BAB I PENDAHULUAN. Pokok dari suatu kota salah satunya adalah merek Brand yang dimiliki dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sebagai slogan resmi Kabupaten Ponorogo, yang berarti Resik, Endah, Omber,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan dunia. Reyog Ponorogo merupakan icon wisata Jawa Timur.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata yang mungkin kiranya kita sebagai warga negara Indonesia patut untuk

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial. Menurut definisi pada Undang-undang no 10 tahun 2009

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (2015: 116), sebanyak 250 juta masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman budaya tersebut mempunyai ciri khas yang berbeda-beda sesuai

BAB 1. Pendahuluan. wilayah Kabupaten Malang. Kota Malang memiliki luas Km². Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian sebagai salah satu unsur dari perwujudan kebudayaan bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udkhiyah, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

2015 TARI TUPPING DI DESA KURIPAN KECAMATAN PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN. Harus diakui saat ini para wisatawan berkunjung ke suatu daerah di

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam sehingga banyak sekali objek wisata di Indonesia yang patut untuk

BAB I PENDAHULUAN. Busana tidak hanya terbatas pada pakaian yang dipakai sehari-hari seperti

Potensi Budaya Indonesia Dan Pemanfaatannya

BAB I PENDAHULUAN I.1. Pengertian Judul Penataan dan Pengembangan Wisata Kampung Rebana di Tanubayan, Bintoro, Demak. I.1.1.

BAB I PENDAHULUAN. menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Wisatawan Yogyakarta. Tahun Wisatawan Lokal Wisatawan

BAB I PENDAHULUAN. Cantik identik dengan wanita karena semua wanita ingin cantik, Manusia

PEKALONGAN BATIK CENTER

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti buddhayah, yang

2015 GARAPAN PENYAJIAN UPACARA SIRAMAN CALON PENGANTIN ADAT SUNDA GRUP SWARI LAKSMI KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan

BAB I PENDAHULUAN. adalah Kabupaten Bojonegoro. Terdapat suatu tempat wisata yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki kebudayaan yang beragam. Kebudayaan juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penenlitian

BAB I PENDAHULUAN. pijakan dalam menenukan suatu tindakkan seperti prilaku masyarakat seharihari.

BAB I PENDAHULUAN. keinginannya, dimana perjalanan yang dilakukan tidak untuk mencari nafkah.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbatasan langsung dengan ibu kota negara Indonesia, DKI Jakarta yang

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH

BAB V PENUTUP. pada hasil analisis data dari penelitian tentang Kampung Bahasa sebagai City

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata Indonesia memiliki berbagai jenis atraksi. Setiap daerah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian sebagaimana disampaikan dalam bab-bab sebelumnya, terdapat beberapa kesimpulan yang dirumuskan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nova Silvia, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

2016 PENGARUH CULTURAL VALUE PADA DAYA TARIK WISATA PURA TANAH LOT BALI TERHADAP KEPUTUSAN BERKUNJUNG

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. tahun di bumi Indonesia. Berbagai bentuk kesenian, upacara keagamaan, ritual, dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Ponorogo yang terletak di sisi tenggara Provinsi Jawa Timur yakni

BAB IV KESIMPULAN. merupakan suatu bentuk penghormatan kepada nenek moyang masyarakat Suku

2015 PERTUNJUKAN KESENIAN EBEG GRUP MUNCUL JAYA PADA ACARA KHITANAN DI KABUPATEN PANGANDARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. dengan lima pulau besar yang dimiliki serta pulau-pulau kecil yang tersebar dari

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. kaya akan kekayaan alam yang indah dan keanekaragaman jenis flora dan fauna

Sulawesi Selatan sebagai Tujuan Wisata Utama di Indonesia pada tahun 2018

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan manfaat bagi masyarakat pada sebuah destinasi. Keberhasilan

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara,

BAB I PENDAHULUAN. berdiri dimasing-masing daerah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Solo sebagai salah satu kota administratif di Jawa Tengah memegang peranan

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

17. URUSAN WAJIB KEBUDAYAAN

MATA KULIAH : ILMU BUDAYA DASAR PERANAN BUDAYA LOKAL MENDUKUNG KETAHANAN BUDAYA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang kaya akan budaya tidak lepas dari tata rias pengantin yang

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu subsektor yang potensial dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

LKPJ WALIKOTA SEMARANG AKHIR TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1"Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atas penyatuan minat dari negara anggota ASEAN untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

