29 tahun 2 0 2.000.000 21 29 tahun 39 2.000. 001 5.000.000 21 29 tahun 83 5.000.001 10.000.000 21 29 tahun 15 Grand Total 139 % Pengeluaran 0 5.000.000 88% Sumber : Survei Penulis (2017)
6 Tabel 1.3 dan 1.4 menunjukkan bahwa 73% responden survei pertama dan 88% responden survei kedua yang memiliki rentang usia 21-29 tahun (generasi Y younger millennials) memiliki pengeluaran per bulan yang tidak lebih dari Rp 5.000.000,-. Hal ini sesuai dengan hasil survei dari perusahaan konsultan manajemen global Boston Consulting Group (BCG) yang menyatakan bahwa generasi millennials didominasi oleh kelas menengah yang memiliki pengeluaran per bulan Rp 2.000.000,- sampai Rp 3.000.000,- dan kelas menengah atas yang memiliki pengeluaran Rp 3.000.000,- sampai Rp 5.000.000,- per orang setiap bulannya (BCG, 2014). Tabel 1.5 Cross Tabulations Survei I antara Rata-Rata Pengeluaran untuk Membeli Batik dengan Umur Rata-rata pengeluaran untuk membeli batik Umur Count of Rata-rata pengerluaran untuk membeli batik > 4.00.001 21 29 tahun 7 100.000 200.000 21 29 tahun 22 200.001 300.000 21 29 tahun 32 300.001 4.00.000 21 29 tahun 10 Grand Total 71 % Rata-rata pengeluaran untuk membeli batik 45% Sumber : Survei Penulis (2017)
7 Tabel 1.6 Cross Tabulations Survei II antara Rata-Rata Pengeluaran Untuk Membeli Batik dengan Umur Biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk membeli 1 baju batik Umur Count of Biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk membeli 1 baju batik < 100.000 21 29 tahun 7 > 750.000 21 29 tahun 4 100.000 200.000 21 29 tahun 57 200.001 300.000 21 29 tahun 49 300.001 500.000 21 29 tahun 20 500.001 750.000 21 29 tahun 2 Grand Total 139 % Rata-rata pengeluaran untuk membeli 1 baju batik 41% Sumber : Survei Penulis (2017) Berdasarkan tabel 1.5 dan 1.6, responden yang merupakan target market inovatik.co.id (21-29 tahun) sebagian besar memilih produk batik dengan harga yang terjangkau (di bawah Rp 300.000,-). Hal ini sejalan dengan survei Nielsen (2014) yang mengungkapkan bahwa generasi millennials mencari produk dengan harga terjangkau. Dengan mengetahui karakteristik dari target market yaitu generasi Y younger millennials, penulis dapat menentukan segmentasi pelanggan secara lebih lanjut dan strategi akuisisi pelanggan. Oleh sebab itu, penulis melihat fenomena ini sebagai
8 sebuah peluang bisnis. Dengan berbisnis batik secara online, penulis berharap untuk dapat turut andil dalam mengembangkan, melestarikan dan mengangkat budaya batik sehingga dapat menjadi lifestyle bagi generasi muda di Indonesia. 1.1.3 Perkembangan Penggunaan Internet Mengikuti perkembangan zaman, teknologi semakin berperan besar dalam kehidupan masyarakat. Dengan kemajuan teknologi dalam berbagai bidang, memicu penggunaan internet sebagai sarana untuk memanfaatkan teknologi tersebut. Pemanfaatan internet tersebut banyak digunakan masyarakat untuk mengakses berbagai informasi dan kebutuhan, seperti informasi kebenaran berita, berbelanja atau transaksi jual beli secara online dan membandingkan harga secara online (Maryana, 2013). Gambar 1.1 Penetrasi Pengguna Internet Indonesia Sumber : Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (2016)
9 Transaksi jual beli barang sebelumnya dilakukan secara offline, yang mengharuskan pertemuan langsung antar penjual dan pembeli. Kini, dengan teknologi internet transaksi jual beli dapat dilakukan secara online, tanpa membutukan pertemuan langsung antara penjual dan pembeli. Menurut Kotler dan Armstrong (2016), semua proses jual beli dengan menggunakan internet dikenal dengan sebutan e-commerce. Dikutip dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), angka pengguna internet aktif di Indonesia sudah semakin besar dan terus meningkat. Pada tahun 2016 dari total populasi penduduk Indonesia yang berjumlah 256,2 juta orang, pengguna internet aktif mencapai angka 132,7 juta orang. Tren pengaksesan internet saat inipun telah beralih dari yang semulanya menggunakan komputer, menjadi lebih memanfaatkan perangkat mobile. Gambar 1.2 Perilaku Penggunaan Internet Indonesia Perangkat yang dipakai Sumber : Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (2016)
