BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dinamis dan kompetitif. Adanya MEA. menimbulkan kompetisi usaha yang semakin tinggi, dengan mekanisme

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) WORKSHOP DESAIN IKM BATU MULIA DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. sektor perindustrian ini adalah dengan cara mengembangkan industri kecil.

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA PENGANUGERAHAN PIAGAM OVOP JAKARTA, 22 DESEMBER 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN. Indonesia dan sembilan negara

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) FASILITASI PENERAPAN SISTEM SNI PADA INDUSTRI ANEKA DI JAWA TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) FASILITASI PENERAPAN SISTEM SNI PADA INDUSTRI ANEKA DI WILAYAH IHT JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POLICY BRIEF KAJIAN KESIAPAN SEKTOR PERTANIAN MENGHADAPI PASAR TUNGGAL ASEAN 2015

BAB I PENDAHULUAN. yang ditawarkannya pun semakin beraneka ragam. Setiap Pelaku usaha saling

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan persaingan pada dunia bisnis di era globalisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang baru, jumlah unit usaha bordir yang tercatat selama tahun 2015 adalah

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. lebih bebas. Oleh karena itu, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) akan bersaing. negara ASEAN (Purwaningsih dan Kusuma, 2015).

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) PENYUSUNAN PROFIL SENTRA INDUSTRI ANEKA DI JAWA TENGAH

PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu usaha yang

PENETAPAN KINERJA DINAS KOPERASI, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. seiring bertambahnya jumlah pesaing bisnis itu sendiri. Untuk dapat terus

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali di Indonesa. Peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia diakui

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Banyaknya jumlah bank yang ada di Indonesia membuat masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kepada negara-negaara ASEAN dan Cina. Pembukaan pasar ini merupakan

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Ketahanan ekonomi merupakan syarat mutlak bagi kemakmuran sebuah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KABUPATEN GRESIK RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI PENDAPATAN,BELANJA DAN PEMBIAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017

I. PENDAHULUAN. Krisis yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 telah mengakibatkan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mulyadi, 2014 Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Keberhasilan Usaha

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

PERAN ASPARTAN (ASOSIASI PASAR TANI) DALAM MENDORONG BERKEMBANGNYA UMKM DI KABUPATEN SLEMAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Fenomena persaingan yang ada telah membuat para pengusaha

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis

EE. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERINDUSTRIAN SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Perekonomian di Indonesia sejak terjadinya krisis moneter mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Perindustrian saat ini sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pasar bebas di dunia. Khusus di kawasan ASEAN pada tahun 2015

MENINGKATKAN NILAI TAMBAH IKM TAMBAH IKM MELALUI SISTEM PEMBINAAN YANG TEPAT MELALUI SISTEM PEMBINAAN DAN KOORDINASI YANG EFEKTIF (RENCANA KERJA

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah bersiap menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)

BUPATI BENGKALIS. SAMBUTAN Bupati bengkalis PADA PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI BIDANG PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2017 BENGKALIS, 4 MEI 2017

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini peningkatan kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atas penyatuan minat dari negara anggota ASEAN untuk

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kawasan Industri Utama Kota Bandung. Unit Usaha Tenaga Kerja Kapasitas Produksi

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

BAB IV PENUTUP. di Provinsi Riau dalam mengikuti e-procurement pada tahun yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan situasi global dan lokal bagi dunia bisnis, perusahaanperusahaan

I. T U J U A N Memperkuat basis produksi usaha IKM Memastikan bahwa produk yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat luas dilihat dari aspek

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

6. URUSAN PERINDUSTRIAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor ini memegang peranan yang

BAB I PENDAHULUAN. parah bagi perekonomian nasional. Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald

RENCANA PROGRAM/KEGIATAN DINAS KOPERASI USAHA KECIL MENENGAH PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN ,949,470,000

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan

Menjadikan Bogor sebagai Kota yang nyaman beriman dan transparan

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM FORUM FOR ECONOMIC DEVELOPMENT AND EMPLOYMENT PROMOTION

wbab I PENDAHULUAN No Indikator Satuan Tahun 2011 *) TAHUN 2012 **) PERKEMBANGAN TAHUN Jumlah % Jumlah % Jumlah %

URAIAN sebelum perubahan

BAB III METODE PENELITIAN

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. usaha dengan jumlah paling besar dalam perekonomian di. Indonesia. Berdasarkan data tahun 2016 pada Dinas Koperasi dan Usaha

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sudah sejak lama terkenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena ini hendaknya direspons oleh seluruh anak bangsa, tanpa terkecuali

dan kelembagaan yang kegiatannya saling terkait dan saling mendukung dalam peningkatan efisiensi, sehingga terwujudnya daya saing yang kuat.