GEDUNG WAYANG ORANG DI SOLO

PERGESERAN MAKNA SENI TARI PRAJURITAN DESA TEGALREJO KECAMATAN ARGOMULYO

BAB I PENDAHULUAN. bersifat kompleks, abstrak, dan luas (

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak wilayah potensi parawisata (Bridatul J, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana suatu kota mengawasi dan mengenalkan wilayahnya serta

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memperbesar pendapatan asli daerah maka pemerintah perlu. pariwisata dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fanny Ayu Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. primer dan sekunder yang berbeda (R.M. Soedarsono, 2001: 170).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pokok dari suatu kota salah satunya adalah merek Brand yang dimiliki dari sebuah kota yang terdapat dalam benak masyarakat. Brand dapat membentuk citra kota tersebut dimata dunia dan menjadi ciri suatu kota tersebut serta menarik minat target pasar terhadap potensi yang dimiliki kota tersebut. Potensi yang dapat menjadi penunjang merek suatu kota terdapat pada budaya, kesenian, wisata, maupun kulinernya. Untuk membentuk brand, tentunya diperlukannya sebuah upaya yang biasa disebut dengan istilah City Branding. Yang biasa dilakukan oleh kota maupun kabupaten berkembang untuk memperkenalkan potensi kotanya terhadap masyarakat, apa dan bagaimana, serta aspek komunikasi yang digunakan sebagai upaya membentuk citra sebuah kota dimata publik. City branding juga merupakan tanggung jawab serta kolaborasi dari berbagai pihak yang berperan aktif serta terkait dengan kota tersebut. Keberhasilan dalam upaya ini tentunya juga terletak pada kesunguhan dan konsistensi berbagai pihak dalam pengelolaannya. Oleh sebab itu, City Branding selalu dilakukan oleh setiap kota kecil maupun besar untuk memperkenalkan potensi kotanya terhadap publik dengan melibatkan pula beberapa elemen yang berperan penting dalam pelaksanaannya. Karena dalam branding ini yang diutamakan adalah memfungsikan seluruk potensi kota yang ada agar lebih berfungsi dan bernilai untuk masyarakatnya serta untuk pemerintahnya. Hal ini merupakan langah penting dalam mewujudkan pariwisata kota yang maju. Karena dengan dikenalnya suatu kota tersebut di benar masyarakat secara luas maka akan menarik pengunjung maupun investor terhadap kota tersebut.

Indonesia dikenal sebagai Negara yang mempunyai bermacam-macam suku dan kebudayaan. Setiap daerah di Indonesia memiliki adat serta kebuadayaan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan adat dan kebudayaan yang paling menonjol salah satunya adalah adat pernikahan. Setiap daerah memiliki pakem adat pernikahan sendiri yang tentunya sangat berbeda dengan yang lainnya, mulai dari jenis riasan, pakaian adat, hingga prosesi pernikahannya. Kali ini penulis akan melakukan pembahasan mengenai adat pernikahan yang ada di Jawa Timur tepatnya adalah Ponorogo, Kabupaten di Jawa Timur yang dikenal dengan kesenian adatnya yaitu Reyog Ponorogo. Brand Ponorogo yang kini sudah mendunia adalah kesenian Reyog Ponorogo. Reyog merupakan kesenian asli Indonesia yang sudah mendunia, terlebih setelah klaim yang dilakukan Malaysia terhadapnya, kesenian Reog semakin eksis dimata dunia. Sudah tertanam di benak masyarakat bila mendengar Ponorogo pasti identik dengan Reyog. Selain itu, Ponorogo juga dikenal dengan situs sejarahnya. Mulai dari sejarah religi, Ponorogo memiliki situs makam Batoro Katong dan Masjid Tegal Sari yang juga merupakan situs bersejarah yang memiliki pengunjung hingga luar daerah. Adapun sejarah masyarakatnya hingga membentuk sebuah kesenian yang disebut Reyog tersebut. Dalam pelaksanaannya, city branding tentunya melibatkan pihak yang berperan aktif serta elemen elemen yang mampu menunjang brand tersebut. Sebelunya, Ponorogo sudah memiliki Reyog yang sekarang sudah menjadi Brand yang tertanam di benak masyarakat. Dalam upayanya, setiap tahunnya ponorogo selalu menggelar Festival Reyog Nasional(FRN). Yang melibatkan peserta dari berbagai daerah bahkan kota-kota besar. Kesenian ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat dalam maupun luar daerah, sehingga ketertarikan partisipan sangatlah tinggi. Bahkan Reyog ini juga merupakan salahsatu kesenian yang