10 Dikutip dari Gambar 1.2 mengenai perangkat yang dipakai, data menunjukkan bahwa akses internet melalui perangkat mobile sebesar 47,6%, dan 50,7% melalui perangkat komputer dan mobile, sedangkan akses internet melalui komputer saja hanya sebesar 1,7%. Dari data tersebut terlihat perubahan perilaku masyarakat yang mulai beralih menggunakan perangkat kombinasi mobile dan komputer. Gambar 1.3 Perilaku Penggunaan Internet Indonesia Transaksi Online Sumber : Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (2016) Adapun data APJII (2016) menyatakan sebanyak 63,5% penduduk Indonesia atau sekitar 84,2 juta pengguna internet tidak hanya mengakses informasi, namun telah melakukan transaksi secara online. Sejalan dengan data dari APJII tersebut, data dari lembaga riset Global Data memprediksi bahwa pasar e-commerce di Indonesia akan tumbuh 42% dari tahun 2012-2015. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan negara lain seperti Malaysia (14%), Thailand (22%), dan Filipina (28%). Oleh sebab itu, e- commerce adalah pasar yang berpotensi tumbuh sangat besar di Indonesia.
11 Gambar 1.4 Perilaku Penggunaan Internet Indonesia Belanja Online Yang Pernah Dilakukan Sumber : Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (2016) Gambar 1.4 di atas menunjukkan bahwa transaksi online yang sering dilakukan oleh pengguna internet didominasi utama untuk pembelian tiket dengan Persentase 25,7% dan diikuti dengan 3,6% pakaian atau sekitar 4,7 juta penduduk sudah pernah melakukan belanja pakaian secara online. Data survei dari penulis dengan jumlah 196 responden menunjukkan bahwa 79,7% dari responden pernah membeli baju secara online. Sehubungan dengan banyaknya penduduk Indonesia yang melakukan belanja pakaian secara online, estimasi nilai penjualan fashion secara online berdasarkan data dari Forbes juga menunjukkan peningkatan yang signifikan, yaitu pada tahun 2014 penjualan fashion mencapai 1,880 triliun rupiah dan diperkirakan akan mencapai 18,325 triliun rupiah pada tahun 2019 (Cunningham, 2015). Data tersebut menunjukkan bahwa membuka lini bisnis untuk berjualan pakaian secara online dapat menjadikan peluang yang cukup menjanjikan di kalangan masyarakat Indonesia.
12 1.2 Identifikasi Masalah Perancangan bisnis inovatik.co.id ini ditujukan untuk memberikan kemudahan bagi para konsumen dalam membeli dan memilih batik. Berdasarkan survei yang telah penulis lalukan, identifikasi masalah dalam perencanaan bisnis ini terbagi menjadi beberapa hal yaitu: 1. Dilema dalam pemilihan model, motif corak, warna dan ukuran batik Seiring dengan berkembangnya batik di Indonesia, semakin bervariasinya kebutuhan busana batik yang sesuai selera masyarakat. Beragam lapisan masyarakat di Indonesia, seperti dari segi umur, kelas sosial serta pekerjaan, menjadi pemicu beragam selera dan kebutuhan masyarakat terhadap busana batik. Penulis melakukan survei sebanyak dua kali. Survei yang pertama dilakukan untuk mengidentifikasi masalah dalam pembelian dan penggunaan batik, sedangkan survei kedua dilakukan untuk mempertajam permasalahan dari hasil survei pertama. Berdasarkan survei pertama yang dilakukan oleh penulis terhadap 102 orang, dua faktor utama yang mendasari responden dalam memilih batik adalah model (75.3%) dan motif batik (65.7%). Namun, berdasarkan survei kedua terhadap 196 responden, permasalahan yang dihadapi responden saat memilih batik adalah ada baju batik dengan model suka namun motif tidak suka atau sebaliknya (53.1%), bahan kain yang panas (51.5%), dan ukuran yang tidak sesuai (51%).
