3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus tahun 2011 yang meliputi beberapa kegiatan yaitu survei lapang, analisis laboratorium, dan analisis data. Kegiatan lapang mencakup pengambilan contoh air untuk analisis kadar Pb dan kualitas air (kekeruhan, suhu, DO, ph, salinitas dan TDS) pada tanggal 13 Juli 2011 di Teluk Banten, Kabupaten Serang-Provinsi Banten. Pengambilan sampel air dan kualitas air dilakukan di 10 stasiun yang tersebar dari muara Pelabuhan Karangantu menuju laut lepas yang mewakili bagian barat laut, utara, timur laut, timur (Gambar 4). Kegiatan di laboratorium meliputi ekstraksi contoh air untuk memisahkan Pb dengan kandungan organik maupun anorganik. Kegiatan ini dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan dan selanjutnya analisis kadar Pb terlarut di Laboratorium Analisis Kimia Terpadu, IPB. 9333600 9334000 9334400 9334800 LS 3 Desa Banten 2 5 4 ë Kali Karangantu 500 250 0 500 Meters 6 628400 628800 629200 629600 630000 630400 7 8 1 10 Desa Margaluyu Gambar 4. Lokasi stasiun penelitian di perairan Teluk Banten 9 S. Cibanten Desa Sawahluhur BT Inset : P. Sumatera Teluk Banten Karangantu Legenda Kedalaman (meter) 0.9-1.4 Garis Pantai Stasiun ë Pelabuhan Sumber Peta : Peta Teluk Banten Bakosurtanal Skala 1 : 100 000, Tahun 1997; Google Karangantu Maps Tahun 2011; Peta Administrasi Kabupaten Serang Skala 1 : 225 000 Tahun 2011 P. Jawa 10
11 3.2. Bahan dan Alat Penelitian Pada penelitian ini, alat yang digunakan yaitu GPS (Global Positioning System) Garmin 76CSx untuk menentukan koordinat stasiun, Van Dorn untuk mengambil sampel air, water quality checker (Horiba U50) untuk mengukur kualitas air, alat saring, seperangkat komputer, peralatan ekstraksi laboratorium, dan analisis logam berat AAS (Atomic Absorption Spectrometry). Bahan yang digunakan yaitu contoh air laut, bahan kimia, dan peta lokasi. 3.3. Teknik Pengambilan Data 3.3.1. Penentuan stasiun pengamatan Lokasi pengambilan contoh menggunakan GPS (Global Positioning System) dilakukan 10 stasiun, mulai dari di muara Pelabuhan Karangantu hingga laut lepas. Pelabuhan Karangantu merupakan kawasan dimana kapal kapal nelayan beroperasi yang menggunakan minyak pelumas dan bahan bakar minyak yang dapat meningkatkan konsentrasi timbal di perairan. Pada umumnya bahan bakar minyak mendapat zat tambahan tetraethyl yang mengandung Pb untuk meningkatkan mutu (Rochyatun et al., 2006). Stasiun pertama dimulai dari muara Pelabuhan Karangantu dan sungai Karangantu (Stasiun 1), kemudian menuju arah Barat Laut perairan Desa Baten (Stasiun 2 dan 3), di Utara pelabuhan (Stasiun 4, 5, 6 dan 7), kemudian di Timur Laut pelabuhan (Stasiun 8 dan 9) (Gambar 4). Selanjutnya di Timur pelabuhan (Stasiun 10) yaitu daerah yang mendapatkan pasokan air dari muara Sungai Cibanten. Muara sungai adalah tempat bermuaranya polutan antropogenik, yaitu bahan pencemar yang berasal dari kegiatan manusia yang didalamnya mengandung logam berat seperti timbal yang merupakan salah satu bahan pencemar toksik (Effendi, 2003).
12 3.3.2. Prosedur Pengambilan Data Pengambilan contoh air permukaan dilakukan di depan haluan kapal untuk menghindari kontaminasi dari buangan mesin kapal yang diduga mengandung logam berat. Pengambilan contoh air permukaan dilakukan pada kedalaman 1 m, karena perairan tersebut merupakan perairan dangkal dengan kedalaman hanya berkisar antara 1 hingga 2 meter (Gambar 4). Contoh air diambil dengan menggunakan water sampler (Van Dorn) yang terbuat dari plastik polivinilklorida (PVC) untuk menghindari kontaminasi logam berat. Selanjutnya contoh air ditampung dalam botol polietilen 1000 ml dan dimasukan ke dalam pendingin (cool box). Data kualitas air diukur secara in situ dengan menggunakan water quality checker (Lampiran 1). Alat tersebut mengukur kualitas air yang meliputi suhu, turbiditas, salinitas, tingkat keasaman (ph) dan oksigen terlarut (Dissolve Oxigen). Water quality checker terdiri dari probe yang didalamnya terdapat sensor untuk mendeteksi kualitas air, kemudian probe tersebut dimasukan ke dalam air pada kedalaman 1 meter dari permukaan air. 3.4. Analisis Logam Berat Terlarut Contoh air disaring dengan kertas saring Nucleopore yang berpori-pori (0.45 µm dengan garis tengah 47 mm) dengan sistem vakum (proses terbuka). Setelah itu air diawetkan dengan HNO 3 (ph < 2.0). Air sampel sebanyak 250 ml dimasukkan dalam corong pisah teflon (Gambar 5), kemudian diekstraksi dengan larutan penahan, ammonium pirolidin ditiokarbamat (APDC) dan methyl iso butyl keton (MIBK). Dalam suasana asam, logam berat yang terkandung di dalam air bereaksi dengan APDC membentuk senyawa kompleks organik yang tidak larut