dibanggakan di Indonesia. Kedua, Ponorogo memiliki Ngebel. Yaitu salah satu objek wisata alam yang dimiliki Ponorogo yang juga sangat terkenal dengan cita rasa durian khasnya. Banya wisata yang datang dari berbagai daerah pada saat musim panen hanya untuk merasakan cita rasa durian yang konon berbeda dengan lainnya. Ngebel juga terkenal dengan telaganya yang sangat luas, menurut sejarah Telaga Ngebel adalah 3 desa yang tenggelam. Sehingga sampai pada saat ini ritual seperti larung sesaji masih dilakukan dan dipercayai oleh warga sekitar dan masyarakat khususnya Ponorogo. Ketiga, Ponorogo juga terkenal dengan kulinernya yang salah satu paling legendaris adalah sate ayam. Sate ayam ponorogo juga sudah sangat terkenal, terdapat pula sebuah kampung yang sebagian besar penduduknya adalah pengusaha sate ayam khas ponorogo. Hampir seluruh wisatawan yang berkunjung ke ponorogo pasti menyempatkan untuk singgah untuk mencicipi kuliner satu ini. Dan yang terakhir, baru-baru ini Ponorogo sedang berupaya untuk mengangkat suatu adat pernikahan yang sebenarnya sudah ada sejak lama yang mana justru jarang diketahui oleh masyarakatnya. Adat ini disebut adat pernikahan ponoragan. Yang mana adat pernikahan ponoragan memiliki ciri dan penampilan yang berbeda dengan daerah lain. Sedangkan dari segi prosesi adat pernikahannya tidak jauh berbeda dengan daerah jawa lainnya, bedanya jika di daerah jawa tengahan lebih cenderung menggunakan iringan gending-gending jawa maka di ponorogo lebih menggunakan iringan gamelan reyog-an. Pernikahan merupakan suatu acara sakral yang pasti terjadi kepada setiap manusia. Terlebih di daerah yang masih kental akan tradisi seperti yang terjadi di daerah Kabupaten Ponorogo ini. Adat yang sebenarnya dimiliki oleh ponorogo ini baru dihidupkan kembali dan di bakukan secara resmi di Pendopo Agung Kabupaten Ponorogo pada 19 April. Yang mana beberapa bulan setelah pembakuan yang

tepatnya di bulan September 2017 adat Ponorogan ini digunakan Bupati Ponorogo untuk menikahkan putrinya. Hal ini merupakan bentuk dukungan Bupati Ipong dalam melestarikan serta menambah keberagaman budaya Ponorogo yang nantinya akan menjadi icon tersendiri bagi Kabupaten Ponorogo. Selain Bupati Ponorogo, media juga sangat menunjang branding adat pengantin Ponoragan ini kepada masyarakat luas. Mengingat pernikahan putri Bupati yang tidak biasa ini sangat mencuri perhatian publik. Sehingga tidak heran jika sangat banyak media lokal maupun nasional yang ikut serta dalam peliputan pernikahan ini. Partisipasi banyak pihak merupakan point penting dalam mengembangkan sector pariwisata, itamanya di Kabupaten Ponorogo. Pihak tersebut juga harus memiliki peran aktif dalam mengembangkan dan memasarkan destinasi wisata serta budaya yang dimiliki daerah tersebut, salah satu pihak yang bersangkutan adalah Yayasan ahli perias seluruh Kabupaten Ponorogo yang tergabunga dalam Himpunan Ahli Perias Pengantin Indonesia (Harpi). Serta dukungan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Ponorogo yang juga berperan penting dalam pengembangan Pariwisata seperti yang tertuang pada Peraturan Bupati Ponorogo Tahun 2016, dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3). Dinas Pariwisata mempunyai kewenangan pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, pelaksanan peningkatan kapasitas sumber daya manusia pariwisata dan ekonomi kreatif tingkat dasar. Jadi peran pihak pemerintah utamanya Dinas Pariwisata sangatlah penting dalam memperkenalkan serta membudayakan adat tersebut. Pada hakekatnya pembangunan di sektor kepariwisataan masih sama dengan sector lainnya yang melibatkan pemangku kepentingan dalam pelaksanaanna. Tiga pemangku kepentingan di sector kepariwisataan ini meliputi Pemerintah, Swasta, dan