13 Untuk melengkapi hasil penajaman masalah dari survei, penulis melakukan wawancara dengan seorang penjual baju batik online di Indonesia, yang menyampaikan bahwa banyak pelanggan yang menyukai suatu model, namun tidak menyukai motif dari model tersebut, sehingga penjual harus secara khusus mencarikan motif yang sesuai selera pelanggan tersebut yang memerlukan waktu cukup lama. Permasalahan lain adalah ada banyak pelanggan yang menginginkan custom made batik dengan model, motif, dan ukuran yang berbeda antara satu pelanggan dan yang lain sehingga membuat penjual harus memesan secara khusus batik yang sesuai dengan keinginan masing-masing pelanggan. Pemesanan khusus tersebut berakibat pada pelanggan yang harus membayar harga lebih mahal untuk sebuah baju batik dan harus rela menunggu lebih lama untuk menerima batik yang sesuai dengan keinginannya (Safira Yessica, wawancara, 28 Mei 2017). Hasil wawancara tersebut juga diperkuat dengan artikel yang menyatakan bahwa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan batik adalah motif atau corak, jenis kain, warna, dan ukuran yang sesuai (Nurobi, 2014). Oleh karena itu, dibutuhkan inovasi dalam bisnis batik yang menawarkan baju batik dengan model, motif, warna, dan ukuran yang lebih variatif dan dapat memenuhi kebutuhan dan selera berbagai lapisan masyarakat. Mengatasi permasalahan ini juga dapat memperlebar pasar batik di Indonesia, sehingga dapat juga digunakan dan digemari oleh semua kalangan umur dan menjadi lifestyle bagi generasi muda Indonesia.
14 2. Offline store batik yang kurang praktis dan potensi berkembangnya e- commerce di Indonesia Kesibukan masyarakat Indonesia, khususnya kaum muda dan dewasa membuat mereka cenderung lebih sulit untuk meluangkan waktu berbelanja batik ke toko-toko fisik (Dirga, 2015). Pembelanjaan offline tersebut bukan hanya menyita waktu, tetapi juga memerlukan usaha dan biaya lebih, seperti biaya transportasi (Purtriansyah, 2016). Dengan adanya teknologi internet yang memudahkan transaksi dan pembelanjaan online, kini menjadi solusi dan tren bagi masyarakat untuk melakukan belanja tanpa harus melalui pertemuan fisik (Perdana, 2015). Berdasarkan survei penulis dengan 196 responden, 95.4% responden (187 orang) pernah melakukan belanja online, dan 149 diantaranya (79.7%) pernah belanja baju secara online. Hasil survei juga menunjukkan bahwa 38.3% responden pernah membeli baju batik melalui online store. Melihat perilaku masyarakat Indonesia yang sudah mengarah ke era digital maka berbelanja pakaian batik secara online dirasa tepat untuk mengatasi masalah ketidakpraktisan toko offline. 3. Model dan motif baju batik yang masih kuno dengan pilihan yang kurang beragam Berdasarkan hasil survei penulis, permasalahan lain yang dihadapi oleh responden adalah kurang bervariasinya model dan motif baju batik yang sesuai selera generasi muda sehingga cenderung masih kuno. Padahal model dan motif baju batik adalah dua hal utama yang diperhatikan oleh responden saat akan
15 membeli batik. Saptadi (2017) menyatakan bahwa diperlukan modernisasi terhadap model dan motif baju batik sehingga dapat terus diminati oleh generasi millennials. Oleh sebab itu, generasi millennials membutuhkan berbagai pilihan model dan motif baju batik yang modern, dengan corak yang lebih beragam dan berwarna-warni sehingga dapat digunakan dalam berbagai acara. 1.3 Ruang Lingkup Inovasi yang akan dilakukan oleh inovatik.co.id akan mengacu pada perpadupadanan model baju batik, motif batik, serta ukuran baju batik. Dengan memadupadankan hal-hal tersebut, inovatik.co.id akan memberikan kemudahan bagi para konsumen dalam berbelanja pakaian batik yang sesuai dengan selera dan kebutuhan. Pada model bisnis ini, sistem perpadu-padanan juga dibatasi dengan model dan motif yang sudah ditentukan, sehingga memudahkan pelanggan dalam proses pemilihan baju batik. Di samping itu, inovatik.co.id akan fokus ke pasar Indonesia, tetapi tidak menutup kemungkinan adanya perluasan pasar di mancanegara. Diharapkan, dengan memasarkan batik di Indonesia secara online/ e-commerce ini, dapat mengembangkan sektor industri batik di Indonesia dengan lebih pesat lagi. Inovatik.co.id berbasis e-commerce dengan media website dan mobile website. Metode pembayaran cashless yang bervariasi disediakan oleh inovatik.co.id, sehingga memudahkan semua kalangan baik kaum muda maupun dewasa dalam membeli pakaian batik secara online. Sebagai additional value, inovatik.co.id juga akan