13 dalam fasa air. Penambahan pelarut organik MIBK, senyawa kompleks logam berat-apdc akan larut dalam MIBK yang menghasilkan 2 lapisan yaitu organik dan anorganik. Lapisan atau fase organik diekstraksi kembali dengan HNO 3 pekat, setelah terbentuk menjadi 2 lapisan selanjutnya lapisan yang digunakan kembali adalah lapisan atas dimana senyawa kompleks logam berat masih menyatu dengan MIBK. Kemudian penambahan aquades untuk memisahkan MIBK dengan senyawa logam berat (Hutagalung et al., 1997). Lar. penahan APDC MIBK HNO 3 pekat Aquades 250 ml Anorganik (dibuang) Organik Dibuang MIBK Untuk dianalisis dengan AAS Pb Gambar 5. Proses ekstraksi contoh air di Laboratorium Produktivitas Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan-IPB. Kadar logam berat timbal (Pb) dalam contoh air ditentukan dengan AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) jenis Varian SpektrAA plus dengan menggunakan graphite furnace (pembakaran dengan grafit) dengan panjang gelombang 217 nm di Laboratorium Analisis Kimia Terpadu IPB dengan deteksi limit untuk pengukuran Pb yaitu 0.001 ppm. 3.5. Analisis Spasial Data Pengolahan data terdiri dari 2 tahapan yang mencakup pengolahan informasi dengan menggunakan software Ms. Excel untuk (data*.txt) dan analisis
14 data menggunakan software ArcView GIS 3.2 (hasil*.shp), selanjutnya untuk proses pengolahan data disajikan pada Gambar 6. Data parameter fisik-kimia Konsentrasi logam berat Salinitas Turbiditas Suhu, ph, TDS Ms. Excel Data*.txt Timbal (Pb) Peta Lokasi Daratan Banten, sungai dan atribut (Sumber : Bakosurtanal) ArcView GIS 3.2 Interpolate Data IDW Data*.txt Reclassify C Batasan penyebaran Pb (Desa Baten, Margaluyu dan Sawahluhur) Layout Save as *.shp Edit kisaran nilai parameter Penyebaran secara spasial logam berat (Pb) dan data kualitas air Gambar 6. Proses pengolahan data dengan Ms. Excel dan ArcView GIS 3.2 Peta lokasi yang diperoleh dari Bakosurtanal di-digitasi dengan software ArcView GIS 3.2 sehingga diperoleh peta digital yang memiliki koordinat. Peta tersebut dikombinasikan dengan peta hasil pencitraan dari Google Maps Tahun 2011 dan Peta Administrasi Kabupaten Serang Tahun 2011 untuk mendapatkan peta lokasi yang sesuai. Proses registrasi mencakup proses digitasi kedalaman perairan, polyline (garis yang terhubung memnbentuk suatu daerah) daratan Banten, line (garis) sungai, dan pembuatan atribut (pelabuhan, mercusuar dan industri). Selanjutnya peta digital di-clip dengan polyline (batasan daerah
15 penyebaran spasial parameter) agar diperoleh kisaran daratan yang sesuai dengan jangkauan penyebaran logam berat. Hal ini dimaksudkan karena data yang diambil berada pada area Pelabuhan Karangantu, perairan Desa Banten, Margaluyu dan Sawahluhur. Proses add table dilakukan berdasarkan data yang telah diolah dengan Ms. Excel data*.txt pada program ArcView GIS 3.2. Selanjutnya proses interpolate data dengan teknik IDW. Interpolasi dengan IDW digunakan untuk menginterpolasi yang mengasumsikan bahwa tiap titik input mempunyai pengaruh yang bersifat lokal yang berkurang terhadap jarak. Titik-titik pada radius tertentu dapat digunakan dalam menentukan nilai luaran untuk tiap lokasi. Ukuran grid yang digunakan dalam interpolasi ini adalah 1 meter untuk masing-masing parameter, hal tersebut dikarenakan jarak rata-rata antar stasiun adalah 500 m, sehingga dengan grid 1 m hasil interpolasi akan lebih mendekati nilai hasil pengukuran seperti yang tertera pada Gambar 7. Pada gambar tersebut terlihat perbedaan antara grid 1 m, 10 m, dan 100 m, dimana hasil grid 1 m lebih mendekati hasil pengukuran. Tahap akhir yaitu layout, dimana kita dapat melihat sebaran logam berat dan kualitas air dari arah pelabuhan dan sungai menuju laut. Sallinitas (Grid 1 meter) 30.8-30.967 30.967-31.133 31.133-31.3 31.3-31.467 31.467-31.633 31.633-31.8 31.8-31.967 31.967-32.133 32.133-32.3 Salinitas (Grid 10 meter) 30.8-30.967 30.967-31.133 31.133-31.3 31.3-31.467 31.467-31.633 31.633-31.8 31.8-31.967 31.967-32.133 32.133-32.3 Salinitas (Grid 100 meter) 30.8-30.967 30.967-31.133 31.133-31.3 31.3-31.467 31.467-31.633 31.633-31.8 31.8-31.967 31.967-32.133 32.133-32.3 Gambar 7. Hasil interpolasi salinitas dengan teknik IDW grid 1, 10, dan 100 m