Masyarakat yang berperan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Pembangunan yang terkelola dengan baik tentu sangat baik untuk membentuk sebuah citra suatu daerah untuk menunjang brand daerah tersebut. Brand suatu daerah dapat dipandang sebagai ciri daerah tertentu, seperti halnya potensi wisata maupun budaya. Jika pembangunan telah dilakukan, maka tahap selanjutnya yaitu pengembangan potensi pariwisata sebagai salahsatu langkah membentuk Brand. Suatu Brand yang terkelola dengan baik maka akan membentu ciri yang dapat dengan mudah diketahui oleh masyarakat. Sehingga secara otomatis akan mengundang simpati masyarakata terhadap Brand tersebut. Identitas ataupun merk(brand) Kabupaten Ponorogo yang sudah dikenal hingga mancanegara adalah Reyog Ponorogo. Namun tidak menutup kemungkinan dengan adanya adat yang akan dikembangkan lagi seperti adat pernihan ini juga akan menjadi salah satu Brand baru yang akan dimiliki Kabupaten Ponorogo. Seperti halnya adat pernikahan yang dimiliki Solo dan Yogya. Upaya pembakuan adat pengantin ponoragan sebagai salah satu tradisi budaya asli dari Ponorogo ini sebenarnya sudah dilakukan selama 4 tahun yang lalu. Budayawan serta Himpunan Ahli Rias Pengantin (Harpi) Melati Indonesia membakukan upacara adat serta riasan pengantin khas Ponoragan secara resmi pada Rabu, 19 April 2017 di Pendapa Pemkab Ponorogo. Dengan ini, ponorogo memiliki panduan baku prosesi adat dan riasan busana pengantin ponoragan. Setelah perjalanan panjang mulai dari pelatihan, perumusan, workshop, hingga pembakuan dilaksanakan. Selain hanya pematenkan, ahli perias pengantin yang tergabung dalam Harpi yang ada di Ponorogo juga bermaksud merekomendasikan riasan ini kepada calon pengantin guna mendorong keberhasilan eksistensi adat pengantin Ponoragan tersebut.

Pakem riasan pengantin ponoragan ini sebenarnya sudah ada sejak lama dan merupakan budaya peninggalan nenek moyang. Namun justru tidak diketahui dan diminati oleh masyarakat pada umumnya. Masyarakat ponorogo lebih sering menggunakan adat pernikahan Solo dan Jogja dalam upacara pernikahannya,sedangkan iring-iringan rombongan pengantin tak jarang yang menggunakan tarian serta pasukan reog. Hal ini dikarenakan memang adat ini sangat asing bagi masyarakat terutama generasi 80-90an. Sebagian besar dari warga ponorogo tidak mengetahui secara jelas pakem adat pernikahan ponorgan yang sebenarnya. Adat pengantin Ponoragan tidak kalah bagusnya dengan adat Jawa lainnya. Justru pada pakaian adat pengantin ponoragan ini menggunakan pernak pernik lebih banyak yang menggambarkan watak, jiwa, dan perilaku warga Ponorogo. Perbedaan yang sangat menonjol dibandingkan dengan adat Jawa Solo dan Jogja adalah kedua mempelai pengantin tidak menggunakan bawahan jarik, melainkan celana yang menggambarkan kedua mempelai harus aktif dan dinamis. Oleh karena itu, dengan diadakannya bembakuan adat pengantin ponoragan yang juga begitu mewah ini diharapkan dengan berjalannya waktu masyarakat Ponorogo dapat menggunakan serta melestarikan adat Pengantin Ponoragan ini setelah diadakannya pembakuan. Karena sebelumnya, antusias warga Ponorogo terhadap Ponoragan sangatlah tinggi, hanya saja mereka tidak memiliki panduan baku dalam menerapkannya. Hal inilah yang mendorong keingintahuan penilis dalam penelitian ini. Penulis ingin mengetahuai sejauh mana city branding kabupaten ponorogo terhadap potensi yang dimiliki ponorogo dengan elemen penunjang yang telah ada. Serta sejauh mana adat pengantin ponoragan ini diangkat sebagai salah satu elemen penunjang city branding kabupaten Ponorogo.

B. Rumusan Masalah Bagaimana citra adat pengantin Ponoragan sebagai strategi branding kabupaten Ponorogo? C. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis citra adat pengantin Ponoragan sebagai strategi branding Kabupaten Ponorogo. D. Manfaat Manfaat akademis Manfaat akademis yang diharapkan adalah hasil penulisan dapat dijadikan sebagai acuan untuk tetap melestarikan budaya local guna memperkaya kebaragaman budaya. Serta diharapkan agar hasil penulisan dapat pula dijadikan referensi bagi generasi yang ingin melakukan kajian di bidang yang sama. Manfaat praktis Bagi penulis, diharapkan hasil dan segala proses yang telah dilalui menjadikan pengalaman dan juga menambah wawasan sekaligus pengetahuan empiric mengenai sebuah adat sebagai branding Kabupaten Ponorogo.