16 memberikan fitur special order, dimana inovatik.co.id juga menerima pesanan batik dalam jumlah besar, seperti untuk seragam, ataupun keperluan tertentu lainnya. 1.4 Tujuan dan Manfaat Berdasarkan identifikasi masalah yang sudah dijabarkan di atas, inovatik.co.id memberikan tawaran kemudahan bagi masyarakat terutama di Indonesia untuk melestarikan batik dengan cara membeli batik sesuai dengan keinginan dan selera masing-masing. Dengan teknologi yang semakin berkembang, inovatik.co.id memberikan layanan pemesanan melalui smartphone maupun komputer/ PC untuk melakukan pemilihan model batik yang sesuai dengan tren saat ini, motif corak batik yang lebih modern, warna batik yang lebih segar dan memberikan ukuran yang bervariasi (untuk kebutuhan khusus dapat memasukkan ukurannya sebagai pilihan tambahan). Dengan memadu-padankan keinginan konsumen dan media pembelian yang lebih mudah, model bisnis ini diharapkan dapat mengatasi dilema yang terjadi di masyarakat yang merasa sulit untuk menemukan batik yang sesuai selera dan memiliki keterbatasan waktu dalam berbelanja pakaian batik secara offline. Perancangan model bisnis ini memiliki beberapa manfaat baik bagi penulis, masyarakat secara umum maupun bagi pihak universitas, dalam hal ini BINUS Business School. Bagi penulis menyusun model bisnis ini membuka kesempatan untuk menerapkan entrepreneurship dan layanan penjualan baju batik. Lebih lanjut lagi, model bisnis ini dapat dikembangkan menjadi ide bisnis yang feasible untuk dapat dijalankan. Bagi masyarakat khususnya kaum remaja dan dewasa yang memiliki
17 keterbatasan waktu dan ingin tetap mengikuti tren, perancangan model ini dapat memberikan wawasan, kemudahan dan inovasi bagi mereka dalam membeli batik sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan dan tidak perlu memakan waktu yang banyak dalam memilih batik. Bagi universitas, penyusunan model bisnis ini dapat memberi sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam pengaplikasian teori-teori entrepreneurship dalam mengembangkan model bisnis yang aplikatif dan relevan. 1.5 Sistematika Penulisan Bab I - Pendahuluan Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang bisnis, identifikasi masalah, pembahasan konsep bisnis secara menyeluruh, maksud dan tujuan dari bisnis. Bab II - Value Proposition Pada bab ini dipaparkan mengenai analisis-analisis industri, analisis pasar, analisis kompetitor, riset perilaku konsumen mengenai batik dan e-commerce di Indonesia, dan juga teori dan jurnal terkait yang mendukung dibentuknya value proposition dari perancangan model bisnis inovatik.co.id Bab III - Business Model Canvas Pada bab ini dijabarkan mengenai gambaran bisnis yang menjadi topik tesis dengan menjelaskan Business Model Canvas dan Value Proposition Design. Business Model Canvas sendiri meliputi Customer Segment, Value Proposition, Channels, Customer Relationship, Revenue Stream, Key Resource, Key Actvities, Key
18 Partnership serta Cost Structure. Sedangkan Value Proposition Design akan menjelaskan mengenai hubungan antara Value Proposition dengan Customer Segment. Bab IV - Business Plan Pada bab ini akan dijabarkan mengenai analisis dan pembahasan yang diperlukan dalam membuat bisnis model, baik dalam segi analisis finansial dan analisis non finansial yang kemudian akan dilengkapi juga dengan analisis perhitungan proyeksi selama lima tahun kedepan. Bab V - Kesimpulan Pada bab ini akan berisi kesimpulan dan juga penjabaran pada bab-bab sebelumnya.