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH. PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI UTARA Tahun Anggaran 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN , , ,35 Menengah B. Usaha Besar

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA TEMU INVESTOR PURWAKARTA PURWAKARTA, 12 OKTOBER 2015

BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI

I. PENDAHULUAN. membuat masyarakat dapat ikut berpartisipasi aktif dalam mengontrol setiap

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akan membentuk wilayah ASEAN sebagai pasar dan basis produksi tunggal yang lebih dinamis dan kompetitif. Adanya MEA menimbulkan kompetisi usaha yang semakin tinggi, dengan mekanisme untuk memperkuat pelaksanaan pasar; mempercepat integrasi regional di sektor-sektor prioritas; memfasilitasi pergerakan bisnis, tenaga kerja terampil dan berbakat; serta memperkuat kelembagaan mekanisme ASEAN. MEA memberikan peluang sekaligus ancaman bagi pelaku usaha di negara-negara ASEAN, tidak terkecuali Indonesia. Dengan diselenggarakannya MEA, akan memberi tambahan referensi produk sejenis, kemudahan perolehan bahan baku atau bahan penolong serta dapat memperluas pasar produk dalam negeri untuk didistribusikan keseluruh negara ASEAN. Disisi lain akan timbul persaingan usaha yang ketat dari segi kualitas maupun harga produk yang beredar. Bagi pelaku usaha yang tidak siap dengan kehadiran MEA dikhawatirkan bisa tersisihkan dari dunia usaha karena kinerja usahanya kurang optimal. Di Indonesia, bagian terbesar dari pelaku ekonomi adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang keberadaannya tersebar diseluruh wilayah kabupaten/kota. UMKM berbasis industri yaitu mencakup 1

2 unit-unit usaha yang melakukan proses produksi pengolahan dan dikenal dengan istilah Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang keberadaanya dikelola oleh Kementerian Perindustrian. Kota Semarang memiliki 199 723 unit IKM pada tahun 2014 dengan tenaga kerja sebanyak 2 294 825 orang dan investasi mencapai Rp. 10 206 094 juta (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Semarang, 2015). IKM di Kota Semarang digolongkan menjadi 20 jenis yang terbagi dalam sentra maupun klaster. Salah satu IKM potensial di Kota Semarang ialah industri olahan bandeng dimana produk bandeng presto merupakan salah satu produk unggulan yang menjadi kuliner khas Kota Semarang. Bandeng presto kerap menjadi pilihan oleh-oleh bagi wisatawan yang berkunjung ke Kota Semarang karena citarasa ikan presto yang khas. Bahkan masyarakat Semarang dalam kesehariannya mengolah bandeng presto menjadi beraneka masakan. Berbeda dengan Lunpia yang telah menjadi iconic Kota Semarang, bandeng presto saat ini masih sekedar makanan khas yang menjadi opsi oleh-oleh dari Kota Semarang serta harus bersaing pula dengan produk olahan bandeng dari daerah lain seperti Bandeng asap dari Sidoharjo. Adapun yang menjadi fokus IKM olahan bandeng Kota Semarang ialah persaingan dengan kompetitor utamanya yaitu perusahaan-perusahaan besar seperti bandeng merek Juwana, bandeng merek Presto dan lain-lain. Banyak wisatawan yang datang ke Semarang langsung diarahkan ke tokotoko besar yang berada di Jalan Pandanaran untuk membeli bandeng presto.

3 Padahal diketahui produksi bandeng presto hasil olahan IKM menyebar dibeberapa wilayah Kota Semarang, walaupun masih dalam skala mikro, kecil dan menengah. Fenomena yang muncul ialah bandeng presto dari merek besar saja yang saat ini dikenal wisatawan dan masyarakat Semarang. Padahal persebaran IKM yang memproduksi bandeng presto di Kota Semarang; hingga terbentuk sentra olahan bandeng lah yang menjadikan bandeng presto sebagai ciri makanan khas Kota Semarang. Dari fenomena tersebut maka berdampak pada pemasaran produk bandeng presto hasil olahan IKM Kota Semarang. Berikut ini disajikan tabel mengenai permintan produk olahan bandeng, khususnya produk bandeng presto di Kota Semarang dari tahun 2011 sampai tahun 2014: Tabel 1.1 Volume Penjualan Produk Bandeng Presto Olahan IKM Kota Semarang Tahun Volume (Kg) 2011 14 510 2012 14 765 2013 13 800 2014 12 620 Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Semarang, 2016 Penurunan volume penjualan bandeng presto pada empat tahun terakhir merupakan dampak dari kinerja perusahaan yang kurang optimal. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh faktor kenaikan biaya produksi dan imbas masuknya produk olahan pangan dari luar Semarang bahkan luar Indonesia.

4 Di tengah persaingan usaha yang ketat keberadaan IKM olahan bandeng Kota Semarang memang harus tetap dipertahankan. IKM merupakan pelaku ekonomi terbesar serta perannya dalam mengangkat nilai produk daerah. Harus ada langkah strategis agar IKM Kota Semarang tetap eksis dan mampu bersaing sehat dengan perusahaan besar. Maka dari itu, muncul tuntutan perusahaan agar dapat mengoptimalkan kinerja pemasarannya guna meningkatkan pendapatan serta menempatkan posisi produk dipasar. Menurut Kraus, Harms & Fink (2009), pemasaran dalam usaha kecil dan baru ( new and small ventures) menghadapi beberapa tantangan yang dapat diatasi dengan pendekatan kewirausahaan ( entrepreneurship) pada pemasaran. Hal ini didukung oleh pendapat Stokes (2000), dimana pendekatan entrepreneurial marketing (pemasaran kewirausahaan) merupakan pendekatan yang lebih sesuai ditinjau dari keterbatasan sumber daya dan permasalahan yang ada pada IKM. Menyadari kurangnya sumber daya yang dimiliki oleh IKM, maka sesama pelaku usaha dapat menjalin hubungan yang saling menguntungkan. Antar pelaku usaha sejenis dapat berkolaborasi untuk saling transfer knowledge. Sarana yang tepat untuk saling berinteraksi tersebut salah satunya melalui wadah perkumpulan atau aliansi (Hamel, 1989). Hal ini dikarenakan ketahanan bisnis usaha kecil dalam lingkungan yang sering berubah bukan hanya dengan pemasaran ke pihak yang membeli produk atau jasanya, tapi juga mengembangkan hubungan penting dengan individu dan organisasi lainnya yang meliputi supplier; manajer bank; investor;

5 penasehat, asosiasi dagang; pemerintah lokal dan otoritas publik (Keeh, Hean Tat, 2007). Dari uraian diatas, permasalahan dalam pengembangan IKM Olahan bandeng dengan produk bandeng presto di Kota Semarang dapat dibagi menjadi dua yaitu kompetensi wirausaha dalam memasarkan produk (entrepreneurial marketing) dan kemampuan mengadakan kerjasama dalam bentuk aliansi untuk perluasan pemasaran. Oleh karena itu, jika kedua faktor tersebut dapat ditingkatkan maka akan tercipta optimalisasi kinerja pemasaran IKM olahan bandeng di Kota Semarang. 1.2. Rumusan Masalah Fenomena pada IKM Olahan Bandeng di Kota Semarang yakni kinerja pemasaran yang masih belum optimal, hal ini disebabkan oleh variatifnya faktor entrepreneurial marketing dan aliansi pelaku usaha. Maka rumusan masalah studi ini adalah Bagaimana meningkatkan kinerja pemasaran IKM Olahan Bandeng (produk Bandeng Presto) di Kota Semarang melalui entrepreneurial marketing dan aliansi? Kemudian pertanyaan penelitian ( question research) yang muncul adalah sebagai berikut : 1) Bagaimana pengaruh entrepreneurial marketing terhadap aliansi usaha IKM olahan bandeng? 2) Bagaimana pengaruh entrepreneurial marketing terhadap kinerja pemasaran IKM olahan bandeng?

6 3) Bagaimana pengaruh aliansi terhadap kinerja pemasaran IKM olahan bandeng? 1.3. Tujuan Penelitian 1) Mendiskripsikan dan menganalisis keterkaitan entrepreneurial marketing, aliansi dan kinerja pemasaran. 2) Menyusun model pengembangan peningkatan kinerja pemasaran pada IKM Olahan Bandeng terutama produk Bandeng Presto di Kota Semarang. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi dua aspek, antara lain : 1) Manfaat teoritis, memberikan kontribusi bagi pengembangan Ilmu Manajemen khususnya efisiensi manajemen pemasaran. 2) Manfaat praktis, menjadi sumber informasi dan referensi bagi IKM Kota Semarang khususnya IKM Olahan Bandeng dalam hal peningkatan kinerja pemasaran bagi produknya.